Malam pertama Jake dan Helena terlewati sempurna. Helena menjadi wanita paling bahagia. Begitu pula Jake, dirinya pun merasa menjadi lelaki sejati. Bahkan, Helena seperti wanita yang tidak pernah puas mendapat nafkah bathin suaminya.Pagi ini, usai 'melakukan satu kali lagi', Helena meminta Jake memandikannya. Tentu saja, Jake mengabulkan dengan suka hati. Mereka pun sempat 'melakukannya'. Helena tersipu malu, menggigit bibir saat keduanya telah selesai membersihkan diri. Jake pun tidak menyangka jika Helena tak malu-malu meminta nafkah bathin padanya."Jake, kamu ... kamu mau sarapan di sini atau bersama mereka?" Bibir yang terlihat lebih tebal itu bertanya. Melihat keadaan leher jenjang Helena yang penuh bekas kecupan, rasanya tidak mungkin Jake membiarkan istrinya keluar kamar."Hmm ... Nona, bagaimana kalau kita sarapan di sini saja?""Oke, aku ambilkan sarapannya dulu.""Jangan, Nona. Biar saya saja yang mengambilnya. Nona tunggu di sini." Kening Helena mengkerut, tidak mengert
"Terima kasih, Jake. Kamu suami yang sangat baik," puji Helena tulus. Jake meletakkan sarapan untuk istrinya. "Sama-sama. Nona juga istri yang baik," balas Jake yang ditanggapi kekehan kecil Helena."Istri yang baik apanya? Sarapan saja kamu yang ambilin," timpal Helena mengolesi roti tawar dengan selai nanas kesukaannya. "Kamu sudah menjadi istri yang baik karena ... karena sudah melayaniku dengan agresif."Helena tergelak, ia sampai terbatuk-batuk."Jake ... kenapa kamu bahas masalah itu?""Bukan membahas, aku hanya ... hanya membalas pujianmu." Sebelah alis Jake terangkat. Tidak dapat dipungkiri jika Jake terlihat tampan. Helena memalingkan muka ke arah lain, menggigit roti tawar. Wajahnya bersemu merah menahan malu karena Jake mengingatkannya tentang hubungan suami istri yang telah mereka lakukan. "Nona, kemarin Papa sempat bilang. Katanya hari ini kalau aku bersedia, datang ke kantor. Menurutmu bagaimana?" Jake mengalihkan pembicaraan. Dia pun tak ingin larut dalam pembahasan
Sumpah demi apapun, Saraswati tidak menyangka akan bertemu dengan mantan suaminya yang dulu menelantarkan Saraswati dan Cella. Ternyata benar yang dikatakan Cella, kalau Toni Sanjaya sekarang sudah menjadi orang yang kaya raya. Rupanya pemilik restoran ini adalah Toni Sanjaya. "Jaga bicaramu, Toni! Siapa yang menderita? Hidupku dan Cella sangat bahagia ketika dinikahi Abimanyu," ucap Saraswati tidak ingin kalau mantan suaminya mengetahui ia hidupnya menderita. Dulu, Saraswati memang sangat bahagia. Dia benar-benar menjadi ratu di rumah itu. Tetapi, sejak Helena kembali pulang ke rumah dan tinggal di sana, hidupnya jadi tidak bahagia. Setiap malam, Saraswati selalu gelisah karena takut suatu waktu akan keluar dari rumah Tuan Abimanyu. Bahkan, Saraswati tidak berani membayangkan jika suatu saat nanti Tuan Abimanyu menceraikannya. Tidak mau! Saraswati tidak mau itu terjadi. Dia ingin menjadi istri Tuan Abimanyu dan tinggal di rumah itu selamanya."Hahahaha ...." Toni tertawa lepas. Ia
Sungguh, Saraswati sangat kecewa dan sakit hati pada Cella, anak kandungnya. Cella begitu tega tidak memberitahu pernikahannya dengan Roger pada Saraswati. Sedangkan pada Toni, yang dulu pernah mencampakkan mereka justru diberitahu. Di mana hati nurani Cella? Kenapa tidak memberitahu perihal pernikahannya dengan Roger."Aku gak ngerti, kenapa Cella sampai tidak memberitahumu? Apa karena kamu tidak menyukai Roger? Kalau dipikir-pikir, lebih baik aku. Walaupun dulu pernah mencampakkan kalian, tapi lihat! Cella justru datang padaku dan meminta aku agar menjadi wali atas pernikahannya." Kesombongan Toni menyentak Saraswati. Wanita tua itu menyeka kasar lelehan air mata yang tanpa disadari membasahi wajahnya. Kemudian, menatap penuh kebencian pada lelaki yang tersenyum mengejek."Jangan sombong! Dengarkan aku baik-baik, jangan merasa jumawa dulu karena sudah mendapat kepercayaan Cella! Aku ini ibunya! Wanita yang telah mengandung dan melahirkan Cella! Tahu betul, bagaimana sifat asli dia!
