“Ssssa-saya ... saya hanya ... hanya pengusaha perkebunan teh,” jawab Jake Abraham alias Jaka, suaranya terdengar sangat gugup. Helena menoleh, menggelengkan kepala.
“Perkebunan teh?” tanya Abimanyu mengerutkan kening. Merasa tak percaya akan yang diucapkan Jake.“Iya, Pa. Perkebunan teh. Jadi, Jake ini punya perkebunan teh yang luasnya puluhan bahkan ratusan hektar, Pa. Perkebunan tehnya itu ada di kota ... di kota Bogor. Pokoknya Jake ini orang yang kaya raya, Pa. Keluarganya keluarga yang terhormat di sana!” seloroh Helena, berusaha meyakinkan Abimanyu tentang latar belakang Jake. Masalah itu benar atau tidak, urusan belakangan! Terpenting sekarang, Abimanyu mau memberi restu untuk pernikahannya. Meskipun Helena menikahi supir pribadi. Jake hanya terdiam, tersenyum simpul. Abimanyu manggut-manggut, lalu mempersilakan Jake Abraham duduk di sofa ruang tamu. Abimanyu memberi isyarat pada istri keduanya agar jangan ikut bersama mereka. Helena tersenyum mengejek, berhasil membuat Saraswati sangat jengkel.“Jadi, sejak kapan kalian menjalin hubungan?”Abimanyu menyambut baik kedatangan Jake Abraham alias Jaka. Lelaki itu tahu kalau pengusaha perkebunan teh menghasilkan banyak uang. Apalagi jika perkebunannya sangat luas.“Sejak dua tahun lalu, Pa,” jawab Helena cepat, sebelum Jake menjawab tidak sesuai keinginannya.Mereka kini telah duduk di sofa ruang tamu. Helena duduk di samping lelaki yang dianggap kekasihnya. Sejujurnya Jake sangat risih dengan sikap Helena dan juga kebohongannya. Terutama masalah nama. Nama lengkap Jaka sebenarnya Jaka Ibrahim, tetapi Helena seenaknya mengganti nama lelaki itu menjadi Jake Abraham.“Sudah lama juga, ya? Kenapa baru mengenalkannya pada Papa?”“Belum waktunya, Pa. Aku ... aku yakin dulu sama dia ... barulah aku kenalkan pada Papa,” jawab Helena, tanpa tahu malu bergelayut manja pada lengan Jake di hadapan Abimanyu. Tidak mungkin Jake menyingkirkan tangan Helena dari lengannya.“Sekarang kau sudah yakin?”“Sangat yakin!” Helena menjawab penuh semangat. Ia sampai mengubah posisi duduknya.“Aku dan Jake berencana ingin menikah bulan depan. Bagaimana menurut Papa?”“Apa? Bulan depan?”Tiba-tiba suara Saraswati terdengar. Senyum yang sebelumnya terlihat dari raut wajah Abimanyu mendadak redup. Lelaki itu tidak suka jika obrolannya diganggu.“Apa kau tidak mengerti isyarat yang aku tunjukkan padamu, heuh?” tanya Abimanyu penuh penekanan. Sorot mata lelaki itu terlihat penuh amarah.“Maaf, Mas. Ta-tapi ... apa Mas tidak curiga dengan rencana mendadak yang disampaikan Helena?” Suara Saraswati setengah berbisik, namun Helena masih mendengar dengan jelas.Gadis itu memutar bola mata malas. Mulai muak dengan sikap ibu sambungnya.“Maksudmu apa? Curiga apa? Sudahlah, sebaiknya kau tinggalkan kami dulu. Nanti kita bicarakan di kamar,” titah Abimanyu pada istrinya. Saraswati tentu tidak terima akan sikap Abimanyu yang lebih memihak ada anak kandungnya dari pada dirinya."Baiklah."Hanya kata itu yang dilontarkan Saraswati. Senyum Helena kembali merekah.‘Sebentar lagi, kau akan angkat kaki dari rumahku! Sudah cukup kau usir Kak Bella. Suatu saat nanti, kau yang akan terusir dari rumah ini. Ah, ternyata kehamilanku ada hikmahnya juga,' bathin Helena menggurutu.