Share

Bab 2

“Tentu saja kau tidak salah dengar! Sudahlah, bulan depan kau harus mau menikah denganku dan harus mau mengakui bayi yang aku kandung adalah anakmu!”

Entah bahagia atau bersedih, perasaan yang Jaka alami saat ini. Bermimpi pun tidak, dapat menikahi anak konglomerat seperti Helena Abimanyu.

“Tapi, Nona ... sa-saya hanya seorang supir. Nanti apa kata orang? Apa tidak membuat malu Nona dan keluarga besar?”

Jaka tidak langsung menyetujui rencana Helena. Dia tahu, kalau gadis itu menikahinya hanya agar menutupi aib yang sedang dialami. Kehamilan yang sebetulnya bukanlah suatu aib, justru sebuah anugrah.

“Harus dirahasiakan! Aku mau menikahimu karena selama ini orang-orang tidak pernah melihat wajahmu. Wajahmu selalu ditutupi masker. Hm ... Jaka, kau tentu tahu? Kalau aku adalah pewaris Abimanyu. Aku tidak mau, kalau harta warisan yang semestinya menjadi milikku harus jatuh pada Cella, si anak tiri itu! Hanya karena aku hamil!”

Cella Paramitha, anak dari ibu tiri Helena dari suami sebelumnya. Usia gadis itu dengan Helena sebaya. Mereka kerap kali berlomba dalam hal apapun.

Jaka tak menanggapi. Dia jadi bingung. Apa yang mesti dilakukannya? Apa dia mampu menjadi suami pura-pura Helena?

“Nona yakin tidak akan menyesal karena menikahi saya yang hanya ----“

“Stop! Aku tidak mau kau bahas masalah ini lagi! Sampai di rumah, aku akan bicara pada Papa. Aku yakin, Papa akan menyetujui pernikahan kita. Ya ... dari pada Papa malu karena aku hamil di luar nikah? Ya 'kan?”

Kedua pundak Jaka lemas. Tidak tahu harus berkata apa lagi.

“Baik, Nona.”

Akhirnya Jaka pasrah. Dia tidak mampu menolak atau melarang majikannya untuk menjalankan rencana. Sebelum ke rumah Abimanyu, Helena meminta Jaka mengantar ke salah satu butik. Helena ingin mengubah penampilan Jaka seperti seorang Pengusaha sukses.

“Ternyata kau tampan sekali, Jaka,” puji Helena, melihat penampilan Jaka yang berubah seratus delapan puluh derajat.

"Terima kasih, Nona.”

Selanjutnya, mereka melanjutkan perjalanan. Kali ini, Helena duduk di bangku samping kemudi. Sesekali ia mencuri pandang. Melihat supir pribadinya dari samping. Helena baru sadar jika lelaki yang selama ini mengantarnya kemana pun ia pergi, ternyata sangat tampan dan gagah.

Tiba di kediaman Abimanyu Adiwilaga, Helena keluar mobil sambil menggandeng lengan supir pribadi. Seolah dirinya sedang jatuh cinta pada supir itu.

“Nona, maaf ... a-apa ....”

“Sudahlah, Jaka ... hanya ini jalan satu-satunya buatku agar tetap bisa tinggal di sini! Aku tidak mau diusir! Aku mohon, tolong aku. Aku janji, kalau kau menjadi suamiku, aku akan meminta posisi untukmu kerja di perusahaan. Bukankah kau seorang sarjana?” telisik Helena pada lelaki yang sebagian wajahnya selalu tertutup masker hitam. Jaka mengangguk pasrah. Sedangkan Helena tersenyum puas.

“Sekarang buka maskermu! Jangan katakan kalau kau supir pribadiku pada Papa, Nenek lampir dan si Cella. Oke?”

Selama ini, Abimanyu, Saraswati dan Cella memang tidak pernah melihat wajah supir pribadi Helena. Apalagi gadis itu jarang tinggal di rumah. Lebih sering menghabiskan waktu di apartemen. Helena juga menyewakan rumah kontrakan untuk Jaka yang jaraknya tidak terlalu jauh dari apartemen miliknya.

Gadis berusia dua puluh tiga tahun itu menggamit mesra lengan Jaka menuju ruang keluarga. Helena tahu, biasanya jam empat sore Papanya sudah berada di rumah.

“Tumben sekali kau pulang ke rumah,” cibir Ibu tiri Helena bernama Saraswasti pada saat menyadari Helena berdiri di sampingnya.

"Papa mana?” Helena tak menanggapi cibiran wanita yang kerap kali ia juluki ‘Nenek Lampir.’

Saraswati bergeming, pura-pura tidak mendengar pertanyaan anak tirinya yang selalu saja berusaha menyikirkan dirinya dan Cella. Pandangan Saraswati fokus ke layar televisi yang menayangkan acara infotainment.

