“Kita harus pulang sekarang! Tidak ada pernikahan antara kau dan dia!” Sorot mata Pak Ibrahim begitu tajam. Jake dan Helena tercengang mendengar suara Pak Ibrahim bernada tinggi. “Pak, ada apa? Kenapa Bapak bicara seperti itu?” Jake panik melihat kemarahan Bapaknya. Pak Ibrahim tak lantas menjawab. Berjalan cepat ke kamar tamu, menemui istrinya yang baru saja berbaring. “Bu, bangun, Bu! Ayok kita pulang!” Ibu Sinta terlonjak. Melihat suaminya yang bersiap pergi. Jake dan Helena berdiri di ambang pintu. Mereka tidak mungkin membiarkan Pak Ibrahim dan Ibu Sinta pergi dari rumah sebelum bertemu dengan Tuan Abimanyu.“Pak, Bu, aku mohon. Jangan pergi ... sebenarnya ada apa, Pak?”Helena meremas jari jemarinya. Kekhawatiran menyelimuti hati. Dia khawatir kalau Jake tidak diizinkan menikah. Entah apa alasan yang membuat Pak Ibrahim berubah sikap. Memutuskan agar tidak terjadi pernikahan antara Jake dan Helena.“Kau mau tahu ada apa sebenarnya?” Sungguh, kedua mata Pak Ibrahim ber
“Aku tidak butuh surat apapun dari lelaki bajingan seperti Adiwilaga!”Emosi Pak Ibrahim tak kunjung mereda. Semakin menjadi-jadi bagai deburan ombak yang sedang pasang. Kemarahan dan kekecewaan pada Papanya yang tumbuh sejak kecil membuatnya tak mau mendengar apapun cerita tentang sosok pria bernama Adiwilaga. Pak Ibrahim sangat muak."Tuan, jangan begitu. Seburuk apapun perbuatan yang telah dilakukan Papa, ada darahnya yang mengalir dalam tubuhmu, Tuan Ibrahim!”Pak Ibrahim berdecak, memalingkan muka. Napasnya memburu karena emosi telah menguasai diri. Ibu Sinta mengelus bahu suaminya agar tetap tenang.“Kalian tunggu sebentar, aku akan mengambil surat itu dulu.”Tergesa-gesa Abimanyu masuk ke dalam rumah, meninggalkan Pak Ibrahim dan istrinya. Kesempatan itu dimanfaatkan Pak Ibrahim untuk pergi. Dia benar-benar tidak mau berurusan dengan Bapak atau masa lalunya. Masuk ke dalam rumah, Abimanyu langsung ke ruang kerjanya. Mengambil surat berisi lima lembar kertas yang ditulis
“Tuan Samuel? Kalian menuduhku dihamili olehnya? Apa kalian sudah gila?” Tentu saja Helena mengelak. Tidak mungkin dirinya mengakui yang sebenarnya. Dalam hati, Helena sangat geram dan marah pada lelaki pecundang itu. Lelaki yang tidak mau bertanggung jawab atas kehamilannya dan sekarang tiba-tiba ia mengakui pada Saraswati dan Cella kalau Samuel telah menghamili Helena.“Benar kan, kau mengenalnya?” terka Saraswati, senyumnya mengembang puas. Dia berpikir, setelah ini Helena akan hancur. Dirinya akan didepak dari rumah sendiri oleh Abimanyu.“Siapa yang tidak mengenal dia? Dia adalah salah satu pengusaha yang menanam saham pada perusahaan Papa! Dia juga, suami dari wanita sosialita bernama Angela. Kau tentu tahu kan siapa Angela?” Sebisa mungkin Helena mengelak atas tuduhan yang dilayangkan Saraswati dan Cella. Jika dirinya pasrah begitu saja, mengiyakan tuduhan mereka, maka semua rencana yang telah disusun bersama Jake, gagal total. Setelah ini, Helena harus memikirkan untuk m
