Hai, teman-teman. Jika tidak sengaja menghapus platform ini di ponsel dan mau pasang lagi, cari saja lewat toko aplikasi daring alternatif yang tersedia di gadget, ya. Aplikasi ini untuk sementara tidak bisa dicari lewat G store karena satu dan lain hal. ≧ω≦ Info lengkap bisa dilihat di rumah daring platform kesayangan kita ini. Semoga masalahnya bisa segera diatasi. Bagi yang bersiap-siap untuk mengikuti Hari Raya Nyepi, selamat beribadah. Semoga semuanya lancar, ya. ♡ Salam sayang, Meina H.
~Fayola~ Seperti biasa, Galang mengantar aku lebih dahulu ke tempat kerja. Jaraknya jadi lebih jauh dibanding jarak apartemen ke kantorku. Akibatnya, kami harus bangun dan berangkat lebih pagi. Aku sampai merasa pegal duduk terlalu lama di sepeda motornya. Dia memberi aku satu ciuman dan jantungku melompat bahagia. Nidya dan Mala kebetulan tiba secara bersamaan sehingga mereka menggoda aku habis-habisan. Aku hanya bisa pasrah mendengar mereka menyebut tentang semua aktivitas mesra suami istri di depanku. Padahal kami belum melakukan lebih dari berciuman. “Sudah diberi skors selama tiga hari, aku pikir kamu akan memperbaiki diri dan kualitas karyamu. Ternyata tidak ada perkembangan sama sekali.” Trici melempar kertas yang dia pegang sehingga beterbangan di depan kami. “Kamu juga berani sekali datang langsung berpura-pura lembur dan meminta hakmu. Apa kamu mau aku pecat? Apa yang dipikirkan Lila sampai dia tidak pernah memberi kamu surat peringatan? Aku baru bekerja di sini selama s
Aku tidak akan percaya ini kalau bukan karena aku mengalaminya sendiri. Galang mengabaikan semua panggilan masuk dariku. Ancaman apa pun yang aku gunakan, dia tidak membaca apalagi membalas semua pesanku. Dia tidak pernah begini sebelumnya.Trici yang biasanya menggempur aku dengan tugas yang menumpuk, tiba-tiba diam. Dia tidak mengirim pekerjaan apa pun untuk kami. Aku senang saja dengan keadaan itu, karena aku butuh menarik napas sesaat setelah beberapa hari diberi banyak pekerjaan.“Berengsek kamu, Galang!” umpatku dengan kesal.Aku menggigit kuku dengan gelisah, padahal itu bukan kebiasaanku. Berjalan mondar-mandir di ruang kerjaku pun tidak bisa mengurangi rasa cemasku. Mengapa dia melakukan semua ini? Apa yang ada di dalam kepalanya? Sial. Dia harus memberi penjelasan kepadaku!Ponselku bergetar di atas meja, aku segera mengambilnya. ‘Bekerja dengan baik. Aku akan jelaskan semuanya di rumah.’ Aku segera menelepon nomornya. Menunggu sampai deringan terakhir, dia masih tidak menja
Bunyi keras itu tidak hanya terdengar olehku, tetapi juga pelayan yang bertugas di butik. Mereka segera mendekat untuk mengetahui apa yang telah terjadi. Aku masih berdiri tidak percaya melihat kejadian itu berlangsung sangat cepat. “Bu, kami mohon. Tolong, jangan buat keributan di sini. Kalau sampai orang-orang tahu, reputasi butik milik atasan kami menjadi taruhannya,” kata pelayan wanita yang tadi melayani di kasir. “Reputasi, katamu?” hardik wanita itu semakin berang. “Reputasi bosmu dan butiknya ini tidak lebih penting dari reputasiku. Pergi dari hadapanku atau aku akan memasukkan keburukan pelayanan butik ini di media sosial!” Ancaman usang itu lagi. “Tetapi, Bu,” kata perempuan itu memelas. “Apa lagi maumu?” Aku berdiri di depan Galang, melindungi dia dari perempuan pengkhianat itu. “Kalian yang maunya apa? Aku tidak mengganggu hidup kalian, mengapa malah menyebarkan video fitnah itu? Semua orang berpikir akulah yang datang dengan sukarela ke kamar tidurnya. Padahal bukan i
“Sudah, jangan bahas gosip di acara bahagia ini,” kata Mama yang datang bersama pelayan dengan membawa baki. Minuman hangat dan makanan ringan disajikan di depan kami.“Iya, kita rencanakan liburan saja,” timpal Ekon yang ikut bergabung bersama keluarga kecilnya. Kedua anak mereka sudah mengantuk, jadi mereka duduk sambil bersandar pada papa dan mama mereka. Aku tersenyum mengingat mereka tidak bisa diam sepanjang acara tadi.“Bulan Juni, yuk. Jadi, pas dengan liburan sekolah anak-anak,” usul Amara. “Kita juga tidak terlalu lelah setelah berbulan-bulan mempersiapkan pernikahanku.”“Boleh. Asal bukan bulan Mei, karena aku dan Fay akan naik gunung,” kata Galang.Mereka serentak menoleh ke arah kami dan tersenyum penuh arti. Aku jadi ingat, Mama dahulu sangat menentang hobiku itu. Akibatnya, aku sering mendaki gunung tanpa izinnya. Karena aku selalu pulang dalam keadaan selamat, dia akhirnya mengizinkan aku melakukannya secara rutin.Apalagi Galang yang datang sendiri meminta izin untuk
