Share

Part 30. Calon Imam

Author: Rizka Fhaqot
last update Last Updated: 2022-07-22 11:26:45

Kumandang adzan subuh menyadarkanku dari tidur lelap semalam. Cukup lama rasanya aku tidak menikmati tidur nyaman seperti malam tadi. Farah masih meringkuk dalam balutan selimutnya. Sejak semalam Farah sudah berpesan untuk tak membangunkannya, karena tengah berhalangan untuk shalat.

Perlahan bangkit, berjalan menuju kamar mandi yang ada di kamar Farah untuk berwudhu, melaksanakan kewajiban dua rakaat subuh.

Perasaan damai menjalar di hatiku, tatkala air wudhu menyentuh setiap anggota tubuh yang kubasuh. Sangat menenangkan.

Setelah shalat, aku kembali duduk di atas ranjang di dekat Farah. Membuka ponsel milikku, untuk memastikan siapa tahu Kak Naima menghubungiku. 24 panggilan tak terjawab. Setelah kuklik ternyata 22 di antaranya berasal dari nomor Bang Haikal, selebihnya dari nomor Kak Lila.

Aku memutuskan nanti siang baru menelpon Kak Lila, siapa tahu ada yang perlu ia sampaikan padaku. Entah bagaimana kabar Harry, aku bahkan tak sempat lagi memikirkan anak malang itu, setelah me
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 31. Lelaki Impian Masa Lalu

    Farah meraih ponsel di sampingnya, menekan tombol dial. Kemudian mata itu kembali tertutup. "Assalamu'alaikum, Bang.""Minggu depan?"Gadis itu terlonjak dengan mata terbuka lebar hingga pada posisi terduduk. Aku tak mengerti apa yang membuatnya sedemikian kagetnya. Suara yang tadinya sendu kini terdengar bersemangat. "Kenapa buru-buru?""Pinter gombal juga ternyata, ya!""Ya sudah, kalau sudah pasti kabarin Farah, biar segera ngasih tau keluarga Farah."Aku seperti mengerti kemana alur pembicaraan Farah di telpon. Ada rasa tak rela, ketika membayangkan Farah akan mengakhiri masa sendirinya. Mungkinkah nanti Farah akan tetap seperti ini terhadapku, ataukah akan berubah. Cepat aku menepisnya. Tak seharusnya aku bersedih atas kebahagiaan sahabat sebaik Farah. "Ngelamunin apa sih, Na?" Pertanyaan Farah mengagetkanku. "Gak ada kok." Aku kembali terdiam. "Kalau gak ada, kenapa muka sedih gitu?" Farah memutar-mutar wajahku, persis saat aku tengah memilah ikan di lapak Bik Marni di kamp

    Last Updated : 2022-07-22
  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Aprt 32. Pov Haikal

    Pov. HaikalAku tak pernah menyangka, jika pernikahanku dengan Rania akan mengundang kemarahan besar bagi Kak Farida. Nyaliku menciut saat tanpa kuduga, Kak Farida datang ke rumah Rania saat aku tengah di sana, menemani Rania yang tengah kurang enak badan. Kemarahan dan kata-kata menusuk hati tak dapat terelakkan. Jika bisa memilih, aku lebih memilih Kak Farida menghajarku dengan tangan kosong hingga babak belur, dibandingkan menghujamkan kata-kata menyakitkan ke ulu hatiku. Kedua kakakku memang sangat menyayangi Zana. Itu semua terlihat dari sikap mereka saat bertemu. Kak Naima bahkan sangat dekat dengan Zana, persis seorang teman. Tak heran jika mereka sangat membenci ulahku yang telah menduakan Zana. Tapi tunggu … bagaimana Kak Farida bisa tau jika aku menduakan Zana demi Rania? Apa mungkin Zana sudah mengetahui semuanya? Kepalaku benar-benar ingin pecah. Alasanku untuk memiliki keturunan seakan tak sedikit pun membantu meluluhkan hati kakak tertuaku itu, yang ada bahkan dirinya

