“Tentu saja kau tidak salah dengar! Sudahlah, bulan depan kau harus mau menikah denganku dan harus mau mengakui bayi yang aku kandung adalah anakmu!”
Entah bahagia atau bersedih, perasaan yang Jaka alami saat ini. Bermimpi pun tidak, dapat menikahi anak konglomerat seperti Helena Abimanyu.“Tapi, Nona ... sa-saya hanya seorang supir. Nanti apa kata orang? Apa tidak membuat malu Nona dan keluarga besar?”Jaka tidak langsung menyetujui rencana Helena. Dia tahu, kalau gadis itu menikahinya hanya agar menutupi aib yang sedang dialami. Kehamilan yang sebetulnya bukanlah suatu aib, justru sebuah anugrah.“Harus dirahasiakan! Aku mau menikahimu karena selama ini orang-orang tidak pernah melihat wajahmu. Wajahmu selalu ditutupi masker. Hm ... Jaka, kau tentu tahu? Kalau aku adalah pewaris Abimanyu. Aku tidak mau, kalau harta warisan yang semestinya menjadi milikku harus jatuh pada Cella, si anak tiri itu! Hanya karena aku hamil!”Cella Paramitha, anak dari ibu tiri Helena dari suami sebelumnya. Usia gadis itu dengan Helena sebaya. Mereka kerap kali berlomba dalam hal apapun.Jaka tak menanggapi. Dia jadi bingung. Apa yang mesti dilakukannya? Apa dia mampu menjadi suami pura-pura Helena?“Nona yakin tidak akan menyesal karena menikahi saya yang hanya ----““Stop! Aku tidak mau kau bahas masalah ini lagi! Sampai di rumah, aku akan bicara pada Papa. Aku yakin, Papa akan menyetujui pernikahan kita. Ya ... dari pada Papa malu karena aku hamil di luar nikah? Ya 'kan?”Kedua pundak Jaka lemas. Tidak tahu harus berkata apa lagi.“Baik, Nona.”Akhirnya Jaka pasrah. Dia tidak mampu menolak atau melarang majikannya untuk menjalankan rencana. Sebelum ke rumah Abimanyu, Helena meminta Jaka mengantar ke salah satu butik. Helena ingin mengubah penampilan Jaka seperti seorang Pengusaha sukses.“Ternyata kau tampan sekali, Jaka,” puji Helena, melihat penampilan Jaka yang berubah seratus delapan puluh derajat."Terima kasih, Nona.”Selanjutnya, mereka melanjutkan perjalanan. Kali ini, Helena duduk di bangku samping kemudi. Sesekali ia mencuri pandang. Melihat supir pribadinya dari samping. Helena baru sadar jika lelaki yang selama ini mengantarnya kemana pun ia pergi, ternyata sangat tampan dan gagah.Tiba di kediaman Abimanyu Adiwilaga, Helena keluar mobil sambil menggandeng lengan supir pribadi. Seolah dirinya sedang jatuh cinta pada supir itu.“Nona, maaf ... a-apa ....”“Sudahlah, Jaka ... hanya ini jalan satu-satunya buatku agar tetap bisa tinggal di sini! Aku tidak mau diusir! Aku mohon, tolong aku. Aku janji, kalau kau menjadi suamiku, aku akan meminta posisi untukmu kerja di perusahaan. Bukankah kau seorang sarjana?” telisik Helena pada lelaki yang sebagian wajahnya selalu tertutup masker hitam. Jaka mengangguk pasrah. Sedangkan Helena tersenyum puas.“Sekarang buka maskermu! Jangan katakan kalau kau supir pribadiku pada Papa, Nenek lampir dan si Cella. Oke?”Selama ini, Abimanyu, Saraswati dan Cella memang tidak pernah melihat wajah supir pribadi Helena. Apalagi gadis itu jarang tinggal di rumah. Lebih sering menghabiskan waktu di apartemen. Helena juga menyewakan rumah kontrakan untuk Jaka yang jaraknya tidak terlalu jauh dari apartemen miliknya.Gadis berusia dua puluh tiga tahun itu menggamit mesra lengan Jaka menuju ruang keluarga. Helena tahu, biasanya jam empat sore Papanya sudah berada di rumah.