Saraswati sekarang benar-benar bersedih dan kecewa akan sikap anak kandungnya. Sepanjang jalan pulang, di dalam taksi Saraswati tak henti menangis. Menangisi nasib yang menimpanya. Saat ini, ia merasa hidup seorang diri. Sikap Abimanyu yang selalu menghindar dan juga sikap Cella yang telah tega membohonginya. Kepada siapa lagi Saraswati mengadu dan berkeluh kesah? Biasanya pada Abimanyu dan Cella. Kini, dua orang itu justru tampak membencinya."Bu, maaf, Bu. Ibu mau kemana?" Suara supir taksi membuyarkan kesedihan Saraswati. Wanita itu menyeka air mata dan cairan yang keluar dari lubang hidungnya."Pulang saja, Mas. Ke rumah awal saya naik taksi.""Baik, Bu."Hancur sudah perasaan dan kehidupan Saraswati. Mungkin sebentar lagi dia akan diusir Tuan Abimanyu karena tidak dapat membuat mobilnya kembali lagi. Saraswati bingung mencari keberadaan Samuel. Dia tidak terlalu mengenal lelaki itu. Hanya mengenal namanya saja.Sampai di rumah Tuan Abimanyu, Saraswati membayar ongkos, kemudian mas
Saraswati sangat terkejut melihat keberadaan Bella di rumah Tuan Abimanyu.'Siapa yang menyuruhnya kembali ke rumah ini? Apa mungkin Mas Abi sendiri yang meminta anak sulungnya tinggal di sini lagi?' bathin Saraswati bertanya."Aku yang meminta Bella tinggal di sini lagi. Kenapa memangnya? Kamu keberatan?" Jawaban Tuan Abimanyu seolah memancing kemarahan Saraswati. Baru saja reda amarah Saraswati terhadap Cella, kini dirinya diliputi kemarahan lagi karena kedatangan Bella di rumah ini. Tidak mungkin Saraswati bahagia melihat keluarga Tuan Abimanyu bersatu dan hidup bersama dalam satu atap. Apalagi sekarang kedua anak perempuan Tuan Abimanyu telah menikah. "Tentu saja aku keberatan! Apa Mas gak berpikir, adanya Bella di sini akan mencoreng nama keluarga, Mas? Ingat lho, dulu dia pernah melakukan kesalahan! Kesalahan yang sangat fatal! Aku harap Mas tidak melupakan itu!" Tanpa tahu diri, Saraswati berkata demikian. Helena mengepalkan kedua tangan sangat kuat. Menatap Saraswati penuh ke
Cella memutuskan tidak pulang ke rumah Tuan Abimanyu. Wanita itu yakin kalau Mamanya sudah bercerita tentang pernikahannya dengan Roger. Cella tidak dapat membayangkan reaksi Tuan Abimanyu saat mengetahuinya. Apakah ia marah besar? Atau justru tidak peduli? Cella menghempaskan ke apartemen tempat ia bertemu dengan Roger. Cella sudah menghubungi suaminya itu agar bersedia menemaninya malam ini. Cella tidak mungkin tidur seorang diri di apartemen ini.Suara ketukan pintu terdengar. Cella terperanjat, tersenyum manis menyambut kedatangan lelaki yang dicintai. Begitu membuka pintu, Cella langsung menghambur dalam pelukan Roger."Hei, tunggu. Masuk dulu! Aku gak mau ada orang yang melihat kita." Roger berkata, menarik tangan Cella agar masuk ke dalam."Temani aku malam ini di sini, ya? Please ...." rengek Cella pada lelaki yang menatapnya heran. Roger melepaskan rengkuhan Cella, duduk di sofa. "Kenapa kamu gak pulang ke rumah Tuan Abimanyu?" selidik Roger sambil mengeluarkan sebungkus ro
