Share

Menjadi Istri Cadangan Sang Tuan
Menjadi Istri Cadangan Sang Tuan
Penulis: Anfisor

Bab 1

"Perl, tahu betul seperti apa tipeku."

Seorang pria tua yang merupakan teman ibu tirinya, mencoba mencium leher Almora, penuh nafsu.

Tak ia pedulikan Almora yang begitu ketakutan.

"Lepaskan aku!" teriak gadis itu.

Sekuat tenaga, Almora berusaha menjauhkan diri.

Dia sampai menyilangkan kedua tangannya di depan dada yang bahkan tertutup kain tebal.

Sungguh, ia tak menyangka sang ibu tiri tega menjebaknya.

Dia diminta datang ke sebuah club malam untuk menemui teman ayah yang katanya bisa membantu melunasi hutang-hutang mereka.

Almora tidak menaruh curiga, percaya saja bahwa pria yang dimaksud benar-benar ada dan datang membantu keluarga Almora terbebas dari jeratan hutang.

Namun siapa sangka, bayaran atas hutang itu bukanlah uang kertas yang akan diberikan dalam bentuk cek atau disimpan di dalam koper?

Melainkan Almora sendiri.

Tawa pecah di sekitar Almora menyadarkannya dari lamunan.

"Ayo, minum dulu, sayang," kata pria tua mesum itu lagi.

"Gak!" Almora mendorong gelas berisi wine yang disodorkan ke mulutnya.

Sayangnya, Almora kalah.

Ia direcoki minuman keras oleh beberapa orang tak dikenal. Semuanya laki-laki.

Dirasa Almora sudah kehilangan kesadaran, mereka membawa Almora ke dalam sebuah kamar.

Menjatuhkan tubuhnya di sana dan meninggalkan pria tua yang Almora kenali sebagai teman ibu tirinya--berdua saja.

Dia tidak bisa melakukan apa-apa sekarang.

Sebentar lagi Almora akan kehilangan kesadaran. Kehilangan hidupnya.

Drrt!

Suara ponsel berbunyi menghentikan aksi pria mesum tadi.

"Keparat! Siapa lagi yang mengganggu?" decaknya.

Terpaksa, ia menyingkir sebentar dari tubuh tak berdaya Almora.

Entah apa yang terjadi, Almora tak tahu.

Yang jelas, pria itu meninggalkan kamar.

Lantas, di sisa-sisa kesadarannya, Almora mencoba bangkit. 

Meski kepalanya pusing dan tubuhnya tak bertenaga, ia meraih bajunya yang tercecer di lantai.

Namun sayang, Almora justru terjatuh di tepi ranjang.

Menatap nanar langit-langit kamar, Almora hanya bisa berdoa agar dirinya selamat dari pria jahat itu.

Tanpa terasa air matanya jatuh. Andai saja ayah masih ada, Almora tak akan bernasib seperti ini.

Sang ayah tak pernah menimbun banyak hutang. Tapi di setiap cerita nama ayah selalu buruk karena ibu tirinya menumpuk hutang dan mengatakan itu hutang peninggalan ayah.

Padahal, ibu tirinya itu yang gila harta dan judi.

Kriet!

Pintu kembali terbuka.

Pria itu mencoba menggapai tubuh ringkih Almora.

"Tolong... jangan sentuh aku..." lirihnya. Tapi lagi-lagi, Almora tak didengar, sampai ... seorang pria mabuk mendobrak pintu kamar secara tiba-tiba!

Raut wajahnya sungguh kacau saat berteriak, "Menjauh dari kekasih saya! Dia milik saya!" 

Bugh!

Lalu tanpa memberi aba-aba, dia memukul kepala pria tua itu menggunakan botol wine di tangannya.

"Rasakan kau!"

"Akhh..." erang sahabat ibu tiri Almora kesakitan. Pria tua itu sontak melepaskan Almora, lalu turun dari ranjang. "Apa-apaan ini? Siapa kamu?!"

"Siapa saya?" Pria tak dikenal itu terkekeh. "Saya Calderon Mosaka."

Deg!

Seperti mendengar isu tsunami, bulu kuduk pria itu langsung merinding.

Calderon Mosaka? Ia tahu siapa pria yang berdiri di hadapannya,  pebisnis yang paling disegani di seluruh negeri.

Apakah dia telah salah mencari mangsa? Tapi bagaimana bisa Almora yang setahunya miskin, bisa mengenal pria berkuasa ini?

"Minggir! Dia kekasih saya. Jangan coba-coba menyentuhnya!" Belum sempat menyelesaikan keraguan hati, Calderon yang masih dalam pengaruh alkohol, kembali menghardiknya.

Pria tua itu tidak butuh pikir panjang untuk memakai kembali kemejanya dan melangkah meninggalkan kamar.

Meski kesal, dia sadar bahwa tidak bisa melawan Calderon.

Dia bukan orang sembarangan. Bahkan, pria muda itu bisa membunuh siapa saja yang menurutnya mengganggu hidupnya.

Di sisi lain, Almora terperangah dengan apa yang terjadi di hadapannya.

"Terima kasih, Tuan! Terima kasih!" ucap Almora penuh rasa syukur.

Ia tak menyangka akan diselamatkan pria asing bernama Calderon ini.

Entah apa yang harus Almora lakukan untuk membalas budinya.

Namun, itu tak bertahan lama.

Calderon terkekeh dan sudut bibirnya terangkat.

Netra abunya juga menatap Almora penuh gairah, hingga membuat Almora merinding.

"Tidak perlu minta maaf. Itu sudah tugasku sebagai kekasihmu, Camelia," ujarnya seiring dengan langkah yang mendekati Almora, "Ayo, kita juga harus tidur bersama. Tak mungkin hanya dia yang tau bagaimana caramu bermain kan?"

Tunggu... Camilla?

Jangan bilang, pria ini salah mengenali orang?

"Tu-tuan." Almora waspada, " Saya bukan Camelia." 

Namun sayang sekali, Calderon tidak mengindahkan ucapan perempuan itu. Tidak ada perempuan lain di mata Calderon selain Camelia.

"I love you," bisik Calderon mulai mencumbu Almora dan mencari kenikmatan dari tubuhnya.

Air mata kembali mengalir di pipi Almora.

Sebenarnya, apa salahnya, hingga harus berakhir seperti ini? 

Almora pikir kehadiran pria bernama Calderon Mosaka itu akan mengakhiri penderitaannya.

Namun ternyata, pria itulah yang membuat Almora menderita.

Pria bermata abu itu menyentuhnya, merusak tubuhnya. Sekarang tidak ada yang tersisa bagi Almora selain tubuh yang kotor.

Dia benci dengan hidupnya. Tidak ada lagi artinya dia hidup setelah ini.

Entah berapa lama permainan itu berlangsung. Almora tak tahu. Yang jelas ia pingsan dan baru terbangun keesokan harinya kala suara berat pria itu terdengar jelas dari samping tubuh mereka yang tak ditutupi satu benang pun.

"Siapa kamu?" Netra abu itu menatapnya tajam. "Kenapa kamu bisa ada di sini?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status