    Last Updated : 2022-07-22
  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 33. Pov Haikal

    Tubuhku bergetar dengan tatapan mata mengabur, dengan lemas aku terduduk. Tak kupedulikan Harry yang terus merengek karena lapar. Sesuatu yang kutakutkan akhirnya benar-benar terjadi. Aku terduduk lemas, dengan air mata berurai tanpa suara. Harry terdiam menatapku bersikap tak seperti biasa. Tak dapat kubayangkan akan sehancur apa hidupku setelah Ibu pergi. Kembali berdengung di telingaku, perkataan Kak Farida beberapa hari lalu, jika alasan Zana bertahan karena Ibu. Akankah Zana akan benar-benar meninggalkanku setelah Ibu pergi. Air mata semakin berebut keluar. Wajah sembabku menyambut kedatangan mobil jenazah yang mengantar jasad Ibu, jasad wanita yang telah melahirkanku, tepat pukul sembilan pagi. Wajah berurai air mata Kak Naima keluar dari mobil yang turut serta mambawa jasad Ibu. Kakak perempuanku itu masuk rumah setelah menghujamku dengan tatapan menghunus. Tak kulihat Zana datang.Dua orang petugas mengeluarkan jasad Ibu dari dalam mobil jenazah, dibantu beberapa orang pela

    Last Updated : 2022-07-22
  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 34. Kedatanga Haikal

    Seminggu sudah Ibu pergi untuk selamanya. Semenjak itu pula, keluargaku memintaku untuk kembali ke rumah orang tuaku, mereka tak ingin hatiku lebih sakit lagi. Kenangan saat-saat bersama Ibu masih sangat sering melintas di pikiranku, membuat rinduku padanya yang tak dapat kupeluk menciptakan sesak di dada. Namun setidaknya, aku tak menyesal dengan kepergiaan Ibu, karena selama ini aku telah berusaha melakukan yang terbaik untuk Ibu. Semoga Ibu damai bersama-Nya. Doaku. Tok! Tok! Tok! "Na!" Suara ketukan disusul panggilan dari arah pintu kamar, membuatku bangkit dari tempat tidur. Waktu memang masih jam delapan malam, tapi rasa ingin sendiri membuatku memilih masuk kamar lebih cepat. "Iya, Bu. Ada apa?" tanyaku pada Ibu, setelah pintu terbuka. Ibu terlihat menarik napas dalam sambil mengendikkan bahu. Sesaat Ibu menatapku dengan wajah sendu, "Tuh, Haikal udah ada di depan, pengen ketemu kamu!" Aku menarik napas dalam, menghembuskannya dengan kasar. Malas sekali rasanya jika haru

    Last Updated : 2022-07-22
  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 35. Permohonan Maaf

    Aku menggeleng pelan, tak habis pikir. Setelah kesempatan itu dicampakkannya, dengan santainya ia menanyakan hal yang sama. "Jika bukan karena almarhum Ibu, aku bahkan sudah meninggalkanmu sejak pertama terluka."Tak ada lagi kata sapaan untuk menghormati lelaki di sampingku ini. Aku cukup sadar, jika status di antara kami masih sama. Namun, luka hati ini seakan membuatku enggan memperlakukannya dengan perlakuan yang sama seperti dulu. "Maafkan Abang, Na. Abang benar-benar menyesal. Semua Abang lakukan hanya karena ingin memiliki keturunan."Hatiku kembali sakit. Apa dirinya pikir, alasannya menyakitiku bisa dibenarkan? "Aku sungguh iri pada para istri yang meski seumur hidupnya tak mampu memberikan keturunan, namun sang suami tetap setia di sampingnya. Tapi sudahlah, semua sudah berlalu. Aku hanya ingin berdamai dengan caraku sendiri."Bang Haikal bangkit dan mendekat ke arahku. Kemudian berlutut di kakiku, kedua tangannya menyentuh jemariku. Aku pun berusaha melepaskan tangannya

