"Sebenarnya apa yang sudah kau lalui Kayasaka?" Naya bergumam sendirian. Menatap Kayasaka yang tertidur di kasur sembari menggenggam tangannya. Setelah tadi memeluknya tanpa mengatakan apapun, Naya menyuruh lelaki itu untuk beristirahat. Awalnya Kayasaka menolak, tapi setelah dibujuk lelaki itu menurut. "Bagaimana selama ini kau menjalani hidup?" Tanya Naya lagi, yang pastinya tak ada jawaban. Mata Kayasaka terpejam, tapi wajahnya terlihat tidak tenang. "Sakit ... " lirih lelaki itu mengigau. "Kayasaka?" Naya mencoba memanggilnya. "Sakit ... " lelaki itu merintih dalam tidurnya, mengeratkan genggamannya pada Naya. Naya yang tak tau harus melakukan apa lantas memeluk lelaki itu lebih dalam. "Sakit Bunda ... jangan pergi ... Yaya takut sendirian." Mata Naya memanas melihat lelaki ini terlihat begitu ketakutan bahkan dalam tidurnya sendiri. Naya tak tau apa yang telah terjadi padanya tapi Kayasaka terlihat ... sangat terluka. Daripada antagonis yang kejam. Lelaki angkuh itu
"Kayasaka." Panggil Naya sedikit ragu. "Hm?" "Kau bertemu Faniya?" Kayasaka menoleh, tak lagi menatap ponselnya. "Iya." Jawabnya sangat singkat. Padahal bukan itu yang ingin Naya ketahui. "Kau ... masih suka padanya?" Tanya Naya hati-hati nyaris tak terdengar. Kayasaka melirik, kenapa wanita itu tiba-tiba bertanya. "Maksudmu?" "Tidak. Lupakan saja." Jawab Naya cuek. Agak kesal Kayasaka tak peka pada pertanyaannya. Entah kenapa saat ini dia ingin sekali pengakuan dan penjelasan Kayasaka. "Kau cemburu?" Tanya lelaki itu tepat sasaran. Membuat Naya yang sedari tadi sibuk mengemasi bajunya mendelik salah tingkah. "Tidak, aku hanya bertanya." Jawabnya datar. Kayasaka tersenyum tertahan. Ada euforia menyenangkan saat wanita itu kesal padanya karena wanita lain. Kenapa dia tak tahu ada perasaan ini sebelumnya? "Aku hanya makan dengannya Arranaya." Kata Kayasaka kalem. "Sungguh?!" Naya secara tidak sadar melompat ke sisi sofa memastikan Kayasaka tidak berbohong padanya. Kayasaka t
Drrrrtttt ... drrrtttt "Halo Zaza ada apa?" "Noona! Kau di mana? Kau lupa aku akan menjemputmu?!" Tanya Zavier setengah berteriak. Pemuda itu bingung dan kesal setengah mati saat menemukan kamar hotel Naya yang kosong. Padahal dia sudah jauh-jauh ingin menjemput Noona dan Hyungnya itu. "Aaaaaaa maaf-maaf. Aku lupa kau akan menjemput. Aku sudah di jalan pulang dengan Kayasaka. Maafkan aku ya Zaza. Kau tidak marahkan?" Naya meminta maaf dengan tulus, nadanya terdengar sangat menyesal. Dia terlalu sibuk digoda dan menggoda Kayasaka, sampai lupa pada bocah imut satu ini, yang jatuhnya sudah seperti adik kandungnya sendiri. "Ini bukan jebakan dari Hyung? Dia biasanya menjahiliku dengan cara kekanak-kanakkan seperti ini. Dia pasti ingin memonopoli waktu Noona." Tuduh Zavier dengan nada marah-marahnya yang imut. Naya melirik lelaki di sampingnya yang mengemudi dengan anteng. "Tidak. Aku hanya lupa Zaza. Kau mau memaafkankukan? Aku akan melakukan apapun untuk menebusnya." "Jeongma
