Happy Reading
"Menikah?" ulang seorang gadis yang duduk bersimpuh tak jauh dari pintu kamar seraya memegang ujung piyama. Ini baru hari ketujuh orang tuanya meninggal dan Ia sudah mendapatkan kabar yang sangat mengejutkan."Percayalah kamu tidak akan merasakan hidup kesusahan," balas seorang laki-laki sambil sesekali melihat ponsel dan keponakannya itu bergantian."Tapi dia sudah memiliki istri Paman," timpal gadis itu lagi tak setuju. Bagaimana Ia bisa menikahi pria yang sudah memiliki istri.Melihat bagaimana perawakan dan wajah dingin laki-laki itu kemarin saja sudah membuat tubuh gadis itu mendadak menggigil apalagi harus diminta untuk menikahinya, terlebih ketika gadis itu melihat bagaimana laki-laki itu menjawab panggilan istrinya sangat tidak mungkin Ia dapat hidup diantara kedua pasangan tersebut."Dia membutuhkan keturunan...." laki-laki itu berdiri lalu mendekati gadis ini dan melanjutkan kalimatnya."Jangan lupakan bahwa orang tuamu memiliki hutang pada Dia." lalu laki-laki itu berlalu pergi sebelum benar-benar keluar dari rumah yang ditempati gadis itu Ia kembali berujar."Dia akan ke sini besok...persiapkan dirimu."****Barbakara Victoria Selena adalah anak tunggal dari pasangan pemilik perusahaan furnitur yang dibesarkan dengan sangat baik, gadis dengan perawakan yang tinggi dan juga berwajah bak dewi dengan visual yang sangat sempurna, hidung mancung dipadukan oleh alis tebal tidak heran jika semua orang menginginkannya. Namun, sayang gadis yang sudah terbiasa hidup dengan kemewahan tersebut tiba-tiba harus dihadapkan dengan penderitaan yang mengubahnya seratus delapan puluh derajat.Satu minggu yang lalu orang tuanya kecelakaan hingga tewas dan meninggalkan hutang yang sangat banyak, ditambah dengan berita tersebut saham perusahaan jatuh alhasil semuanya di sita oleh bank. Tidak hanya itu orang tua Kara meninggalkan hutang dengan seorang investor luar negeri yang sama sekali Kara tidak tau bahwa jaminannya adalah dirinya.Bulir-bulir air mata sedari tadi membasahi wajah Kara yang sedang duduk bersimpuh di lantai dingin bersandar dengan kasur menjadi tumpuhannya. Gadis yang baru saja duduk dibangku semester dua itu tidak sanggup menikah di usia dini, terlebih Ia sama sekali tidak mengenal pria tersebut. Parahnya laki-laki itu juga memiliki istri.Miris. Kara merutuki dirinya sendiri seraya terisak."Kenapa Aku tidak ikut meninggal bersama orang tuaku saja Tuhan...." Kara mengeluh seraya mengingat kehidupannya yang sebelum ini.Orang tuanya sangat menyayangi Kara, tidak sekalipun Kara kekurangan apapun. Keinginannya selalu dituruti bahkan sebelum masuk ke Universitas internasional Kara sudah di daftarkan di Universitas Harvard tapi, Ia menolak karena tidak ingin jauh dari orang tuanya."Kenapa engkau tidak adil Tuhan...," rutuk Kara Ia merasa bingung harus melakukan apa sekarang terbesitlah di dalam dirinya untuk bunuh diri tapi, Ia bingung caranya seperti apa.Kara tidak berani bahkan saat ini kakinya keluh untuk hanya sekadar berdiri. Seharian ini Ia habiskan hanya untuk menangis selepas mendengar apa yang dikatakan pamannya tadi."Aku harus bagaimana...," pekik Kara lalu bersamaan dengan itu pintu kamarnya dibuka paksa."Kamu kenapa Kara?" tanya Tantenya yang langsung khawatir dan menghampiri gadis itu."Aku tidak ingin menikah Tante," keluh gadis itu dan wanita itupun mendekat