“Tumben sekali kau pulang ke rumah,” cibir Ibu tiri Helena bernama Saraswasti pada saat menyadari Helena berdiri di sampingnya."Papa mana?” Helena tak menanggapi cibiran wanita yang kerap kali ia juluki ‘Nenek Lampir.’Saraswati bergeming, pura-pura tidak mendengar pertanyaan anak tirinya yang selalu saja berusaha menyikirkan dirinya dan Cella. Pandangan Saraswati fokus ke layar televisi yang menayangkan acara infotainment.“Aku tanya! Di mana Papa?” Nada suara Helena naik beberapa oktav. Saraswati tersentak kaget, begitu pula Jaka. Namun, supir pribadi Helena mampu menguasai dirinya. Ia hanya terkejut sebentar saja. Saraswati berdiri, menatap nyalang anak kandung Abimanyu.“Memangnya mau apa kau cari Mas Abi? Mau minta uang lagi? Dasar anak tidak berguna! Bukannya bekerja, malah foya-foya! Kau lihat, Cella! Anakku sangat rajin bekerja. Masih mau membantu perusahaan Papamu!” sentak Saraswati membalas sikap Helena yang menurutnya sangat tidak sopan. Helena mencebik, menyilangkan kedua tangan di depan dada.“Membantu? Cari muka kali ... lagian ya, wajar saja kalau anakmu bekerja di perusahaan Papa. Jadi benalu harus tahu diri! Harusnya kau juga bekerja! Kalian berdua kan cuma menumpang di rumahku! Apa kau lupa, sebelum dinikahi Papa, kau hanya seorang gembel?”Jaka menoleh cepat mendengar ucapan kasar yang terlontar dari bibir mungil Helena.Saraswati sangat geram dan marah dirinya dihina dan direndahkan seperti itu. Andai saja Abimanyu sudah mati, mungkin Saraswati sudah mengusir anak yang menurutnya anak sialan.“Kurang ajar! Jaga mulutmu, anak sialan!”“Hei ... aku bicara apa adanya. Kau dan si Cella itu hanya menumpang di rumahku! Hanya me-num-pang!”Saraswati tidak terima dengan penghinaan yang dilakukan Helena padanya. Dulu, dia sudah berhasil mengusir anak sulung Abimanyu dari rumah. Abimanyu lelaki yang sangat menjunjung tinggi norma dalam keluarga. Dia tidak akan memaafkan anak-anaknya jika melakukan tindakan yang melanggar norma masyarakat. Itulah, salah satu alasan Helena lebih memilih tinggal di apartemen agar ia lebih leluasa.“Ada apa ini?”Suara penuh wibawa itu menyentak Helena, Jaka dan Saraswati. Dia adalah Abimanyu. Lelaki yang ingin ditemui Helena.“Sayang, maaf ... aku mengganggumu. Biasalah ... kalau ada Helena di rumah ini, pasti akan terjadi keributan.” Dengan lincah, Saraswati mendekati suaminya. Sebelah tangan Saraswati terselip di lengan Abimanyu. Melihat sikap Saraswati, rasanya Helena ingin muntah.Pandangan Abimanyu beralih pada anak bungsunya dan juga lelaki yang berdiri di samping Helena.“Kenapa kau tiba-tiba pulang ke rumah, Helena?” tanya Abimanyu menatap lekat wajah anaknya. Helena tersenyum manis, menggamit lengan Jaka dengan mesra.