Ide gila teraneh yang ada di pikiran Calderon adalah mengunjungi rumah Almora pada pukul satu dini hari dengan alasan yang tak bisa diterima oleh akal sehatnya sendiri. Max tidak mengetahui ide aneh tuannya karena Calderon sengaja tak membangunkan pria itu. Calderon ingin melakukan semuanya sendirian.Semua tentang Almora sudah tercatat jelas di benak Calderon. Bukan hal sulit baginya untuk menemukan rumah gadis itu. Bahkan apapun yang berkaitan dengan gadis itu akan sangat mudah bagi Calderon untuk menemukannya. Calderon tau dimana ibu kandung Almora berada, dia tau bagaimana cara Almora lepas dari Perl dan dia tau dimana makam ayah gadis itu. Calderon tidak main-main dalam mengenal seseorang. Jadi, tidak akan ada yang berani bermain-main dengannya karena dia pemegang kartu AS orang-orang yang telah bertukar suara dengannya."Rumah yang jelek," ucapnya menatap bangunan di hadapannya. Rumah yang jauh dari pusat kota, terletak pada komplek kalangan menengah dan tampak tidak nyaman unt
Satu minggu berlalu dengan cepat. Tanpa Calderon sadari, sudah satu minggu pula dia tidak mengunjungi rumah Almora. Akhir-akhir ini dia sibuk dengan pekerjaannya dan segala macam persiapan untuk pernikahannya yang akan di selenggarakan satu minggu lagi. Sejauh ini Camelia bersikap baik. Tidak ada keburukan yang bisa membatalkan janji pernikahan mereka, membuat Calderon khawatir sendiri. Jujur saja, dia tidak ingin pernikahan ini berlangsung. Tidak dengan Camelia.Maka dari itu, Calderon menyusun rencana untuk membuat semuanya gagal. Dengan kata lain, Calderon sedang berupaya menjebak Camelia agar janji sakral ini tidak menghantui Calderon. Dia tidak tau bagaimana caranya agar bisa lepas dari Camelia dan kedua orang tuanya. Calderon bisa saja melakukan cara jahat, memusnahkan mereka semua. Namun itu bukan juga hal yang bisa dilakukan tanpa pertimbangan.Ah, kepala Calderon ingin pecah rasanya memikirkan masalah yang terus berdatangan.
Calderon menarik Almora menjauh dari keramaian, menghindari tatapan penasaran orang-orang di sekitar mereka. Suara musik dan tawa tamu yang meramaikan pesta masih terdengar samar, namun dia tidak peduli. Dia membawa gadis itu ke bagian belakang rumah, menuju tempat sepi yang tidak terjamah. Gudang tua menjadi pilihan yang tepat untuk menginterogasi perempuan yang selalu hadir tanpa diminta dalam hidupnya. Aneh rasanya, setiap kali dia mencarinya, Almora selalu entah kemana. Calderon mendorong Almora memasuki gudang. Dengan gerakan cepat, dia menutup pintu dan menguncinya, khawatir akan ada pengganggu yang tiba-tiba muncul dan merusak suasana. Kegelapan menyelimuti mereka, hanya diterangi oleh cahaya remang dari jendela yang pecah.“Apa yang kamu lakukan di rumah saya?” tanya Calderon dengan tatapan tajam, berusaha menampilkan wibawa meski di dalam hati, dia merasakan kegugupan. Almora berdiri di hadapannya, matanya berkilau biru, berani menatap balik.Alm