Naya membuka tirai jendela di kamarnya. Rasanya baru beberapa jam setelah dia tertidur, dan sekarang matahari sudah kembali membangunkannya. Naya melirik jam dinding yang baru menunjukan pukul 06.30 pantas saja Bibi Marry belum membangunkannya. Karena biasanya wanita itu akan datang ke kamarnya tepat pukul 07.00. "Apa Kayasaka sudah bangun?" Naya bergumam sendiri, setelah membereskan dirinya di kamar mandi. Dia memakai sandal rumahnya pergi ke luar kamar. Naya memberanikan diri untuk masuk ke ruang kerja Kayasaka yang tak dikunci. Karena nyatanya lelaki itu belum merubah kebiasaannya untuk bermalam di ruang kerja. Jadi Kayasaka pasti ada di sini, masih tertidur atau masih bekerja. Bukan Naya mengharapkan hal lain, hanya saja ruangan ini terlihat tidak nyaman untuk dijadikan tempat tidur atau tempat istirahat. "Kayasaka?" Naya memindai seluruh ruangan, tapi Kayasaka tak terlihat di manapun. Apa lelaki itu sudah pergi ke kantor? Sepagi ini? "Apa yang kau lakukan di ruang kerjaku
"Sebenarnya apa yang coba kau buat dengan tangan kecilmu itu?" Kayasaka bertanya setelah Naya kembali sibuk dengan bahan-bahan di depannya. "Kue." Jawab Naya tanpa perlu berpikir. "Tak bisakah meminta Bibi Marry membuatkannya saja?" Naya menoleh, tapi tidak punya waktu untuk berdebat dengan Kayasaka sekarang ini. "Tidak bisa. Aku harus membuatnya sendiri. Ini untuk Zavier. Dia marah padaku karena meninggalkannya di hotel kemarin, apa kau lupa?" Naya sibuk mengatur bahan yang dia perlukan lalu kini mengambil stroberi dari dalam kulkas. "Beli saja apa bedanya?" Naya menghembuskan napas kasar, menatap Kayasaka galak. "Kau ini benar-benar tak punya empati atau tidak mengerti ketulusan sih? Mana ada orang minta maaf dengan tidak niat begitu?" Naya balik marah-marah. Setelah bermanis-manis keduanya kembali berdebat, ya begitulah kehidupan rumah tangga yang mereka jalani. "Kalau begitu biarkan aku saja yang membuatnya, kau? Duduk saja." Naya mengerutkan alis heran, memangnya lel
Zavier menutup laptopnya dengan cepat. Menyusul Emily keluar dari kediaman milik Geraldine Fernandes itu. Jamuannya terlihat kacau, tapi orang-orang di sana masih saja mencoba tersenyum palsu. Mereka bersikap seolah keributan ibu dan anak di keluarga mereka tidak pernah terjadi sebelumnya. Gila! Zavier benar-benar tak habis pikir dengan keluarga konglomerat ini. "Kemana perginya ice princess itu?" Zavier bergumam sendiri setelah keluar dari gerbang. Untungnya tak ada yang mencurigainya karena semua orang sedang sibuk setelah ketegangan tadi. Tak lama mata Zavier menangkap sebuah bayangan yang berlari ke danau di ujung perumahan itu. Danau yang sempat Zavier lewati dan terletak di samping bangunan tua yang menjadi tempatnya menyimpan mobilnya sendiri karena di sana cukup sepi. Dengan langkah yakin, Zavier mendatangi area danau itu. Zavier melihat Emily yang sedang duduk sendirian di tepi danau, belum menyadari kehadirannya. Tak lama m
"Kau mau ke mana?" Tanya Naya heran, melihat Kayasaka yang kembali mengenakan jas biru tua miliknya. Melewati dirinya yang baru saja keluar dari kamar mandi. "Ke kantor. Tidur saja, jangan menungguku." Jawab Kayasaka terburu-buru. "Tunggu!" Naya menghentikan langkah Kayasaka. Membuat pria berahang tegas itu menoleh heran. "Ada apa?""Bawa ini bersamamu. Kau bisa memakannya nanti." Naya menyelipkan satu lolipop besar di saku jas Kayasaka yang dia ambil dari atas nakas. Tadi Naya memang ingin memakannya namun belum sempat. Dia ingat, kalau Kayasaka sepertinya belum makan apapun dari siang tadi. Setidaknya lolipop ini bisa menjaga gula darahnya. "Permen?" Kayasaka mengangkat alisnya sebelah. Naya mengangguk dua kali, meyakinkan lelaki di hadapannya kalau dia tidak salah lihat. Melihat respons Naya yang lucu, Kayasaka tersenyum. "Terima kasih." Ujarnya tulus, dia tersenyum sembari mengacak rambut Naya pelan. Membuat sang empunya kaget dengan degup jantungnya yang kembali berantakan.