lalu memeluk Kara."Kamu tidak bisa menolak Kara," ujar wanita paru baya yang sekarang mengelus rambut gadis ini. Kara terdiam dengan masih berlinang air mata. Kepalanya berada di paha wanita ini yang kini menjadi sandarannya selepas kepergian malaikat terbaik di dalam hidupnya."Ini sudah takdir Kamu...dengan begitu Kamu tidak harus merasakan hidup susah Kara," lanjut wanita itu lagi mereka juga tidak bisa membantu apapun karena hutang yang dimiliki orang tua Kara sangatlah banyak.Kara meringis membayangkan tinggal satu rumah dengan istri dari suaminya. Tidak. Kara merasa ini bukan jalan yang benar melainkan kesesatan yang akan membuat dirinya terkekang."Tapi Kara benar-benar tidak ingin Tante...apakah tidak ada solusi lain?" ungkap Kara yang berharap ada jalan yang bisa menyelamatkan dirinya. Bahkan menjadi pembantu sekalipun, setidaknya lebih baik dari pada menjadi istri kedua."Inilah solusi yang terbaik Kara...bukankah Kamu tidak ingin membuat Mami dan Papimu sedih." kalimat itu mengingatkan kembali Kara pada kedua orang tuanya.Terpaksa Kara harus menerima semua ini, selepas keluarnya Tante Kara gadis itu kembali berdiam diri di kamar menunggu keajaiban jikalau ada.Dilain tempat seorang laki-laki sibuk dengan berkas yang ada di hadapannya. Seharusnya Ia sudah pulang sejak dua jam yang lalu, menenangkan istrinya yang sekarang sedang merasa sedih.Setiap rumah tangga memiliki ujiannya masing-masing, tidak ada pernikahan yang sempurna. Pernikahan bukan akhir dari penyelesaian masalah, melainkan menciptakan masalah baru akan tetapi setiap pernikahan tentu memiliki solusinya masing-masing tergantung pada pasangan suami istri itu sendiri.Dan inilah yang menjadi solusi dari pasangan yang sudah menikah hampir lima tahun tersebut. Merelakan suami menikah kembali tentu tidaklah mudah tapi, apa daya wanita itu harus kuat. Desakan dari keluarga dan juga perusahaan yang menginginkan penerus tentu harus dipenuhi, sedangkan sang istri tak bisa memenuhi hal tersebut."Sayang apakah Kau sudah tidur?" tanya laki-laki tersebut mengirim pesan pada istrinya pukul 22:13 waktu Indonesia bagian barat.Tak lama pesannya pun dibalas,"Belum nih sayang...Aku masih nonton," alibi wanita itu berbohong yang sebenarnya Ia sedang merenung. Ketika sang suami menelponnya dengan cepat-cepat Ia menghidupkan n*****x."Kenapa belum tidur?" tanya laki-laki itu seraya memandang istrinya."Aku masih nonton Sayang," balasnya melebarkan senyum walaupun ada rasa getir di dalam hatinya."Jangan terlalu malam, besok Kita akan pergi," ingat laki-laki itu yang sekarang kembali melihat berkas mendengar itu istrinya langsung terdiam dan berubah raut wajah tapi, laki-laki itu tidak melihatnya."Kamu ingat bukan?" tanyanya kembali melihat istrinya."Tentu Aku mengingatnya...lamaranmu untuk Dia." Mereka lantas sama-sama terdiam, tidak ada kebahagiaan hanya ada keikhlasan siapa yang bahagia jika suaminya akan menikah lagi dan itu atas permintaannya pula.Bibirnya keduanya seakan keluh, laki-laki itu kembali fokus pada pekerjaannya hanya itu yang bisa Ia lakukan untuk mengalihkan ingatan dia tentang luka yang Ia berikan pada sang istri.