Helena bernapas lega karena masalah yang dihadapinya telah menemukan jalan keluar. Beruntung, ia memiliki supir pribadi yang lumayan tampan dan cukup cerdas. Abimanyu, Saraswati maupun Cella pasti tidak akan menyangka kalau Jaka adalah supir pribadi Helena.
Setelah kepergian Jaka dari rumah, Helena masuk ke dalam rumah. Melenggang santai menuju kamarnya yang telah lama ia tinggalkan.“Kau mau kemana?” Langkah kaki Helena terhenti mendengar pertanyaan dari ibu sambungnya. Helena membalikkan badan, bersidekap.“Mau ke kamar,” jawab Helena santai, mengulas senyum tipis.“Kau mau tinggal di sini lagi?” tanya Saraswati sinis. Wanita itu jelas saja tidak suka Helena kembali tinggal di rumah megah nan mewah ini. Jika ada Helena di rumah, sudah dapat dipastikan, gerak-gerik Saraswati dan Cella tidak sebebas saat tidak ada Helena di sini.“Tentu saja, ini kan rumahku! Dan kau dan anakmu itu ... di sini hanya me-num-pang!”Kata terakhir, ditekankan Helena. Sontak, Saraswati geram, mendengar anak sambungnya berkata kurang ajar.“Lancang sekali bicaramu, Helena!” sentak Saraswati tidak terima dengan ucapan anak kedua Abimanyu.Kening Helena mengkerut, menuruni satu anak tangga agar dirinya lebih dekat dengan Saraswati.“Lancang bagaimana? Memang benar kan ... kalau kau dan Cella hanya menumpang. Ingat ya, kau dan anakmu itu sudah berani mengusir kakakku, maka sebentar lagi ... aku akan membuatmu dan anakmu terusir dari rumahku! Camkan itu baik-baik!”Saraswati tersentak, mendengar ancaman yang dilayangkan Helena. Selama ini Helena terkesan tidak peduli dengan kepergian Kakak kandungnya. Bahkan ia terlalu asyik tinggal di luaran sana. Dirinya sangat kecewa pada Abimanyu ketika mengusir Bella yang tiada lain kakak satu-satunya Helena. Diamnya Helena dulu, karena dia terlalu sibuk dengan cintanya pada Samuel Christian. Lelaki yang telah menghamilinya.“Berani sekali kau bicara seperti itu padaku! Memangnya kau siapa?” Saraswati balas membentak Helena.“Aku siapa? Hahahahah ... Rupanya kau lupa. Hei, aku adalah ... anak bungsu Tuan Abimanyu Adiwilaga. Sini, biar aku ingatkan dirimu. Kamu ... kamu hanya wanit yang dinikahi sirri oleh Papaku. Dan anakmu yang tukang cari muka itu, dia hanya anak tiri! Bukan anak kandung Papa! Lupa?” Sorot mata Helena mengejek keberadaan Saraswati yang wajahnya sudah memerah akibat menahan amarah yang ingin meluap. Melihat ekspresi Saraswati, Helena tersenyum sinis.“Oh iya, kau kan sudah tua. Pantas saja jika sudah banyak lupa!” ejek Helena sambil menyilang kan kedua tangan di depan dada.“Kurang ajar kamu!” Sebelah tangan Saraswati terangkat keudara, hendak menampar Helena, namun segera ia turunkan kembali.“Apa? Kau mau menamparku?” Helena menantang Saraswati ketika wanita itu mengepalkan kedua tangannya.“Kau mau memukulku? Silakan saja! Satu ujung kukumu menempel pada wajahku, maka ... aku akan melaporkanmu ke kantor polisi atas laporan penganiayaan. Sudahlah, aku malas meladenimu! Satu lagi aku ingatkan, kalau menumpang hidup di rumah orang... harus tahu diri! Gak usah banyak tingkah!”Puas sekali Helena membalas prilaku buruk Saraswati. Sekarang Helena tidak akan berdiam diri lagi. Dia tidak akan membiarkan Saraswati dan Cella menguasai rumah serta perusahaan Papanya. Kelak, jika Jaka telah resmi menjadi suaminya, Helena akan menyuruh supir pribadinya itu bekerja di perusahaan sang Papa.Di dalam kamar, Helena menghempaskan tubuh di atas ranjang berukuran king size. Pandangannya menatap langit-langit kamar, lalu mengitari sekeliling.Sudah lama sekali ia tidak tidur di kamar ini. Sekarang, sudah saatnya Helena kembali ke rumah Abimanyu. Rumah masa kecilnya dulu. Dalam hati, Helena pun bertekad bahwa suatu saat ia akan mengajak kakaknya kembali ke rumah masa kecilnya.