“Aku tanya! Di mana Papa?” Nada suara Helena naik beberapa oktav. Saraswati tersentak kaget, begitu pula Jaka. Namun, supir pribadi Helena mampu menguasai dirinya. Ia hanya terkejut sebentar saja. Saraswati berdiri, menatap nyalang anak kandung Abimanyu.

“Memangnya mau apa kau cari Mas Abi? Mau minta uang lagi? Dasar anak tidak berguna! Bukannya bekerja, malah foya-foya! Kau lihat, Cella! Anakku sangat rajin bekerja. Masih mau membantu perusahaan Papamu!” sentak Saraswati membalas sikap Helena yang menurutnya sangat tidak sopan. Helena mencebik, menyilangkan kedua tangan di depan dada.

“Membantu? Cari muka kali ... lagian ya, wajar saja kalau anakmu bekerja di perusahaan Papa. Jadi benalu harus tahu diri! Harusnya kau juga bekerja! Kalian berdua kan cuma menumpang di rumahku! Apa kau lupa, sebelum dinikahi Papa, kau hanya seorang gembel?”

Jaka menoleh cepat mendengar ucapan kasar yang terlontar dari bibir mungil Helena.

Saraswati sangat geram dan marah dirinya dihina dan direndahkan seperti itu. Andai saja Abimanyu sudah mati, mungkin Saraswati sudah mengusir anak yang menurutnya anak sialan.

“Kurang ajar! Jaga mulutmu, anak sialan!”

“Hei ... aku bicara apa adanya. Kau dan si Cella itu hanya menumpang di rumahku! Hanya me-num-pang!”

Saraswati tidak terima dengan penghinaan yang dilakukan Helena padanya. Dulu, dia sudah berhasil mengusir anak sulung Abimanyu dari rumah. Abimanyu lelaki yang sangat menjunjung tinggi norma dalam keluarga. Dia tidak akan memaafkan anak-anaknya jika melakukan tindakan yang melanggar norma masyarakat. Itulah, salah satu alasan Helena lebih memilih tinggal di apartemen agar ia lebih leluasa.

“Ada apa ini?”

Suara penuh wibawa itu menyentak Helena, Jaka dan Saraswati. Dia adalah Abimanyu. Lelaki yang ingin ditemui Helena.

“Sayang, maaf ... aku mengganggumu. Biasalah ... kalau ada Helena di rumah ini, pasti akan terjadi keributan.” Dengan lincah, Saraswati mendekati suaminya. Sebelah tangan Saraswati terselip di lengan Abimanyu. Melihat sikap Saraswati, rasanya Helena ingin muntah.

Pandangan Abimanyu beralih pada anak bungsunya dan juga lelaki yang berdiri di samping Helena.

“Kenapa kau tiba-tiba pulang ke rumah, Helena?” tanya Abimanyu menatap lekat wajah anaknya. Helena tersenyum manis, menggamit lengan Jaka dengan mesra.

“Aku pulang ke rumah karena ingin mengenalkan seseorang,” jawab Helena riang. Abimanyu Adiwilaga menghela napas. Menelisik lelaki berpostur tinggi tegap, berpenampilan sangat rapi.

“Siapa dia? Apakah dia kekasihmu?”

Melihat kemesraan yang dilakukan Helena dengan lelaki di sampingnya, Saraswati sangat kesal. Sebab, kemungkinan besar lelaki itu adalah kekasih Helena.

“Iya, Pa. Lelaki ini adalah kekasihku. Pa, kenalkan ... ini ... calon suamiku. Namanya ... Jake Abraham.”

Kedua mata Jaka melebar, mendengar Helena mengganti nama tanpa persetujuannya. Keringat dingin langsung membasahi pelipis Jaka.

Helena memberi isyarat pada Jaka melalui lirikan mata agar ia mengulurkan sebelah tangannya.

Jaka pun mengerti, ia menarik napas panjang, menegakkan tubuh. Lalu, mengulurkan sebelah tangan kanan ke hadapan lelaki bernama lengkap Abimanyu Adiwilaga.

“Perkenalkan, Om ... Saya ... Jake Abraham.”

Senyum Abimanyu terlihat, menyambut uluran tangan pemuda yang dianggapnya pengusaha sukses.

“Nama saya Abimanyu Adiwilaga, Papa kandung Helena." Mereka melepaskan tautan tangan ketika menyebut nama masing-masing. Abimanyu menelisik penampilan Jaka. Bibirnya menyunggingkan senyum, dia berpikir sepertinya lelaki pilihan Helena adalah lelaki yang tepat.

"Jake, kalau boleh tahu, kau kerja di perusahaan dalam bidang apa?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status