Pagi harinya, Jake memutuskan pulang ke Bogor. Namun, sebelum berangkat, Jake menyempatkan menelepon Helena. “Kau yakin, akan tetap menikahiku?” “Yakin, Nona. Aku menemui mereka, hanya ingin melihat keadaannya. Aku tidak menginap, langsung pulang lagi setelah memastikan keadaan Bapak dan Ibu.” “Ya udah gak apa-apa.” Usai menghubungi Helena, Jake langsung masuk ke dalam mobil, keluar kota. Perjalanan hampir lima jam. Itu pun jika tidak terjebak macet. Berbeda dengan Helena, yang lebih memilih mengurung diri di dalam kamar. Malas keluar kamar karena ada Cella dan Saraswati. Kedua orang itu pasti akan mencari masalah jika bertemu dengannya. Helena tak habis pikir, kenapa Samuel tiba-tiba menceritakan hubungannya pada Saraswati dan anak kandungnya? Samuel sendiri yang selalu meminta agar merahasiakan hubungan itu. Tetapi, kenapa juga ia sendiri yang membocorkan? Apakah Samuel tidak takut jika Angela akan mendepak dirinya? Tok, tok, tok. “Nona ... Nona Helena.” Helena terperanjat me
Bella terlihat ragu mendengar ajakan adik kandungnya, Helena. “Aku takut Papa marah. Aku ... Aku sudah mengecewakan Papa.” Memang tidak dapat dipungkiri Helena dan Bella bersalah. Terlalu bebas dalam bergaul. Sedari mereka masih remaja, Abimanyu sering kali mewanti-wanti agar mereka dapat menjaga diri hingga menikah. Kenyataannya, Helena dan Bella justru mengabaikan. “Jangan begitu, Kak. Kita memang salah, tetapi kesalahan itu bisa diperbaiki.” Helena berusaha menghibur kakaknya. Dia ingin Bella segera kembali ke rumah. Hidup berkecukupan. Tidak seperti sekarang. Suami Bella yang hanya bekerja sebagai tukang ojek online, hanya mampu mencukupi keseharian saja. Terkadang Bella tidak masak demi membeli susu formula untuk anaknya. Helena kerap kali mentransfer sejumlah uang untuk Bella. Namun, Rino -suami Bella- enggan menggunakannya. “Bagaimana persiapan pernikahan kamu? Jadi, nikah Minggu depan?” Sebelumnya Helena suda bercerita kalau Abimanyu menginginkan pernikahannya dengan Jake
“Mau apa kau ke sini?” tanya Bella pada lelaki yang telah mencampakkan adiknya. “Helena ada di dalam ‘kan?” Kepala Samuel melongok ke dalam. Bella menghalangi.“Tidak ada.”“Kau jangan bohong! Aku tahu, Helena ada di dalam. Biarkan aku bertemu dengannya! Ada yang ingin aku bicarakan!” Samuel berusaha masuk ke dalam rumah kontrakan Bella. Dengan sigap, Bella mendorong tubuh Samuel agar tidak masuk ke dalam. Bella tahu betul hubungan Samuel dan Helena. Dari dulu, Bella sudah melarang Helena agar tidak menjalin hubungan dengan suami orang tetapi saat itu, Helena seolah tuli. Tidak mendengarkan larangan kakak kandungnya. Sekarang ketika Helena dicampakkan, barulah dia berani menemui Kakaknya lagi.“Bukankah kau sudah mencampakkan adikku?” sorot mata Bella sangat tajam. Samuel menelan air liur. Salah tingkah.“Bu-bukan maksudku mencampaknnya. Aku hanya tidak mau ada pernikahan!”“B*jingan! Kau benar-benar lelaki iblis! Mau mencicipi, tak mau memiliki? Di mana otak dan hatimu, Bre
Tiba di halaman rumah, Jake turun dari mobil tergesa-gesa. Ingin menemui kedua orang tuanya terutama bertemu Pak Ibrahim. Jake tidak ingin jika pernikahannya dengan Helena diundur apalagi dibatalkan. Sebisa mungkin Jake akan membujuk Bapak dan Ibunya agar mengizinkan ia menikah dengan Helena.“Bu, Bapak di mana?” tanya Jake pada Ibu Sinta setelah mencium punggung tangannya. “Kau pulang, Nak?” Ibu Sinta terkejut melihat kepulangan anaknya. Dia pikir, Jake akan marah dan tidak akan mau pulang ke rumah.“Iya, Bu. Aku ingin bertemu dengan Bapak. Ingin memastikan Ibu dan Bapak,” jawab Jake duduk di sebelah wanita yang telah melahirkannya. Kedua mata Ibu Sinta berembun. Mengingat nasib anak tunggalnya. Tiap menjelang pernikahan selalu saja ada masalah yang menghalangi. Dulu, menjelang pernikahan, Mega calon istri Jake ketahuan berselingkuh. Sekarang menjelang pernikahan, Helena ketahuan cucu dari anak tiri Pak Ibrahim. Entah, pernikahan Jake dan Helena akan tetap berlangsung atau pun ga