"Noona, sebenarnya ada apa?" Zavier bertanya di balik kemudi. Di sampingnya Naya dengan gelisah mencoba menelepon nomor Kayasaka, tapi tidak aktif. Setelah Zavier mengatakan kalau Kayasaka akan mengadakan perjalanan bisnis ke Milan. Entah kenapa Naya panik. Dia teringat kecelakaan pesawat yang menimpa Emilio dalam novel, dan membuatnya lupa ingatan. Naya tak ingin itu semua terjadi pada Kayasaka. Tidak boleh, Naya mohon. "Kenapa dia tidak menjawab!" Naya berteriak frustrasi, Zavier semakin dibuat bingung oleh Noonanya ini. Ada apa? Memangnya kenapa kalau Hyungnya melakukan perjalanan bisnis? "Berapa lama lagi Zaza? Apa bandaranya masih jauh?" "Sebentar lagi. Tapi aku tidak yakin Hyung masih ada di sana." Naya menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Masih mencoba menghubungi nomor Kayasaka. Naya rasanya bisa gila kalau terus begini. "Noona kau belum menjawab pertanyaanku. Sebenarnya ada apa?" Naya menoleh pada Zavier yang m
"Noona benar-benar akan pulang?" Tanya Zavier masih tak mengerti. Setelah dia dan Emily saling mengejar di koridor keduanya kembali dengan Naya yang sudah sibuk berkemas. "Hm, iya." Jawab Naya tanpa ragu, dia melirik Kayasaka yang tadi marah karena tak rela ditinggal pergi olehnya. Semua bujuk rayu lelaki itu bahkan tak mempan pada Naya yang tetap ingin pulang. Naya sendiri bersikukuh pulang dan tak bisa tinggal lebih lama di sini, karena bagaimanapun dia tidak mau menghilang tepat di depan orang-orang yang dia sayangi. "Padahal Kakak juga pulang besok 'kan? Kenapa kak Naya tidak menginap saja?" Itu Emily, ikut memerotes keputusan Naya. "Aku harus pulang karena harus menyiapkan sesuatu Lily. Aku ingin menyiapkan untuk menyambut kepulangan kakakmu." Jawab Naya dengan kerlingan jahilnya. Bohong. Naya bahkan tak tau masih bisa melihat Kayasaka hingga besok pagi atau tidak. "Biarkan saja. Kakak iparmu memang keras kepala. Toh besok aku tak akan pulang." Kayasaka berkomentar k
"Jadi apa yang kau inginkan Naya? Misimu sudah berhasil dan Novelnya sudah selesai." Naya yang masih tak percaya ditarik ke dimensi aneh ini hanya diam. Wanita itu belum menjawab apa pun, dia hanya tertunduk sembari mengingat kejadian beberapa jam yang lalu. Di mana dia menghadiri pemakaman Zavier. Iya, Zavier. Tumbal novel ini ternyata bukan Kayasaka tapi Zavier. Malam itu, saat Kayasaka kecelakaan, Naya langsung menghubungi Emily karena Kayasaka membutuhkan donor darah secepatnya. Emily yang sedang bersama Zavier langsung bergegas menuju rumah sakit. Tapi di jalan mereka berdua dijegat oleh orang-orang suruhan Amretha. Orang yang sama yang merusak mobil Kayasaka dan membuatnya kecelakaan. Di tengah kekalutan itu, Zavier tertembak dan motornya kecelakaan tapi Emily selamat. Naya yang was-was karena Emily tak kunjung datang untungnya mendapat bantuan dari Emilio dan Alares yang ternyata mau mendonorkan darahnya untuk Kayasaka. Setelahnya, Emily datang ke rumah sakit dengan ber