“Aku pulang ke rumah karena ingin mengenalkan seseorang,” jawab Helena riang. Abimanyu Adiwilaga menghela napas. Menelisik lelaki berpostur tinggi tegap, berpenampilan sangat rapi.“Siapa dia? Apakah dia kekasihmu?”Melihat kemesraan yang dilakukan Helena dengan lelaki di sampingnya, Saraswati sangat kesal. Sebab, kemungkinan besar lelaki itu adalah kekasih Helena.“Iya, Pa. Lelaki ini adalah kekasihku. Pa, kenalkan ... ini ... calon suamiku. Namanya ... Jake Abraham.”Kedua mata Jaka melebar, mendengar Helena mengganti nama tanpa persetujuannya. Keringat dingin langsung membasahi pelipis Jaka.Helena memberi isyarat pada Jaka melalui lirikan mata agar ia mengulurkan sebelah tangannya.Jaka pun mengerti, ia menarik napas panjang, menegakkan tubuh. Lalu, mengulurkan sebelah tangan kanan ke hadapan lelaki bernama lengkap Abimanyu Adiwilaga.“Perkenalkan, Om ... Saya ... Jake Abraham.”Senyum Abimanyu terlihat, menyambut uluran tangan pemuda yang dianggapnya pengusaha sukses.“Nama saya Abimanyu Adiwilaga, Papa kandung Helena." Mereka melepaskan tautan tangan ketika menyebut nama masing-masing. Abimanyu menelisik penampilan Jaka. Bibirnya menyunggingkan senyum, dia berpikir sepertinya lelaki pilihan Helena adalah lelaki yang tepat. "Jake, kalau boleh tahu, kau kerja di perusahaan dalam bidang apa?”“Ssssa-saya ... saya hanya ... hanya pengusaha perkebunan teh,” jawab Jake Abraham alias Jaka, suaranya terdengar sangat gugup. Helena menoleh, menggelengkan kepala. “Perkebunan teh?” tanya Abimanyu mengerutkan kening. Merasa tak percaya akan yang diucapkan Jake. “Iya, Pa. Perkebunan teh. Jadi, Jake ini punya perkebunan teh yang luasnya puluhan bahkan ratusan hektar, Pa. Perkebunan tehnya itu ada di kota ... di kota Bogor. Pokoknya Jake ini orang yang kaya raya, Pa. Keluarganya keluarga yang terhormat di sana!” seloroh Helena, berusaha meyakinkan Abimanyu tentang latar belakang Jake. Masalah itu benar atau tidak, urusan belakangan! Terpenting sekarang, Abimanyu mau memberi restu untuk pernikahannya. Meskipun Helena menikahi supir pribadi. Jake hanya terdiam, tersenyum simpul. Abimanyu manggut-manggut, lalu mempersilakan Jake Abraham duduk di sofa ruang tamu. Abimanyu memberi isyarat pada istri keduanya agar jangan ikut bersama mereka. Helena tersenyum mengejek, berhasil membuat Sara
Helena bernapas lega karena masalah yang dihadapinya telah menemukan jalan keluar. Beruntung, ia memiliki supir pribadi yang lumayan tampan dan cukup cerdas. Abimanyu, Saraswati maupun Cella pasti tidak akan menyangka kalau Jaka adalah supir pribadi Helena. Setelah kepergian Jaka dari rumah, Helena masuk ke dalam rumah. Melenggang santai menuju kamarnya yang telah lama ia tinggalkan.“Kau mau kemana?” Langkah kaki Helena terhenti mendengar pertanyaan dari ibu sambungnya. Helena membalikkan badan, bersidekap. “Mau ke kamar,” jawab Helena santai, mengulas senyum tipis. “Kau mau tinggal di sini lagi?” tanya Saraswati sinis. Wanita itu jelas saja tidak suka Helena kembali tinggal di rumah megah nan mewah ini. Jika ada Helena di rumah, sudah dapat dipastikan, gerak-gerik Saraswati dan Cella tidak sebebas saat tidak ada Helena di sini. “Tentu saja, ini kan rumahku! Dan kau dan anakmu itu ... di sini hanya me-num-pang!” Kata terakhir, ditekankan Helena. Sontak, Saraswati geram, mendengar
