Bella dan Helena berdiri di depan butik mereka yang baru saja dibuka pada hari pertama bisnis mereka. Wajah mereka dipenuhi dengan antusiasme dan harapan untuk menjadi sukses dalam bisnis mereka. Keduanya saling berpandangan selama beberapa menit, kemudian Bella mulai membuka pintu toko dan para pelanggan mulai berdatangan untuk memeriksa produk-produk yang mereka tawarkan."Sudahkah kamu siap untuk menjadi pengusaha hebat?" tanya Bella kepada Helena dengan antusiasme."Sudah siap di hari pertama yang indah ini!" jawab Helena sambil tersenyum.Bella dan Helena saling menatap dan tersenyum, kemudian Bella menunjukkan produk-produk terbaru mereka, termasuk pakaian dan aksesoris terbaru yang menyenangkan."Produk-produk itu sangat indah, Kak Bella. Aku yakin kita akan sukses dalam waktu singkat!" kata Helena dengan senyum lebar.Namun, tidak lama setelah butik dibuka, Bella dan Helena mendapati bahwa persaingan di bisnis fashion cukup ketat. Orang-orang yang menjual produk yang sama deng
Setelah hidup bersama selama beberapa waktu, Cella mulai merasa bahwa Roger telah berubah menjadi seorang yang berbeda dari saat pertama mereka bertemu. Roger semakin sering merendahkan Cella, memarahinya dan mengabaikan kebutuhan dan perasaannya. Cella merasa sangat kesal pada awalnya, tetapi dia bersikeras untuk tetap bersama Roger dan tetap berharap bahwa akan ada perubahan di masa depan.Namun, semakin lama, sifat Roger yang buruk semakin jelas, terutama setelah dia mulai membandingkan Cella dengan istri pertamanya. Roger sering menyebutkan istri pertamanya dengan nama yang buruk dan menyatakan bahwa ia lebih memilih Cella daripada istri pertamanya. Cella merasa sangat terhina dan keberatan dengan perlakuan Roger tersebut.Suatu hari, Cella tidak tahan lagi dan menghadap Roger, marah dan bertanya mengapa dia begitu berubah dan tidak mencintai dia seperti saat dia memilihnya untuk menjadi istrinya."Kenapa kamu begitu berubah, Roger? Aku tahu bahwa kamu lebih memilih aku daripada i
"Kamu kenapa terlihat murung, Saras?" tanya abimanyu saat mereka berada di dalam kamar."Aku teringat Cella," jawab Saraswati, wajahnya terlihat sendu. Bertemu kembali dengan Cella membuatnya murung. Kesedihan yang dialami Saraswati jauh dari Cella begitu dalam. Sebagai seorang ibu, Saraswati pun merindukan wanita yang dulu terlahir dari rahimnya."Kenapa Cella? apa dia meneleponmu? menyakiti hatimu lagi?" Abimanyu tampak mengkhawatirkan istrinya. Ia merangkul pundak Saraswati, membelai pelan dan berusaha menenangkan.Saraswati menatap Abimanyu dengan wajah kebingungan. Dia tidak tahu harus menjawab apa. "Enggak, Mas. Cella gak telepon aku. Aku hanya merindukannya. Kamu tentu tau, kalau aku selama ini selalu membelanya. Apapun yang dia lakukan, aku selalu berada di dekatnya. Aku hanya tidak membelanya saat ia lebih memilih menikah dengan lelaki yang telah memiliki istri. Itu seperti mengorek lukaku di masa lalu, Mas. Aku merasa kalau Cella gak ubahnya dengan wanita yang telah mengha
"Cella, kalau boleh, Papa ingin lihat sertifikat apartemen ini. Ya takutnya ada yang salah," ucap Toni beralasan. Padahal dalam hati, ia menyimpan rencana busuk. Tak peduli dia adalah istrinya, anaknya, atau pun temannya. "Takut ada yang salah gimana, Pah?" Cella tak mengerti. Dia sudah lama membeli apartemen ini. Sampai sekarang tidak ada masalah apa-apa."Ya kamu gak tau aja, di luar sana ada banyak orang yang tertipu membeli apartemen gara-gara sertifikatnya palsu." Cella menyimak penuturan yang disampaikan Toni. "Masa sih, Pah? Aku selama ini gak pernah bermasalah.""Ya coba bawa ke sini dulu. Papah ingin lihat." Toni mengeluarkan sebungkus rokok, mengambil sebatang dan memantiknya. "Baiklah." Cella beranjak, masuk ke dalam kamar, mengambil sertifikat apartemen yang disimpan rapi di laci bawah meja rias. Kemudian, menunjukkan pada Toni yang tak lain ayah kandungnya. "Ini, Pah. Aku bikin ini langsung ke notaris. Kayaknya gak mungkin kalau palsu."Toni mengabaikan ucapan Cella.
