Freya dan Lova membelalak. Sama-sama terkejut. Bedanya, Lova tidak menyangka Freya melakukan kekerasan kepada anaknya sendiri. Sedangkan Freya tidak menduga Xavier akan mengadukan hal itu.Lova langsung berdiri di depan Xavier untuk melindunginya. "Apa Mbak memukul Chy juga?" tanya Lova curiga. Dia masih berusaha menahan emosi."Tidak. Aku tidak menyakiti Chyara. Aku memukul Vier karena dia nakal dan aku ingin memberinya hukuman agar jera.""Tetap bukan seperti itu caranya, Mbak.""Aku tidak butuh nasihatmu, Lova." Freya hendak menarik Xavier. Namun, Lova menghalanginya."Biarkan Xavier di sini," ucap Lova tegas."Kamu pikir kamu siapa? Aku ibunya.""Xavier, kamu ingin ikut mama kamu?" Lova menoleh Xavier."Tidak. Aku ingin di sini menunggu Papa." Xavier menunjukkan raut serius."Mbak dengar, kan? Xavier yang datang sendiri ke sini. Mungkin dia ingin meminta perlindungan dari ibu yang melakukan KDRT kepadanya. Mbak masih
"Papa kamu datang. Awas kalau kamu cerita macam-macam!" Freya mengacungkan telunjuk tepat di hadapan wajah Chyara yang membuat anak itu menjengit takut. "Ayo, keluar!"Freya mengulurkan tangannya. Namun, Chyara justru bergeming. Perempuan itu lantas menarik paksa dan setengah menyeret Chyara karena anak itu ogah-ogahan berjalan. Setelah di luar, Freya berubah lembut dan menuntun Chyara seperti seorang ibu yang menjaga anaknya."Selamat datang, Ar," ucap Freya dengan senyum hangatnya. "Chyara, salim ke Papa, Sayang." Perempuan itu mengusap punggung Chyara, dan memberi cubitan kecil di sana untuk memperingatkan.Chyara menurut. Dia menyalami Ardhan tanpa mengatakan apa-apa. Ardhan lantas memngangkat putri keduanya ke dalam gendongan. "Apa kabar, Nak? Apa semuanya baik-baik saja?" tanya Ardhan, lalu mencium pipi Chyara.Chyara mengalungkan tangannya ke leher Ardhan. Dia ingin bilang kalau Freya jadi monster yang jahat. Namun, saat Ardhan membawanya d
"Mama tidak percaya Freya seperti ini."Setelah mendapat kabar jika Ardhan sudah mentalak Freya, Sekar segera bertolak ke Jakarta. Selama ini Freya selalu bersikap manis kepada Chyara sampai anak itu merasa nyaman dengannya.Sekar juga mengenal Freya sejak perempuan itu masih remaja. Sekar bahkan ikut patah hati saat Freya memutuskan menikah dengan laki-laki lain daripada Ardhan. Tidak heran, beliau sangat terkejut."Apa Mama masih tidak percaya setelah bukti-buktinya ada?" Ardhan balik bertanya.Sekar menghela napas, kemudian menyerahkan ponsel Ardhan yang menyimpan kelakuan Freya setelah Sekar pergi. Berani-beraninya Freya mengancam Chyara sampai anak itu ketakutan! "Sekarang dia ada di mana?""Sudah kembali ke apartemennya.""Vier?""Vier tidak ingin kembali bersama Freya. Kita juga khawatir Freya akan melakukan kekerasan lagi kepada anak itu."Sekar mendengkus. Kepada darah dagingnya sendiri saja Freya bisa
"Apa maksudmu tidak ditemukan? Si Maira barusan masih naik tali apalah itu namanya!"Sekar kemudian melongok wahana yang dinaiki Almaira beberapa menit yang lalu. Anak itu betulan tidak ada. "Si Maira itu memang seperti tupai. Loncat ke sana, loncat ke sini. Cari lagi yang benar. Pasti dia mencoba yang lain." Sekar membuat gerakan mengusir menggunakan tangannya.Ika kembali mencari anak-anak. Tadi Xavier pamit ingin mencoba memanah. Ika pun bertanya kepada petugasnya dengan mengatakan ciri-ciri Xavier. Benar, Xavier mencoba archery. Namun, sekarang entah ke mana dia.Berbagai wahana Ika cek satu per satu."Bagaimana?" tanya Sekar yang memilih menyusul.Ika menggeleng. "Tidak ada, Bu. Keduanya tidak ada.""Aduh! Benar-benar mereka berdua! Kalau ketemu, saya akan menyuruh mereka memijati saya," ucap Sekar geregetan."Mungkin sudah lebih dulu pergi ke tempatnya Bu Lova.""Apa iya? Kurang ajar sekali tidak memberi t