“Maaf atas kelancangannya, Jake.""Tidak apa-apa, Om.”Selanjutnya obrolan tentang pernikahan Helena dengan supir pribadinya berlanjut. Helena ternyata memiliki konsep pernikahan yang cukup matang. Sebenarnya konsep pernikahan itu untuk pernikahannya dengan si brengsek Samuel.Dulu, Helena sempat berpikir kalau Samuel akan lebih memilih dirinya dari pada istrinya. Helena terlalu terbuai akan ungkapan cinta dan rayuan seorang Samuel. Helena tidak tahu saja kalau kekasih simpanan Samuel tidak hanya dirinya, tetapi masih banyak wanita lain di luaran sana. Helena terlalu bodoh, terlalu terpedaya. Tetapi, itu dulu! Sebelum melihat sikap kasar Samuel tadi siang. Hatinya benar-benar kecewa dan hancur. Hebatnya seorang Helena, dia begitu mudah melupakan kesedihan dan kekecewaan dalam sekejap waktu.“Pa, menjelang hari pernikahan kami ... aku boleh tidak tinggal di rumah ini lagi?”Abimanyu mengulas senyum, menganggukkan kepala.“Tentu saja boleh. Rumah ini milikmu, Nak. Kelak, kau yang akan mendapatkan lebih banyak warisan dari Papa. Yang penting ... Papa ingin kau dan Jake, segera memberikan cucu untuk Papa. Dengan syarat, kalian harus resmi telah menjadi sepasang suami istri. Kau tahu kan, Helena ... kalau Papa tidak suka hamil di luar pernikahan. Memalukan!”Helena menelan liur mendengar ucapan Abimanyu. Jake menoleh pada wanita yang sebentar lagi akan menjadi istrinya. Dia menggenggam telapak tangan Helena, menganggukkan kepala, seolah meyakinkan Helena kalau semuanya akan baik-baik saja.Helena tidak marah meski Jaka, si supir pribadi menggenggam telapak tangan tanpa izin terlebih dahulu. Justru ia merasa senang sebab Jaka dapat membantu dirinya mengatasi masalah yang tengah dihadapi.“Tentu aku sudah tahu, Pa. Jake ... selama ini sangat menjagaku,” ungkap Helena tersenyum manis. Abimanyu bahagia, anak keduanya mendapatkan pasangan hidup sesuai dengan kriterianya.“Baiklah, kalau begitu Papa mau istirahat dulu.”Jake melepaskan genggaman tangan, berdiri, menghadap Abimanyu.“Om, saya juga mau pamit. Mungkin besok saya akan kembali ke sini lagi untuk menjemput ... hmm ... Helena memesan gaun pengantin seperti yang tadi kita bicarakan.”Abimanyu menoleh pada anak gadisnya, kemudian beralih pada Jake yang baru saja berpamitan.“Kau tidak ngobrol-ngobrol dulu dengannya?”“Tidak, Pa! Jake harus pulang sekarang karena sebelum menjemputku, dia harus kembali ke Bogor untuk melihat perkebunan teh-nya.”Helena menyela. Sebenarnya dia ingin segera menenangkan hati dan pikiran. Helena harus mengatur rencana pernikahanya dengan baik agar tidak ada yang tahu kalau semua itu hanya pura-pura saja. Pernikahan yang menutupi kehamilannya dikarenakan Samuel tidak mau bertanggung jawab. Helena masih bersyukur karena Jake mau menikahinya padahal sudah tahu kalau Helena sedang mengandung anak dari lelaki lain.“Oh, begitu, baiklah. Papa istirahat dulu.”Helena dan Jake menganggukkan kepala. Supir pribadi Helena itu menghela napas panjang. Dia merasa lega karena Abimanyu sudah meninggalkannya.“Nona, saya pamit pulang dulu.”“Eh, tunggu sebentar!” cegah Helena menggamit lengan Jake Abraham. Sifat Helena yang demikian tidak membuat Jake besar kepala atau bahagia sebab ia tahu kalau Helena sedang berpura-pura menjadikannya lelaki yang dicintai.“Ada apa, Nona?”“Eh, kau jangan panggil aku Nona! Enak saja!” Helena protes, mendelik tak suka.“Memangnya saya harus memanggil apa? Lagi pula di ruangan ini hanya ada saya dan Nona.”Kedua mata Helena melotot dan berkacak pinggang.“Astaga, kau ini ... sudah kubilang, jangan panggil aku nona! Panggil aku ... hmmm ....”Helena tampak berpikir sejenak, kemudian bibirnya melengkungkan senyum.