    Last Updated : 2022-07-22
  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 36. Memendam Rindu

    Sinar mentari pagi menembus celah jendela, melewati gorden kamar membuat silau mata Haikal yang masih terpejam. Lelaki itu buru-buru bangkit, karena tersadar kalau hari sudah terlanjur siang. "Ah, lewat lagi waktu subuh," gumamnya. Sejak kepergian Zana dua minggu lalu, Haikal merasa hidupnya tak beraturan. Untuk mengurus dirinya sendiri saja rasanya begitu ribet. Untungnya, Haikal sudah mempekerjakan Bik Sum sebagai pengasuh Harry, meski masih dalam waktu penyesuaian. Beberapa hari ini anak itu selalu memanggil-manggil Zana dengan sebutan Bunda. Kedekatannya dengan Zana membuat Harry sering menangis dan tidak mau makan, hingga semenjak ditinggal Zana, Harry tidak bersemangat dan terlihat lebih kurus. Sama halnya pagi ini. Harry masih meringkuk di samping Haikal, setelah tadi minta susu. Rasa tak tega selalu menyesakkan hati Haikal, tak jarang air matanya sampai menetes, saat melihat Harry yang menangis pilu karena menahan rindu pada Sang Bunda. Semua usaha yang dilakukan Haikal

    Last Updated : 2022-07-22
  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 37. Harry Kehilangan

    Jarak rumah Ibu dan rumah Bang Hamka tak terlalu jauh, tak sampai setengah jam perjalanan saja. Aku berpikir sejenak. Melihat Farah seakan hatiku terketuk untuk menjadi wanita berpendidikan sekaligus mandiri. Dulu memang aku tak berniat ingin kuliah. Menurutku setinggi apa pun pendidikan seorang perempuan, pada akhirnya akan tetap kembali pada fitrahnya, menjadi ibu rumah tangga. Tapi kini seakan pemikiran salahku beberapa tahun lalu telah berubah. "Ada sih, Bu.""Terus?" tanya Ibu dengan bernada heran. "Zana belum kerja, Bu." "Kok kerja? Kan Ibu nanyanya kuliah?“ Dahi Ibu berkerut. "Kuliahkan perlu biaya, Bu. Zana belum bisa sekarang. Rencananya juga Zana mau kuliah nyambi kerja, Bu." Ayah dan Ibu saling berpandangan, kemudian beralih melirikku dari kaca spion yang menggantung di atas bagian depan mobil. "Kuliah aja dulu, Na. Kalo soal biaya, Ayah masih sanggup, kok." Kali ini Ayah buka suara. "Iya, Na. Lagian gak ada lagi yang butuh dibiayai selain kamu. Fikri semenjak buka

    Last Updated : 2022-07-22
  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 38. Cemburu

    Berkali-kali aku menghirup napas panjang menghembusnya perlahan. Berusaha menata hati agar tak ada rasa sakit melihat apa yang tengah terjadi di depan mataku. Lelaki yang beberapa hari ini sering muncul di benakku, kini tengah bersama sahabat terbaikku. "Kok malah ngelamun, yuk turun!" ajak Ibu saat melihatku tak kunjung turun dari mobil. Aku tersentak, kemudian tersenyum memamerkan gigi-gigi tersusun rapi ke arah Ibu untuk menutupi canggungku. Aku turun perlahan dan berjalan mengekor di belakang Ibu dan Ayah. Farah dan Bang Amar mendekat ke arah kami dengan senyum sumringah di wajah Farah, kemudian bersalaman dengan Ibu dan Ayah. Aku berusaha tersenyum meski hati terasa nyeri. Farah terlihat begitu anggun dengan gamis warna salem dengan jilbab senada. Di sampingnya Bang Amar dengan kemeja biru muda berpadu celana jeans hitam lengkap dengan sepatu flat berwarna perpaduan hitam dan abu tua membuat tampilan lelaki tampan itu telihat semakin sempurna.Bang Amar mencuri pandang dengan