Calderon sudah empat kali bertemu Almora dan selalu di tempat yang tak terduga. Tanpa rencana dan tanpa aba-aba. Calderon tidak menduga bahwa salah satu staf catering dari tempat yang dipesan ibunya adalah Almora. Dia tidak akan tahu Almora ada di sana kalau saja keributan itu tidak terjadi. Kini, orang-orang yang menimbulkan keributan itu sudah pulang. Almora juga tak terlihat lagi saat pesta usai. Hanya ada keluarga Saka dan Dalas di sana. "Kamu senang 'kan karena pernikahannya di undur?" tanya Tuan Saka pada Calderon. Keduanya berada di teras depan, berdiri tanpa alasan yang jelas, menatap pelayan yang sibuk membersihkan rumah. "Aku tidak akan senang jika pernikahan itu hanya sekedar diundur. Dia melakukannya lagi, yah. Dia selingkuh untuk kedua kalinya," jawab Calderon tidak habis pikir. Perempuan itu baru saja dipergoki tidur di sebuah hotel bersama pria yang Calderon ketahui adalah rekan kerja Tuan Dalas. Tuan Saka tersenyum miring, merasa curiga pada Calderon. "Bagaimana
Almora memutuskan berhenti bekerja sebagai staf catering. Alasannya karena tidak ingin bertemu Calderon. Takut sewaktu-waktu tidak sengaja mengantar makanan di tempat milik Calderon lagi. Almora benar-benar tidak ingin berhubungan dengan pria itu. Bukan hanya karena trauma, tapi juga karena perasaannya sendiri. Perempuan sepertinya akan mudah jatuh hati. Perempuan yang kehilangan tempat untuk pulang, tidak punya sandaran dan butuh perhatian. Jujur saja, Almora butuh sosok penopang dalam hidupnya. Sosok seperti ayah yang begitu cepat meninggalkannya.Namun mau bagaimana lagi? Almora tidak bisa apa-apa sekarang. Dia kehilangan semuanya, termasuk Ken, pria yang teramat dia cintai.Calderon membuat hidupnya hancur."Kamu betulan mau melamar di perusahaan ini?" Suara pria di sebelahnya menyadarkan Almora dari lamunan. Sedikit cerita, Almora memutuskan melamar pekerjaan di perusahaan paling besar di kota. Ada lowongan yang tersedia. Persetan seperti apa perusahaan itu, Almora ingin bekerj
Calderon menatap Almora yang tertegun di hadapannya. Seperti melihat setan bolong di siang bolong. Wajahnya pias, mungkin merasa takut karena untuk kesekian kalinya, di belahan bumi tak terduga, mereka bertemu secara tiba-tiba."Ma-maaf." Almora sadar dan bergegas mengambil gelas kopi di lantai. Tidak ada yang tersisa karena semuanya tumpah, menodai lantai marmar yang putih.Noda kopi di kemejanya bukan masalah. Calderon tidak akan mempermasalahkannya karena Almora yang melakukannya."Saya tidak mengerti kenapa akhir-akhir ini kita mudah sekali bertemu. Baru kemarin saya melihat mu dan sekarang saya melihat kamu lagi," ucap Calderon mengabaikan kemejanya yang kotor. Bahkan dia merasa baik-baik saja setelah kena tumpahan kopi panas.Almora berdiri di hadapan Calderon usai memungut gelas kopi. Kepalanya mendongak, menatap tubuh menjulang Calderon. Lalu pandangannya tak sengaja jatuh pada noda kopi di kemeja pria itu.Almora malah melakukan kesalahan pada orang yang dibencinya. Sial! Dia
"Kemejanya kenapa, pak?" tanya Joya, salah satu pegawai yang lumayan ramah terhadapnya. Padahal Calderon sering kali jutek dan judes, tapi Joya tidak mempan dengan hal itu."Ketumpahan kopi," jawab Calderon menatap noda yang telah mengering di kemejanya. Terlihat jelek dan merusak pemandangan. Calderon benci melihatnya."Aduh, pak. Sebentar lagi kan bapak ada meeting," ucap Joya memegangi kepalanya, syok dengan ketidakpedulian Calderon terhadap penampilannya.Dahi pria itu berkerut. "Kenapa? Kan bisa saya ganti.""Bawa baju ganti memangnya?""Bawalah."Barulah senyum terkembang di wajah Joya. Akhir-akhir ini tidak ada yang memperhatikan Calderon. Dia baru saja kehilangan sekretarisnya karena suatu kecelakaan. Max ada, tapi Joya tidak yakin pria itu bisa diandalkan untuk mengurus jadwal dan penampilan Calderon. Max tidak ahli bekerja di dalam kantor. Anak itu lebih cocok bertugas di lapangan. Namun sesekali, Max akan membantu mengatur jadwal Calderon. Tapi untuk beberapa hari ini, Max