“Panggil aku ... Ayang!” sambung Helena tersenyum lebar.“Ayang? Kenapa harus memanggil Ayang?”“Jangan tanya kenapa! Pokoknya kau harus panggil aku Ayang! Coba sekarang kau panggil aku Ayang! Ayok, panggil!”Helena menggoyangkan lengan kekar Jaka. Lelaki itu merunduk sebentar, lalu ... “Iya, Ayang.”“Baguuss ....!”Helena bernapas lega karena masalah yang dihadapinya telah menemukan jalan keluar. Beruntung, ia memiliki supir pribadi yang lumayan tampan dan cukup cerdas. Abimanyu, Saraswati maupun Cella pasti tidak akan menyangka kalau Jaka adalah supir pribadi Helena. Setelah kepergian Jaka dari rumah, Helena masuk ke dalam rumah. Melenggang santai menuju kamarnya yang telah lama ia tinggalkan.“Kau mau kemana?” Langkah kaki Helena terhenti mendengar pertanyaan dari ibu sambungnya. Helena membalikkan badan, bersidekap. “Mau ke kamar,” jawab Helena santai, mengulas senyum tipis. “Kau mau tinggal di sini lagi?” tanya Saraswati sinis. Wanita itu jelas saja tidak suka Helena kembali tinggal di rumah megah nan mewah ini. Jika ada Helena di rumah, sudah dapat dipastikan, gerak-gerik Saraswati dan Cella tidak sebebas saat tidak ada Helena di sini. “Tentu saja, ini kan rumahku! Dan kau dan anakmu itu ... di sini hanya me-num-pang!” Kata terakhir, ditekankan Helena. Sontak, Saraswati geram, mendengar
“Ternyata kau ada di sini lagi,” ucap Cella setelah Abimanyu berangkat ke kantor di ruang makan. Helena mendongak, tersenyum tipis. “Ternyata kau masih tidak punya urat malu masih tinggal di rumahku,” balas Helena, menyindir wanita yang duduk di kursi bersebrangan dengannya. “Jaga bicaramu, Helena!” tegur Saraswati pada anak sambungnya. Helena tersenyum sinis, menggelengkan kepala. Sedikit pun dirinya tidak merasa takut pada istri kedua papanya. “Kenapa bicaraku mesti aku jaga? Faktanya kan memang begitu. Kalian berdua hanya menumpang tinggal di rumahku! Oh ya, Cella ... apa kau sudah tahu kalau aku akan menikah dalam waktu dekat?” tanya Helena mencondongkan tubuh lebih ke depan, menatap lekat. Cella mengerutkan kening, menoleh pada Mamanya. “Memangnya siapa pria yang mau menikahimu? Setahuku, kau tidak punya kekasih!” Beruntung, selama ini Helena menyembunyikan Samuel pada keluarganya. Mengingat status Samuel masih suami orang. Sebelumnya Helena pikir, Samuel akan memilihnya dari
“Maaf, Pak Samuel. Ini pesanan Nyonya Angela.” Samuel tersentak mendengar salah satu karyawan butik menyerahkan satu goodie bag pesanan istri sahnya. Ternyata keberadaan Samuel di butik ini karena mengambil pesanan istrinya.Dalam hati Helena bergemuruh. Rasa cemburu masih ada di dalam hati. Namun, sebisa mungkin ia menguasainya agar tidak terlihat oleh Samuel. Helena tersenyum manis sambil mengeratkan tangannya pada lengan Jaka.Samuel mengambil alih goodie bag dari tangan karyawan butik, tanpa mengucapkan terima kasih.“Helena, aku masih tidak percaya kalau lelaki ini adalah calon suamimu! Tidak mungkin kau selingkuh dariku! Tidak mungkin secepat itu kau mendapat penggantiku! Aku tahu betul, kau sangat tergila-gila padaku! Ya, ‘kan?”Helena dan Jaka membeliakkan kedua mata, lalu tertawa sumbang sambil menggelengkan kepala.“Aku kira kau pintar, Samuel Christian? Hahahah ... kau sendiri kan yang bilang kalau aku adalah ... wanita murahan? Sering bergonta-ganti pasangan! Yes, that’s t
