“Maaf, Pak Samuel. Ini pesanan Nyonya Angela.” Samuel tersentak mendengar salah satu karyawan butik menyerahkan satu goodie bag pesanan istri sahnya.
Ternyata keberadaan Samuel di butik ini karena mengambil pesanan istrinya.Dalam hati Helena bergemuruh. Rasa cemburu masih ada di dalam hati. Namun, sebisa mungkin ia menguasainya agar tidak terlihat oleh Samuel. Helena tersenyum manis sambil mengeratkan tangannya pada lengan Jaka.Samuel mengambil alih goodie bag dari tangan karyawan butik, tanpa mengucapkan terima kasih.“Helena, aku masih tidak percaya kalau lelaki ini adalah calon suamimu! Tidak mungkin kau selingkuh dariku! Tidak mungkin secepat itu kau mendapat penggantiku! Aku tahu betul, kau sangat tergila-gila padaku! Ya, ‘kan?”Helena dan Jaka membeliakkan kedua mata, lalu tertawa sumbang sambil menggelengkan kepala.“Aku kira kau pintar, Samuel Christian? Hahahah ... kau sendiri kan yang bilang kalau aku adalah ... wanita murahan? Sering bergonta-ganti pasangan! Yes, that’s true! Aku memang punya kekasih lebih dari satu. Punya kekasih selainmu! Tapi, kalau sekarang ... aku akan menyerahkan hidupku hanya untuk dia, Jake Abraham!” tukas Helena tegas. Menatap kedua netra lelaki yang berdiri di depannya. Helena sekarang tidak peduli lagi jika dibilang perempuan murahan oleh Samuel. Semalam Helena sudah berpikir kalau dia akan memulai kehidupannya menjadi lebih baik lagi dengan Jaka. Tidak akan berfoya-foya atau pun ke Club malam. Helena ingin menjadi wanita baik-baik dan terhormat.“Kurang ajar kau! Berani sekali selingkuh dariku! Berarti benar, kalau anak yang kau kandung itu bukan anakku, kan?”“Aku gak tahu. Maybe yes, maybe no! Hmm ... Beb, yuk kita cari gaun pengantin yang cocok untuk pernikahan nanti. Samuel, sorry ... kami tinggal dulu!”Bibir Helena memang tersenyum, tetapi hatinya sangat sedih dan kecewa pada lelaki yang selama ini sangat dicintainya. Lelaki yang dia anggap akan lebih memilih dirinya dari pada Angela, istri Samuel.Kedua tangan Samuel mengepal kuat, tidak terima melihat Helena bahagia dengan lelaki lain apalagi dia tahu, ternyata Helena berselingkuh darinya. Samuel pikir, hanya dirinya lelaki yang dicintai dan dipuja oleh Helena. Jika mengingat sikap Helena padanya, wanita itu terlihat amat sangat mencintainya. Akan tetapi, dalam sekejap mata, Helena sudah memiliki penggantinya. Samuel merasa harga dirinya diinjak-injak.Helena melepaskan tangannya pada lengan Jaka. Helena menghela napas berat, menyeka sebulir air mata yang berhasil lolos dari kelopak matanya.“Ini, Nona.” Jaka menyodorkan sapu tangan pemberian Ibunya. Sapu tangan yang selalu ada di dalam saku celana.“Terima kasih.” Helena mengambil sapu tangan itu, menyeka air matanya lembut.“Apa si brengs*k itu sudah pergi?” tanya Helena melongokkan kepala.“Sepertinya sudah.”“Jak, aku ingin pulang. Gak apa-apa, ya?”“Iya, gak apa-apa. Saya tahu, Nona sedang tidak ---““Jake, aku mohon ... jangan panggil aku Nona lagi. Panggil aku Ayang atau kalau kamu sungkan, panggil namaku saja. Jake, aku gak mau kalau rencana yang sudah kita susun akan diketahui orang lain. Aku ingin, orang lain semua tahu kalau kamu adalah calon suamiku. Aku mohon, Jake ... aku ... aku gak mau si Samuel merasa bahagia melihatku hancur. Aku ingin dia yang hancur melihat kebahagiaanku! Aku mohon ....”Jaka menatap lekat kedalaman kedua bola mata Helena. Baru kali ini Jaka melihat seorang wanita mengiba padanya. Kedua telapak tangan Jaka digenggam erat Helena.“Ba-baik ... Helena.”Senyum Helena merekah, menghambur dalam pelukan Jaka. Seketika, jantung Jaka berdebar lebih cepat. Baru kali ini dia mendapat pelukan hangat dari wanita lain selain ibunya sendiri. Helena mendengar debaran jantung pria yang tengah dipeluknya.