Helena berhasil melarikan diri dari rumah kontrakan Bella. Ia berhasil tidak bertemu dengan lelaki yang menghamilinya. Napas Helena tersengal-sengal karena berlari menyusuri gang rumah kakaknya. Helena tak ingin berjumpa Samuel apalagi berbicara dengan lelaki itu. Sepanjang jalan, Helena harap-harap cemas. Kendaraan yang ditumpanginya melaju dengan kecepatan tinggi. Takut, kalau Samuel mengejarnya apalagi sekarang Helena sedang menyetir seorang diri. Tidak ada Jake di sampingnya. Helena tiba di rumah lebih cepat dari biasanya. “Helena! Helena!” Panggilan Saraswati membuat langkahnya terhenti. Enggan menanggapi namun Helena harus bisa menjaga sikap. Biar bagaimana pun, Saraswati orang yang sudah tua. Selain itu masih istri sah Tuan Abimanyu.“Aku dan Cella ingin mengajakmu ke salah satu party teman Cella. Kau mau kan ikut dengan kami?” Kali ini, ada yang berbeda. Sifat Saraswati menjadi ramah. Bibirnya pun menyunggingkan senyum. Kedua mata Helena memicing. Menaruh curiga jika
Raut wajah Jake sangat sumringah mendengar kalimat yang diucapkan kakak iparnya. Kali ini Jake sangat bahagia karena benih yang ada di dalam rahim Helena adalah benih darinya. Jake menaiki anak tangga dengan senyum lebar. Membuka pintu kamar, terlihat Helena tengah tergolek lemah. Jake langsung mendekati, menggenggam telapak tangan istrinya. "Ada apa, Jake?" tanya Helena lemah, pandangannya sangat sendu, wajah putihnya semakin memucat. "Kata Kak Bella dan Mama Saraswati, kamu sedang hamil." Ucapan yang disampaikan Jake membuat kening Helena mengkerut. Ia berpikir sejenak, bagaimana mungkin dirinya hamil padahal belum lama mengalami keguguran?"Tapi, aku kan Jake---"Kalimat Helena terpotong. Ia tak boleh merusak kebahagiaan yang terlihat dari raut wajah suaminya. Lebih baik, ia ke dokter kandungan saja, memeriksakan kondisinya. "Baiklah. Kita ke dokter aja, ya? Supaya lebih pasti.""Iya, Sayang. Aku siap-siap dulu. Kamu mau ganti pakaian gak?" Jake bertanya tergesa-gesa. Helena meng
Roger mencaci maki istrinya. Dia tentu terkejut mendengar Cella menyerahkan sertifkat apartemen pada Toni Sanjaya yang tak lain papa kandung Cella sendiri. Sebenarnya Roger tak pantas bicara demikian. Terserah Cella mau memberikan sertifikat apartemen ke siapapun. "Kamu kenapa marahin aku? Memangnya kenapa dengan papaku? selama ini ke aku baik kok." Cella tidak terima Roger membentak, mencaci maki dirinya. Toni dulunya memang pernah jahat, tetapi belakangan lelaki itu sering membantu Cella dan juga menunjukkan perhatian dan kasih sayangnya terhadap Cella. Kasih sayang yang selama ini tidak pernah Cella dapatkan. "Kenapa marahin kamu? Ya karena kamu bodoh. Papamu baik ke kamu karena ada maunya. Kalau kamu gak percaya padaku, buktikan saja nanti sendiri. Aku yakin seratus persen, papamu itu akan menjual apartemenmu," tandas Roger tanpa keraguan. Sedikit banyak Roger sudah tahu sifat Toni. Lelaki itu selalu saja memanfaatkan kesempatan. Sekarang Cella telah menyerahkan surat berharga p