Lantai gang dari pintu gereja hingga ke altar telah dialasi dengan karpet berwarna merah. Pada setiap ujung bangku dihiasi dengan buket bunga kecil dari barisan belakang hingga depan. Altar juga tidak kalah indahnya dengan bunga berdiri yang didominasi oleh warna putih.Liturgis meminta kami untuk berdiri, lalu alunan piano mendendangkan mars pernikahan mengiringi Amara dan Papa yang berjalan bersama menuju altar. Adikku yang sepuluh tahun lebih muda dariku itu sudah bukan anak-anak atau gadis remaja yang manja lagi. Dia akan segera menjadi seorang istri, dan jika Tuhan berkenan, seorang ibu.Aku menitikkan air mata ketika dia dan Keano akhirnya diresmikan menjadi suami istri. Pernikahan mereka tertunda selama satu bulan demi mengalah denganku dan Galang. Perasaan bersalah yang sedikit membebani aku pun terangkat.“Tante Yola!” panggil Ezio dan Athena yang sudah duduk di kursi untuk mereka bersama kedua orang tua mereka. Aku melambaikan tangan, belum bisa mendekati mereka.Bukan hanya
~Galang~Entah apa rahasia yang dimaksudkan oleh Ekon sehingga Fay begitu marah kepadanya. Walau aku penasaran sekaligus kesal dia punya rahasia yang tidak aku ketahui, aku menghargai privasinya. Jika saatnya tiba juga dia akan menceritakan segalanya kepadaku.Upacara hingga resepsi pernikahan Amara berjalan dengan lancar. Apa yang ditakutkan Fay tidak terjadi. Bahkan video yang viral itu membuat banyak orang penasaran mengenai kami. Mereka tidak mendatangi kami langsung, tetapi hanya melihat kami dari jauh.Syukurnya, mereka orang-orang berduit yang memberi amplop tebal sebagai hadiah untuk kedua pengantin. Amara beruntung. Aku dan Fay lebih banyak dapat barang daripada uang dalam amplop. Namun semua klienku yang tidak hadir mentransfer uang ke rekeningku sebagai kado dari mereka untuk kami, dan jumlahnya fantastis sampai aku berulang kali menghitung nol yang tertera.“Sampai nanti bulan Juni,” ucap Ekon kepada kami semua.Kami membalas lambaian tangannya dan keluarganya. Mereka mem
“Lang, apa yang kamu lakukan?” Dia mengangkat benda yang sudah aku buang ke tempat sampah.“Apa lagi? Membuang sampah pada tempatnya,” jawabku sekenanya.“Untung saja Tama menanyakan dahulu, jadi undangan berharga ini tidak terbuang sia-sia.” Dia duduk di depanku dan meletakkan sampah itu di atas meja.“Fay, itu sampah,” kataku, mengingatkan. “Mengapa kamu taruh di atas meja?”“Apa kamu tidak lihat plastik pembungkusnya sudah aku buka? Bagian dalamnya bersih,” katanya, tidak mau kalah.Undangan yang diberikan Trici semalam langsung aku buang ke tempat sampah di ruang depan. Aku tahu isinya sampah kering, jadi kertasnya tidak akan kotor. Namun bagiku, benda itu tetap sampah yang tidak seharusnya diletakkan di atas meja makan.“Mengapa kamu ambil lagi sampah itu? Kamu mau datang ke sana?” tanyaku heran.“Mereka sudah susah payah mengundang, tentu saja kita harus menghadirinya.”Aku mengangakan mulut, tidak percaya dengan pendengaranku sendiri. “Aku tidak ikut.”“Memangnya kamu tidak pen
~Fayola~Dasar Galang bodoh. Ada undangan makan gratis, mengapa malah membuang kesempatan itu? Aku tidak peduli dengan perbuatan mereka di masa lalu, juga apa yang akan mereka rencanakan dengan mengirim undangan perayaan hari ulang tahun pernikahan mereka.Kasihan mereka sudah menyusun rencana dengan baik, masa aku menolak undangan itu? Aku juga mau tahu kejutan apa lagi yang sudah mereka siapkan untukku. Setelah video viral itu pasti menarik untuk melihat sendiri, mereka masih disegani orang banyak atau tidak.“Apa yang Kakak lakukan?” tanya Amara ketika kami sudah berada berdua saja di kamarnya.“Apa maksudmu?” tanyaku tidak mengerti. Aku melirik ke arah kamarnya. “Wow, Amara! Tempat tidur kalian bagus sekali! Persis seperti yang ada di istana Inggris!”“Kak, fokus!” Dia menarik tanganku, lalu mengajak aku duduk di sofa yang ada di dekat jendela.“Wow! Kursi ini empuk sekali!” Aku naik turun merasakan bahannya yang lembut, nyaman diduduki.“Kakak jatuh cinta kepada Kak Galang,” kata