“Jake, kau berdebar-debar, ya?” tanya Helena melepaskan pelukan. Menatap lelaki yang salah tingkah.“Hmm ... ti-tidak ... bagaimana, kalau kita pulang sekarang?" Tanpa menunggu jawaban Helena, Jaka menggenggam erat telapak tangan wanita yang masih berurai air mata.Helena segera menyeka air mata, begitu menyadari kalau mereka sudah berada di luar butik. Helena lantas merebahkan kepala pada bahu Jaka. Mereka tampak mesra. Dari dalam mobil, rupanya Samuel belum juga pulang. Dia memerhatikan Jaka dan Helena yang bermesraan saat keluar butik. Dengan kasar, Samuel memukul setir mobil dengan kuat. Dalam hati, sebenarnya ia lebih mencintai Helena dari pada istrinya. Helena yang manja, Helena yang cantik, dan Helena yang dapat memuaskan hasr*tnya jika di r*njang. Tapi sayang, Helena sudah bukan bagian dari keluarga Abimanyu Adiwilaga lagi. Kabar yang dia dengar dari Cella, kalau Helena telah diusir oleh Papanya.Jika saja Helena masih dianggap anak Abimanyu, mungkin Samuel akan lebih memilih Helena ketimbang Angela.“Aku harus mengikuti kemana pun dia pergi. Setidaknya hari ini, aku bisa memastikan kalau pria itu memang benar adalah calon suami Helena. Aku curiga, kalau sebenarnya Helena membayar pria itu untuk berpura-pura menjadi kekasihnya!”Tanpa disadari Helena dan Jaka, Samuel membuntuti kendaraan mewah yang ditumpangi Helena dan supir pribadinya.***“Kita mau kemana, Nona?” tanya Jaka ketika dalam perjalanan. Helena menoleh seraya tersenyum manis.Jaka menoleh sekilas, mengerutkan kening.“Kok malah senyam-senyum?” tanya Jaka lagi. Kemudian, pandangannya kembali ke depan jalan raya.“Aku senang deh, kamu ... kamu baik banget. Mau bantuin aku buat ngelancarin rencana kita ini. Terima kasih, Jake?” Helena menggenggam sebelah telapak tangan Jaka. Pria yang duduk di balik kemudi mengulas senyum tipis seraya menganggukkan kepala.“Sama-sama. Yang penting, kamu jangan menggugurkan janin itu. Kasihan dia, dia tidak berdosa.” Seketika, pandangan Helena tertuju pada perutnya yang belum membuncit. Ia menghela napas berat.“Tapi, Jake. Nanti kamu mau kan menjadi ayah dari anakku ini?” Kedua mata Helena mengerjap, menunggu jawaban yang keluar dari bibir supir pribadinya.“Tentu saja, Nona ... Saya pasti mau jadi ayah dari anak yang kamu kandung sekarang. Hmmm ... ngomong-ngomong, kenapa kamu tidak mual-mual? Bukankah ... kalau wanita hamil mual-mual? Muntah-muntah?”Seingat Jaka, selama ia mendengar Helena hamil, satu kali pun tidak pernah mendengar Helena muntah-muntah. Justru, Helena terlihat seperti wanita yang tidak hamil. Ia tampak lincah dan ceria.“Aku ... aku minum obat anti mual. Atas resep dokter kok. Ya kalau aku ... aku mual-mual, nanti orang rumah curiga dong kalau aku hamil.” Helena mengungkapkan alasan.Jaka menganggukkan kepala.“Selama obat itu tidak mencelakai janinmu, tidak masalah.""Iya."Sesaat, tidak ada pembicaraan antar keduanya. Jaka berdehem, kemudian berbicara lagi."Nona, tolong jaga kandungannya baik-baik. Saya ingin melihat ia lahir. Kalau dia perempuan, pasti wajahnya cantik seperti Nona.""Kau tenang saja. Selama kau mau jadi ayahnya, pasti aku akan melahirkan anak ini. Tapi, kalau anak ini lahir laki-laki, aku tidak ingin dia mirip seperti Papa kandungnya."Jaka terkekeh, menggelengkan kepala."Kalau tidak mirip seperti Papa kandungnya, lalu mirip siapa?" tanya Jake heran."Mirip kamu, Jake!"“Hahahaha ... aku bercanda, Jak. Sudahlah, lupakan! Pernikahan kita nanti hanya sandiawara. Tetapi, kau tenang saja, aku akan membuatmu menjadi Raja di rumah dan perusahaanku. Rasanya aku sudah tidak sabar, ingin membuat Cella dan Mamanya pergi dari rumah," ucap Helena sungguh-sungguh. Jaka hanya terdiam sambil merunduk. Sebelumnya wanita itu mengajak ia belajar saling mencintai. Apa dirinya pantas mencintai dan dicintai gadis kaya raya dan cantik seperti Helena? “Iya. Semua yang kita lakukan hanya sandiwara.” “Jak, aku ingin langsung pulang saja.” “Baik.” Kendaraan yang mereka tumpangi meluncur menuju rumah besar Abimanyu Adiwilaga. Pengusaha ternama dan disegani dalam kalangan dunia bisnis. Seorang pria yang hanya memiliki dua anak perempuan. Dua anak yang nantinya akan meneruskan tahta perusahaannya. Tetapi sayang, anak sulungnya sudah tidak dapat diharapkan lagi. Tiba di rumah, hari mulai terlihat gelap. Dengan cekatan, Jaka membuka pintu mobil bagian Helena. Wanita itu seper