"Cella, kalau boleh, Papa ingin lihat sertifikat apartemen ini. Ya takutnya ada yang salah," ucap Toni beralasan. Padahal dalam hati, ia menyimpan rencana busuk. Tak peduli dia adalah istrinya, anaknya, atau pun temannya. "Takut ada yang salah gimana, Pah?" Cella tak mengerti. Dia sudah lama membeli apartemen ini. Sampai sekarang tidak ada masalah apa-apa."Ya kamu gak tau aja, di luar sana ada banyak orang yang tertipu membeli apartemen gara-gara sertifikatnya palsu." Cella menyimak penuturan yang disampaikan Toni. "Masa sih, Pah? Aku selama ini gak pernah bermasalah.""Ya coba bawa ke sini dulu. Papah ingin lihat." Toni mengeluarkan sebungkus rokok, mengambil sebatang dan memantiknya. "Baiklah." Cella beranjak, masuk ke dalam kamar, mengambil sertifikat apartemen yang disimpan rapi di laci bawah meja rias. Kemudian, menunjukkan pada Toni yang tak lain ayah kandungnya. "Ini, Pah. Aku bikin ini langsung ke notaris. Kayaknya gak mungkin kalau palsu."Toni mengabaikan ucapan Cella.
"Kamu kenapa terlihat murung, Saras?" tanya abimanyu saat mereka berada di dalam kamar."Aku teringat Cella," jawab Saraswati, wajahnya terlihat sendu. Bertemu kembali dengan Cella membuatnya murung. Kesedihan yang dialami Saraswati jauh dari Cella begitu dalam. Sebagai seorang ibu, Saraswati pun merindukan wanita yang dulu terlahir dari rahimnya."Kenapa Cella? apa dia meneleponmu? menyakiti hatimu lagi?" Abimanyu tampak mengkhawatirkan istrinya. Ia merangkul pundak Saraswati, membelai pelan dan berusaha menenangkan.Saraswati menatap Abimanyu dengan wajah kebingungan. Dia tidak tahu harus menjawab apa. "Enggak, Mas. Cella gak telepon aku. Aku hanya merindukannya. Kamu tentu tau, kalau aku selama ini selalu membelanya. Apapun yang dia lakukan, aku selalu berada di dekatnya. Aku hanya tidak membelanya saat ia lebih memilih menikah dengan lelaki yang telah memiliki istri. Itu seperti mengorek lukaku di masa lalu, Mas. Aku merasa kalau Cella gak ubahnya dengan wanita yang telah mengha
Setelah hidup bersama selama beberapa waktu, Cella mulai merasa bahwa Roger telah berubah menjadi seorang yang berbeda dari saat pertama mereka bertemu. Roger semakin sering merendahkan Cella, memarahinya dan mengabaikan kebutuhan dan perasaannya. Cella merasa sangat kesal pada awalnya, tetapi dia bersikeras untuk tetap bersama Roger dan tetap berharap bahwa akan ada perubahan di masa depan.Namun, semakin lama, sifat Roger yang buruk semakin jelas, terutama setelah dia mulai membandingkan Cella dengan istri pertamanya. Roger sering menyebutkan istri pertamanya dengan nama yang buruk dan menyatakan bahwa ia lebih memilih Cella daripada istri pertamanya. Cella merasa sangat terhina dan keberatan dengan perlakuan Roger tersebut.Suatu hari, Cella tidak tahan lagi dan menghadap Roger, marah dan bertanya mengapa dia begitu berubah dan tidak mencintai dia seperti saat dia memilihnya untuk menjadi istrinya."Kenapa kamu begitu berubah, Roger? Aku tahu bahwa kamu lebih memilih aku daripada i
Bella dan Helena berdiri di depan butik mereka yang baru saja dibuka pada hari pertama bisnis mereka. Wajah mereka dipenuhi dengan antusiasme dan harapan untuk menjadi sukses dalam bisnis mereka. Keduanya saling berpandangan selama beberapa menit, kemudian Bella mulai membuka pintu toko dan para pelanggan mulai berdatangan untuk memeriksa produk-produk yang mereka tawarkan."Sudahkah kamu siap untuk menjadi pengusaha hebat?" tanya Bella kepada Helena dengan antusiasme."Sudah siap di hari pertama yang indah ini!" jawab Helena sambil tersenyum.Bella dan Helena saling menatap dan tersenyum, kemudian Bella menunjukkan produk-produk terbaru mereka, termasuk pakaian dan aksesoris terbaru yang menyenangkan."Produk-produk itu sangat indah, Kak Bella. Aku yakin kita akan sukses dalam waktu singkat!" kata Helena dengan senyum lebar.Namun, tidak lama setelah butik dibuka, Bella dan Helena mendapati bahwa persaingan di bisnis fashion cukup ketat. Orang-orang yang menjual produk yang sama deng