Pagi harinya, Naya, Kayasaka, Zavier dan Emily sudah sarapan bersama di meja makan. Setelah pertemuan mengharukan kedua adik kakak itu, semalamam Emily dan Kayasaka bercerita, entah untuk meluruskan kesalahpahaman atau mengenang kebersamaan mereka. Akhirnya, Zavier dan Emily memilih menginap malam itu. Sehingga pagi ini mereka bisa sarapan bersama. Sarapan sederhana yang Naya buat dengan senang hati. "Bagaimana Hyung? Kau bisa cuti satu hari ini 'kan?" Tanya Zavier sebelum menyendokkan penuh sereal coklat ke dalam mulutnya. Pemuda itu sekali lagi membahas rencananya untuk mengajak ketiga orang di sekitarnya ini untuk ke taman hiburan bersama. Katanya, untuk merayakan keutuhan keluarga ini. "Aku bisa, tapi tanya dulu pada Noonamu, apa kondisinya memungkinkan untuk pergi ke taman hiburan. Dia pasti kelelahan karena kegiatan kami malam tadi." Na
Zavier menarik topinya lebih dalam. Masuk ke area kafe yang lumayan ramai siang itu. Setelah suasana hatinya sedikit membaik, pemuda itu memutuskan untuk pergi ke kafe mencari makanan karena di apartemennya tak ada apa-apa selain air dingin.Biasanya, Zavier akan pergi ke mansion Kayasaka dan memakan masakan bibi Marry atau mencoba pasta dan kue buatan Naya. Tapi saat ini dia ingin menikmati kesendiriannya. Zavier sudah tak membenci Kayasaka tapi dia juga masih canggung jika harus langsung bertemu lelaki itu. "Apa yang ingin anda pesan?" Tanya pelayan yang menghampiri Zavier di mejanya. Zavier melihat menu di tangannya, ada deretan makanan yang terlihat enak di sana. Tapi tatapannya terpaku pada pasta yang mengingatkannya pada sosok Emily. Ingatannya menerawang jauh saat dia dan gadis itu tinggal bersama untuk beberapa hari. Zavier ingat pernah mencuri pasta yang dimasak gadis itu, juga mencuri rasa manis dari bibir ra
"Kayasaka," panggil Naya pelan, wanita itu berdiri ketika suaminya baru saja membuka pintu setelah dari ruangan rapat. Naya memang sudah menunggu Kayasaka sedari tadi. Setelah menjamu Emilio dan Alares sebentar, Naya langsung ke sini menemui Kayasaka yang sekali lagi terlihat berantakan. Bagaimana tidak, luka terbesarnya kembali. Siapa yang bisa baik-baik saja? "Aku tidak memintamu ke sini. Kau seharusnya beristirahat saja di rumah." Kayasaka berkata dingin, Naya tersenyum maklum.Dengan senyuman yang masih menghiasi wajahnya, wanita itu menghampiri Kayasaka di kursi kerjanya. Naya berdiri di belakang suaminya itu, memeluk leher Kayasaka dari belakang, lalu mengelus pundak suaminya pelan, sembari menenggelamkan kepalanya di sana. "Yaya kalau marah memang selalu berubah jadi kulkas ya?" Tanya Naya jenaka berusaha mencairkan suasana. Melihat suaminya masih tak merespons membuat Naya semakin ingin berusaha.