“Helena, Papa ingin menyampaikan pembagian harta warisan untuk kalian.”Benar dugaan Helena, sesuatu yang disampaikan Abimanyu bukanlah kabar baik melainkan kabar buruk. Bagaimana bisa, Saraswati dan anak dari suami sebelumnya mendapat hak warisan dari Abimanyu? Sedangkan anak kandungnya sendiri, kak Bella? Tidak mendapat sepeser pun."Kak Bella bagaimana, Pa?”“Berulang kali Papa katakan, jangan kau sebut nama dia di rumah ini!” Abimanyu mulai menggertak. Helena menyandarkan punggung. Melirik Cella dan Mamanya, mereka tersenyum licik.‘Sekarang kalian boleh menertawakan kami, tetapi suatu saat, kami yang akan menertawakan kalian.’“Kak Bella anak kandung Papa meskipun pernah melakukan kesalahan.” Tak menyerah, Helena membela kakak kandungnya.“Kalau kau tetap membicarakannya, Papa tidak akan memberimu hak waris!” Abimanyu mengancam. Seketika mulut Helena terkunci. Ia tak berani bicara lagi. Bisa gawat kalau Helena pun tidak dapat warisan. Semua aset kekayaan Papanya akan dikuas
Mendapat pertanyaan seperti itu, Saraswati langsung salah tingkah. Dia menelan saliva, tak menyangka kalau Abimanyu bertanya demikian. “Tentu saja tidak, Mas. Ya sudah kalau Mas gak mau membuatnya sekarang, gak masalah. Kalau begitu, aku keluar dulu. Mas masih mau di sini?” Susah payah Saraswati mengendalikan kegugupannya. Jauh dari dalam hati, ia tak mau kalau Abimanyu mencurigainya. Curiga kalau dirinya dan Cella membuat rencana. Rencana yang akan mengancam keselamatan Tuan Abimanyu.“Aku mau di sini saja. Oh ya, tolong kau panggilkan Helena. Aku ingin berbicara masalah pernikahannya,” ucap Abimanyu duduk di kursi tanpa ingin menatap wajah istrinya. “Bukankah, kita sudah sepakat kalau pernikahan Helena diundur?” Saraswati seolah mengingatkan suaminya atas kesepakatan yang mereka bicarakan tempo hari. Tuan Abimanyu sebelumnya sudah terhasut tetapi sekarang tidak akan. Hati dan kedua matanya telah terbuka. Tuan Abimanyu sudah tahu perilaku istri kedua dan anak tirinya. Sungguh sangat
Helena tersenyum keluar ruang kerja Papanya. Hatinya sangat bahagia karena hari pernikahannya dengan Jaka dipercepat. “Helena!” Panggilan Saraswati menghentikan langkah kaki Helena. Wanita itu menoleh, membalikkan badan. “Ada apa?” tanya Helena datar. Wajahnya tampak tak suka dilewati oleh ibu sambungnya.“Apa yang dibicarakan Papamu?” Selidik Saraswati, kedua tangannya bersidekap, sorot matanya tajam. Dia penasaran akan perubahan sikap suaminya. Biasanya Tuan Abimanyu tidak bersikap dingin padanya tetapi sekarang, tidak hanya sikapnya yang berubah tetapi keputusan yang sudah disepakati pun telah diingkari. Sungguh, Saraswati tidak habis pikir.“Kau mau tahu?” Bukannya menjawab, Helena justru balik bertanya. Pertanyaan serupa ejekan itu membuat Saraswati geram. “Kalau aku tanya, berarti aku mau tahu! Katakan padaku, apa yang kalian bicarakan di dalam sana?" desak Saraswati, menginginkan jawaban Helena. Hatinya benar-benar kecewa karena Tuan Abimanyu tidak jadi mengumumkan pembagian