Roger mencaci maki istrinya. Dia tentu terkejut mendengar Cella menyerahkan sertifkat apartemen pada Toni Sanjaya yang tak lain papa kandung Cella sendiri. Sebenarnya Roger tak pantas bicara demikian. Terserah Cella mau memberikan sertifikat apartemen ke siapapun. "Kamu kenapa marahin aku? Memangnya kenapa dengan papaku? selama ini ke aku baik kok." Cella tidak terima Roger membentak, mencaci maki dirinya. Toni dulunya memang pernah jahat, tetapi belakangan lelaki itu sering membantu Cella dan juga menunjukkan perhatian dan kasih sayangnya terhadap Cella. Kasih sayang yang selama ini tidak pernah Cella dapatkan. "Kenapa marahin kamu? Ya karena kamu bodoh. Papamu baik ke kamu karena ada maunya. Kalau kamu gak percaya padaku, buktikan saja nanti sendiri. Aku yakin seratus persen, papamu itu akan menjual apartemenmu," tandas Roger tanpa keraguan. Sedikit banyak Roger sudah tahu sifat Toni. Lelaki itu selalu saja memanfaatkan kesempatan. Sekarang Cella telah menyerahkan surat berharga p
Raut wajah Jake sangat sumringah mendengar kalimat yang diucapkan kakak iparnya. Kali ini Jake sangat bahagia karena benih yang ada di dalam rahim Helena adalah benih darinya. Jake menaiki anak tangga dengan senyum lebar. Membuka pintu kamar, terlihat Helena tengah tergolek lemah. Jake langsung mendekati, menggenggam telapak tangan istrinya. "Ada apa, Jake?" tanya Helena lemah, pandangannya sangat sendu, wajah putihnya semakin memucat. "Kata Kak Bella dan Mama Saraswati, kamu sedang hamil." Ucapan yang disampaikan Jake membuat kening Helena mengkerut. Ia berpikir sejenak, bagaimana mungkin dirinya hamil padahal belum lama mengalami keguguran?"Tapi, aku kan Jake---"Kalimat Helena terpotong. Ia tak boleh merusak kebahagiaan yang terlihat dari raut wajah suaminya. Lebih baik, ia ke dokter kandungan saja, memeriksakan kondisinya. "Baiklah. Kita ke dokter aja, ya? Supaya lebih pasti.""Iya, Sayang. Aku siap-siap dulu. Kamu mau ganti pakaian gak?" Jake bertanya tergesa-gesa. Helena meng
“Aku hamil.” Dua kata yang dilontarkan dari bibir tipis seorang gadis yang berdiri di depan meja kerja membuat Samuel mendongak. Namun, lelaki itu terkejut hanya beberapa detik, setelahnya menyandarkan punggung pada kursi kebesaran. Terlihat santai.“Lalu?”“Kau harus bertanggung jawab! Harus menikahiku!” Sorot mata gadis berusia dua puluh tiga tahun menghunus tajam pada lelaki yang tersenyum mengejek. “Lucu sekali! Kenapa harus aku yang bertanggung jawab?” Pertanyaan yang serupa ejekan terdengar menyakitkan bagi Helena. “KARENA KAU AYAH DARI ANAK YANG AKU KANDUNG, SAMUEL!” Kesabaran Helena Abimanyu sudah tak terbendung. Laki-laki itu seolah tak merasa bahwa dirinya-lah yang harus bertanggung jawab atas kehamilannya. “Kau pikir aku percaya kalau aku yang menghamilimu? Hei, kau ini wanita yang tiap malam datang ke Club. Coba kau ingat-ingat, siapa saja lelaki yang menikmati tubuhmu itu!” Kedua mata Helena membeliak sempurna. Dia memang sering datang ke club’ malam. Tetapi, kalau
“Tentu saja kau tidak salah dengar! Sudahlah, bulan depan kau harus mau menikah denganku dan harus mau mengakui bayi yang aku kandung adalah anakmu!” Entah bahagia atau bersedih, perasaan yang Jaka alami saat ini. Bermimpi pun tidak, dapat menikahi anak konglomerat seperti Helena Abimanyu.“Tapi, Nona ... sa-saya hanya seorang supir. Nanti apa kata orang? Apa tidak membuat malu Nona dan keluarga besar?” Jaka tidak langsung menyetujui rencana Helena. Dia tahu, kalau gadis itu menikahinya hanya agar menutupi aib yang sedang dialami. Kehamilan yang sebetulnya bukanlah suatu aib, justru sebuah anugrah. “Harus dirahasiakan! Aku mau menikahimu karena selama ini orang-orang tidak pernah melihat wajahmu. Wajahmu selalu ditutupi masker. Hm ... Jaka, kau tentu tahu? Kalau aku adalah pewaris Abimanyu. Aku tidak mau, kalau harta warisan yang semestinya menjadi milikku harus jatuh pada Cella, si anak tiri itu! Hanya karena aku hamil!” Cella Paramitha, anak dari ibu tiri Helena dari suami sebelu