    Last Updated : 2022-07-22

Latest chapter

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 167. Semua Dengan Jalannya Sendiri

    Aku tersenyum lalu mengangguk pelan. Ya, Rania akan menikah dengan Hendri. Lelaki itu telah jatuh cinta pada pandangan pertama. Atas permintaan Rania, aku dan Bang Amar bercerita banyak tentang masa lalu beserta perubahan Rania pada Hendri, berharap Hendri bisa menerima apa adanya dan lebih mampu memahami Rania saat Hendri mengutarakan niatnya untuk serius pada Rania. Bahkan aku dan Bang Amar lah yang menjadi penyatu keduanya. Tentang Bang Haikal, kabar terakhir yang kudengar dari Kak Naima, mantan suamiku itu masih sendiri setelah Rania menolak untuk kembali. "Semoga sakinah hingga maut memisahkan." Do'a Farah. "Jujur, Na. Aku pun merasa iba pada Rania. Tapi saat mengingat wajah angkuhnya dulu, rasa itu memudar." "Semua pernah melakukan kesalahan, Fa, pun dengan Rania. Aku merasa aku masih di bawahnya. Aku tak tahu harus bagaimana jika aku yang berada di posisi Rania. Ia sangat butuh dukungan. Luka yang kurasakan karena sebuah penghianatan kurasa tak sebanding dengan luka yang ia

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 166. Akhir Kisah

    "Tak apa, aku hanya heran melihatmu yang tak seperti biasa." Amar berusaha mengalih perhatian Hendri. "Apa kau sudah jatuh cinta pada pandangan pertama?" Amar menggoda anak buahnya itu. Di luar keduanya memang terlihat tak ubah seperti teman. Amar sangat pintar menempatkan posisi. Ia tak begitu suka jika di luar kantor, Hendri atau anak buah yang lain menganggapnya seformal di kantor. Meski untuk panggilan, Hendri memanggilnya dengan embel-embel yang sama. Pak. Hendri menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia terlihat salah tingkah. Malu jika dirinya harus mengakui rasa yang tiba-tiba datang tanpa permisi. "Sudah sewajarnya kamu cari pengganti almarhumah istrimu, Hen. Kamu masih sangat muda dan memiliki seorang putri yang sangat butuh sosok ibu."Hendri begeming, hatinya membenarkan perkataan Amar barusan. Namun rasanya terlalu cepat untuk mengatakan jika dirinya menaruh hati pada perempuan bergamis hitam yang baru saja ia lihat. Ia bahkan belum tahu nama perempuan itu. "Kau menar

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 165. Usaha Haikal

    "Semakin ke sini aku semakin merasa bersalah pada Zana. Aku tak ingin terus-terusan dihantui perasaan yang sama, atau bahkan lebih. Aku yakin, hanya dengan melihatku saja, Zana masih merasakan luka yang dulu kuciptakan, jadi kumohon, jangan membuatku merasa lebih tak nyaman karena aku sangat menikmati kehidupanku sekarang. Kehidupan yang tak lepas dari peran Zana di dalamnya."Apa yang dikatakan Rania benar adanya. Ia sangat menikmati saat sekarang, saat Harry mulai bisa menerimanya, membuat hatinya dipenuhi haru. "Jika Abang sayang aku dan Harry, maka akhirilah hubungan yang menyakiti banyak pihak ini. Mari kita mulai semuanya dari awal. Aku tak ingin tersiksa saat mengingat kembali caraku menghancurkan perasaan Zana dulu."Haikal membatu. Ia tak menyangka jika Rania akan mengatakan hal yang tidak pernah ia sangka seperti saat ini. "Kau tak perlu memikirkan orang lain, pikirkan saja perasaan kita berdua. Aku tau kau masih sangat mencintaiku." Haikal berusaha membujuk, berharap Rani