“Hahahaha ... aku bercanda, Jak. Sudahlah, lupakan! Pernikahan kita nanti hanya sandiawara. Tetapi, kau tenang saja, aku akan membuatmu menjadi Raja di rumah dan perusahaanku. Rasanya aku sudah tidak sabar, ingin membuat Cella dan Mamanya pergi dari rumah," ucap Helena sungguh-sungguh. Jaka hanya terdiam sambil merunduk. Sebelumnya wanita itu mengajak ia belajar saling mencintai. Apa dirinya pantas mencintai dan dicintai gadis kaya raya dan cantik seperti Helena? “Iya. Semua yang kita lakukan hanya sandiwara.” “Jak, aku ingin langsung pulang saja.” “Baik.” Kendaraan yang mereka tumpangi meluncur menuju rumah besar Abimanyu Adiwilaga. Pengusaha ternama dan disegani dalam kalangan dunia bisnis. Seorang pria yang hanya memiliki dua anak perempuan. Dua anak yang nantinya akan meneruskan tahta perusahaannya. Tetapi sayang, anak sulungnya sudah tidak dapat diharapkan lagi. Tiba di rumah, hari mulai terlihat gelap. Dengan cekatan, Jaka membuka pintu mobil bagian Helena. Wanita itu seper
“Helena, Papa ingin menyampaikan pembagian harta warisan untuk kalian.”Benar dugaan Helena, sesuatu yang disampaikan Abimanyu bukanlah kabar baik melainkan kabar buruk. Bagaimana bisa, Saraswati dan anak dari suami sebelumnya mendapat hak warisan dari Abimanyu? Sedangkan anak kandungnya sendiri, kak Bella? Tidak mendapat sepeser pun."Kak Bella bagaimana, Pa?”“Berulang kali Papa katakan, jangan kau sebut nama dia di rumah ini!” Abimanyu mulai menggertak. Helena menyandarkan punggung. Melirik Cella dan Mamanya, mereka tersenyum licik.‘Sekarang kalian boleh menertawakan kami, tetapi suatu saat, kami yang akan menertawakan kalian.’“Kak Bella anak kandung Papa meskipun pernah melakukan kesalahan.” Tak menyerah, Helena membela kakak kandungnya.“Kalau kau tetap membicarakannya, Papa tidak akan memberimu hak waris!” Abimanyu mengancam. Seketika mulut Helena terkunci. Ia tak berani bicara lagi. Bisa gawat kalau Helena pun tidak dapat warisan. Semua aset kekayaan Papanya akan dikuas
Mendapat pertanyaan seperti itu, Saraswati langsung salah tingkah. Dia menelan saliva, tak menyangka kalau Abimanyu bertanya demikian. “Tentu saja tidak, Mas. Ya sudah kalau Mas gak mau membuatnya sekarang, gak masalah. Kalau begitu, aku keluar dulu. Mas masih mau di sini?” Susah payah Saraswati mengendalikan kegugupannya. Jauh dari dalam hati, ia tak mau kalau Abimanyu mencurigainya. Curiga kalau dirinya dan Cella membuat rencana. Rencana yang akan mengancam keselamatan Tuan Abimanyu.“Aku mau di sini saja. Oh ya, tolong kau panggilkan Helena. Aku ingin berbicara masalah pernikahannya,” ucap Abimanyu duduk di kursi tanpa ingin menatap wajah istrinya. “Bukankah, kita sudah sepakat kalau pernikahan Helena diundur?” Saraswati seolah mengingatkan suaminya atas kesepakatan yang mereka bicarakan tempo hari. Tuan Abimanyu sebelumnya sudah terhasut tetapi sekarang tidak akan. Hati dan kedua matanya telah terbuka. Tuan Abimanyu sudah tahu perilaku istri kedua dan anak tirinya. Sungguh sangat
Helena tersenyum keluar ruang kerja Papanya. Hatinya sangat bahagia karena hari pernikahannya dengan Jaka dipercepat. “Helena!” Panggilan Saraswati menghentikan langkah kaki Helena. Wanita itu menoleh, membalikkan badan. “Ada apa?” tanya Helena datar. Wajahnya tampak tak suka dilewati oleh ibu sambungnya.“Apa yang dibicarakan Papamu?” Selidik Saraswati, kedua tangannya bersidekap, sorot matanya tajam. Dia penasaran akan perubahan sikap suaminya. Biasanya Tuan Abimanyu tidak bersikap dingin padanya tetapi sekarang, tidak hanya sikapnya yang berubah tetapi keputusan yang sudah disepakati pun telah diingkari. Sungguh, Saraswati tidak habis pikir.“Kau mau tahu?” Bukannya menjawab, Helena justru balik bertanya. Pertanyaan serupa ejekan itu membuat Saraswati geram. “Kalau aku tanya, berarti aku mau tahu! Katakan padaku, apa yang kalian bicarakan di dalam sana?" desak Saraswati, menginginkan jawaban Helena. Hatinya benar-benar kecewa karena Tuan Abimanyu tidak jadi mengumumkan pembagian