"Ada perlu apa?" tanya Calderon, menghampiri Camelia yang menunggu di lobi. "Mau ngajak kamu makan siang bareng," jawabnya dengan senyuman. Sejauh ini, hanya Calderon yang merasa hubungan mereka tidak baik-baik saja. Sedangkan Camelia, dia tetap bersikap selayaknya tidak pernah terjadi apa-apa.Calderon tidak langsung menjawab. Matanya bergerak, memperhatikan setiap manusia yang melewati lobi. Sebenarnya dia tidak perlu khawatir dengan karyawannya. Mereka tidak akan menggosip tentang Calderon. Tapi bagi Calderon, harga dirinya hilang jika tetap berurusan dengan Camelia. Berita perselingkuhan perempuan itu sudah menyebar ke seluruh penjuru negeri. Calderon bisa dianggap bodoh karena masih mau meladeni perempuan itu."Saya sibuk," jawab Calderon.Camelia mencebikkan bibirnya. "Ayolah, Cal.""Saya tidak bisa," tolak Calderon.Camelia menghela napas pelan. "Kalau kamu terus-terusan kayak gini, hubungan kita gak akan pernah baik, Cal.""Siapa bilang saya mau berbaikan?" tanya Calderon tan
Optima 434.Calderon berdiri di balkon, menatap hamparan kota di bawah kukungan langit biru. Kota tampak begitu jelas, seperti susunan rumah di game minecraft. Ini adalah bagian paling menyenangkan saat berkunjung ke Optima. Calderon bisa merasa tenang hanya dengan melihat bangunan-bangunan itu."Tumben mengajak saya ke sini," kata Max yang muncul dari balik punggung Calderon. Dia memang meminta pria itu untuk datang juga. Membosankan rasanya bila hanya sendirian di flat ini."Tidak suka?" Calderon menatap pria itu tajam. Selalu saja berkomentar. Nurut saja apa susahnya?"Suka, tapi kan aneh."Calderon mengabaikan. Dia memilih mengambil sebungkus rokok dari saku celananya. Dia tidak bisa leluasa merokok di rumah. Selain karena dilarang Nyonya besar, keberadaan Camelia yang sedang hamil juga menjadi alasannya. Calderon tentu tidak ingin anak itu meregang nyawa karena bapak tirinya hobi menghembuskan asap nikotin."Masih ngerokok?" heran Max.Calderon menyelipkan rokok itu di bibirnya l
Camelia rasa tubuhnya sudah agak mendingan. Tadi pagi hanya sedikit pusing karena tidur terlalu lama, tapi Calderon dan seluruh manusia di rumah itu menganggap dirinya sedang demam tinggi. Padahal hanya butuh berbaring sebentar, Camelia bisa pulih.Usai makan siang, Camelia berencana untuk pergi ke rumah kedua orang tuanya. Sudah lama Camelia tidak berkunjung ke rumah. Kedua orang tuanya juga jarang memberi kabar seolah lupa dengan anaknya yang satu ini."Mau kemana?"Langkahnya dihadang oleh Calderon yang tiba-tiba muncul. Berdiri di depan pintu utama seraya melipat kedua tangan di depan dada. Ah, magic. Pria itu penyihir. Sekejap di kamar, sekejap di ruang kerjanya dan sekejap lagi ada di depan mata."Ke rumah orang tuaku." Camelia menatap Calderon.Salah satu alis pria itu terangkat. "Sendiri?""Memangnya kamu mau ikut?" tanya Camelia, sangsi. Calderon benci sekali dengan ayahnya. Mana mungkin pria itu mau ikut dengannya bertemu mama dan papa.Sesuai dugaan, Calderon menggelengkan
