Semoga pasutri utama ini baik-baik saja ya~ Kelihatannya bagaimana? ^^ Oh ya, memangnya hubungan suami istri itu harusnya bagaimana sih? Tulis di kolom komentar dong ^^
“Apakah … kamu perlu bantuan?”Embun buru-buru menggeleng. “Aku … bisa sendiri.”“Baiklah.” Kaisar mengangguk, kemudian berbalik agar Embun bisa segera pergi ke kamar mandi meski hanya berbalut selimut. “Jangan terburu-buru. Aku akan menunggu.”Setibanya dia di dalam kamar mandi, Embun termenung. Wanita itu kembali berusaha mengingat bagaimana ia bisa sampai di sini.Namun, seberapa keras pun ia mencoba, Embun tidak dapat menemukan ingatan tentang cara ia masuk ke dalam kamar Kaisar ini. Pun, kapan dan kenapa. Hal terakhir yang ia ingat adalah dirinya yang sedang mengecek persiapan penyajian makanan penutup setelah puas berbincang dengan para tamu.Selain itu ….Embun mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar mandi. Ruangan ini mungkin hampir sama luasnya dengan kamar tidurnya di apartemen. Jelas biaya sewanya tidak murah.Apakah Kaisar menyewa kamar ini untuk semalam? Kenapa?Apa yang terjadi?Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu.“Y-ya?” respons Embun seketika, langsung merasa
“Embun, apakah kamu mendengarku?”Ketika akhirnya mendengar panggilan sang suami, Embun menutup matanya sejenak, sebelum kemudian membukanya dan menatap Kaisar. Wanita itu berusaha fokus pada obrolan mereka meskipun baik otak, hati, dan tubuhnya sedang tidak terasa baik-baik saja.“Ya.” Embun mengangguk. “Aku mendengarkan.”Hening, Fokus mata Kaisar ada pada Embun, mengamati sang istri dalam diam. Berusaha menemukan kejanggalan dalam bahasa tubuh Embun.Di sisi lain, Embun tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Ia tahu bahwa dirinya sudah menikah dan kini memiliki suami. Sudah sepantasnya ada nafkah batin dan memang hubungan intim suami istri tidak terlewatkan.Tidak ada yang janggal. Embun memahaminya dna tidak terganggu dengan persoalan tersebut.Apalagi, ia tahu bahwa Kaisar melakukan itu untuk menolongnya. Jika tidak ada Kaisar, entah apa yang akan terjadi pada Embun. bisa jadi, alih-alih terbangun di atas tempat tidur dan nyaman, Embun akan terbangun di jalanan? Atau di tempat ti
“Jangan harapkan cinta.” Itulah kalimat yang diucapkan Kaisar di pertemuan pertama dia dengan Embun, sekaligus di hari mereka mendaftarkan pernikahan mereka. Pada awalnya, memang Embun tidak mengharapkan apa-apa. Jika ia dan Kaisar sama-sama melakukan kewajiban masing-masing dengan baik, Embun tidak keberatan. Awalnya. Namun, sekarang … apakah benar Embun mengharapkan perasaan lebih dari pria yang berstatus suaminya tersebut? “Embun? Nak? Kamu masih di sana?” Suara Surya membuat Embun menutup matanya sejenak, kemudian tersenyum kecil. “Lain kali ya, Papa,” ucap wanita itu pelan. Telinga dan otaknya sempat menangkap cerita ayah mertuanya mengenai beliau yang ingin mengenalkan Embun pada kawan-kawannya. “Mungkin kesempatan selanjutnya.” Surya menghela napas pelan. “Baiklah. Kalau begitu Papa tutup teleponnya ya?” ucap pria tua itu. “Istirahat, Embun. Kamu sudah bekerja keras.” “Papa tidak mau mengobrol dengan Kaisar?” tanya Embun saat tanpa sengaja ia beradu pandang dengan sang su
“Apa maksudnya semua ini!?”Tampil di layar tablet adalah wajah Aletta. Wanita itu tengah berbicara pada kamera, menyampaikan bahwa sebagai brand ambassador Kafe Senjakala milik Embun, Aletta sama sekali tidak mendapatkan bayaran dari pekerjaannya tersebut.Tidak hanya itu, dengan berurai air mata, Aletta juga mengatakan bahwa hal tersebut sangat membebani dirinya karena pemilik Kafe Senjakala mengingkari kontrak kerja sama yang ada.“Perempuan itu,” ucap Kaisar geram dengan suaranya yang rendah. “Dengan kemampuan aktingnya yang seperti ini, aku heran namanya sama sekali tidak terkenal. Benar-benar wanita ular.”Pria itu tidak perlu mengonfirmasi hal ini pada sang istri karena ia yakin itu tidak benar. Embun, yang setiap malam mengobrol dengannya tentang hari-hari dan rencananya mengembangkan bisnis, tidak akan melakukan hal tersebut.Ia percaya pada Embun.Namun, bagaimana Aletta bisa mengklaim demikian … hal itu tetap harus Kaisar selidiki.Apalagi ketika video di tangannya itu suda