“Ternyata kau ada di sini lagi,” ucap Cella setelah Abimanyu berangkat ke kantor di ruang makan. Helena mendongak, tersenyum tipis. “Ternyata kau masih tidak punya urat malu masih tinggal di rumahku,” balas Helena, menyindir wanita yang duduk di kursi bersebrangan dengannya. “Jaga bicaramu, Helena!” tegur Saraswati pada anak sambungnya. Helena tersenyum sinis, menggelengkan kepala. Sedikit pun dirinya tidak merasa takut pada istri kedua papanya. “Kenapa bicaraku mesti aku jaga? Faktanya kan memang begitu. Kalian berdua hanya menumpang tinggal di rumahku! Oh ya, Cella ... apa kau sudah tahu kalau aku akan menikah dalam waktu dekat?” tanya Helena mencondongkan tubuh lebih ke depan, menatap lekat. Cella mengerutkan kening, menoleh pada Mamanya. “Memangnya siapa pria yang mau menikahimu? Setahuku, kau tidak punya kekasih!” Beruntung, selama ini Helena menyembunyikan Samuel pada keluarganya. Mengingat status Samuel masih suami orang. Sebelumnya Helena pikir, Samuel akan memilihnya dari
“Maaf, Pak Samuel. Ini pesanan Nyonya Angela.” Samuel tersentak mendengar salah satu karyawan butik menyerahkan satu goodie bag pesanan istri sahnya. Ternyata keberadaan Samuel di butik ini karena mengambil pesanan istrinya.Dalam hati Helena bergemuruh. Rasa cemburu masih ada di dalam hati. Namun, sebisa mungkin ia menguasainya agar tidak terlihat oleh Samuel. Helena tersenyum manis sambil mengeratkan tangannya pada lengan Jaka.Samuel mengambil alih goodie bag dari tangan karyawan butik, tanpa mengucapkan terima kasih.“Helena, aku masih tidak percaya kalau lelaki ini adalah calon suamimu! Tidak mungkin kau selingkuh dariku! Tidak mungkin secepat itu kau mendapat penggantiku! Aku tahu betul, kau sangat tergila-gila padaku! Ya, ‘kan?”Helena dan Jaka membeliakkan kedua mata, lalu tertawa sumbang sambil menggelengkan kepala.“Aku kira kau pintar, Samuel Christian? Hahahah ... kau sendiri kan yang bilang kalau aku adalah ... wanita murahan? Sering bergonta-ganti pasangan! Yes, that’s t
“Hahahaha ... aku bercanda, Jak. Sudahlah, lupakan! Pernikahan kita nanti hanya sandiawara. Tetapi, kau tenang saja, aku akan membuatmu menjadi Raja di rumah dan perusahaanku. Rasanya aku sudah tidak sabar, ingin membuat Cella dan Mamanya pergi dari rumah," ucap Helena sungguh-sungguh. Jaka hanya terdiam sambil merunduk. Sebelumnya wanita itu mengajak ia belajar saling mencintai. Apa dirinya pantas mencintai dan dicintai gadis kaya raya dan cantik seperti Helena? “Iya. Semua yang kita lakukan hanya sandiwara.” “Jak, aku ingin langsung pulang saja.” “Baik.” Kendaraan yang mereka tumpangi meluncur menuju rumah besar Abimanyu Adiwilaga. Pengusaha ternama dan disegani dalam kalangan dunia bisnis. Seorang pria yang hanya memiliki dua anak perempuan. Dua anak yang nantinya akan meneruskan tahta perusahaannya. Tetapi sayang, anak sulungnya sudah tidak dapat diharapkan lagi. Tiba di rumah, hari mulai terlihat gelap. Dengan cekatan, Jaka membuka pintu mobil bagian Helena. Wanita itu seper