"Kenapa? Apa sudah kalian temukan bajingan itu?" tanya Calderon melihat beberapa anak buahnya datang dengan napas tak beraturan. Mereka berlari dari gerbang utama seperti dikejar anjing gila.Yang paling besar, mengangkat tangan pertanda butuh beberapa detik untuk bisa bernapas normal. Yang satu lagi, menatap Calderon dengan napas yang mulai teratur. Apa yang mengejar sampai bernapas saja terlihat sulit? Roh mereka seakan tercabut dari tubuh hanya karena berlari dari gerbang."Ada berita buruk." Kalau tidak salah namanya Rob, entah Robert entah Roblok. Calderon tidak bisa mengingat nama-nama anak buahnya.Berita buruk sudah menjadi makanan sehari-hari Calderon. Jadi, dia tidak terkejut bila akan ada kabar buruk lagi yang dia dengar."Apa?""Ternyata Kaleo punya hubungan kerja sama dengan kartel di Kroasia," jawab Rob.Ah, masalah kartel lagi. Calderon malas sekali mengurus orang-orang yang terlibat kartel. Hal itu benar-benar memuakkan."Kroasia? Ada kartel di sana?" tanya Calderon. D
Calvin beringsut menaiki tempat tidur, merebahkan tubuh di sebelah Almora yang sudah lebih dulu berbaring. Mereka tidak punya kegiatan apapun lagi sebab tadi siang sudah menghabiskan banyak waktu dengan bermain game dan menonton beberapa film komedi rekomendasi dari Calvin sendiri. Sebenarnya Calvin masih punya beberapa pekerjaan yang mesti diselesaikan. Akan tetapi dia merasa tidak tenang jika Almora belum tidur. Pekerjaan yang menumpuk itu bisa diselesaikan nanti atau saat mepet deadline. Namun menemani Almora tidur tidak sama dengan pekerjaan yang bisa ditunda."Mau dibacain dongeng apa?" Calvin menatap Almora sembari mengembangkan sebuah buku cerita."Kamu pikir aku anak kecil?" Almora balik menatap Calvin. "Eh, itu buku dongeng siapa yang kamu curi?""Enak aja." Calvin menutup buku cerita dengan judul kisah petualangan seru kancil dan teman-temannya. "Ini aku beli di Indonesia. Sudah lama sih."Almora tertawa pelan. "Kok bisa kepikiran buat beli buku dongeng itu? Mana judulnya m
"Bayinya sehat. Ibunya juga sehat."Senyum di wajah Calvin tak luntur kala kalimat dokter yang memeriksa Almora tadi pagi terus bergema di kepalanya. "Bayinya laki-laki."Semakin senang hati Calvin mendengarnya. Bayi mereka laki-laki. Terlepas dari siapa sebenarnya ayah kandung dari bayi itu, untuk saat ini yang bertanggung jawab dan akan mengemban peran bapak adalah dirinya. Tentu saja Calvin bersuka cita mendengar kabar baik itu.Ibunya sehat, bayinya sehat dan bayinya laki-laki."Bahagia banget kayaknya," ucap Almora. Matanya tak luput dari wajah pria yang sedang berkutat di pantry itu. Katanya dia ingin memasak makan siang untuk Almora. Sekalian mencoba resep baru untuk kue yang tadi malam baru saja diriset oleh pria itu.Dia produktif sekali jadi suaminya. Dan semenjak kehamilan Almora memasuki masa menuju pembukaan, pria itu memutuskan bekerja dari rumah saja. Katanya dia takut meninggalkan Almora di rumah sendirian.Calvin sangat siap untuk menjadi seorang suami."Iya dong. An
Katanya tidak cinta, tapi begitu menemukan Camelia di dekat salon, Calderon langsung memeluknya. Dia cemas kala tau Kaleo berkeliaran di sekitar mereka. Entah kenapa, disaat Tuan Saka berkata Kaleo ingin kembali merebut Camelia, ada rasa khawatir yang luar biasa dalam diri Calderon. Mungkin karena Calderon tau bahwa kemunculan Kaleo adalah alarm bahaya bagi Camelia. Pria itu memang ayah kandung dari bayi yang Camelia kandung tapi mengingat bagaimana sepak terjangnya sebagai manusia, Calderon tidak bisa menyerahkan Camelia pada pria itu."C-Cal, are you okay?" Camelia yang dipeluk secara tiba-tiba jelas terkejut. Calderon masih belum melepaskan pelukannya. "Saya pikir kamu kenapa-kenapa."Setelah berminggu-minggu pernikahan mereka, ini kali pertama Calderon menunjukkan kepeduliannya secara tulus. Bukan karena terpaksa, bukan karena ayahnya, bukan karena orang-orang dan media yang meliput mereka tapi karena diri Calderon sendiri. Camelia terharu melihat Calderon mengkhawatirkannya. Ini