“Kau lihat saja nanti! Kita akan bertaruh! Kali ini, rencanaku dan Mama pasti akan berhasil!” ucap Cella sungguh-sungguh, sorot matanya begitu tajam menatap lekat Helena yang menanggapi perkataannya dengan senyum sinis. “Silakan saja. Aku sama sekali tidak takut.” Helena menantang rencana yang akan dijalankan oleh kedua orang yang tidak tahu diri. Orang yang tidak tahu berterima kasih. Orang yang dari awal kedatangannya ingin mengusir Helena dan Bella dari rumah. Saraswati dan Cella memang ingin menguasai rumah beserta harta Tuan Abimanyu. Berbagai cara dilakukan keduanya agar Bella dan Helena tidak betah tinggal di rumah sendiri. Sungguh, manusia yang tak tahu diri!“Apa yang membuatmu tidak takut, Helena?” Tiba-tiba suara Saraswati terdengar. Wanita yang baru saja mengantar suaminya berangkat kerja kembali lagi ke ruang makan. Wanita itu duduk di samping anak kandungnya. Cella melirik sambil menghela napas panjang.“Dia bilang tidak takut dengan ancamanku, Ma! Sepertinya sekarang ki
Pertanyaan yang serupa sindiran membuat Saraswati menelan air liur. Tidak terpikirkan sebelumnya jika Jake berani membalikkan pertanyaannya. Dia pikir Jake pria yang tak berani menimpali ucapannya. Pria yang mudah percaya akan ucapan Saraswati.“Sayang, aku sudah siap!” seru Helena saat di pintu masuk rumah. Dirinya terkejut melihat keberadaan Saraswati di kursi teras rumah. Dalam hati, Helena berpikir kalau Saraswati pasti sedang menghasut Jake. Seperti yang dilakukan Saraswati terhadap Papanya.“Oh, ada istri keduanya Papa. Kayaknya ada sesuatu yang penting? Apa jangan-jangan ibu Saraswati sedang menjelek-jelekkanku pada Jake?,” cetus Helena, tersenyum simpul. Saraswati berdiri, menatap tajam anak bungsu Abimanyu Adiwilaga. “Kamu jangan menuduh sembarangan! Lagi pula, memangnya kenapa kalau aku ngobrol sama dia? Kamu cemburu?” Kedua mata Helena membeliak, kemudian tertawa lepas.“Hahahaha ....” Jake berdiri di samping Helena, tersenyum bahagia melihat calon istrinya tertawa. Helena
“Jake, apa benar ... Kalau kau jatuh cinta padaku?” tanya Helena pada saat Ibu Sinta pergi meninggalkan mereka berdua ke dapur.Jake tak langsung menjawab, ia hanya tersenyum tipis. Mengingat kembali kisah cintanya yang kandas karena sebuah pengkhianatan. Acara pernikahan yang hanya menghitung hari harus gagal karena calon istri Jake bernama Mega ketahuan berselingkuh. “Jake?”“Iya, Nona?”“Kau melamun?”“Tidak. Ada apa?” Jake memiringkan tubuh, lebih menghadap Helena. Kecantikan yang dimiliki seorang Helena akan mudah membuat para lelaki menyukainya. Tanpa terkecuali Jake. Pria itu sebenarnya sudah menyukai Helena sejak pertama kali menjadi supir pribadi. Tetapi, Jake beranggapan kalau perasaan suka itu normal saja. “Aku tadi tanya, memangnya kau sudah jatuh cinta padaku?”“Nona, siapapun yang melihatmu, pasti akan suka. Kau cantik, itu jelas. Kau juga baik, itu pun jelas.”Wajah Helena bersemu merah mendengar perkataan Jake yang memuji. Ia melipat bibir, merunduk seraya te
Jake tersentak mendengar penuturan yang disampaikan Pak Ibrahim. Tanpa diketahui keluarga Ibrahim, diam-diam Helena menguping pembicaraan mereka. Hatinya seketika merasa bersalah. Menganggap dirinya tak pantas memiliki suami seperti Jake. Lelaki yang mungkin kehormatannya terjaga. Sedangkan dirinya? Sudah berapa lelaki yang telah menyentuh tubuhnya? Helena mundur perlahan, membalikkan badan, lalu berjalan cepat, kembali masuk ke dalam kamar. “Pak, insya Allah Helena gadis yang baik. Bapak tidak perlu meragukan itu. Aku sudah mengenalnya hampir dua tahun. Dia juga dari keluarga yang terhormat. Sangat menjunjung tinggi norma agama dan masyarakat.”Walau bagaimana pun, Helena adalah calon istrinya. Sebisa mungkin, Jake akan membela perempuan itu. Pak Ibrahim manggut-manggut. Sedangkan Ibu Sinta, hanya terdiam mendengar obrolan suami dan anak tunggalnya sambil memasak lauk pauk untuk makan siang.“Bagus kalau begitu. Sekarang di mana dia? Bapak ingin mengenalnya.”“Helena ada di kama