“Kau lihat saja nanti! Kita akan bertaruh! Kali ini, rencanaku dan Mama pasti akan berhasil!” ucap Cella sungguh-sungguh, sorot matanya begitu tajam menatap lekat Helena yang menanggapi perkataannya dengan senyum sinis. “Silakan saja. Aku sama sekali tidak takut.” Helena menantang rencana yang akan dijalankan oleh kedua orang yang tidak tahu diri. Orang yang tidak tahu berterima kasih. Orang yang dari awal kedatangannya ingin mengusir Helena dan Bella dari rumah. Saraswati dan Cella memang ingin menguasai rumah beserta harta Tuan Abimanyu. Berbagai cara dilakukan keduanya agar Bella dan Helena tidak betah tinggal di rumah sendiri. Sungguh, manusia yang tak tahu diri!“Apa yang membuatmu tidak takut, Helena?” Tiba-tiba suara Saraswati terdengar. Wanita yang baru saja mengantar suaminya berangkat kerja kembali lagi ke ruang makan. Wanita itu duduk di samping anak kandungnya. Cella melirik sambil menghela napas panjang.“Dia bilang tidak takut dengan ancamanku, Ma! Sepertinya sekarang ki
Raut wajah Jake sangat sumringah mendengar kalimat yang diucapkan kakak iparnya. Kali ini Jake sangat bahagia karena benih yang ada di dalam rahim Helena adalah benih darinya. Jake menaiki anak tangga dengan senyum lebar. Membuka pintu kamar, terlihat Helena tengah tergolek lemah. Jake langsung mendekati, menggenggam telapak tangan istrinya. "Ada apa, Jake?" tanya Helena lemah, pandangannya sangat sendu, wajah putihnya semakin memucat. "Kata Kak Bella dan Mama Saraswati, kamu sedang hamil." Ucapan yang disampaikan Jake membuat kening Helena mengkerut. Ia berpikir sejenak, bagaimana mungkin dirinya hamil padahal belum lama mengalami keguguran?"Tapi, aku kan Jake---"Kalimat Helena terpotong. Ia tak boleh merusak kebahagiaan yang terlihat dari raut wajah suaminya. Lebih baik, ia ke dokter kandungan saja, memeriksakan kondisinya. "Baiklah. Kita ke dokter aja, ya? Supaya lebih pasti.""Iya, Sayang. Aku siap-siap dulu. Kamu mau ganti pakaian gak?" Jake bertanya tergesa-gesa. Helena meng
Roger mencaci maki istrinya. Dia tentu terkejut mendengar Cella menyerahkan sertifkat apartemen pada Toni Sanjaya yang tak lain papa kandung Cella sendiri. Sebenarnya Roger tak pantas bicara demikian. Terserah Cella mau memberikan sertifikat apartemen ke siapapun. "Kamu kenapa marahin aku? Memangnya kenapa dengan papaku? selama ini ke aku baik kok." Cella tidak terima Roger membentak, mencaci maki dirinya. Toni dulunya memang pernah jahat, tetapi belakangan lelaki itu sering membantu Cella dan juga menunjukkan perhatian dan kasih sayangnya terhadap Cella. Kasih sayang yang selama ini tidak pernah Cella dapatkan. "Kenapa marahin kamu? Ya karena kamu bodoh. Papamu baik ke kamu karena ada maunya. Kalau kamu gak percaya padaku, buktikan saja nanti sendiri. Aku yakin seratus persen, papamu itu akan menjual apartemenmu," tandas Roger tanpa keraguan. Sedikit banyak Roger sudah tahu sifat Toni. Lelaki itu selalu saja memanfaatkan kesempatan. Sekarang Cella telah menyerahkan surat berharga p