****Thanks guysHappy readingRumah bergaya klasik tersebut sudah ramai oleh sanak dan keluarga, di dalam kamar seorang gadis sedang dipersiapkan oleh mua yang akan merias dirinya beserta desainer yang jauh-jauh hari sering bolak-balik ke rumah ini. Kara duduk dengan tenang tapi, tidak dengan wajahnya yang jauh dari kata tenang bahkan tidak ada senyum sedikitpun di wajah gadis itu. "Cepat di selesaikan mereka hampir tiba," ujar Paman Kara berdiri di balik pintu, mendengar itu seketika jantung Kara berpompa lebih kencang lagi. Ini hari lamaran yang tidak pernah Ia bayangkan akan tiba di usia 20 tahun. Saat Kara sedang tertegun tiba-tiba pundaknya dipegang oleh seorang wanita parubaya. "Dia sudah tiba," ujar wanita itu tersenyum pada Kara seketika gadis itu menampilkan wajah keterkejutannya. Kemudian semua yang ada di dalam itu pun keluar usai Kara siap dengan penampilannya. Di luar kamar semua orang menyambut kehadiran laki-laki yang akan melamar Kara. Didampingi dengan istri dan bodyguard laki-la
Happy reading"Kamu pulang duluan ya," pamit Kara pada teman-temannya usai memasukkan semua laptop dan alat tulis ke dalam tas. "Kamu bawa mobil?" tanya temannya menghentikan langkah kaki Kara yang hampir keluar. "Nggak! Aku dijemput," balas Kara yang sesekali mengecek ponselnya karena sedari tadi belum ada notifikasi pesan dari Marco. "Sama siapa?" tanya yang lain penasaran. "Calon suami?" celetuk yang lain membuat Kara membeku di tempatnya. Hampir beberapa detik sebelum yang lain pun tertawa. "Kita bercanda kali Ra....""Hahahaha." mereka pun tertawa semua yang dibalas pula dengan tertawa oleh Kara seraya mengelus dada sedikit tenang, Ia takut sekali ada teman-temannya yang tau jika Ia sudah bertunangan dan sebentar lagi akan menjadi istri kedua laki-laki berpengaruh di Indonesia. "Nggak mungkin lah ya kalau Lo ada doi nggak cerita-cerita sama Kita apalagi kalau ada calon semua," ujar salah satu dari teman Kara memegang pundak Kara seraya tersenyum. "Hehe...hehe...," balas Ka
Happy ReadingSuasana hotel berbintang lima yang terletak di salah kota tersebut memberikan kesan yang berbeda pada hari ini. Mobil bermerek sudah berjejer rapi di lingkungan hotel dengan beberapa papan bunga yang menghiasi pintu masuk. Tidak heran jika biasanya pagi-pagi hotel ini masih tampak sepi kali ini sudah ramai. Semuanya menunggu akad nikah yang akan berlangsung kurang dari lima belas menit lagi. Di sebuah kamar presidential suite seorang wanita sedangkan dirapikan. Ia mengenakan kebaya putih dengan aksesoris khas dari kota dimana tempat Ia dilahirkan. Tidak terlalu berlebihan namun, sangat membuat dirinya berbeda kali ini. Gadis itu bersiap berdiri dan digandeng oleh beberapa saudaranya diikuti oleh keluarga yang lain, memasuki lift untuk turun dimana berlangsungnya pernikahan. Di bawah sana Marco sedang melakukan ijab kabul. "Saya nikahkan engkau dan Saya kawinkan engkau dengan pinanganmu, ponakanku Barbakara Victoria Selena dengan mahar 1 bitcoin senilai 64.418.90$, 50
Happy Reading"Baiklah Aku akan melakukannya jika itu maumu." lalu Marco pun ke luar dari kamar Abella dengan perasaan marah. Laki-laki itu lantas kembali masuk ke dalam kamar yang dimana Kara baru saja bangun, gadis itu mengucek matanya seraya melihat ke arah Marco. "Kenapa Kamu masuk ke sini? Kamu nggak salah kamar?" tanya Kara menimbulkan kerutan di kening Marco. "Kamu nggak ingat semalam?" tanya Marco menaikan sebelah alisnya Kara pun langsung menggeleng."Ingat apa?" ujar gadis itu lagi masih mengumpulkan nyawa. "Tidak ada," balas laki-laki itu kemudian kembali ingin keluar. "Siap-siaplah Kita sarapan." Marco langsung berlalu pergi. Bisa-bisanya Kara tidak ingin jika semalam Ia tidur bersama dengan dirinya bahkan gadis itu juga telah memeluk Marco saking eratnya Marco sampai tidak bisa bernapas. Kara tidak mengikuti kalimat Marco barusan Ia justru kembali menggulingkan tubuhnya di kasur, bermain media sosial seraya membalas pesan teman-temannya. Mereka mempertanyakan kemana
