“Jake, apa benar ... Kalau kau jatuh cinta padaku?” tanya Helena pada saat Ibu Sinta pergi meninggalkan mereka berdua ke dapur.Jake tak langsung menjawab, ia hanya tersenyum tipis. Mengingat kembali kisah cintanya yang kandas karena sebuah pengkhianatan. Acara pernikahan yang hanya menghitung hari harus gagal karena calon istri Jake bernama Mega ketahuan berselingkuh. “Jake?”“Iya, Nona?”“Kau melamun?”“Tidak. Ada apa?” Jake memiringkan tubuh, lebih menghadap Helena. Kecantikan yang dimiliki seorang Helena akan mudah membuat para lelaki menyukainya. Tanpa terkecuali Jake. Pria itu sebenarnya sudah menyukai Helena sejak pertama kali menjadi supir pribadi. Tetapi, Jake beranggapan kalau perasaan suka itu normal saja. “Aku tadi tanya, memangnya kau sudah jatuh cinta padaku?”“Nona, siapapun yang melihatmu, pasti akan suka. Kau cantik, itu jelas. Kau juga baik, itu pun jelas.”Wajah Helena bersemu merah mendengar perkataan Jake yang memuji. Ia melipat bibir, merunduk seraya te
Jake tersentak mendengar penuturan yang disampaikan Pak Ibrahim. Tanpa diketahui keluarga Ibrahim, diam-diam Helena menguping pembicaraan mereka. Hatinya seketika merasa bersalah. Menganggap dirinya tak pantas memiliki suami seperti Jake. Lelaki yang mungkin kehormatannya terjaga. Sedangkan dirinya? Sudah berapa lelaki yang telah menyentuh tubuhnya? Helena mundur perlahan, membalikkan badan, lalu berjalan cepat, kembali masuk ke dalam kamar. “Pak, insya Allah Helena gadis yang baik. Bapak tidak perlu meragukan itu. Aku sudah mengenalnya hampir dua tahun. Dia juga dari keluarga yang terhormat. Sangat menjunjung tinggi norma agama dan masyarakat.”Walau bagaimana pun, Helena adalah calon istrinya. Sebisa mungkin, Jake akan membela perempuan itu. Pak Ibrahim manggut-manggut. Sedangkan Ibu Sinta, hanya terdiam mendengar obrolan suami dan anak tunggalnya sambil memasak lauk pauk untuk makan siang.“Bagus kalau begitu. Sekarang di mana dia? Bapak ingin mengenalnya.”“Helena ada di kama
“Pak! Kalau ngomong dijaga! Sembarangan saja menuduh anak gadis orang hamil!” tegur Bu Sinta melotot. Pak Ibrahim menggelengkan kepala, menyendok nasi ke atas piring.“Orang kalau mual-mual itu banyak sebabnya, Pak. Kalau Ibu rasa ... Helena mual karena aroma sayur ikan Tongkol ini. Baunya menyengat,” sambung Ibu Sinta menenangkan pemikiran suaminya.“Mungkin saja. Coba sana Ibu lihat, masih mual-mual tidak?” Perintah Pak Ibrahim langsung dilaksanakan istrinya. Ibu Sinta bergegas menghampiri Jaka dan Helena sambil membawa minyak angin.“Jak, Helena masih di dalam?” tanya Ibu Sinta melihat anak semata wayangnya berdiri di depan toilet dekat dapur.“Iya, Bu. Aku gak boleh masuk. Helena masih mual-mual.”Terlihat sekali kecemasan dari raut wajah Jake. Satu sisi, dia khawatir kedua orang tuanya menaruh curiga kalau Helena sedang hamil. Namun, sisi lain, Jake kasihan pada calon istrinya itu. Mungkin benar, Helena tidak menyukai aroma sayur ikan Tongkol.“Biar Ibu saja yang masuk.”I
Jake dan Helena terkejut mendengar jawaban Ibu Sinta. Raut wajahnya menegang, mereka tidak mungkin mengundur acara pernikahannya sampai satu tahun. Jika itu terjadi, maka kehamilan Helena akan diketahui keluarga dan diketahui pula oleh banyak orang. Kasihan Helena jika Pak Ibrahim bersikukuh menginginkan pernikahan Jake dan Helena diundur. “Bapak bilang gitu, Bu?” Jake memastikan. Dia berharap kalau yang didengarnya tidaklah benar. Biar bagaimana pun, Jake sudah terlanjur mengiyakan rencana adik kandung Bella Abimanyu. Jake akan merasa tak enak hati jika rencana pernikahan yang akan digelar Minggu depan, sesuai keinginan Tuan Abimanyu dibatalkan.“Iya. Makanya sana, coba kamu pertegas lagi. Ibu sih berharap, kalian segera menikah. Ibu sudah ingin menimang cucu,” gumam Ibu Sinta memandang sendu Helena yang tampak cemas akan keputusan Pak Ibrahim.“Ibu bantu doa, ya? Moga pernikahan kami secepatnya dilaksankan.""Aamiin."Jake berjalan cepat mencari keberadaan Pak Ibrahim. Melewat