"Cella, kalau boleh, Papa ingin lihat sertifikat apartemen ini. Ya takutnya ada yang salah," ucap Toni beralasan. Padahal dalam hati, ia menyimpan rencana busuk. Tak peduli dia adalah istrinya, anaknya, atau pun temannya. "Takut ada yang salah gimana, Pah?" Cella tak mengerti. Dia sudah lama membeli apartemen ini. Sampai sekarang tidak ada masalah apa-apa."Ya kamu gak tau aja, di luar sana ada banyak orang yang tertipu membeli apartemen gara-gara sertifikatnya palsu." Cella menyimak penuturan yang disampaikan Toni. "Masa sih, Pah? Aku selama ini gak pernah bermasalah.""Ya coba bawa ke sini dulu. Papah ingin lihat." Toni mengeluarkan sebungkus rokok, mengambil sebatang dan memantiknya. "Baiklah." Cella beranjak, masuk ke dalam kamar, mengambil sertifikat apartemen yang disimpan rapi di laci bawah meja rias. Kemudian, menunjukkan pada Toni yang tak lain ayah kandungnya. "Ini, Pah. Aku bikin ini langsung ke notaris. Kayaknya gak mungkin kalau palsu."Toni mengabaikan ucapan Cella.
"Kamu kenapa terlihat murung, Saras?" tanya abimanyu saat mereka berada di dalam kamar."Aku teringat Cella," jawab Saraswati, wajahnya terlihat sendu. Bertemu kembali dengan Cella membuatnya murung. Kesedihan yang dialami Saraswati jauh dari Cella begitu dalam. Sebagai seorang ibu, Saraswati pun merindukan wanita yang dulu terlahir dari rahimnya."Kenapa Cella? apa dia meneleponmu? menyakiti hatimu lagi?" Abimanyu tampak mengkhawatirkan istrinya. Ia merangkul pundak Saraswati, membelai pelan dan berusaha menenangkan.Saraswati menatap Abimanyu dengan wajah kebingungan. Dia tidak tahu harus menjawab apa. "Enggak, Mas. Cella gak telepon aku. Aku hanya merindukannya. Kamu tentu tau, kalau aku selama ini selalu membelanya. Apapun yang dia lakukan, aku selalu berada di dekatnya. Aku hanya tidak membelanya saat ia lebih memilih menikah dengan lelaki yang telah memiliki istri. Itu seperti mengorek lukaku di masa lalu, Mas. Aku merasa kalau Cella gak ubahnya dengan wanita yang telah mengha
Setelah hidup bersama selama beberapa waktu, Cella mulai merasa bahwa Roger telah berubah menjadi seorang yang berbeda dari saat pertama mereka bertemu. Roger semakin sering merendahkan Cella, memarahinya dan mengabaikan kebutuhan dan perasaannya. Cella merasa sangat kesal pada awalnya, tetapi dia bersikeras untuk tetap bersama Roger dan tetap berharap bahwa akan ada perubahan di masa depan.Namun, semakin lama, sifat Roger yang buruk semakin jelas, terutama setelah dia mulai membandingkan Cella dengan istri pertamanya. Roger sering menyebutkan istri pertamanya dengan nama yang buruk dan menyatakan bahwa ia lebih memilih Cella daripada istri pertamanya. Cella merasa sangat terhina dan keberatan dengan perlakuan Roger tersebut.Suatu hari, Cella tidak tahan lagi dan menghadap Roger, marah dan bertanya mengapa dia begitu berubah dan tidak mencintai dia seperti saat dia memilihnya untuk menjadi istrinya."Kenapa kamu begitu berubah, Roger? Aku tahu bahwa kamu lebih memilih aku daripada i
Bella dan Helena berdiri di depan butik mereka yang baru saja dibuka pada hari pertama bisnis mereka. Wajah mereka dipenuhi dengan antusiasme dan harapan untuk menjadi sukses dalam bisnis mereka. Keduanya saling berpandangan selama beberapa menit, kemudian Bella mulai membuka pintu toko dan para pelanggan mulai berdatangan untuk memeriksa produk-produk yang mereka tawarkan."Sudahkah kamu siap untuk menjadi pengusaha hebat?" tanya Bella kepada Helena dengan antusiasme."Sudah siap di hari pertama yang indah ini!" jawab Helena sambil tersenyum.Bella dan Helena saling menatap dan tersenyum, kemudian Bella menunjukkan produk-produk terbaru mereka, termasuk pakaian dan aksesoris terbaru yang menyenangkan."Produk-produk itu sangat indah, Kak Bella. Aku yakin kita akan sukses dalam waktu singkat!" kata Helena dengan senyum lebar.Namun, tidak lama setelah butik dibuka, Bella dan Helena mendapati bahwa persaingan di bisnis fashion cukup ketat. Orang-orang yang menjual produk yang sama deng