***Pukul satu malam, Cella anak kandung Saraswati pulang ke rumah. Kedua matanya memerah, tubuhnya berjalan agak sempoyongan.“Cella!” panggil Saraswati tergopoh-gopoh menghampiri Cella. Wanita yang tengah mabuk itu bersandar pada pintu kamar.“Ada apa, Ma ....” Meskipun mabuk, namun Cella masih setengah sadar. Dia masih bisa diajak komunikasi.“Astaga, Cella! Kau mabuk? Ayok, cepat masuk sebelum anak kurang ajar itu melihat perilakumu!” Saraswati membuka pintu kamar anaknya, memapah Cella agar masuk ke dalam kamar.“Anak kurang ajar? Anak kurang ajar siapa, Ma?”Setengah sadar, Cella bertanya. Saraswati mendudukan Cella di sisi ranjang. Gadis yang usianya dua tahun lebih muda dari Helena tidak mengerti dengan sikap Mamanya.“Helena sudah kembali lagi. Dia akan tinggal di rumah ini lagi, Cellaa ....” ujar Saraswati cemas jika mengingat keberadaan Helena di rumah Abimanyu. Cella mencebik, merebahkan tubuhnya ke atas ranjang."Paling satu malam, Ma. Dia ... dia tidak mungkin mau lama tinggal satu rumah sama kita.” Cella menanggapi santai kecemasan yang dialami Mamanya. Saraswati tidak bisa setenang Cella. Dia justru merasa keberadaannya di rumah ini terancam. Mungkin, cepat atau lambat, dirinya dan Cella akan didepak Helena. Sungguh, sesuatu yang sangat mengerikan. Saraswati tidak dapat membayangkan jika harus keluar dari rumah Abimanyu.“Tapi, Cella ... Masalahnya tidak semudah yang kau bayangkan ....”“Ma, Mama gak perlu khawatir. Ma, kalau pun kita keluar dari rumah ini, aku sudah mempunyai apartemen. Kita bisa tinggal di sana! Sudahlah, aku mau tidur dulu! Aku capek! Kepalaku pusing!” Cella tidak menghiraukan kekhwatiran yang dialami Mamanya. Bagi Cella, kedatangan saudara tirinya itu bukanlah masalah besar. Dulu saja, dia dan Mamanya berhasil mengusir Bella dari rumah dan membuat Abimanyu membenci anak sulung sendiri.“Kau bilang Mama tidak perlu khawatir? Hei, bangunlah! Ada kabar lain yang membuat keberadaan kita di rumah ini terancam, Cella ....” Saraswati menarik lengan anak kandungnya agar kembali duduk dan mendengarkan ucapannya.“Apalagi sih, Ma?” sentak Cella tidak terima dengan perlakuan sang Mama. Kedua matanya melotot tajam. Saraswati tidak menyangka kalau anaknya bersikap demikian. Baru kali ini, Cella membentak wanita yang telah melahirkannya itu.“Kau ... kau berani membentakku? Membentak Ma-Mamamu?” Suara Saraswati bergetar. Ada rasa takut menyelinap dalam hatinya. Rasa takut jika pada akhirnya Cella yang tak lain anak kandungnya sendiri suatu saat akan pergi meninggalkannya.“Aku capek, Ma ... kepalaku pusing. Tadi aku sudah katakan, aku capek! Kepalaku pusing! Apa Mama mulai tuli, heuh?” Hati Saraswati semakin sakit mendengar anaknya mengatakan ia tuli hanya karena menyuruh Cella mendengarkan kecemasannya. Sejenak, tenggorokan Saraswati tercekat. Tidak menyangka kalau darah dagingnya sendiri berani menghina.