Happy ReadingKara meringis saat menuruni tangga, ini sudah hari kedua setelah malam itu tapi Ia masih merasakan nyeri di pangkal pahanya. Jangan tanyakan kemana Marco setelah menidurinya, laki-laki itu bahkan tidak pulang sedari kemarin dan Kara tidak tahu ke mana. "Nyonya kenapa tidak lewat lift saja?" tanya seorang pelayan menghampiri Kara lalu membantu gadis itu untuk turun. "Aku ingin melihat-lihat lantai dua," balas Kara sedikit tersenyum Ia mengenakan dress satin yang hanya sebatas lutut. "Nyonya membutuhkan sesuatu?" tanya pelayan itu lagi saat mereka sudah berada di lantai satu menuju ke dapur. "Aku mau jus naga," kata Kara lalu menuju ke belakang dimana taman dan kolam renang menyambut kedatangannya. Rumah ini benar-benar luas jika dibandingkan dengan rumahnya mungkin hanya sepertiga padahal rumah Kara sudah cukup besar pula. Saat gadis itu tengah menikmati datangnya siang, seseorang menghampirinya. "Kara...," sapa Abella melihat wanita itu Kara pun tersenyum. "Kak Ab
Pov KaraHari ini Aku merasa benar-benar sedih, ntah tidak tau mengapa alasan yang jelasnya. Moodku berantakan, Aku tidak memiliki gairah untuk belajar sampai ketika seseorang duduk di sebelahku dan itu menambah kekesalan. "Kamu mahasiswa pindahan itu 'kan?" katanya dengan wajah setengah tersenyum. "Iya...," balasku singkat tidak memiliki tenaga. "Kenapa pindah? Kamu nakal ya," tuduhannya menambah bete. Aku enggan berbicara bahkan hanya untuk menganggapi laki-laki itu, sudah cukup om-om dingin dan menyebalkan yang ada di rumah. Aku hanya ingin ketenangan baru saja mengharapkan itu Aku dihadapkan lagi dengan dosen killer yang bertanya. "Yang di belakang silahkan berikan pendapat Anda!" katanya menunjuk ke arahku. Aku kemudian berdiri dan siap membuka mulut tapi, dosen tersebut kembali berujar. "Kamu!" perintahnya menunjuk laki-laki yang tersenyum singkat padaku saat Aku ingin kembali duduk dengan kesal. "Kamu pulang sama siapa? mau Aku antarin?" tanyanya sedikit berlari sehingg
Happy readingAuthor PovKara dan Marco mengobrol di dalam pesawat seraya saling bertukar cerita walaupun tanggapan Marco sangatlah singkat. Wanita muda itu menggunakan jeans denim dipadukan dengan kaos putih tidak lupa blazer yang senada dengan warna jeansnya begitu pula dengan pakaian Marco. Tumben sekali mereka berpakaian dengan warna yang senada. "Coba lihat deh Om, ini tugas Gue udah kemaren terus si dosen ini ngomong belum padahal jelas-jelas udah Gue kirim," kekeuh Kara tidak terima dengan kalimat dosen yang berbicara di room chat kelas. "Sudah Kamu periksa?" tanya Marco ulang seraya meletakkan ponsel Kara di tengah tengah meja. "Apanya?" tanya Kara dengan polos. "E-mail Kamu," ujar Marco lantas membuka email Kara dan belum ada kotak terkirim tugas Kara. "Kok nggak ada ya," keluh Kara sambil memanyunkan bibir saat Marco memperlihatkan e-mail tersebut laki-laki itu kemudian mengecek kembali ponselnya dan yah barulah setelah itu tugas Kara terkirim. Memang kalau banyak yang