Seorang pemuda masih meringkuk dalam selimut. Mengabaikan dering ponselnya. Zavier, pemuda itu bahkan enggan membuka gorden, dia hanya membiarkan dirinya meringkuk dalam gelap. Dia tak ingin menemui siapa pun. Dia tak ingin mendengar apapun. Kepalanya masih berdenyut sakit akibat pengakuan Kayasaka semalam. Fakta gila yang menyangkut orang tuanya juga masih tak bisa dia percaya. Kamarnya ini menjadi saksi betapa kacau dan hancurnya Zavier. Remuk, Zavier benar-benar tak berdaya. Matanya melirik botol wine yang kosong di ujung karpet, setelahnya netranya berpendar menyusuri figura foto yang sudah menjadi kepingan di lantai kamarnya. Semestanya benar-benar sedang berantakan. Begitu juga dengan seisi kamarnya. Drrrrttt ... drrrtttt ....Ponsel Zavier bergetar lagi. Kali ini pemuda itu bergerak melihatnya, dia yakin itu pesan dari Noonanya karena wanita itu memang tak henti-henti meneleponnya d
Naya membuka matanya, tersenyum mendapati Kayasaka masih terlelap sembari memeluknya. Lelaki itu terlihat sangat tampan bahkan saat memejamkan mata. Bulu matanya lentik untuk ukuran seorang pria. Sedangkan itu rahangnya tegas dengan hidung mancung dan alis yang lebat. Naya mencintai pria ini, sangat. Terlepas dari seberapa tampan ia atau sekelam apa masa lalunya. "Misimu ..." "Misimu ... " "Misimu Naya ... " Naya memejamkan matanya. Kepalanya mendadak sakit dan pusing, ditambah suara-suara aneh yang mulai berdengung di telinganya, semacam panggilan peringatan. "Ke sini ... " "Ke sini ... " "Akh!" Naya meringis ketika suara itu seolah menekan kepalanya. Membuat rasa sakit di sana semakin membuatnya merintih. Kayasaka terbangun karena pergerakan tak nyaman dari Naya. Melihat istrinya merintih kesa
"Jadi bagaimana semuanya dimulai?" Tanya Naya penasaran. "Apa kau tau ini tanggal berapa?" tanya Kayasaka balik, membuat Naya meraih ponsel di meja kecil yang ada di depan mereka. Tubuhnya syok kecil, saat ponselnya menunjukkan tanggal 14. "Jadi selama ini ... setiap tanggal 14 kau menyembunyikan ke datangan Amretha Fernandes ke rumah ini dari semua orang?" Kayasaka senang istrinya cepat tanggap, tapi bukan begitu awal mulanya. "Bukan dia. Lebih tepatnya, kedatangan lelaki brengsek yang jadi suaminya. Ayahku." Kening Naya berkedut tak mengerti, Kayasaka melanjutkan, "setiap tanggal 14 ayahku itu selalu datang ke rumah ini untuk memberikan uang supaya aku bisa bertahan hidup. Tapi dari setahun yang lalu dia tak pernah datang dan malah Amretha Fernandes yang selalu datang ke sini mencarinya. Kesimpulan yang bisa aku tarik, lelaki itu menghilang. Walaupun sedikit rumit berhadapan dengan Amretha Fenandes tapi aku bersyukur, aku tak perlu menemui lelaki brengsek itu lagi." Kata
Kayasaka menatap Naya yang tertidur dalam pelukannya. Setelah makan malam, wanita itu terlelap begitu saja sembari terus memeluknya. Kayasaka menarik tangannya perlahan. Turun dari kasur dan menarik selimut untuk menutupi tubuh istrinya. Naya mengulet sebentar sebelum tertidur lagi dengan mencari posisi nyaman yang baru. Kayasaka sendiri memerhatikan itu dan mulai beranjak pergi ke ruang kerjanya sendiri yang ada di sebelah kamar tidur luasnya. Kayasaka merogoh kunci, membuka nakas di bawah meja kerjanya. Lelaki itu mulai mengeluarkan sesuatu dari sana. Sebuah dokumen. Dokumen-dokumen yang selama ini dia simpan dengan sangat rapat. Kedatangan Amretha Fernandes memaksanya untuk kembali teringat dokumen-dokumen lama itu. Dokumen yang menjadikan Kayasaka lelaki brengsek yang tak pantas mendapatkan sebuah pengampunan atau kata maaf. Kehidupan normalnya bersama Naya, sering kali membuatnya lupa kalau dia adalah monster penghancur. Monster yang bersedia melakukan apa pun agar am