Jam tiga sore, Dev bersiap hendak mengantarkan Gaffi ke TPA. Ia menunggu anaknya selesai mandi di teras."Mau ke mana, Mas?" tanya Willy yang baru saja pulang jalan-jalan dari halaman belakang bersama Yana."Mau ngantar Gaffi ngaji.""Ngaji di mana?""Di TPA dekat rumah Ragil. Mau ikut?""Enggak, Mas. Besok saja aku ajak Yana mampir ke sana kalau mau pulang."Sudah lama Willy tidak main ke rumah Ragil, karena padatnya pekerjaan setelah setahun lalu proyek kilang selesai ia dipindahkan ke kantor pusat yang ada di kotanya."Oke."Kamalia datang sambil menggandeng Gaffi yang berbaju koko dan membawa ransel kecil di punggungnya."Puding ini nanti kasihkan Mbak Eva, Mas." Kamalia memberikan tas plastik ukuran sedang kepada suaminya.Bocah kecil itu mencium tangan sang Mama sebelum berangkat. Tanpa di suruh pun Gaffi juga menyalami Willy dan Yana."Pinternya anak ganteng," puji Yana.Setelah itu mobil meluncur pergi meninggalkan vila. Kamalia segera menyuruh Yana dan Willy mandi sebelum ud
"Nyenyak enggak tidurnya tadi malam?" tanya Kamalia kepada Yana pagi itu. Ketika Yana ikut menyiapkan sarapan pagi di ruang makan."Iya, sampai malas mau bangun. Subuh aja hampir kelewatan. Kalau enggak mendengar Mbok Darmi nyetekin kompor di dapur. Biasanya kalau di rumah Willy kan kami mendengar suara azan.""Makanya kami selalu membunyikan alarm di ponsel tiap masuk waktu Maghrib dan Subuh."Kamalia memperhatikan teman yang mengeluarkan kue cucur dan mendut dari plastik, kemudian menyusunnya di piring oval. Rambutnya kering. Apa mereka cuma tidur aja dalam suasana tempat baru? Ah, kenapa ia sibuk memperhatikan."Kira-kira betah enggak tinggal di pegunungan begini?"Yana tersenyum. "Kalau semua tersedia seperti kamu gini, ya, betah aja Lia. Tapi kalau semua harus dikerjakan sendiri, mau ke mana-mana mesti sendiri so pasti aku enggak bakalan kerasan.""Aku kalau lagi bosan, hampir seharian main ke rumah Mbak Eva. Tapi jarang juga, sih. Paling sebulan sekali aku ke sana."Setelah sara
Selesai sarapan Dev, Kamalia, dan Gaffi langsung pamitan ke orang-orang rumah. Seluruh barang bawaan telah masuk ke dalam mobil."Hati-hati, ya, Nduk," pesan Mbok Darmi.Kamalia mengangguk sambil tersenyum.Mereka jadi teringat peristiwa empat tahun lalu, yang mana setelah pamitan tidak lama kemudian Kamalia pulang lagi. Mbok Darmi malah berharap kalau kejadian itu akan terulang lagi kali ini.Beliau menganggap Kamalia sudah seperti putrinya sendiri dan kelucuan Gaffi pasti akan di rindukan mereka yang di vila.Mbok Darmi, Pak Karyo, dan Sumi mengantar kepergian mereka hingga ke halaman vila. Melihat mobil Dev yang bergerak pergi dan hilang di tikungan depan."Mainan kesukaan Gaffi di bawain semuanya, 'kan?" tanya Dev."Iya, daripada nanti dia rewel di sana," jawab Kamalia sambil menoleh ke belakang. Dimana Gaffi duduk di car seat-nya sambil melihat pemandangan di sisi sebelah kiri. Ketika mobil telah melewati hutan pinus dan berada di area persawahan dekat jalan ke desa, Dev menepik
Di perjalanan Dev gelisah. Mobil dipacu cepat namun tetap hati-hati. Padahal kalau menurut perkiraan dokter, Kamalia akan melahirkan empat hari lagi. Makanya Dev berencana akan ke rumah sang mama Jum'at sore. Namun kisah Gaffi terulang lagi, lahir beberapa hari sebelum tanggal perkiraan dokter.Dev mengurangi kecepatan mobil, memasang headset, lantas menghubungi Ben."Halo, Mas.""Bagaimana keadaan Lia?""Ini sudah di rumah sakit. Mama lagi nemenin Lia di dalam, aku sama Gaffi nunggu di luar. Kata dokter sudah bukaan empat. Mas, sudah sampai mana ini?""Baru setengah perjalanan.""Lalu lintas kota agak padat, Mas. Nanti lewat jalan dalam saja, muter dikit enggak apa-apa daripada kejebak macet.""Oke.""Mas, telepon saja Mama. Lia masih bisa duduk dan jalan-jalan di ruangan. Aku mau ngajak Gaffi keluar nyari makan dulu.""Baiklah, jaga Gaffi, Ben.""Pastilah!"Setelah mengakhiri panggilan, Dev kembali fokus ke jalan. Ia akan mencari tempat untuk menepi sejenak dan menelepon Kamalia.Se