Saraswati sangat kesal karena pesannya tidak dibalas Cella, hanya dibaca saja. Menghempaskan tubuh ke atas ranjang, mengepalkan kedua tangan. Rahangnya mengeras, menahan amarah yang sudah di ubun-ubun. Saraswati tidak mau mengakui kalah dalam permainan ini. Ya sebenarnya hanya dia yang menganggap sebuah permainan. Helena dan Bella, sama sekali tidak menganggap itu sebuah permainan. Saraswati tak kunjung bisa memejamkan kedua mata. Ia berada di dalam kamar seorang diri. Sudah beberapa malam, Saraswati tidur sendirian. Tuan Abimanyu lebih memilih tidur di ruang kerja dari pada tidur bersamanya. Sebagai wanita normal yang sudah berhari-hari tidak disentuh, malam ini ingin rasanya ia memadu kasih dengan seorang pria yakni suaminya. Saraswati beranjak, memilih gaun yang akan membuat suaminya itu terangs*ng. Tak lupa, parfum mahal yang biasa digunakan untuk berc*nta dia semprotkan ke area-area sensitif. Wajahnya pun tak lupa dipoles make up lumayan tebal. Bibir Saraswati yang agak tebal, k
Raut wajah Jake sangat sumringah mendengar kalimat yang diucapkan kakak iparnya. Kali ini Jake sangat bahagia karena benih yang ada di dalam rahim Helena adalah benih darinya. Jake menaiki anak tangga dengan senyum lebar. Membuka pintu kamar, terlihat Helena tengah tergolek lemah. Jake langsung mendekati, menggenggam telapak tangan istrinya. "Ada apa, Jake?" tanya Helena lemah, pandangannya sangat sendu, wajah putihnya semakin memucat. "Kata Kak Bella dan Mama Saraswati, kamu sedang hamil." Ucapan yang disampaikan Jake membuat kening Helena mengkerut. Ia berpikir sejenak, bagaimana mungkin dirinya hamil padahal belum lama mengalami keguguran?"Tapi, aku kan Jake---"Kalimat Helena terpotong. Ia tak boleh merusak kebahagiaan yang terlihat dari raut wajah suaminya. Lebih baik, ia ke dokter kandungan saja, memeriksakan kondisinya. "Baiklah. Kita ke dokter aja, ya? Supaya lebih pasti.""Iya, Sayang. Aku siap-siap dulu. Kamu mau ganti pakaian gak?" Jake bertanya tergesa-gesa. Helena meng
Roger mencaci maki istrinya. Dia tentu terkejut mendengar Cella menyerahkan sertifkat apartemen pada Toni Sanjaya yang tak lain papa kandung Cella sendiri. Sebenarnya Roger tak pantas bicara demikian. Terserah Cella mau memberikan sertifikat apartemen ke siapapun. "Kamu kenapa marahin aku? Memangnya kenapa dengan papaku? selama ini ke aku baik kok." Cella tidak terima Roger membentak, mencaci maki dirinya. Toni dulunya memang pernah jahat, tetapi belakangan lelaki itu sering membantu Cella dan juga menunjukkan perhatian dan kasih sayangnya terhadap Cella. Kasih sayang yang selama ini tidak pernah Cella dapatkan. "Kenapa marahin kamu? Ya karena kamu bodoh. Papamu baik ke kamu karena ada maunya. Kalau kamu gak percaya padaku, buktikan saja nanti sendiri. Aku yakin seratus persen, papamu itu akan menjual apartemenmu," tandas Roger tanpa keraguan. Sedikit banyak Roger sudah tahu sifat Toni. Lelaki itu selalu saja memanfaatkan kesempatan. Sekarang Cella telah menyerahkan surat berharga p
"Cella, kalau boleh, Papa ingin lihat sertifikat apartemen ini. Ya takutnya ada yang salah," ucap Toni beralasan. Padahal dalam hati, ia menyimpan rencana busuk. Tak peduli dia adalah istrinya, anaknya, atau pun temannya. "Takut ada yang salah gimana, Pah?" Cella tak mengerti. Dia sudah lama membeli apartemen ini. Sampai sekarang tidak ada masalah apa-apa."Ya kamu gak tau aja, di luar sana ada banyak orang yang tertipu membeli apartemen gara-gara sertifikatnya palsu." Cella menyimak penuturan yang disampaikan Toni. "Masa sih, Pah? Aku selama ini gak pernah bermasalah.""Ya coba bawa ke sini dulu. Papah ingin lihat." Toni mengeluarkan sebungkus rokok, mengambil sebatang dan memantiknya. "Baiklah." Cella beranjak, masuk ke dalam kamar, mengambil sertifikat apartemen yang disimpan rapi di laci bawah meja rias. Kemudian, menunjukkan pada Toni yang tak lain ayah kandungnya. "Ini, Pah. Aku bikin ini langsung ke notaris. Kayaknya gak mungkin kalau palsu."Toni mengabaikan ucapan Cella.
