Share

Bab 2

Almora seketika mengalihkan pandangan.

Belum ada dua puluh empat jam, pria itu sudah melupakan aksi bejatnya?

Semudah itu baginya melupakan apa yang telah dia lakukan. Perempuan selalu saja dianggap seperti ampas tebu. Habis manis, sepahnya dibuang.

Calderon terus menatap Almora tajam. "Kenapa kau—"

"Apa semua laki-laki suka lupa dengan keburukan yang telah dia lakukan?" sela Almora cepat. Mata berkaca-kacanya menatap Calderon. "Kenapa kalian suka sekali menjadi bajingan?"

Pria itu terdiam. Diamatinya pakaian perempuan yang berceceran di lantai dan juga pakaian miliknya.  "Saya pikir kamu Camelia," ucapnya kala menyadari sesuatu.

Almora tidak menghiraukannya. Dia menarik selimut itu seraya beranjak dari ranjang. Persetan dengan Calderon yang telanjang, kini Almora hanya ingin keluar dari ruangan ini. Dia mengambil bajunya yang berserakan di lantai, lalu membawanya ke kamar mandi.

"Saya harap kita tidak bertemu lagi," tandas Almora kala keluar dari kamar mandi. Kebetulan Calderon sudah mengenakan pakaiannya.

"Tunggu," sergah Calderon menyambar pergelangan tangan Almora. "Tolong jangan bilang pada siapapun tentang kejadian ini. Saya akan memberikan uang tutup mulut."

Hahahaha...

Rasanya, Almora ingin tertawa. Sayang, tenaganya tak ada.

Tentu saja pria ini tidak ingin reputasinya hancur?

Dia pasti orang terpandang dan punya pengaruh besar di negara ini.

"Tenang saja, semuanya akan aman," sinis Almora cepat.

"Berapa uang yang kamu inginkan?" Lagi, pria itu bertanya, tetapi Almora menatapnya begitu tajam

"Terima kasih, tapi saya tidak butuh uang anda, Tuan. Saya datang ke tempat ini bukan untuk menjual diri," jelas Almora menyentak lengannya dan berlalu meninggalkan Alderon di kamar itu sendirian.

***

"Kenapa baru pulang? Keenakan tidur sama om-om?"

Pertanyaan Perl—ibu tirinya—menyambut kepulangan Almora. Di depan pintu, wanita itu berkacak pinggang dengan tatapan sinis dan senyum remeh.

Almora hanya melirik sekilas, lalu mendorong Perl agar menyingkir dari pintu.

"Dasar anak kurang ajar!" teriak Perl tidak terima. Dia bergegas menyusul Almora.

"Bagaimana? Berhasil?" tanyanya lagi.

Almora menahan langkah. Napasnya turut tertahan bersamaan dengan kedua tangan yang mengepal di sisi tubuh. "Saya tidak percaya ada wanita sejahat anda. Bisa-bisanya anda menjebak saya."

Perl tertawa sinis. Dia menatap punggung ringkih putrinya. "Ayolah, itu bukan jebakan, Almora. Itu adalah salah satu cara agar kita bisa bertahan hidup."

"Kenapa bukan anda saja yang melakukannya?" hardik Almora. Membahas masalah ini mengingatkan Almora pada kesuciannya yang telah hilang. Mengingatkan Almora pada pria bermata abu. Pria bernama Calderon Mosaka.

"Jawab saja, Almora. Apakah berhasil?"

Almora menarik napas dalam-dalam. Kemudian menghembuskannya secara perlahan. "Gagal."

Mata Perl kontan membelalak. "Apa?!"

"Saya gagal dan saya tidak akan melakukannya lagi!" tandas Almora melanjutkan langkah menuju kamarnya.

"Hei! Bagaimana bisa? Kita akan dibunuh Tuan Sam!" teriak Perl.

"Bukan kita, tapi anda."

Tak lama setelahnya, terdengar suara pintu digedor. Gerakannya kasar, mungkin tamu yang datang tak sabar untuk bertemu si pemilik rumah.

Perl membiarkan Almora berlalu. Dia akan mengurus gadis itu nanti. Kini tamu yang tak sabaran jauh lebih penting. Perl berjalan menuju pintu, lalu menariknya hingga terbuka lebar.

"Tuan Sam?" Mulut Perl ternganga.

Wajah Tuan Sam terlihat tidak bersahabat. Perl yakin ini menyangkut Almora yang gagal.

"Apa kamu sengaja menjebak saya?" tuding Tuan Sam tanpa basa-basi.

"Apa maksud, Tuan?" tanya Perl sedikit gugup.

"Gadis itu kekasih Calderon. Dia memergoki saya tadi malam. Untung saja pria itu berbaik hati dan membiarkan saya pergi," jelasnya sedikit kesal. Calderon sialan itu membuat malamnya menjadi suram.

"Calderon?" beo Perl merasa asing dengan nama itu.

Tuan Sam berdecak. "Sudahlah! Saya tidak peduli! Kamu harus segera melunasi hutang mu dalam kurun waktu dua minggu. Kalau tidak, kamu dan anak mu akan mati."

Perl menggeleng cepat. "Tuan, itu terlalu cepat. Darimana saya akan mendapatkan uang sebanyak itu?"

"Saya tidak peduli, Perl. Saya tidak mau tau bagaimana caranya agar hutang kamu lunas. Kalau saja rencana tadi malam tidak gagal, mungkin hidup mu akan tenang sekarang," tukas Tuan Sam.

Perl gusar. Bagaimana caranya agar hutang mereka lunas dalam waktu dua minggu? Perl tidak punya pekerjaan tetap. Suaminya yang telah mati juga tidak meninggalkan warisan. Mereka miskin. Dan Almora juga tidak bisa diharapkan. Ah, tidak ada yang bisa membantu mereka sekarang.

Tuan Sam menatap Perl dengan satu alis terangkat. "Kalau kamu mau, silahkan mengemis pada Tuan Calderon untuk meminta imbalan atas apa yang dia lakukan pada putri mu."

Kening Perl berkerut. "Maksudnya?"

"Kamu harus meminta uang pada Tuan Calderon karena dia telah meniduri putri mu. Tentu ada harga untuk hal itu, kan?"

Meminta uang pada Tuan Calderon? Bagaimana cara Perl melakukannya? Dia tidak mengenal pria itu.

"Bawa putrimu dan kamu akan mendapatkan banyak uang," sambung Tuan Sam membuat Perl menatapnya tidak mengerti.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status