[Jalur Orang Dalam! Baru Dibuka, Cabang Kafe Senjakala di Asthana Hotel Dikatakan Hasil “Main” dengan Salah Satu Petinggi Hotel] “Apa yang–”Embun menutup mulutnya, terkejut dengan pemberitaan tidak masuk akal tersebut. Sepasang matanya terbelalak sempurna.Ia tahu ia sedang menjadi bulan-bulanan media dan fans Aletta. Embun pun memahami bagaimana sebuah judul berita dibuat, yang mana pasti menarik orang untuk membaca berita di dalamnya.Namun, yang baru saja ia baca sungguh di luar dugaan. Embun tidak siap untuk menghadapinya.Meski begitu, dengan tangan gemetar Embun mengeklik berita tersebut dan membacanya di laptop.Sejujurnya dalam kepala Embun, wanita itu masih mencoba menyangkalnya. Ada banyak berita di sana yang memiliki judul dan isi berita berbeda jauh. Yang berfokus pada judul yang menarik, tapi korelasi beritanya dengan judul hanya sepuluh persen. Embun berharap, berita yang ia baca saat ini pun demikian.Namun, sayangnya tidak.Dikatakan bahwa Embun berhasil membuka caba
“Jika mereka tidak mau ganti rugi, silakan telepon polisi dengan laporan mengganggu ketenangan.”Kalimat Embun tersebut memberikan dampak langsung pada para remaja pembuat onar. Mereka terdiam, kemudian saling berbisik antara satu sama lain.“Ka-kami hanya memecahkan piring! Kenapa harus lapor polisi?”“Bahkan jika hanya satu piring yang pecah, itu sudah merupakan kerugian di pihak kami,” ucap Embun. “Apalagi kalian sudah menimbulkan kerusakan di sini. Sekaligus keributan, mengganggu pelanggan yang lain.”“Cih! Padahal tidak ada pelanggan lain.”Embun mendengar kalimat itu terucap dengan volume rendah dari salah satu remaja, dan dia mengakuinya. Beberapa hari belakangan ini, pengunjung kafenya hanyalah mereka yang penasaran dengan skandalnya bersama Aletta. Pengunjung yang benar-benar ingin makan di sini bisa dihitung jari saja.Dan saat ini, tidak ada pelanggan lain selain gerombolan remaja ini.Namuun, bukan berarti Embun ingin mengakuinya.“Saya tidak mau berdebat lagi. Apabila mem
Suara tangis Embun makin membuat Rindang tidak dapat bicara selama beberapa waktu, setelah ia membombardir Embun dengan pertanyaan-pertanyaannya begitu ia bertemu dengan sang adik tadi.“H-hei, Embun. Kenapa–”Kakak Embun tersebut tidak tahu bahwa Embun sudah berada di batas kewarasan dan kesabarannya beberapa hari belakangan ini. Satu dorongan lagi, benar-benar satu dorongan kecil dari kemunculan Rindang berhasil meruntuhkan pertahanan istri Kaisar Rahardja tersebut.“Kakak sama saja dengan mereka,” ucap Embun, mencengkeram tepi kemejanya. “Kenapa aku viral, kenapa aku tersandung kasus, kenapa ini kenapa itu. Menurut Kakak kenapa? Apa Kak Rindang pikir aku sengaja ingin viral dengan kasus begitu? Aku juga tidak tahu bagaimana bisa–”Suara Embun kembali pecah di akhir kalimat, membuatnya berhenti bicara. Sementara pipinya sudah basah oleh air mata.Ah, dia benci menangis seperti ini. Wanita itu mencengkeram bagian depan bajunya, merasakan sesak akibat isak tangis yang ia tahan.Ia ti
“Apa kata Kaisar mengenai kasus ini?” Embun tidak menjawab, tapi pelukannya pada sang kakak mengerat saat mendengar nama suaminya tersebut. Kali itu, Rindang tahu bahwa ia tidak bisa menekan Embun lebih jauh dengan pertanyaan ini pula. Oleh karena itu, Rindang memutuskan untuk menunggu. Sang kakak diam sembari tetap mengelus punggung Embun, menenangkan adiknya selama beberapa saat. Kemudian setelah isakan Embun mereda, Rindang bersuara, “Minum, Embun.” Wanita itu menyodorkan air putih yang tadi dibawakan Embun untuknya pada sang adik. Perlahan, Embun kemudian melepaskan pelukan dan merentang jarak dari Rindang untuk minum air putih. Tatapan Embun terfokus pada lututnya, tidak berani melihat ke arah Rindang setelah ia meledak tadi. Akan tetapi, Rindang tetap tersenyum dan menepuk puncak kepala Embun dengan lembut. “Aku tidak marah kok,” ucap Rindang. Ia kemudian meraih tisu dari kotak di atas meja dan memberikannya pada Embun. Si adik menerimanya dan bergumam, “Maaf, Kak.” Ri