Happy ReadingSementara Marco dan Kara pergi bersama, Abella menyendiri di rumah. Wanita dewasa itu duduk di depan jendela besar yang menghadap pada pemandangan di luar seraya mendekat tubuhnya yang sebagian Ia biarkan terbuka. Ini adalah pilihan yang dia ambil dan tentu Abella tidak boleh menyesal. Sekali lagi Ia harus ikhlas. Abella termenung sedangkan dua orang yang baru saja keluar dari pintu lift itu langsung disambut oleh pelayan. Kara berjalan bersebelahan dengan Marco menuju ke lantai dua penthouse ini. Di sana sudah ada empat orang yang duduk di sofa melingkar. Mereka tersenyum tapi, tidak dengan ramah. "Kenalin Dad...Mom ini Kara," ujar Marco Kara pun tersenyum seraya meremas tangannya yang terasa dingin seketika. "Selamat datang Kara," sapa seorang laki-laki yang usianya berkisar di delapan puluh tahunan. "Terima kasih," balas Kara lalu seorang wanita parubaya yang masih terlihat sangat cantik itu berdiri menghampiri Kara. Kara pikir Ia akan disambut dengan sangat hang
Happy ReadingBabymoon yang diidamkan semua wanita tanpa terkecuali Kara walaupun Ia tidak pernah membayangkan dirinya akan menjadi seorang Ibu dalam usia yang cukup muda. Kara tidak pernah berpikir akan menikah muda. Sepuluh tahun yang lalu ketika Ia mengobrol pada orang tuanya di ruang tamu Ia mengatakan bahwa Ia ingin menikah setelah menjadi ceo di perusahaan milik orang tuanya. "Mami...Aku nggak mau nikah muda," celoteh Kara kecil sambil melihat televisi yang menampilkan seorang perempuan bussiness independent dengan setelan blazer dan tas ala perempuan dewasa yang sangat sibuk. "Kamu mau jadi seperti Dia?" tanya Ayah Kara seraya merangkul putrinya yang sedang memeluk sang Ibu. Mereka bertiga duduk di sofa ruang keluarga, sangat hangat dan damai. "Tentu saja Papi, siapa sih yang nggak mau kayak putri Isabella," balas Kara yang saat itu sangat mengidolakan seorang wanita yang juga sangat lincah. "Kalau begitu belajar yang rajin Papi akan menyiapkannya untuk Kamu." "Siap Papi
Happy Reading"Aku pengennya naik pesawat yang biasa," rengek Kara saat sudah menaiki pesawat pribadi yang akan mengantarkan mereka ke London.Setelah mengetahui bahwa isi pesawat ini hanya mereka berdua dan dua asisten lainnya Kara merasa sangat sepi dan Dia ingin keramaian. Bukannya lebih nyaman dan leluasa jika hanya ada mereka pikir Marco Ia tidak mengerti dengan keinginan Ibu hamil itu. "Kara...yang ini lebih nyaman," jelas Marco wajah Kara lantas mendadak merengut Ia pun mengajak wanita itu berjalan ke belakang menuju ke sebuah ruangan yang ternyata adalah kamar. "Tapi sepi," keluh wanita itu kalau sudah begini sudahlah Marco membujuknya. "Tidak...Kamu bisa menonton film." Marco lalu menghidupkan netflix mencarikan film disney yang disukai oleh Kara. "Nggak...Aku nggak suka." lama Kara merengut dan tidak ingin berbunyi pada Marco sampai dua puluh menit berlalu seseorang pun mengetuk pintu Marco pun bangkit dan membukanya. Laki-laki itu lalu membuka sesuatu yang ada di tanga