“Sekarang Mama keluar dari kamarku! Besok kita bicarakan lagi! Keluarlah! Cepat, keluar!” Belum hilang sakit hati karena dibentak, kini Saraswati mendapat pengusiran yang membuat tubuhnya bergetar hebat.Wanita tua itu berdiri, berjalan menuju pintu kamar dan keluar.Tanpa disadari, air mata membasahi pipi Saraswati. Ia terkejut merasakan air mata membasahi salah satu matanya. Sebab, setelah sekian lama, baru kali ini ia meneteskan air mata lagi. Menyadari hal itu, cepat-cepat Saraswati menyeka, menarik napas panjang dan berjalan ke kamarnya.Di dalam kamar, Saraswati melihat sang suami mendengkur halus. Lelaki yang telah berhasil ia taklukkan hatinya, lelaki yang lebih memilih dirinya ketimbang Bella, lelaki yang selalu saja mengabulkan yang dia inginkan. Akan tetapi, itu dulu ... pada saat Helena tidak ada di rumah ini. Bertahun-tahun sudah ia menjadi ratu di istana Abimanyu Adiwilaga. Kepergian kedua anak kandung Abimanyu dari istana ini, membuat Saraswati merasa menang. Namun ia lupa, Saraswati belum membuat Abimanyu menandatangani satu pun aset kekayaan Abimanyu atas nama Saraswati atau pun Cella. Apartemen yang dibeli Cella bukanlah apartemen mewah. Hanya apartemen dengan harga yang biasa saja.Saraswati kini mendekati Abimanyu, beringsut naik ke atas ranjang, berbaring di samping Abimanyu. Sebelah tangan, membelai rambut suaminya.Abimanyu tersadar, mengerjapkan kedua mata beberapa kali lalu, memerhatikan Saraswati yang terseyum padanya.“Kau ... kau belum tidur?” tanya Abimanyu, suaranya terdengar serak. Lelaki yang berperawakan tinggi tegap itu berusaha menyandarkan tubuh ke sandaran kepala ranjang. Saraswati melakukan hal serupa, menyelipkan tangan pada lengan Abimanyu.“Belum. Aku ... aku gak bisa tidur ....” ucap Saraswati menyandarkan kepala pada pundak suaminya. Abimanyu menarik napas panjang.“Kenapa? Apakah ada yang mengganggu pikiranmu?”Perhatian seorang Abimanyu langsung dimanfaatkan Saraswati. Wanita licik itu tersenyum sinis, berharap kalau masalah yang mengganggu pikirannya dapat dihilangkan Abimanyu. Saraswati menunjukkan raut wajah sedih.“Sepertinya begitu, Mas ....” Suara Saraswati terdengar lemah. Semakin mengeratkan rengkuhan pada lengan Abimanyu.“Memangnya apa yang mengganggu pikiranmu, heum?” dengan lembut, Abimanyu kembali bertanya.“Hmmm ... Pikiranku ... Pikiranku terganggu karena ada ... euu ... ada Helena di rumah kita, Mas.”Sontak, Abimanyu terkejut, tangan Saraswati sampai terlepas dari lengan lelaki berusia lebih dari setengah abad. Abimanyu menarik napas panjang. Dia tahu, kalau istri keduanya memang sangat tidak menyukai Helena. Menurut cerita yang disampaikan Saraswati, Helena kerap kali berbuat kasar dan kurang ajar kepadanya. Meskipun Abimanyu belum pernah melihat dengan mata dan kepala sendiri.“Kau tidak perlu merasa terganggu dengan kehadiran Helena di rumah ini. Helena adalah anak kandungku. Hanya dia, hanya dia yang kuharapkan. Hanya dari rahim dia, aku mengharapkan keturunan yang sah! Hanya dari Helena, aku menginginkan lahirnya seorang anak yang nantinya ---“ Abimanyu menjeda kalimat, menatap lekat wajah wanita yang telah bertahun-tahun dinikahi.“---nantinya akan menjadi penerus tahta perusahaanku dan menjadi pemilik semua harta kekayaanku, Saras!”“Ternyata kau ada di sini lagi,” ucap Cella setelah Abimanyu berangkat ke kantor di ruang makan. Helena mendongak, tersenyum tipis. “Ternyata kau masih tidak punya urat malu masih tinggal di rumahku,” balas Helena, menyindir wanita yang duduk di kursi bersebrangan dengannya. “Jaga bicaramu, Helena!” tegur Saraswati pada anak sambungnya. Helena tersenyum sinis, menggelengkan kepala. Sedikit pun dirinya tidak merasa takut pada istri kedua papanya. “Kenapa bicaraku mesti aku jaga? Faktanya kan memang begitu. Kalian berdua hanya menumpang tinggal di rumahku! Oh ya, Cella ... apa kau sudah tahu kalau aku akan menikah dalam waktu dekat?” tanya Helena mencondongkan tubuh lebih ke depan, menatap lekat. Cella mengerutkan kening, menoleh pada Mamanya. “Memangnya siapa pria yang mau menikahimu? Setahuku, kau tidak punya kekasih!” Beruntung, selama ini Helena menyembunyikan Samuel pada keluarganya. Mengingat status Samuel masih suami orang. Sebelumnya Helena pikir, Samuel akan memilihnya dari
