Terima kasih untuk yang sudah berkenan membaca 😊😊😊
"Aku ikut seserahan. Mempelai prianya teman satu kajianku," jelas Albi. "Kamu?"Lova menelan saliva. "A-aku ... aku ada urusan di sini."Albi mengedarkan pandangannya ke sekeliling. "Suami kamu mana?" tanyanya saat tidak menemukan orang lain di tempat itu selain Lova, Teteh penjual seblak, dan pembelinya yang lain."Ada," jawab Lova, lalu melanjutkan di dalam hati, 'Di Jakarta, mungkin. Kalau Mas Ardhan tidak keluar kota.'"Oh. Ya sudah. Barusan aku hanya ingin memastikan kalau yang aku lihat itu benar kamu. Kebetulan yang ... begitulah." Albi tersenyum canggung. Pria itu kembali ke area pernikahan.Bagaimana jika Albi bertemu dengan Ardhan atau Bu Mar saat kembali ke Jakarta? Bagaimana jika mereka bertanya kepada Albi soal Lova? Bisikkan itu tiba-tiba terdengar, memperingati Lova.Lova segera mengambil langkah untuk mengejar Albi. "Albi," panggilnya, membuat pria itu seketika berhenti dan menoleh."Ya?"Lova te
"Tidak mungkin," ucap Khatami sambil melangkah mundur. Khatami sampai tidak sadar jika pintu kamar mandi sudah terbuka dari luar. Punggungnya tanpa sengaja menabrak dada Ardhan yang akan masuk.Ardhan refleks memeluk istrinya dari belakang. "Kamu seperti undur-undur saja."Khatami menengadah dengan wajah yang sudah banjir oleh air mata, membuat Ardhan terperanjat. "Mas?""Kamu kenapa?" tanya Ardhan panik. Saat meninggalkannya ke kamar mandi, Khatami tampak baik-baik saja.Khatami tidak sanggup menjawab. Tangannya perlahan menunjuk sesuatu yang tergeletak di wastafel. Tatapan Ardhan langsung mengikuti arah tangan Khatami. Ada benda yang tidak asing baginya. Benda yang selama lima tahun pernikahannya selalu membuat Ardhan dan Khatami kecewa.Ardhan mendekati wastafel. Diambilnya benda pipih yang menunjukkan garis merah dua di sana. Pria itu seketika melebarkan mata. "Tami, ini ...." Ardhan menoleh Khatami. "Kamu ... hamil?"Khatami
Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan, Khatami dinyatakan mengidap kardiomiopati postpartum. Gangguan otot jantung yang menyerang perempuan setelah melahirkan. Penyakit yang cukup langka, tetapi membahayakan jika tidak segera diobati."Penangan yang terlambat membuat keadaan Ibu Khatami semakin parah. Ibu Khatami membutuhkan transplantasi jantung, Pak," ucap dokter yang menangani istrinya.Ardhan mengusap wajah. Dia keluar dari ruang dokter dengan cairan yang siap jatuh dari matanya. Pria itu sampai berpegangan pada dinding rumah sakit karena kakinya terasa sangat lemas.Namun, Ardhan harus tetap kuat. Khatami sedang berjuang bertahan hidup. Ada dua tuan putri yang sangat membutuhkannya."Kamu harus segera menemukan Lova, Mas," ucap Khatami lemah."Ada orang-orang yang akan mencari Lova. Kamu fokus untuk sembuh saja," jawab Ardhan.Khatami tertawa pelan. "Jika kita berharap segera mendapatkan donor, apa itu sama saja dengan m
"Bagaimana?" tanya Lova kepada Anjani yang baru pulang konsultasi dengan calon klien mereka."Sudah deal. Tema yang dipilih shabby chic. Paket premium," jawab Anjani sambil duduk di depan Lova yang sedang mendesain gamis untuk keluaran terbaru brand-nya.Sudah tiga tahun ini Lova membuka usaha gamis untuk perempuan dewasa dan anak-anak. Dia menamai brand-nya Lovara, gabungan dari Lova dan Almaira."Sekalian kateringnya?" tanya Lova lagi."Iya, tapi pengin coba dulu masakannya. Soalnya tamu undangannya ada yang paling diutamakan. Mereka tidak mau ada yang mengecewakan."Lova mengernyit. "Apa klien kita anak pejabat?""Bukan. Calon suaminya itu anaknya manajer salah satu hotel di Bandung. Tamu yang diutamakan itu yang punya hotelnya."Lova membulatkan mulutnya. Dia sebenarnya tidak terlalu peduli latar belakang klien-kliennya. Anjani Wedding Syar'i melayani semua kalangan. Ada paket termurah ratusan ribu yang hanya menyedi