Saraswati terkejut mendengar nama anak kandungnya disebut Melani. Jadi, benar ... kalau Roger yang menjadi suami Cella adalah suami Melani juga. Helena dan Bella menoleh pada Saraswati yang tampaknya merunduk malu. Bella merangkul bahu Saraswati, memberinya ketenangan. Sedangkan Helena terdiam membisu, tidak tahu harus berkata apa. Beruntung, Roger tidak mengenal Saraswati adalah Ibu kandung Cella. Jika mengenal, entah apa yang terjadi. "Mohon maaf, Mbak Melani. Kalau begitu pamit, ya?" Helena tak enak berada di tengah-tengah pertengkaran suami istri yang akan bercerai itu. Apalagi melihat Saraswati yang salah tingkah karena nama anaknya disebut oleh pemilik dua ruko yang akan dijadikan usaha butik oleh mereka."Oh iya, silakan. Terima kasih banyak, ya?" timpal Melani mengabaikan keberadaan Roger yang kesal dengan jawaban istrinya. Jauh dari lubuk hati Roger, ia menyesal karena telah berselingkuh sampai menikah dengan Cella. Ia pikir, bercerai dengan Melani akan memudahkan dirinya me
Nama itu nampak tak asing di telinga Saraswati. Seperti pernah mendengarnya. Ia berusaha mengingat-ingat siapa gerangan wanita yang bernama lengkap Melani Wira Atmaja?"Tadi karyawan saya menyampaikan katanya kalian ingin membeli ruko yang di sebelah cafe saya, ya?" Pertanyaan Melani membuyarkan lamunan Saraswati. Bella dan Helena serempak menganggukkan kepala. Mereka memang berencana ingin membeli ruko yang berada di samping cafe ini. Rencananya ruko tersebut akan dibuat usaha butik. "Benar, Mbak. Kami memang berniat membelinya jika harganya cocok," jawab Helena tersenyum simpul. Melani manggut-manggut, kemudian wanita itu langsung menawarkan harga. Bella dan Helena tidak menyangka kalau harga yang ditawarkan Melani sesuai keinginannya. Mereka pikir, harga dua ruko tersebut sangat mahal. Kalau sesuai harga yang ditawarkan Melani, Bella maupun Helena langsung menyanggupi. Meskipun mereka merasa heran, kenapa Melani menjual dua ruko itu di bawah harga pasaran?"Mbak Melani maaf, apa g
Cella semakin bingung mendengar pertanyaan dari wanita yang di seberang telepon sana. Apa mungkin itu adalah istri pertama papanya?"Aku anak kandung papa Toni dari istri pertamanya. Sekarang katakan padaku, di mana papa Toni? Aku ingin bicara padanya." Tanpa memikirkan resikonya, Cella mengatakan yang sejujurnya. Padahal jika Cella tahu, kalau dulu wanita itulah yang merebut Toni dari mamanya, mungkin Cella tidak sembrono mengatakan siapa dirinya sebenarnya. "Apa? Jadi kamu anaknya si Saraswati itu?" Suara seseorang yang berada di ujung telepon mengejek kejujuran Cella. Namun, sedikit pun Cella tidak merasa cemas jika kejujurannya ini akan membuat Toni sangat marah."Iya. Aku anaknya. Bahkan beberapa hari kemarin aku sempat tinggal di rumah papa Toni." Cella seolah sengaja ingin memberitahu tentang kedekatannya dengan Toni. Wanita bernama Friska itu sangat geram mendengar pengakuan yang disampaikan anak tirinya. Friska mengepalkan kedua telapak tangan. Amarahnya sudah naik ke atas u