"K-Kayasaka ... " Naya tertegun dengan luka sayatan yang lelaki itu dapatkan di pipi kirinya. Wanita itu bahkan lebih tertegun lagi saat Kayasaka membalikkan cutter itu dan membuat leher Lusi tersayat tepat di depan matanya. Lantai marmer itu kian dipenuhi cairan merah dari arteri Lusi yang terpotong tepat sasaran, sangat rapi dan juga mengerikan. "Kayasaka ... kau ... kau membunuhnya?" Tanya Naya retoris, hampir hilang kata karena terkejut. Kayasaka membuang cutter itu, sepertinya baru sadar telah menghabisi seseorang di depan istrinya. Dia lantas balik badan, memdekap Naya dengan erat. "Maaf ... aku takut dia menyakitimu." ucapnya lirih, merasa sangat bersalah karena sudah memperlihatkan pemandangan mengerikan itu pada Naya. Naya masih mematung dalam pelukan lelaki jangkung yang berstatus sebagai suaminya itu. Tubuhnya bergetar, semuanya terjadi begitu cepat, Lusi yang beberapa menit lalu berdebat dengannya bahkan sudah terbunuh sekarang. Pemandangan malam yang mengerikan.
"Noona! Kau baik-baik saja kan?" Teriak Zavier ditelpon. "Iya, aku tidak apa-apa, tapi Kayasaka terluka. Dan apakah tidak apa-apa dia membunuh Lusi?" "Luka di mana? Kalau luka kecil aku yakin Hyung tidak akan mempermasalahkannya. Soal pelayan itu Noona tenang saja. Tindakan Hyung dianggap sebagai pertahanan diri, asalkan semua bukti dan saksinya lengkap, Hyung tidak akan terjerat kasus hukum." Naya bernapas lega mendengarnya, dia takut kalau tindakan Kayasaka ini nantinya akan berbuntut panjang. "Ya ... untungnya luka Kayasaka tidak parah. Apa kau masih di sana bersama asisten Louis?" "Iya sepertinya kasus ini akan beres besok, karena ternyata Lusi adalah buronan dengan berbagai kasus." "Baiklah, terima kasih Zavier. Sampaikan ucapan terima kasihku pada asisten Louis juga." "Tentu Noona. Selamat beristirahat, tidak usah memikirkan yang lain. Jal-ja." Naya menutup telpon itu. Ini sudah setengah jam, tapi Kayasaka bahkan belum keluar dari kamar mandi. Sembari menunggu, Naya
"Akhirnya selesai." Setelah merapikan beberapa bajunya di lemari. Naya memutuskan untuk keluar dari kamar hotelnya. Ini masih siang, dan di luar terlihat sangat menyenangkan. Naya ingin berjalan-jalan sebentar. Meredakan segala tanda tanyanya tentang Kayasaka. Naya dengan sweeter rajutnya turun dari lift, dia ingin pergi ke taman yang ada di hotel ini. Tapi betapa terkejutnya dia saat keluar dari lift. Dia mendapati Faniya berdiri tepat di depannya, sang female lead cerita ini yang rasanya hampir Naya lupakan. Karena nyatanya selama ini dia terlalu sibuk dengan tragedi yang menimpa dirinya sendiri. Melihat gadis cantik dengan baju coklatnya itu, membuat Naya kembali teringat pada misinya. Misinya membuat lingkaran cinta sejati, agar bisa membuat cerita ini nyata dan bukan sekedar cerita dalam buku. "Faniya?" "Nyonya Elakhsi?" Dua orang itu saling menggumamkan nama masing-masing. Naya mematung, bahkan sampai Faniya masuk ke dalam lift dan menekan nomor lantai tempatnya tinggal.