Thisa Safiqah Narendra. Nama yang diberikan Dev dan Kamalia untuk bayi mungil mereka. Bu Rahma yang pernah memiliki nama untuk cucu perempuannya tidak jadi diberikan untuk anak Dev. Sebab nama itu sudah di pakai oleh sepupu Dev yang melahirkan dua tahun lalu.Pagi itu Dev baru selesai mandi saat seorang petugas rumah sakit datang mengantarkan sarapan untuk Kamalia. Sementara Bu Rahma sedang memangku sang cucu yang baru selesai di mandikan dan diajak berjemur di taman depan kamar mereka.Ben yang tadi malam mengajak Gaffi pulang ke rumah belum datang lagi ke rumah sakit."Sayang, mau sarapan sekarang?" tanya Dev pada istrinya yang duduk ditepi ranjang sambil membenahi jilbabnya."Iya, nanti Thisa bangun pasti mau ASI.""Mas suapi, ya?""Enggak usah, aku bisa sendiri. Kita sarapan bareng saja. Nanti gantian Mama yang makan.""Oke."Dev membuka plastik wrap yang menutup tempat makan jatah dari rumah sakit. Ada daging, tempe, dan tumis brokoli yang dicampur dengan wortel. Pisang yang men
Pernikahan megah telah usai, kini kehidupan Willy dan Yana jelas berbeda. Sekarang status mereka sebagai suami istri. Yana yang sejak kecil terbiasa melakukan apapun sendiri, tidak kaku tinggal di rumah mertua. Sebagai anak sulung yang memiliki empat orang adik dan kedua orang tua bekerja semua, membuat Yana cekatan melakukan pekerjaan ibu rumah tangga.Mbak Tri, wanita umur empat puluhan yang bekerja sebagai asisten rumah tangga di keluarga Willy sangat terbantu dengan kehadiran Yana. Tambah anggota keluarga bukannya tambah pekerjaan, malah meringankan tugasnya. Yana akan membantu bersih-bersih rumah sebelum atau sesudah pulang kerja."Mbak Yana, biar saya saja yang ngepel. Mbak, jangan capek-capek. Ibu ngebet banget pengen segera punya cucu, kalau Mbak kecapekan entar enggak jadi-jadi," tegur Mbak Tri sambil mengambil gagang pel dari tangan Yana. Wanita itu tersenyum. "Doain lekas jadi, dong, Mbak Tri.""Iya, pasti saya doain."Willy yang berada di balik dinding dengan kedua tanga
Setelah mandi dan salat asar, Willy duduk di sebelah Yana yang tersenyum-senyum ke arahnya."Tampak bahagia banget hari ini? Apa jadi dapat promosi kenaikan pangkat?" tanya Willy."Bukan. Ini lebih dari itu?"Willy mengernyit penasaran. Yana berdiri dan mengambil test pack yang di bungkus tisu di atas nakas. Lantas menunjukkan pada suaminya."Aku hamil.""Alhamdulillah," ucap pria itu sambil memandang test pack. Kemudian memeluk istrinya erat-erat."Antarkan periksa ke dokter, ya!"Willy mengangguk cepat. "Iya, habis Maghrib kita ke dokter."Kedua orang tua Willy tidak kalah bahagia saat dikabari kalau menantunya hamil. Mereka langsung menyarankan agar Yana resign dari kerjaannya.Demi calon anaknya, Yana rela berhenti kerja. Meski kariernya sedang menanjak naik.The end Willy's Side Story🌷🌷🌷Mita's Side StoryDokter Nasir yang baru pulang dari rumah sakit sore itu langsung mandi. Mita menyiapkan baju ganti dan perlengkapan untuk salat asar suaminya. Kemudian wanita itu menunggu d
"Bapaknya Amara tahu hukum Islam, kan? Dia tampak religius begitu, mana mungkin ngasih syarat sama kamu tidak masuk akal," kata Dev menanggapi cerita Ben.Malam itu, dua kakak beradik duduk di balkon rumah mamanya setelah tadi siang acara pertunangan Ben."Aku enggak janji sama beliau. Kujawab sambil senyum saja. Lagian beliau mana tahu aku nyentuh anaknya apa enggak."Dev mengalihkan perhatian pada langit malam yang kelam. Ia tidak bisa membayangkan adiknya harus bertahan selama itu, sedangkan dirinya saja tiga bulan menahan diri seperti hampir gila. Padahal waktu itu hubungannya dengan Kamalia tidak sebaik hubungan Ben dan Amara. Sedangkan dua orang itu jelas saling mencintai. Mana mungkin tahan untuk berdiam diri.Namun Dev tetap bertahan untuk tidak menceritakan kisahnya pada sang adik.Kepribadian mereka sedikit berbeda. Dev lebih pendiam, apalagi mengenai urusan pribadi. Sementara Ben lebih humoris dan terbuka. Meski untuk syarat yang diajukan calon mertuanya hanya kakak lelakin