Saraswati terkejut mendengar nama anak kandungnya disebut Melani. Jadi, benar ... kalau Roger yang menjadi suami Cella adalah suami Melani juga. Helena dan Bella menoleh pada Saraswati yang tampaknya merunduk malu. Bella merangkul bahu Saraswati, memberinya ketenangan. Sedangkan Helena terdiam membisu, tidak tahu harus berkata apa. Beruntung, Roger tidak mengenal Saraswati adalah Ibu kandung Cella. Jika mengenal, entah apa yang terjadi. "Mohon maaf, Mbak Melani. Kalau begitu pamit, ya?" Helena tak enak berada di tengah-tengah pertengkaran suami istri yang akan bercerai itu. Apalagi melihat Saraswati yang salah tingkah karena nama anaknya disebut oleh pemilik dua ruko yang akan dijadikan usaha butik oleh mereka."Oh iya, silakan. Terima kasih banyak, ya?" timpal Melani mengabaikan keberadaan Roger yang kesal dengan jawaban istrinya. Jauh dari lubuk hati Roger, ia menyesal karena telah berselingkuh sampai menikah dengan Cella. Ia pikir, bercerai dengan Melani akan memudahkan dirinya me
Nama itu nampak tak asing di telinga Saraswati. Seperti pernah mendengarnya. Ia berusaha mengingat-ingat siapa gerangan wanita yang bernama lengkap Melani Wira Atmaja?"Tadi karyawan saya menyampaikan katanya kalian ingin membeli ruko yang di sebelah cafe saya, ya?" Pertanyaan Melani membuyarkan lamunan Saraswati. Bella dan Helena serempak menganggukkan kepala. Mereka memang berencana ingin membeli ruko yang berada di samping cafe ini. Rencananya ruko tersebut akan dibuat usaha butik. "Benar, Mbak. Kami memang berniat membelinya jika harganya cocok," jawab Helena tersenyum simpul. Melani manggut-manggut, kemudian wanita itu langsung menawarkan harga. Bella dan Helena tidak menyangka kalau harga yang ditawarkan Melani sesuai keinginannya. Mereka pikir, harga dua ruko tersebut sangat mahal. Kalau sesuai harga yang ditawarkan Melani, Bella maupun Helena langsung menyanggupi. Meskipun mereka merasa heran, kenapa Melani menjual dua ruko itu di bawah harga pasaran?"Mbak Melani maaf, apa g
Cella semakin bingung mendengar pertanyaan dari wanita yang di seberang telepon sana. Apa mungkin itu adalah istri pertama papanya?"Aku anak kandung papa Toni dari istri pertamanya. Sekarang katakan padaku, di mana papa Toni? Aku ingin bicara padanya." Tanpa memikirkan resikonya, Cella mengatakan yang sejujurnya. Padahal jika Cella tahu, kalau dulu wanita itulah yang merebut Toni dari mamanya, mungkin Cella tidak sembrono mengatakan siapa dirinya sebenarnya. "Apa? Jadi kamu anaknya si Saraswati itu?" Suara seseorang yang berada di ujung telepon mengejek kejujuran Cella. Namun, sedikit pun Cella tidak merasa cemas jika kejujurannya ini akan membuat Toni sangat marah."Iya. Aku anaknya. Bahkan beberapa hari kemarin aku sempat tinggal di rumah papa Toni." Cella seolah sengaja ingin memberitahu tentang kedekatannya dengan Toni. Wanita bernama Friska itu sangat geram mendengar pengakuan yang disampaikan anak tirinya. Friska mengepalkan kedua telapak tangan. Amarahnya sudah naik ke atas u