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 164. Kita Berpisah Saja

    Aku menatap Bang Amar yang terhalang sandaran kursi menatapnya dengan tetapan heran. "Bukankah jika Rania yang datang, Harry tak perlu merasa khawatir kalau kita akan meninggalkannya di panti?""Kita bisa mengantar Harry ke panti, Sayang. Atau bisa juga denga mempertemukan mereka berdua di mana saja. Aku hanya ingin menghargaimu, dengan tidak adanya tamu asing lawan jenis yang datang ke rumah. Abang tak ingin istri Abang merasa tak nyaman." Senyum mengembang di wajahnya. Alasan Bang Amar ada benarnya juga. Mengapa aku tak memperhatikan hal sepenting itu? "Sayang, bagaimana pun dekatnya kau dengan Harry, mereka tetaplah orang asing bagi kita dan Harry bukanlah mahrammu."Aku pun paham kemana arah pembicaraan Bang Amar. Ini hanyalah langkahku untuk menyelamatkan tumbuh kembang Harry. Memberikan hak-haknya setelah terlahir menjadi seorang anak."Abang berharap, kelak Harry akan tinggal bersama Rania secara utuh. Tak apa kau menginginkan dia seperti anak sendiri seperti sekarang, yang

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 163. Membawa Harry

    Kalimat Harry barusan menegaskan jika aku tak akan bisa pergi tanpa membawanya. "Masih betah?" bisik Bang Amar di telingaku saat aku tengah asik bercengkrama dengan Harry. Aku kembali melirik jam tangan. Pukul 05.25, kemudian beralih menatap sendu bocah tiga setengah tahun yang tengah bergelayut manja di pangkuanku. "Sayang, kita ke depan, yuk," ajakku pada Harry yang ia sambut dengan anggukan. Kaki kecil itu melangkah riang, menapaki langkah demi langkah melewati satu persatu keramik lantai menuju teras depan, di mana Rania dan Puji duduk bersama beberapa anak panti. Harry menggenggam erat telunjukku saat kami berjalan bersisian, seolah tak memberiku kesempatan untuk jauh darinya. Pertanyaan demi pertanyaan sesuatu yang baru ia lihat tak henti keluar dari bibirnya. "Ran, kami pamit dulu, ya, titip Harry, Ran," ucapku dengan berat hati. Tak rela rasanya meninggalkan Harry di sini. Namun harus bagaimana lagi, meski sedari kecil aku lah yang telah merawat Harry, hati kecilku meng

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 162. Melepas Rindu

    Beberapa menit aku bahkan tak mampu melepaskan pelukan pada Harry. Aku tergugu di tubuh mungil itu hingga Bang Amar masuk setelah Rania ke luar. Kurenggangkan pelukan di tubuh Harry, membingkai wajahnya, memindai setiap lekuk wajahnya dengan mata yang masih mengabur. Bang Amar mengusap lembut kepala hingga punggung Harry, wajahnya terlihat sendu. "Sayang, udah, ya, nangisnya. Bunda lagi sakit, lho, kasian kalau Bunda nangis terus, nanti tambah sakit," bujuk Bang Amar dengan mengusap lembut kepala Harry yang tengan membelai wajahku. Anak kecil itu mengangguk cepat."Kita ke doktel, ya, Bunda." Harry mencium kedua pipiku kemudian kedua mataku. Benar-benar tak ada yang berubah. Perlakuan Harry masih seperti dulu. Ia adalah anak pintar yang memperlakukanku dengan lembut dan penuh kasih. "Iya, sayang. Maafin Bunda, ya, kemarin nggak bisa jemput Harry. Yang penting sekarang, Harry sudah dekat Bunda," ucapku dengan senyum bercampur air mata. Air mata haru. "Sayang, jangan banyak nangis