Kembali ke tanah air.Kericuhan terjadi di kediaman Tuan Saka. Ayah dan anak itu bertengkar perihal Kaleo yang hilang dari lokasi penyekapan di California. Entah apa yang terjadi sampai pria itu bisa lolos dari pengawasan dua kubu. Dan Calderon duga, ini terjadi karena ayahnya berusaha merebut Kaleo dari genggamannya."Coba saja ayah tidak ikut-ikutan, mungkin Kaleo masih ada di rumah penyekapan," kata Calderon dengan dada kembang kempis. Dia berusaha sabar untuk tidak memukul pria yang menjadi penyebab kekacauan itu terjadi."Itu bukan tanggung jawab mu, Cal. Mengurus Kaleo adalah tugas saya. Kamu cukup menjalankan peranmu sebagai suaminya hingga anaknya lahir," balas Tuan Saka dengan wajah tak kalah bengis.Karena kekacauan ini, aksi penyelundupannya terbongkar.Calderon mendengus kasar. Dia bukan anak kecil yang bisa dibohongi. Dia tau kenapa Tuan Saka mau turun tangan mengurus Kaleo. Sudah pasti karena tidak ingin pernikahannya dan Camelia berakhir. Tuan Saka ingin Calderon terus
Mari menikah denganku.Semudah itu Calvin mengajaknya untuk menikah dan semudah itu pula Almora mengiyakan ajakan tersebut. Kesannya seperti sedang main nikah-nikahan. Rasanya memang aneh bagi mereka yang baru kenal, baru akrab. Terlalu cepat bagi mereka untuk naik ke jenjang yang lebih serius. Menikah bukan hanya soal tanggung jawab, bukan hanya soal nafkah tapi juga soal resiko yang harus mereka hadapi setelah ini. Almora masih takut. Bayang-bayang Ken tewas karena dirinya jelas belum usai menghantui.Namun hidup harus terus berjalan. Almora tidak menapik bahwasanya dia butuh pendamping hidup. Dia butuh seseorang untuk menemaninya membesarkan bayinya. Butuh seseorang untuk membersamai hari tuanya.Karena Calvin tampak serius, Almora juga akan serius. Jika Calvin memang ingin bermain-main, seharusnya pria itu mengajaknya pacaran, bukan menikah.Satu minggu setelah will you marry me dadakan itu, Calvin dan Almora resmi menjadi pasangan suami-isteri. Menikah dengan orang dari negara s
Hari-hari Almora benar-benar menjadi lebih baik usai bertemu dengan Calvin. Di belahan bumi yang jauh itu, Almora tidak lagi merasa kesepian. Sebelumnya ada banyak orang yang Almora kenal. Temannya juga lumayan untuk ukuran warga asing yang baru menempati wilayah lokal. Namun rasanya berbeda saat bertemu dengan Calvin. Teman Almora yang banyak itu tak cukup mampu menghilangkan rasa sepinya. Justru Calvin yang baru dia kenal kemarin sore mampu membuat Almora merasakan bagaimana hidup bersama teman yang seolah sudah dikenal sejak lama. Rasanya seperti pulang ke rumah."Aku sudah jarang ke pantai," ucap Calvin. Sore itu entah karena gerangan apa, Calvin mengajak Almora bermain ke pantai.Mereka duduk di atas bebatuan. Menatap birunya air laut. Sama halnya dengan Calvin, Almora juga sudah jarang ke pantai atau mungkin tidak pernah. Jarak dari kota ke pantai tidak begitu jauh, tapi tidak pernah sekalipun Almora ingin mengunjungi perairan luas nan indah itu. Ini saja kalau bukan karena ajak