"Kamu kenapa terlihat murung, Saras?" tanya abimanyu saat mereka berada di dalam kamar."Aku teringat Cella," jawab Saraswati, wajahnya terlihat sendu. Bertemu kembali dengan Cella membuatnya murung. Kesedihan yang dialami Saraswati jauh dari Cella begitu dalam. Sebagai seorang ibu, Saraswati pun merindukan wanita yang dulu terlahir dari rahimnya."Kenapa Cella? apa dia meneleponmu? menyakiti hatimu lagi?" Abimanyu tampak mengkhawatirkan istrinya. Ia merangkul pundak Saraswati, membelai pelan dan berusaha menenangkan.Saraswati menatap Abimanyu dengan wajah kebingungan. Dia tidak tahu harus menjawab apa. "Enggak, Mas. Cella gak telepon aku. Aku hanya merindukannya. Kamu tentu tau, kalau aku selama ini selalu membelanya. Apapun yang dia lakukan, aku selalu berada di dekatnya. Aku hanya tidak membelanya saat ia lebih memilih menikah dengan lelaki yang telah memiliki istri. Itu seperti mengorek lukaku di masa lalu, Mas. Aku merasa kalau Cella gak ubahnya dengan wanita yang telah mengha
Setelah hidup bersama selama beberapa waktu, Cella mulai merasa bahwa Roger telah berubah menjadi seorang yang berbeda dari saat pertama mereka bertemu. Roger semakin sering merendahkan Cella, memarahinya dan mengabaikan kebutuhan dan perasaannya. Cella merasa sangat kesal pada awalnya, tetapi dia bersikeras untuk tetap bersama Roger dan tetap berharap bahwa akan ada perubahan di masa depan.Namun, semakin lama, sifat Roger yang buruk semakin jelas, terutama setelah dia mulai membandingkan Cella dengan istri pertamanya. Roger sering menyebutkan istri pertamanya dengan nama yang buruk dan menyatakan bahwa ia lebih memilih Cella daripada istri pertamanya. Cella merasa sangat terhina dan keberatan dengan perlakuan Roger tersebut.Suatu hari, Cella tidak tahan lagi dan menghadap Roger, marah dan bertanya mengapa dia begitu berubah dan tidak mencintai dia seperti saat dia memilihnya untuk menjadi istrinya."Kenapa kamu begitu berubah, Roger? Aku tahu bahwa kamu lebih memilih aku daripada i
Bella dan Helena berdiri di depan butik mereka yang baru saja dibuka pada hari pertama bisnis mereka. Wajah mereka dipenuhi dengan antusiasme dan harapan untuk menjadi sukses dalam bisnis mereka. Keduanya saling berpandangan selama beberapa menit, kemudian Bella mulai membuka pintu toko dan para pelanggan mulai berdatangan untuk memeriksa produk-produk yang mereka tawarkan."Sudahkah kamu siap untuk menjadi pengusaha hebat?" tanya Bella kepada Helena dengan antusiasme."Sudah siap di hari pertama yang indah ini!" jawab Helena sambil tersenyum.Bella dan Helena saling menatap dan tersenyum, kemudian Bella menunjukkan produk-produk terbaru mereka, termasuk pakaian dan aksesoris terbaru yang menyenangkan."Produk-produk itu sangat indah, Kak Bella. Aku yakin kita akan sukses dalam waktu singkat!" kata Helena dengan senyum lebar.Namun, tidak lama setelah butik dibuka, Bella dan Helena mendapati bahwa persaingan di bisnis fashion cukup ketat. Orang-orang yang menjual produk yang sama deng