"Tante Frey jangan pulang. Menginap di sini saja." Chyara merengek sambil memegang erat tangan Freya."Memangnya boleh?" Freya menatap Sekar."Ya bolehlah, Frey. Kamu ini kayak di rumah siapa saja," jawab Sekar sambil menggeleng pelan."Yeay!" Chyara berjingkrak-jingkrak kegirangan.Sementara Almaira justru cemberut. Anak perempuan berusia 7 tahun itu langsung kehilangan selera makan. Namun, dia tetap menghabiskannya cepat-cepat agar bisa segera pergi dari sana."Pelan-pelan, Mai," ucap Ardhan.Belum satu detik Ardhan memperingatinya, Almaira tersedak. Anak itu batuk-batuk hingga sebagian makanan yang ada di dalam mulutnya tersembur.Ardhan sigap menghampiri dan memberinya air minum. Sedangkan Sekar langsung membelalak marah."Aduh, kamu itu bagaimana sih? Tidak sopan sekali. Makanannya jadi kotor kan?""Sudah. Sudah. Mai baik-baik saja?" tanya Ardhan sambil mengelap mulut Almaira menggunakan tisu.Almaira mengangguk. "Maaf," ucapnya merasa bersalah.Sekar memutar bola mata."Siapa yan
"Beruntung tidak mengenai mata Chyara. Kalau sampai kenapa-kenapa, bagaimana?""Ma, tolong jangan memperburuk keadaan. Lagi pula, Chyara tidak terluka."Sekar bersedekap. "Kamu mau menunggu sampai Chyara terluka dulu baru bertindak?"Ardhan menghela napas lelah. "Bertindak bagaimana? Apa yang harus saya lakukan? Pertengkaran di antara anak-anak itu hal yang biasa. Dan dalam kasus ini, Chyara juga bersalah."Ardhan menoleh Chyara yang tidak terdapat luka apa pun. Almaira melempar kerikil ke pelipisnya, tetapi tidak terlalu kuat. Namun, Chyara yang terkejut jadi histeris hebat. Sekar yang melihatnya jadi berpikir berlebihan.Sekar memutar bola matanya."Maira salah. Tapi, Chy juga salah. Chy yang memulai. Jadi kalian berdua harus saling meminta maaf," ucap Ardhan tegas kepada kedua putrinya.Almaira langsung mengulurkan tangan kepada Chyara. Namun, Chyara bergeming. Dia justru bersedekap, menyembunyikan kedua tangannya.
Chyara tertidur di pangkuan Freya selama perjalanan pulang. Kesempatan itu digunakan Ardhan untuk membawanya pulang ke kediaman Sekar."Dari mana ini ramai-ramai?" tanya Sekar semringah."Kebun binatang, Oma." Xavier yang menjawab."Oh ya? Aduh senangnya. Kalian seperti keluarga yang lengkap."Almaira cemberut. Dia sama sekali tidak menikmati perjalanan ini. Almaira langsung pergi ke ayunan besi yang ada di halaman belakang rumah. Dia bermain sendiri sambil melamun.Namun, ayunan yang semula bergerak lambat tiba-tiba berubah cepat. Jantung Almaira seakan melompat dari tempatnya. Suara besinya bahkan terdengar mengerikan. Almaira segera berpegangan erat. "XAVIER!" jeritnya. "BERHENTI! BAHAYA!""Panggil aku kakak!""TIDAK MAU!""Aku ini akan jadi kakakmu!""TIDAK MAU!"Xavier menghentikan aksinya."Mau tidak mau, aku akan tetap jadi kakakmu," ucap Xavier lagi."Jangan bicara! Ak
"Kenapa Tante Frey yang ke sini? Pak Jaki mana?" Almaira merengut tidak suka ketika mendapati Freya ada di sekolahnya dan bukan sopir yang biasa menjemputnya."Mulai hari ini, Tante Frey yang akan mengantar jemput kamu dan Chyara.""Aku tidak mau! Aku mau dijemput Pak Jaki." Almaira menolak keras.Freya berusaha sabar menghadapi putrinya Lova ini. Tidak ibu, tidak anak, sama-sama menyebalkan. "Pilihannya hanya dua, Maira. Kamu ikut Tante, atau Tante tinggal."Almaira mengedik. "Tinggal saja," jawabnya enteng.Astaga! Freya mengepalkan tangan geregetan. Bisa-bisa Ardhan tidak jadi menikahi Freya jika seperti ini. Kenapa menaklukan Almaira sulit sekali?"Tante akan mengabulkan keinginan kamu asal kamu ikut Tante. Bagaimana?""Aku mau Tante tidak menikah dengan Papa!"Anak itu malah menjadikan ini kesempatan. Freya tidak bisa membiarkannya."Tapi aku mau Tante Frey jadi ibu aku," ucap Chyara.Alma