"Sebenarnya apa yang sudah kau lalui Kayasaka?" Naya bergumam sendirian. Menatap Kayasaka yang tertidur di kasur sembari menggenggam tangannya. Setelah tadi memeluknya tanpa mengatakan apapun, Naya menyuruh lelaki itu untuk beristirahat. Awalnya Kayasaka menolak, tapi setelah dibujuk lelaki itu menurut. "Bagaimana selama ini kau menjalani hidup?" Tanya Naya lagi, yang pastinya tak ada jawaban. Mata Kayasaka terpejam, tapi wajahnya terlihat tidak tenang. "Sakit ... " lirih lelaki itu mengigau. "Kayasaka?" Naya mencoba memanggilnya. "Sakit ... " lelaki itu merintih dalam tidurnya, mengeratkan genggamannya pada Naya. Naya yang tak tau harus melakukan apa lantas memeluk lelaki itu lebih dalam. "Sakit Bunda ... jangan pergi ... Yaya takut sendirian." Mata Naya memanas melihat lelaki ini terlihat begitu ketakutan bahkan dalam tidurnya sendiri. Naya tak tau apa yang telah terjadi padanya tapi Kayasaka terlihat ... sangat terluka. Daripada antagonis yang kejam. Lelaki angkuh itu
"Kayasaka." Panggil Naya sedikit ragu. "Hm?" "Kau bertemu Faniya?" Kayasaka menoleh, tak lagi menatap ponselnya. "Iya." Jawabnya sangat singkat. Padahal bukan itu yang ingin Naya ketahui. "Kau ... masih suka padanya?" Tanya Naya hati-hati nyaris tak terdengar. Kayasaka melirik, kenapa wanita itu tiba-tiba bertanya. "Maksudmu?" "Tidak. Lupakan saja." Jawab Naya cuek. Agak kesal Kayasaka tak peka pada pertanyaannya. Entah kenapa saat ini dia ingin sekali pengakuan dan penjelasan Kayasaka. "Kau cemburu?" Tanya lelaki itu tepat sasaran. Membuat Naya yang sedari tadi sibuk mengemasi bajunya mendelik salah tingkah. "Tidak, aku hanya bertanya." Jawabnya datar. Kayasaka tersenyum tertahan. Ada euforia menyenangkan saat wanita itu kesal padanya karena wanita lain. Kenapa dia tak tahu ada perasaan ini sebelumnya? "Aku hanya makan dengannya Arranaya." Kata Kayasaka kalem. "Sungguh?!" Naya secara tidak sadar melompat ke sisi sofa memastikan Kayasaka tidak berbohong padanya. Kayasaka t
Drrrrtttt ... drrrtttt "Halo Zaza ada apa?" "Noona! Kau di mana? Kau lupa aku akan menjemputmu?!" Tanya Zavier setengah berteriak. Pemuda itu bingung dan kesal setengah mati saat menemukan kamar hotel Naya yang kosong. Padahal dia sudah jauh-jauh ingin menjemput Noona dan Hyungnya itu. "Aaaaaaa maaf-maaf. Aku lupa kau akan menjemput. Aku sudah di jalan pulang dengan Kayasaka. Maafkan aku ya Zaza. Kau tidak marahkan?" Naya meminta maaf dengan tulus, nadanya terdengar sangat menyesal. Dia terlalu sibuk digoda dan menggoda Kayasaka, sampai lupa pada bocah imut satu ini, yang jatuhnya sudah seperti adik kandungnya sendiri. "Ini bukan jebakan dari Hyung? Dia biasanya menjahiliku dengan cara kekanak-kanakkan seperti ini. Dia pasti ingin memonopoli waktu Noona." Tuduh Zavier dengan nada marah-marahnya yang imut. Naya melirik lelaki di sampingnya yang mengemudi dengan anteng. "Tidak. Aku hanya lupa Zaza. Kau mau memaafkankukan? Aku akan melakukan apapun untuk menebusnya." "Jeongma
Naya membuka tirai jendela di kamarnya. Rasanya baru beberapa jam setelah dia tertidur, dan sekarang matahari sudah kembali membangunkannya. Naya melirik jam dinding yang baru menunjukan pukul 06.30 pantas saja Bibi Marry belum membangunkannya. Karena biasanya wanita itu akan datang ke kamarnya tepat pukul 07.00. "Apa Kayasaka sudah bangun?" Naya bergumam sendiri, setelah membereskan dirinya di kamar mandi. Dia memakai sandal rumahnya pergi ke luar kamar. Naya memberanikan diri untuk masuk ke ruang kerja Kayasaka yang tak dikunci. Karena nyatanya lelaki itu belum merubah kebiasaannya untuk bermalam di ruang kerja. Jadi Kayasaka pasti ada di sini, masih tertidur atau masih bekerja. Bukan Naya mengharapkan hal lain, hanya saja ruangan ini terlihat tidak nyaman untuk dijadikan tempat tidur atau tempat istirahat. "Kayasaka?" Naya memindai seluruh ruangan, tapi Kayasaka tak terlihat di manapun. Apa lelaki itu sudah pergi ke kantor? Sepagi ini? "Apa yang kau lakukan di ruang kerjaku
"Sebenarnya apa yang coba kau buat dengan tangan kecilmu itu?" Kayasaka bertanya setelah Naya kembali sibuk dengan bahan-bahan di depannya. "Kue." Jawab Naya tanpa perlu berpikir. "Tak bisakah meminta Bibi Marry membuatkannya saja?" Naya menoleh, tapi tidak punya waktu untuk berdebat dengan Kayasaka sekarang ini. "Tidak bisa. Aku harus membuatnya sendiri. Ini untuk Zavier. Dia marah padaku karena meninggalkannya di hotel kemarin, apa kau lupa?" Naya sibuk mengatur bahan yang dia perlukan lalu kini mengambil stroberi dari dalam kulkas. "Beli saja apa bedanya?" Naya menghembuskan napas kasar, menatap Kayasaka galak. "Kau ini benar-benar tak punya empati atau tidak mengerti ketulusan sih? Mana ada orang minta maaf dengan tidak niat begitu?" Naya balik marah-marah. Setelah bermanis-manis keduanya kembali berdebat, ya begitulah kehidupan rumah tangga yang mereka jalani. "Kalau begitu biarkan aku saja yang membuatnya, kau? Duduk saja." Naya mengerutkan alis heran, memangnya lel