“Maaf, Pak Samuel. Ini pesanan Nyonya Angela.” Samuel tersentak mendengar salah satu karyawan butik menyerahkan satu goodie bag pesanan istri sahnya. Ternyata keberadaan Samuel di butik ini karena mengambil pesanan istrinya.Dalam hati Helena bergemuruh. Rasa cemburu masih ada di dalam hati. Namun, sebisa mungkin ia menguasainya agar tidak terlihat oleh Samuel. Helena tersenyum manis sambil mengeratkan tangannya pada lengan Jaka.Samuel mengambil alih goodie bag dari tangan karyawan butik, tanpa mengucapkan terima kasih.“Helena, aku masih tidak percaya kalau lelaki ini adalah calon suamimu! Tidak mungkin kau selingkuh dariku! Tidak mungkin secepat itu kau mendapat penggantiku! Aku tahu betul, kau sangat tergila-gila padaku! Ya, ‘kan?”Helena dan Jaka membeliakkan kedua mata, lalu tertawa sumbang sambil menggelengkan kepala.“Aku kira kau pintar, Samuel Christian? Hahahah ... kau sendiri kan yang bilang kalau aku adalah ... wanita murahan? Sering bergonta-ganti pasangan! Yes, that’s t
“Hahahaha ... aku bercanda, Jak. Sudahlah, lupakan! Pernikahan kita nanti hanya sandiawara. Tetapi, kau tenang saja, aku akan membuatmu menjadi Raja di rumah dan perusahaanku. Rasanya aku sudah tidak sabar, ingin membuat Cella dan Mamanya pergi dari rumah," ucap Helena sungguh-sungguh. Jaka hanya terdiam sambil merunduk. Sebelumnya wanita itu mengajak ia belajar saling mencintai. Apa dirinya pantas mencintai dan dicintai gadis kaya raya dan cantik seperti Helena? “Iya. Semua yang kita lakukan hanya sandiwara.” “Jak, aku ingin langsung pulang saja.” “Baik.” Kendaraan yang mereka tumpangi meluncur menuju rumah besar Abimanyu Adiwilaga. Pengusaha ternama dan disegani dalam kalangan dunia bisnis. Seorang pria yang hanya memiliki dua anak perempuan. Dua anak yang nantinya akan meneruskan tahta perusahaannya. Tetapi sayang, anak sulungnya sudah tidak dapat diharapkan lagi. Tiba di rumah, hari mulai terlihat gelap. Dengan cekatan, Jaka membuka pintu mobil bagian Helena. Wanita itu seper
“Helena, Papa ingin menyampaikan pembagian harta warisan untuk kalian.”Benar dugaan Helena, sesuatu yang disampaikan Abimanyu bukanlah kabar baik melainkan kabar buruk. Bagaimana bisa, Saraswati dan anak dari suami sebelumnya mendapat hak warisan dari Abimanyu? Sedangkan anak kandungnya sendiri, kak Bella? Tidak mendapat sepeser pun."Kak Bella bagaimana, Pa?”“Berulang kali Papa katakan, jangan kau sebut nama dia di rumah ini!” Abimanyu mulai menggertak. Helena menyandarkan punggung. Melirik Cella dan Mamanya, mereka tersenyum licik.‘Sekarang kalian boleh menertawakan kami, tetapi suatu saat, kami yang akan menertawakan kalian.’“Kak Bella anak kandung Papa meskipun pernah melakukan kesalahan.” Tak menyerah, Helena membela kakak kandungnya.“Kalau kau tetap membicarakannya, Papa tidak akan memberimu hak waris!” Abimanyu mengancam. Seketika mulut Helena terkunci. Ia tak berani bicara lagi. Bisa gawat kalau Helena pun tidak dapat warisan. Semua aset kekayaan Papanya akan dikuas