“Helena, Papa ingin menyampaikan pembagian harta warisan untuk kalian.”Benar dugaan Helena, sesuatu yang disampaikan Abimanyu bukanlah kabar baik melainkan kabar buruk. Bagaimana bisa, Saraswati dan anak dari suami sebelumnya mendapat hak warisan dari Abimanyu? Sedangkan anak kandungnya sendiri, kak Bella? Tidak mendapat sepeser pun."Kak Bella bagaimana, Pa?”“Berulang kali Papa katakan, jangan kau sebut nama dia di rumah ini!” Abimanyu mulai menggertak. Helena menyandarkan punggung. Melirik Cella dan Mamanya, mereka tersenyum licik.‘Sekarang kalian boleh menertawakan kami, tetapi suatu saat, kami yang akan menertawakan kalian.’“Kak Bella anak kandung Papa meskipun pernah melakukan kesalahan.” Tak menyerah, Helena membela kakak kandungnya.“Kalau kau tetap membicarakannya, Papa tidak akan memberimu hak waris!” Abimanyu mengancam. Seketika mulut Helena terkunci. Ia tak berani bicara lagi. Bisa gawat kalau Helena pun tidak dapat warisan. Semua aset kekayaan Papanya akan dikuas
Mendapat pertanyaan seperti itu, Saraswati langsung salah tingkah. Dia menelan saliva, tak menyangka kalau Abimanyu bertanya demikian. “Tentu saja tidak, Mas. Ya sudah kalau Mas gak mau membuatnya sekarang, gak masalah. Kalau begitu, aku keluar dulu. Mas masih mau di sini?” Susah payah Saraswati mengendalikan kegugupannya. Jauh dari dalam hati, ia tak mau kalau Abimanyu mencurigainya. Curiga kalau dirinya dan Cella membuat rencana. Rencana yang akan mengancam keselamatan Tuan Abimanyu.“Aku mau di sini saja. Oh ya, tolong kau panggilkan Helena. Aku ingin berbicara masalah pernikahannya,” ucap Abimanyu duduk di kursi tanpa ingin menatap wajah istrinya. “Bukankah, kita sudah sepakat kalau pernikahan Helena diundur?” Saraswati seolah mengingatkan suaminya atas kesepakatan yang mereka bicarakan tempo hari. Tuan Abimanyu sebelumnya sudah terhasut tetapi sekarang tidak akan. Hati dan kedua matanya telah terbuka. Tuan Abimanyu sudah tahu perilaku istri kedua dan anak tirinya. Sungguh sangat
Helena tersenyum keluar ruang kerja Papanya. Hatinya sangat bahagia karena hari pernikahannya dengan Jaka dipercepat. “Helena!” Panggilan Saraswati menghentikan langkah kaki Helena. Wanita itu menoleh, membalikkan badan. “Ada apa?” tanya Helena datar. Wajahnya tampak tak suka dilewati oleh ibu sambungnya.“Apa yang dibicarakan Papamu?” Selidik Saraswati, kedua tangannya bersidekap, sorot matanya tajam. Dia penasaran akan perubahan sikap suaminya. Biasanya Tuan Abimanyu tidak bersikap dingin padanya tetapi sekarang, tidak hanya sikapnya yang berubah tetapi keputusan yang sudah disepakati pun telah diingkari. Sungguh, Saraswati tidak habis pikir.“Kau mau tahu?” Bukannya menjawab, Helena justru balik bertanya. Pertanyaan serupa ejekan itu membuat Saraswati geram. “Kalau aku tanya, berarti aku mau tahu! Katakan padaku, apa yang kalian bicarakan di dalam sana?" desak Saraswati, menginginkan jawaban Helena. Hatinya benar-benar kecewa karena Tuan Abimanyu tidak jadi mengumumkan pembagian