“Nama Papa saya ... Abimanyu,” jawab Helena tersenyum simpul. Pak Ibrahim dan Ibu Sinta sempat terkejut namun mereka berusaha tetap tenang. Mendengar nama 'Abimanyu, mengingatkan Pak Ibrahim akan nama adik tirinya. Tetapi, pak Ibrahim maupun Ibu Sinta mencoba berpikir positif, bisa saja Abimanyu papanya Helena bukan adik tiri Pak Ibrahim.“Oh baiklah. Selesai sarapan, kita langsung berangkat saja. Supaya sampai di Jakarta tidak terlalu malam,” ujar Pak Ibrahim. Helena bernapas lega, akhirnya kedua orang tua Jake bersedia datang ke rumahnya, memenuhi undangan makan malam Papanya. Sepanjang jalan, tidak ada yang bicara. Jake yang duduk di balik kemudi, fokus ke jalan raya. Begitu pula Helena. Wanita itu sebenarnya ingin mengajak Jake berbicara, tetapi ia merasa malu karena kehadiran Pak Ibrahim dan Ibu Sinta.Orang tua Jake sangat takjub melihat rumah megah milik Helena. Bahkan, Ibu Sinta sampai bertanya pada anak tunggalnya, apakah mereka salah alamat atau tidak. Pertanyaan Ibu Sin
“Kita harus pulang sekarang! Tidak ada pernikahan antara kau dan dia!” Sorot mata Pak Ibrahim begitu tajam. Jake dan Helena tercengang mendengar suara Pak Ibrahim bernada tinggi. “Pak, ada apa? Kenapa Bapak bicara seperti itu?” Jake panik melihat kemarahan Bapaknya. Pak Ibrahim tak lantas menjawab. Berjalan cepat ke kamar tamu, menemui istrinya yang baru saja berbaring. “Bu, bangun, Bu! Ayok kita pulang!” Ibu Sinta terlonjak. Melihat suaminya yang bersiap pergi. Jake dan Helena berdiri di ambang pintu. Mereka tidak mungkin membiarkan Pak Ibrahim dan Ibu Sinta pergi dari rumah sebelum bertemu dengan Tuan Abimanyu.“Pak, Bu, aku mohon. Jangan pergi ... sebenarnya ada apa, Pak?”Helena meremas jari jemarinya. Kekhawatiran menyelimuti hati. Dia khawatir kalau Jake tidak diizinkan menikah. Entah apa alasan yang membuat Pak Ibrahim berubah sikap. Memutuskan agar tidak terjadi pernikahan antara Jake dan Helena.“Kau mau tahu ada apa sebenarnya?” Sungguh, kedua mata Pak Ibrahim ber
“Aku tidak butuh surat apapun dari lelaki bajingan seperti Adiwilaga!”Emosi Pak Ibrahim tak kunjung mereda. Semakin menjadi-jadi bagai deburan ombak yang sedang pasang. Kemarahan dan kekecewaan pada Papanya yang tumbuh sejak kecil membuatnya tak mau mendengar apapun cerita tentang sosok pria bernama Adiwilaga. Pak Ibrahim sangat muak."Tuan, jangan begitu. Seburuk apapun perbuatan yang telah dilakukan Papa, ada darahnya yang mengalir dalam tubuhmu, Tuan Ibrahim!”Pak Ibrahim berdecak, memalingkan muka. Napasnya memburu karena emosi telah menguasai diri. Ibu Sinta mengelus bahu suaminya agar tetap tenang.“Kalian tunggu sebentar, aku akan mengambil surat itu dulu.”Tergesa-gesa Abimanyu masuk ke dalam rumah, meninggalkan Pak Ibrahim dan istrinya. Kesempatan itu dimanfaatkan Pak Ibrahim untuk pergi. Dia benar-benar tidak mau berurusan dengan Bapak atau masa lalunya. Masuk ke dalam rumah, Abimanyu langsung ke ruang kerjanya. Mengambil surat berisi lima lembar kertas yang ditulis
“Tuan Samuel? Kalian menuduhku dihamili olehnya? Apa kalian sudah gila?” Tentu saja Helena mengelak. Tidak mungkin dirinya mengakui yang sebenarnya. Dalam hati, Helena sangat geram dan marah pada lelaki pecundang itu. Lelaki yang tidak mau bertanggung jawab atas kehamilannya dan sekarang tiba-tiba ia mengakui pada Saraswati dan Cella kalau Samuel telah menghamili Helena.“Benar kan, kau mengenalnya?” terka Saraswati, senyumnya mengembang puas. Dia berpikir, setelah ini Helena akan hancur. Dirinya akan didepak dari rumah sendiri oleh Abimanyu.“Siapa yang tidak mengenal dia? Dia adalah salah satu pengusaha yang menanam saham pada perusahaan Papa! Dia juga, suami dari wanita sosialita bernama Angela. Kau tentu tahu kan siapa Angela?” Sebisa mungkin Helena mengelak atas tuduhan yang dilayangkan Saraswati dan Cella. Jika dirinya pasrah begitu saja, mengiyakan tuduhan mereka, maka semua rencana yang telah disusun bersama Jake, gagal total. Setelah ini, Helena harus memikirkan untuk m