Xavier menerima semprotan berukuran segenggaman tangannya dari Almaira. Anak itu lalu menghela napas untuk menyiapkan mental. Xavier sering menonton film super hero. Dia pernah bermimpi ingin melawan penjahat. Namun, berhadapan secara nyata ternyata menakutkan. Xavier gemetaran."Aduh, lama!"Almaira merebut kembali semprotan miliknya. Dengan cepat dia mengarahkan lubang semprotan itu ke arah para penculik. Almaira lalu menekannya. Cairan menyembur. Namun, hanya mengenai satu wajah penculik yang perempuan. Raung kepanasan dan perih terdengar.Dua temannya membelalak terkejut. Salah satunya melangkah hendak merebut semprotan, tetapi Xavier mendahului dan menyemprotkan ke wajah pria itu."Argh! Sialan! Berhenti!" pekik pria itu."Air! Air!" Penculik perempuan tidak kalah heboh.Xavier tersenyum lebar. Dia terus menyemprot dan membayangkan menjadi pemadam kebakaran. Anak itu merasa sangat keren. Namun, jeritan Almaira kemudian terde
"Terus Tante Freya cekik aku." Almaira memeragakan bagaimana Freya mencekik lehernya. "Aku tidak bisa napas." Almaira juga berakting seolah dia sedang asma.Lova mendengarkan cerita Almaira sambil bercucuran air mata. Ucapan putrinya membuat gambaran-gambaran sangat mengerikan. Lova tidak sanggup membayangkannya."Mama sudah mengerti. Cukup, Sayang." Lova tidak ingin tahu lebih lanjut. Sekarang Almaira sudah bersamanya dalam keadaan baik-baik saja. Perempuan itu lalu memeluk Almaira erat. Sangat erat. Almaira jadi kesulitan bernapas lagi."Mama, aku tidak bisa napas," kata anak itu."Bagus! Lain kali ikuti orang asing lagi, ya." Sekar menjewer pelan Almaira. "Kamu membuat jantung Oma hampir copot. Kamu juga membuat Oma disalahkan oleh mama kamu itu.""Maaf, Oma." Almaira menunduk. "Tapi penculik itu tahu nama Mama. Aku pikir dia teman Mama.""Freya merencanakan ini dengan baik," ucap Ardhan."Memang kurang ajar itu perem
"Anak-anak ingin mampir dulu beli es krim," ucap Ardhan yang berjalan di samping Lova.Jarak pemakaman dan rumah Bu Mar cukup dekat, sehingga Ardhan memutuskan untuk berjalan kaki. Lagi pula, tidak ada pelayat lain yang naik kendaraan. Sementara Sekar dan anak-anak menunggu di mobil."Pantas mereka ribut ingin ikut," kata Lova."Ya, didukung oleh Mama."Sekar biasanya tidak ingin peduli kepada orang-orang selain yang beliau suka. Namun, Sekar mendadak ingin melayat. Ternyata setelah sampai, beliau justru enggan keluar dari mobil. Sekar juga yang meminta anak-anak menemaninya."Aduh, Mbak. Kenapa, sih, jalannya grasa-grusu begitu?" Seseorang di belakang sana berseru. Ardhan dan Lova refleks menoleh. Ardhan kemudian mengernyit saat seorang perempuan berkerudung dan berkacamata hitam sibuk menerobos orang-orang yang ada di hadapannya. Perempuan itu tidak memedulikan makian yang dia terima lantaran menabrak sana-sini.Semak
Ardhan langsung bangun begitu menyadari Lova tidak berada di sampingnya. Dia sempat mencari ke toilet dan kamar anak-anak, tetapi tidak menemukan Lova. Ardhan justru mendapati istri dan sang mama berada di dapur di lantai bawah.Awalnya Ardhan khawatir Sekar melakukan sesuatu kepada Lova. Namun, yang terlihat justru sebaliknya. Lova duduk manis, sedangkan Sekar sibuk membolak-balik daging di atas wajan. Sambil mengomel, tentu saja."Lihat baik-baik, biar kamu bisa bikin sendiri.""Iya, Bu," jawab Lova. "Masih lama, ya?""Sabar, dong. Kamu pikir bisa simsalabim jadi?"Ardhan tersenyum senang dari kejauhan. Meskipun Sekar masih menunjukkan ketidaksukaannya kepada Lova, tetapi perlahan Sekar mulai menerima Lova. Sekar yang tidak suka menyebut nama Lova pun, sekarang sudah ada kemajuan walau salah.Ardhan yakin mamanya itu memang sengaja memanggil Nares alih-alih Lova karena gengsi. Sifat tsundere Almaira diwarisi dari Sekar rupanya."Nih, sudah. Saya tidak mau tahu, kamu harus menghabiska