Share

Bab 6

“Maaf, Pak Samuel. Ini pesanan Nyonya Angela.” Samuel tersentak mendengar salah satu karyawan butik menyerahkan satu goodie bag pesanan istri sahnya.

Ternyata keberadaan Samuel di butik ini karena mengambil pesanan istrinya.

Dalam hati Helena bergemuruh. Rasa cemburu masih ada di dalam hati. Namun, sebisa mungkin ia menguasainya agar tidak terlihat oleh Samuel. Helena tersenyum manis sambil mengeratkan tangannya pada lengan Jaka.

Samuel mengambil alih goodie bag dari tangan karyawan butik, tanpa mengucapkan terima kasih.

“Helena, aku masih tidak percaya kalau lelaki ini adalah calon suamimu! Tidak mungkin kau selingkuh dariku! Tidak mungkin secepat itu kau mendapat penggantiku! Aku tahu betul, kau sangat tergila-gila padaku! Ya, ‘kan?”

Helena dan Jaka membeliakkan kedua mata, lalu tertawa sumbang sambil menggelengkan kepala.

“Aku kira kau pintar, Samuel Christian? Hahahah ... kau sendiri kan yang bilang kalau aku adalah ... wanita murahan? Sering bergonta-ganti pasangan! Yes, that’s true! Aku memang punya kekasih lebih dari satu. Punya kekasih selainmu! Tapi, kalau sekarang ... aku akan menyerahkan hidupku hanya untuk dia, Jake Abraham!” tukas Helena tegas. Menatap kedua netra lelaki yang berdiri di depannya. Helena sekarang tidak peduli lagi jika dibilang perempuan murahan oleh Samuel. Semalam Helena sudah berpikir kalau dia akan memulai kehidupannya menjadi lebih baik lagi dengan Jaka. Tidak akan berfoya-foya atau pun ke Club malam. Helena ingin menjadi wanita baik-baik dan terhormat.

“Kurang ajar kau! Berani sekali selingkuh dariku! Berarti benar, kalau anak yang kau kandung itu bukan anakku, kan?”

“Aku gak tahu. Maybe yes, maybe no! Hmm ... Beb, yuk kita cari gaun pengantin yang cocok untuk pernikahan nanti. Samuel, sorry ... kami tinggal dulu!”

Bibir Helena memang tersenyum, tetapi hatinya sangat sedih dan kecewa pada lelaki yang selama ini sangat dicintainya. Lelaki yang dia anggap akan lebih memilih dirinya dari pada Angela, istri Samuel.

Kedua tangan Samuel mengepal kuat, tidak terima melihat Helena bahagia dengan lelaki lain apalagi dia tahu, ternyata Helena berselingkuh darinya. Samuel pikir, hanya dirinya lelaki yang dicintai dan dipuja oleh Helena. Jika mengingat sikap Helena padanya, wanita itu terlihat amat sangat mencintainya. Akan tetapi, dalam sekejap mata, Helena sudah memiliki penggantinya. Samuel merasa harga dirinya diinjak-injak.

Helena melepaskan tangannya pada lengan Jaka. Helena menghela napas berat, menyeka sebulir air mata yang berhasil lolos dari kelopak matanya.

“Ini, Nona.” Jaka menyodorkan sapu tangan pemberian Ibunya. Sapu tangan yang selalu ada di dalam saku celana.

“Terima kasih.” Helena mengambil sapu tangan itu, menyeka air matanya lembut.

“Apa si brengs*k itu sudah pergi?” tanya Helena melongokkan kepala.

“Sepertinya sudah.”

“Jak, aku ingin pulang. Gak apa-apa, ya?”

“Iya, gak apa-apa. Saya tahu, Nona sedang tidak ---“

“Jake, aku mohon ... jangan panggil aku Nona lagi. Panggil aku Ayang atau kalau kamu sungkan, panggil namaku saja. Jake, aku gak mau kalau rencana yang sudah kita susun akan diketahui orang lain. Aku ingin, orang lain semua tahu kalau kamu adalah calon suamiku. Aku mohon, Jake ... aku ... aku gak mau si Samuel merasa bahagia melihatku hancur. Aku ingin dia yang hancur melihat kebahagiaanku! Aku mohon ....”

Jaka menatap lekat kedalaman kedua bola mata Helena. Baru kali ini Jaka melihat seorang wanita mengiba padanya. Kedua telapak tangan Jaka digenggam erat Helena.

“Ba-baik ... Helena.”