Saraswati terkejut mendengar nama anak kandungnya disebut Melani. Jadi, benar ... kalau Roger yang menjadi suami Cella adalah suami Melani juga. Helena dan Bella menoleh pada Saraswati yang tampaknya merunduk malu. Bella merangkul bahu Saraswati, memberinya ketenangan. Sedangkan Helena terdiam membisu, tidak tahu harus berkata apa. Beruntung, Roger tidak mengenal Saraswati adalah Ibu kandung Cella. Jika mengenal, entah apa yang terjadi. "Mohon maaf, Mbak Melani. Kalau begitu pamit, ya?" Helena tak enak berada di tengah-tengah pertengkaran suami istri yang akan bercerai itu. Apalagi melihat Saraswati yang salah tingkah karena nama anaknya disebut oleh pemilik dua ruko yang akan dijadikan usaha butik oleh mereka."Oh iya, silakan. Terima kasih banyak, ya?" timpal Melani mengabaikan keberadaan Roger yang kesal dengan jawaban istrinya. Jauh dari lubuk hati Roger, ia menyesal karena telah berselingkuh sampai menikah dengan Cella. Ia pikir, bercerai dengan Melani akan memudahkan dirinya me
Nama itu nampak tak asing di telinga Saraswati. Seperti pernah mendengarnya. Ia berusaha mengingat-ingat siapa gerangan wanita yang bernama lengkap Melani Wira Atmaja?"Tadi karyawan saya menyampaikan katanya kalian ingin membeli ruko yang di sebelah cafe saya, ya?" Pertanyaan Melani membuyarkan lamunan Saraswati. Bella dan Helena serempak menganggukkan kepala. Mereka memang berencana ingin membeli ruko yang berada di samping cafe ini. Rencananya ruko tersebut akan dibuat usaha butik. "Benar, Mbak. Kami memang berniat membelinya jika harganya cocok," jawab Helena tersenyum simpul. Melani manggut-manggut, kemudian wanita itu langsung menawarkan harga. Bella dan Helena tidak menyangka kalau harga yang ditawarkan Melani sesuai keinginannya. Mereka pikir, harga dua ruko tersebut sangat mahal. Kalau sesuai harga yang ditawarkan Melani, Bella maupun Helena langsung menyanggupi. Meskipun mereka merasa heran, kenapa Melani menjual dua ruko itu di bawah harga pasaran?"Mbak Melani maaf, apa g
Cella semakin bingung mendengar pertanyaan dari wanita yang di seberang telepon sana. Apa mungkin itu adalah istri pertama papanya?"Aku anak kandung papa Toni dari istri pertamanya. Sekarang katakan padaku, di mana papa Toni? Aku ingin bicara padanya." Tanpa memikirkan resikonya, Cella mengatakan yang sejujurnya. Padahal jika Cella tahu, kalau dulu wanita itulah yang merebut Toni dari mamanya, mungkin Cella tidak sembrono mengatakan siapa dirinya sebenarnya. "Apa? Jadi kamu anaknya si Saraswati itu?" Suara seseorang yang berada di ujung telepon mengejek kejujuran Cella. Namun, sedikit pun Cella tidak merasa cemas jika kejujurannya ini akan membuat Toni sangat marah."Iya. Aku anaknya. Bahkan beberapa hari kemarin aku sempat tinggal di rumah papa Toni." Cella seolah sengaja ingin memberitahu tentang kedekatannya dengan Toni. Wanita bernama Friska itu sangat geram mendengar pengakuan yang disampaikan anak tirinya. Friska mengepalkan kedua telapak tangan. Amarahnya sudah naik ke atas u