Happy ReadingMarco mengantar pulang Kara keesokan paginya, setelah mengecup bibir Kara sekilas Marco membiarkan wanita itu masuk yang ditemani oleh Lala. Ia tidak lagi turun karena harus langsung pulang. Wajah Kara tampak lemas karena semalaman itu hanya tidur sebentar, sementara di lain tempat Abella dengan wajah masam menyambut pagi hari ini. Matahari yang sudah naik tidak membuatnya beralih dari tempat duduk, kulitnya menyala oleh sinar matahari pagi ini. Wanita itu mengenakan dress satin tanpa lengan dengan belahan yang sangat turun. Marco turun dari mobilnya lalu langsung masuk ke dalam tidak perlu sampai ke parkiran karena ada anak buahnya yang akan melakukan hal tersebut. Marco naik melalui lift langsung masuk ke kamar Abella. Ia pun mengecup kening wanita itu. "Dari mana saja Kamu," sambut Abella dengan pertanyaan, seolah Marco habis pulang dari tidur dengan selingkuhan. "Dari kantor sayang," balas Marco tidak ingin jujur jika Ia semalaman bersama dengan Kara. Melihat ked
Happy Reading"Maafkan keluargaku Om," ujar Kara seraya menundukkan kepala dengan meletakkan kedua tangannya di depan Ia sangat merasa bersalah dengan masalah ini. Delapan jam yang lalu Marco langsung menerbangkan helikopter ke tempat Kara tinggal dahulu yaitu rumah pamannya, Marco turun dengan setelan kemeja hitam dan tuxedo yang warnanya senada. Laki-laki itu berjalan dengan keenam bodyguardnya masing-masing memiliki tugas. Ada yang membawakan koper hitam, membawakan tas hingga membawa sebuah senjata. Wajah Marco tampak kaku dengan rahang mengeras laki-laki itu berjalan dengan langkah kaki yang tegap tidak seperti biasanya Ia jauh lebih sangar. Paman Kara yang hampir duduk di sofa ruang tamu mendadak panik sekaligus takut, Ia tidak menyangka Marco akan langsung ke sini setelah mendengar apa yang Ia lakukan. "Selamat siang Tuan Marco, Saya tidak tau jika Tuan akan ke sini padahal Kami bisa menyiapkan diri dulu," sapa Paman Kara dengan wajah yang dipaksakan untuk tersenyum. "Tid
Happy Reading"Tugas Kamu itu hanya melayani Saya!" Marco membelai pundak Kara wanita itu hanya bisa menggeliat menahan geli yang sedari tadi menghinggapinya. Marco seringkali mampir ke sini hanya untuk bercinta pada istri keduanya sementara Abella kembali sibuk dengan pekerjaan dan juga bisnis yang baru di bukanya. Lagi pula Abella tidak bisa lagi memberikan hasrat kepada Marco sebab Ia tidak tertarik. Semakin tidak mengerti dengan jalan pikiran Abella. Wanita itu juga menjalani perawatan jalan yang seminggu sekali harus chek up. Kara mencoba untuk tetap berdiri dengan tenang agar tidak tumbang sedangkan Marco terus-menerus melakukan foreplay. Kehamilan Kara memasuki usia delapan bulan di mana sudah sangat besar dan turun. Teman-teman Kara masih tidak ada yang tau kecuali Bagas, yang sekarang harus duduk di meja hijau mendapatkan interogasi dari kedua temannya yang lain. "Lo sembunyikan di mana Kara?" tuding Della di siang hari bolong ini belum lagi menghadapi cuaca panas kini Ba
Happy ReadingLagi-lagi Kara hanya bisa menggeleng dengan kelakuan Abella yang senantiasa sangat menyebalkan. Wanita itu sekarang kembali ke villa dan marah-marah tidak jelas. "Sekarang Kamu juga mau mengambil Marco dari Saya," ujarnya seraya menunjuk-nunjuk wajah Kara wanita hamil itu hanya memakan es cream sambil duduk dengan tenang tidak ingin terbawak emosi walaupun ingin sekali Ia mencabik-cabik wajah wanita itu. "Tenang Kara tenang. Dia pasti lagi meninggalkan ulah." Kara mengelus dadanya sedangkan Lala berdiri di samping wanita hamil ini takut sekali jika Abella akan melakukan sesuatu pada Kara. "Kamu membuat Marco nggak pulang," teriak Abella lagi Kara pun berdiri agar sejajar dengan wanita ini."Dia yang mau tinggal bukan Aku yang memintanya," balas Kara dengan tenang seraya berucap dengan sopan. "Dasar wanita penggoda," cibir Abella mendengar itu Kara langsung mengerutkan kening. "Nggak perlu digoda, Marco memang nafsuan padaku," kata Kara hendak berbalik tapi, Abella l