Senyum Helena merekah, menghambur dalam pelukan Jaka. Seketika, jantung Jaka berdebar lebih cepat. Baru kali ini dia mendapat pelukan hangat dari wanita lain selain ibunya sendiri. Helena mendengar debaran jantung pria yang tengah dipeluknya.

“Jake, kau berdebar-debar, ya?” tanya Helena melepaskan pelukan. Menatap lelaki yang salah tingkah.

“Hmm ... ti-tidak ... bagaimana, kalau kita pulang sekarang?" Tanpa menunggu jawaban Helena, Jaka menggenggam erat telapak tangan wanita yang masih berurai air mata.

Helena segera menyeka air mata, begitu menyadari kalau mereka sudah berada di luar butik. Helena lantas merebahkan kepala pada bahu Jaka. Mereka tampak mesra. Dari dalam mobil, rupanya Samuel belum juga pulang. Dia memerhatikan Jaka dan Helena yang bermesraan saat keluar butik. Dengan kasar, Samuel memukul setir mobil dengan kuat. Dalam hati, sebenarnya ia lebih mencintai Helena dari pada istrinya. Helena yang manja, Helena yang cantik, dan Helena yang dapat memuaskan hasr*tnya jika di r*njang. Tapi sayang, Helena sudah bukan bagian dari keluarga Abimanyu Adiwilaga lagi. Kabar yang dia dengar dari Cella, kalau Helena telah diusir oleh Papanya.

Jika saja Helena masih dianggap anak Abimanyu, mungkin Samuel akan lebih memilih Helena ketimbang Angela.

“Aku harus mengikuti kemana pun dia pergi. Setidaknya hari ini, aku bisa memastikan kalau pria itu memang benar adalah calon suami Helena. Aku curiga, kalau sebenarnya Helena membayar pria itu untuk berpura-pura menjadi kekasihnya!”

Tanpa disadari Helena dan Jaka, Samuel membuntuti kendaraan mewah yang ditumpangi Helena dan supir pribadinya.

***

“Kita mau kemana, Nona?” tanya Jaka ketika dalam perjalanan. Helena menoleh seraya tersenyum manis.

Jaka menoleh sekilas, mengerutkan kening.

“Kok malah senyam-senyum?” tanya Jaka lagi. Kemudian, pandangannya kembali ke depan jalan raya.

“Aku senang deh, kamu ... kamu baik banget. Mau bantuin aku buat ngelancarin rencana kita ini. Terima kasih, Jake?” Helena menggenggam sebelah telapak tangan Jaka. Pria yang duduk di balik kemudi mengulas senyum tipis seraya menganggukkan kepala.

“Sama-sama. Yang penting, kamu jangan menggugurkan janin itu. Kasihan dia, dia tidak berdosa.” Seketika, pandangan Helena tertuju pada perutnya yang belum membuncit. Ia menghela napas berat.

“Tapi, Jake. Nanti kamu mau kan menjadi ayah dari anakku ini?” Kedua mata Helena mengerjap, menunggu jawaban yang keluar dari bibir supir pribadinya.

“Tentu saja, Nona ... Saya pasti mau jadi ayah dari anak yang kamu kandung sekarang. Hmmm ... ngomong-ngomong, kenapa kamu tidak mual-mual? Bukankah ... kalau wanita hamil mual-mual? Muntah-muntah?”

Seingat Jaka, selama ia mendengar Helena hamil, satu kali pun tidak pernah mendengar Helena muntah-muntah. Justru, Helena terlihat seperti wanita yang tidak hamil. Ia tampak lincah dan ceria.

“Aku ... aku minum obat anti mual. Atas resep dokter kok. Ya kalau aku ... aku mual-mual, nanti orang rumah curiga dong kalau aku hamil.” Helena mengungkapkan alasan.

Jaka menganggukkan kepala.

“Selama obat itu tidak mencelakai janinmu, tidak masalah."

"Iya."

Sesaat, tidak ada pembicaraan antar keduanya. Jaka berdehem, kemudian berbicara lagi.

"Nona, tolong jaga kandungannya baik-baik. Saya ingin melihat ia lahir. Kalau dia perempuan, pasti wajahnya cantik seperti Nona."

"Kau tenang saja. Selama kau mau jadi ayahnya, pasti aku akan melahirkan anak ini. Tapi, kalau anak ini lahir laki-laki, aku tidak ingin dia mirip seperti Papa kandungnya."

Jaka terkekeh, menggelengkan kepala.

"Kalau tidak mirip seperti Papa kandungnya, lalu mirip siapa?" tanya Jake heran.

"Mirip kamu, Jake!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status