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 161. Bertemu Kembali

    Bang Amar tak langsung menjawab, tangannya mengusap lembut perutku. "Bilang sama, Ummi, kita berangkat sekarang, Dek." Aku tertawa geli melihat ulah Bang Amar. Kini, aku seolah kehilangan sosok jual mahalnya yang dulu. "Yakin? Trus kerjaan Abang gimana?" Aku masih tak enak hati. "Tenang, Abang udah suruh Hendri buat handle. Sekarang siap-siap, gih."Hendri adalah asisten Bang Amar di kantor, duda anak satu yang istrinya meninggal saat melahirkan dua tahun lalu. "Oke, Zana siap-siap."Aku tersenyum senang menanggapi ucapan Bang Amar. Mimpi memeluk Harry akan segera menjadi nyata. *****Jantungku berdegub kencang tatkala menatap punggung mungil Harry yang tengah meringkuk di atas ranjang. "Ia tertidur setelah kelelahan menangis, Na," lirih Rania sendu. Aku duduk di sisi ranjang di belakang Harry dengan dada mulai sesak. Beban berat menahan rindu pada bocah mungil itu seakan tak mampu lagi kubendung. Rasa tak puas membuatku berpindah posisi di depan Harry untuk memindai setiap ga

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 160. Kecewa Tak Beralasan

    Haikal membuang muka. Pemandangan di hadapannya membuat hatinya meringis. Nek Rahima nyatanya begitu berarti bagi Harry setelah Zana. Harry masih terus menarik tangan Nek Rahima untuk masuk mobil, Nek Rahima mematung. Pelan ia berjongkok, mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh mungil Harry. "Sayang, Nenek di sini saja dulu, nanti Nenek bisa jenguk Harry di rumah Bunda atau Harry yang ke sini bersama Bunda.""Nenek ikut, kita jenguk Bunda.""Harry pulangnya sama Ayah dan Mama Rania, ya. Nanti Nenek nyusul."Harry mencebik. Ia ingin segera menjenguk bundanya, tapi ia pun tak ingin meninggalkan Nek Rahima. Dilema, itu lah yang ia rasakan. Haikal segera mendekat, Rania mengikuti dari belakang. Tak banyak yang bisa perempuan itu lakukan sekarang karena Harry masih belum menganggapnya penting. *****"Lagi ngapain?" tanya Bang Amar lewat sambungan telpon. Jam dinding baru saja menunjukkan pukul 10.15. Bang Amar memang selalu menyempatkan menghubungiku ketika dia berada di kantor di saat se

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 159. Akhirnya Luluh

    "Boleh Rania tanya sesuatu ke Ibu?" Nek Rahima menoleh pada Rania di sampingnya lalu mengangguk. "Nenek ikhlas melepaskan Harry bersamaku?"Beberapa saat hanya desiran angin malam yang terdengar berembus. Kedua perempuan itu saling terpaku, sibuk dengan hati dan pikiran masing-masing. "Ikhlas ataupun tidak, Harry tetaplah anakmu, Nak, Ibu tidak memiliki alasan untuk menahannya di sini."Nek Rahima sangat sadar, jika dirinya hanyalah orang yang Allah pilihkan untuk menjaga dan merawat Harry sebentar saja. Ia tak memiliki alasan untuk berontak."Ibu cuma sendirian di rumah ini?""Iya. Anak-anak Ibu tinggal di kota dan hanya akan pulang bergiliran menjenguk Ibu." Nek Rahima menerawang, rindunya pada anak-anaknya dan cucu-cucunya terobati setelah Harry hadir menemaninya. "Apa Ibu tak memiliki keinginan untuk tinggal bersama mereka?" Rania berkata dengan hati-hati. Embusan napas panjang keluar dari bibir keriput itu. Setiap berbicara tentang hal yang sama, ia merasakan dilema. Rasa r

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status