Happy Reading"Mereka benar-benar gila Bagas! Gue nggak habis pikir di mana otak mereka," amuk Kara bercerita bersama Bagas yang berjalan juga di sebelahnya. Kedua orang ini berbicara sambil melingkari kolam, Kara perlu melampiaskan emosi yang Ia rasakan sedari kemarin. Setelah Kara keluar dengan amarah tak lama itu Abella dan Marco ikut keluar, Abella terus-menerus membujuk Marco untuk bisa mendapatkan bayi tersebut. Padahal sedari awal tidak ada perjanjian atas hak asuh anak yang dikandung oleh Kara, Ia akan menjadi Ibu dari anak-anak yang dilahirkan begitu pula dengan Abella akan tetap menjadi Ibu sambung anak-anaknya.Sebenarnya Kara tidak akan melarang sama sekali Abella untuk menjadi Ibu dari anak-anaknya tapi, jangan seenaknya mau mengambil seutuhnya. Abella pikir mengandung tidak membutuhkan tenaga dan waktu serta pikiran, Dia pikir mengandung bayi seperti membuat sepotong roti. "Lalu Marco diam aja?" tanya Bagas sambil mengamati langkah kaki Kara takut jika wanita hamil ini
Happy Reading"Kara...Kami ingin berbicara dengan Kamu," ujar Abella berada di ambang pintu bersama dengan Marco. Abella tersenyum memamerkan gigi-gigi rapihnya, Kara sempat ingin tersenyum pula tapi yang justru muncul malah ekspresi tanda tanya. Wanita yang dengan perut besar itu lalu berdiri, melangkahkan kaki keluar mengikuti kemana arah dua orang ini membawanya. Ruangan kedap suara, salah satu ruangan khas yang dimiliki oleh villa yang di huni oleh Kara beserta para asistennya. Bahkan Kara tak tau sama sekali ada ruangan ini. Marco masuk diikuti Abella dan Kara. Ruangan itu memiliki satu sofa panjang dan meja seperti ruangan kerja pada umumnya. Ketika pintu ditutup maka aktivitas yang ada di dalam sama sekali tidak terdengar. "Ada apa ya?" tanya Kara bingung. "Kara duduk di sini dulu," pinta Abella yang di iyakan oleh Kara. Sedangkan Marco berdiri tak jauh dari mereka berdua. "Begini Kara...Aku dan Marco ingin bernegosiasi sama Kamu." wanita itu memegang tangan Kara lalu me
Happy Reading"Om...gimana keadaan Kak Bella?" tanya Kara saat Marco masuk ke dalam kamarnya laki-laki itu menggeleng pertanda bahwa Ia juga tidak paham dengan keadaan Abella sekarang. Kara duduk di samping Marco seraya menenggelamkan kepalanya pada pundak Marco. Untuk waktu yang cukup lama keduanya saling berdiam sampai Marco menyentuh bibir Kara, wanita itu menggigit bibir bawahnya membuat Marco menarik bibir itu lalu lumatan kian lumatan tersalurkan. Kara berdehem memperingatkan Marco bahwa ini bukan waktu yang pas tapi, laki-laki tetap laki-laki. Kebutuhan seksualitas mereka harus terpenuhi apalagi jika menghadapi fase krisis dan stres seperti ini. Marco memeluk pinggang Kara sedangkan wanita ini mengalungkan lengannya pada leher laki-laki itu setelahnya keduanya mengecup satu sama lain. Marco membawa Kara ke atas ranjang dengan hati-hati laki-laki ini menidurkan istrinya yang sedang hamil besar. "Akhirnya daddy mengunjungimu nak." batin Marco yang sudah menahan ini cukup lama