Mendapat pertanyaan seperti itu, Saraswati langsung salah tingkah. Dia menelan saliva, tak menyangka kalau Abimanyu bertanya demikian. “Tentu saja tidak, Mas. Ya sudah kalau Mas gak mau membuatnya sekarang, gak masalah. Kalau begitu, aku keluar dulu. Mas masih mau di sini?” Susah payah Saraswati mengendalikan kegugupannya. Jauh dari dalam hati, ia tak mau kalau Abimanyu mencurigainya. Curiga kalau dirinya dan Cella membuat rencana. Rencana yang akan mengancam keselamatan Tuan Abimanyu.“Aku mau di sini saja. Oh ya, tolong kau panggilkan Helena. Aku ingin berbicara masalah pernikahannya,” ucap Abimanyu duduk di kursi tanpa ingin menatap wajah istrinya. “Bukankah, kita sudah sepakat kalau pernikahan Helena diundur?” Saraswati seolah mengingatkan suaminya atas kesepakatan yang mereka bicarakan tempo hari. Tuan Abimanyu sebelumnya sudah terhasut tetapi sekarang tidak akan. Hati dan kedua matanya telah terbuka. Tuan Abimanyu sudah tahu perilaku istri kedua dan anak tirinya. Sungguh sangat
Helena tersenyum keluar ruang kerja Papanya. Hatinya sangat bahagia karena hari pernikahannya dengan Jaka dipercepat. “Helena!” Panggilan Saraswati menghentikan langkah kaki Helena. Wanita itu menoleh, membalikkan badan. “Ada apa?” tanya Helena datar. Wajahnya tampak tak suka dilewati oleh ibu sambungnya.“Apa yang dibicarakan Papamu?” Selidik Saraswati, kedua tangannya bersidekap, sorot matanya tajam. Dia penasaran akan perubahan sikap suaminya. Biasanya Tuan Abimanyu tidak bersikap dingin padanya tetapi sekarang, tidak hanya sikapnya yang berubah tetapi keputusan yang sudah disepakati pun telah diingkari. Sungguh, Saraswati tidak habis pikir.“Kau mau tahu?” Bukannya menjawab, Helena justru balik bertanya. Pertanyaan serupa ejekan itu membuat Saraswati geram. “Kalau aku tanya, berarti aku mau tahu! Katakan padaku, apa yang kalian bicarakan di dalam sana?" desak Saraswati, menginginkan jawaban Helena. Hatinya benar-benar kecewa karena Tuan Abimanyu tidak jadi mengumumkan pembagian
“Kau lihat saja nanti! Kita akan bertaruh! Kali ini, rencanaku dan Mama pasti akan berhasil!” ucap Cella sungguh-sungguh, sorot matanya begitu tajam menatap lekat Helena yang menanggapi perkataannya dengan senyum sinis. “Silakan saja. Aku sama sekali tidak takut.” Helena menantang rencana yang akan dijalankan oleh kedua orang yang tidak tahu diri. Orang yang tidak tahu berterima kasih. Orang yang dari awal kedatangannya ingin mengusir Helena dan Bella dari rumah. Saraswati dan Cella memang ingin menguasai rumah beserta harta Tuan Abimanyu. Berbagai cara dilakukan keduanya agar Bella dan Helena tidak betah tinggal di rumah sendiri. Sungguh, manusia yang tak tahu diri!“Apa yang membuatmu tidak takut, Helena?” Tiba-tiba suara Saraswati terdengar. Wanita yang baru saja mengantar suaminya berangkat kerja kembali lagi ke ruang makan. Wanita itu duduk di samping anak kandungnya. Cella melirik sambil menghela napas panjang.“Dia bilang tidak takut dengan ancamanku, Ma! Sepertinya sekarang ki
Pertanyaan yang serupa sindiran membuat Saraswati menelan air liur. Tidak terpikirkan sebelumnya jika Jake berani membalikkan pertanyaannya. Dia pikir Jake pria yang tak berani menimpali ucapannya. Pria yang mudah percaya akan ucapan Saraswati.“Sayang, aku sudah siap!” seru Helena saat di pintu masuk rumah. Dirinya terkejut melihat keberadaan Saraswati di kursi teras rumah. Dalam hati, Helena berpikir kalau Saraswati pasti sedang menghasut Jake. Seperti yang dilakukan Saraswati terhadap Papanya.“Oh, ada istri keduanya Papa. Kayaknya ada sesuatu yang penting? Apa jangan-jangan ibu Saraswati sedang menjelek-jelekkanku pada Jake?,” cetus Helena, tersenyum simpul. Saraswati berdiri, menatap tajam anak bungsu Abimanyu Adiwilaga. “Kamu jangan menuduh sembarangan! Lagi pula, memangnya kenapa kalau aku ngobrol sama dia? Kamu cemburu?” Kedua mata Helena membeliak, kemudian tertawa lepas.“Hahahaha ....” Jake berdiri di samping Helena, tersenyum bahagia melihat calon istrinya tertawa. Helena