Happy reading
Rumah bergaya klasik tersebut sudah ramai oleh sanak dan keluarga, di dalam kamar seorang gadis sedang dipersiapkan oleh mua yang akan merias dirinya beserta desainer yang jauh-jauh hari sering bolak-balik ke rumah ini.Kara duduk dengan tenang tapi, tidak dengan wajahnya yang jauh dari kata tenang bahkan tidak ada senyum sedikitpun di wajah gadis itu."Cepat di selesaikan mereka hampir tiba," ujar Paman Kara berdiri di balik pintu, mendengar itu seketika jantung Kara berpompa lebih kencang lagi. Ini hari lamaran yang tidak pernah Ia bayangkan akan tiba di usia 20 tahun. Saat Kara sedang tertegun tiba-tiba pundaknya dipegang oleh seorang wanita parubaya."Dia sudah tiba," ujar wanita itu tersenyum pada Kara seketika gadis itu menampilkan wajah keterkejutannya.Kemudian semua yang ada di dalam itu pun keluar usai Kara siap dengan penampilannya. Di luar kamar semua orang menyambut kehadiran laki-laki yang akan melamar Kara. Didampingi dengan istri dan bodyguard laki-laki itu berdiri tegap dengan rahang tegas, wajahnya kaku, dingin seperti biasa yang Ia tampilkan pada semua orang.Deretan mobil mewah keluaran terbaru berbaris rapi di luar pagar rumah ini. Paman Kara tersenyum dan bersalaman dengan laki-laki itu, hanya terpaut 10 tahun tidak cukup membuat canggung keduanya. Paman Kara selaku wali dari gadis itu mempersilahkan calon Kara untuk masuk.Marco Alexandria merupakan presdir perusahaan furnitur yang masuk dalam deretan pria terkaya di dunia. Memiliki perusahaan dengan banyak cabang dan juga aset yang diperkirakan mencapai lebih dari 1$ milyar. Siapa yang tidak mengenal Marco, hampir setiap minggu majalah keluaran edisi terbaru membahasa laki-laki berpengaruh satu ini.Wajahnya yang tampan dengan bola mata hitam yang tajam, mampu menaklukkan lawannya dalam sekali pembicaraan. Semua orang tidak bisa menolak tawaran yang dijanjikan laki-laki ini termasuk keluarga Kara.Laki-laki itu tertegun saat melihat Kara keluar dari dan berjalan menuruni anak tangga dengan balutan kain songket dipadukan dengan kebaya kutu baru yang sebagian dadanya dibiarkan terbuka, rambutnya dibentuk low bun dengan aksesoris yang tidak banyak namun terlihat sangat elegan. Tidak lama Marco memandangi keindahan Kara hanya beberapa menit sebelum Ia sadar bahwa gadis itu hanya Ia nikahi karena tujuan tertentu. Tidak ada cinta selain itu."Ini calon yang akan Kamu pinang Tuan Marco, sebelumnya Kamu juga sudah melihat rupa gadis ini." Paman Kara memperkenalkan kembali Kara pada Marco yang di jawab laki-laki itu dengan anggukkan.Setelah beberapa proses ini saatnya proses mereka bertukar cincin, Kara berdiri tepat di samping Marco. Ada rasa khawatir bercampur dingin karena sedari tadi Ia tidak melihat perubahan laki-laki di sebelahnya itu dingin dan kaku. Sementara istri Marco duduk tak jauh dari pasangan tersebut, memperhatikan dalam-dalam suaminya seraya tersenyum kala semua orang mengucapkan selamat kepada kedua calon tersebut."Haruskah Aku menjadi yang kedua...." dalam-dalam kalimat itu sesak di dalam hati Kara.Kini Ia sudah resmi menjadi tunangan Marco, semua proses sudah dilewati jangan lupakan bagaimana cincin itu bisa tersemat di jari manis Marco yang tidak lagi menggunakan cincin pernikahannya."Hati-hati...." kalimat pertama yang keluar dari mulut laki-laki itu, kala Kara hampir menjatuhkan cincin yang akan Ia pakaian pada Marco saking gemetarnya.Demi apapun Kara tidak pernah menyentuh tangan laki-laki yang perawakannya sangat dewasa seperti Marco. Tampak sangat jelas kerutan-kerutan di tangan laki-laki ini.Tak lupa sebelum pulang Paman Kara berpesan agar menutup semua media tentang berita ini. Pasalnya tidak jauh-jauh dari karena Kara masih menjadi mahasiswi dan tentunya keluarga Marco menghargai privasi gadis itu.****Sepulang dari pertunangan Marco menggenggam tangan istrinya sepanjang jalan sampai tiba di hotel. Jarak rumah Kara dan tempat tinggal Marco memang melewati pulau sehingga mau tidak mau mereka harus menginap terlebih dahulu."Sayang kenapa diam saja?" tanya Marco mengelus punggung tangan sang istri saat mereka masuk ke dalam lift menuju letak kamar mereka."Nggak apa-apa kok sayang," balas Abella dengan suara rendahnya."Jika Kamu tidak setuju Aku bisa membatalkan semua ini Abella," tutur Marco kembali berdiri di depan sang istri dan memeluk pinggangnya."Nggak! Aku yang minta Kamu menikah lagi dan Aku sudah berjanji akan ikhlas," kata Abella walaupun dalam hatinya tidak akan pernah ada kata ikhlas.Wanita mana yang ikhlas jika harus poligami? berbagi suami dengan wanita lain dan melihatnya menatap wanita lain selain dirinya. Namun, Abella juga tidak bisa egois, Ia memang harus siap dengan apa yang terjadi ketika menikah dengan Marco, Marco terlalu sempurna dan dengan kesempurnaan itu Ia yang harus mendapatkan ujian karena tidak ada yang sempurna di bumi ini.Dan inilah takdirnya, keduanya saling berdiam sampai Marco mengecup kening sang istri untuk menenangkan wanitanya. Sampai kecupan itu semakin turun dari turun, masih dalam lumatan bibir Marco mengangkat tubuh sang istri menuju ranjang.Melepas pakaiannya Abella hingga tidak menyisakan sehelai pun demikian dengan dirinya pula. Mereka saling membelai meresapi cinta keduanya hingga melebur dalam panasnya hasrat namun, berbeda dari biasanya pikiran Marco sedang bercinta pada Kara. Gadis yang siang tadi Ia lihat dengan bentuk dada yang tidak terlalu besar tapi, akan sangat pas jika Ia genggam.Persetan dengan itu semua Marco memompa juniornya lebih dalam menciptakan erangan panas yang dikeluarkan Abella."Mar...co...stop... please....""A...ku ti...dak kuat...," lenguh Abella tidak seperti biasanya permainan Marco kali ini sangat panas dan tidak memberi Abella celah untuk bernapas bahkan mengambil oksigen sedikit saja.Setelah bermain lebih dari satu jam barulah Marco berhenti, Ia dapat melihat istrinya sudah tergeletak dengan lemah. Buru-buru Marco berdiri dan menuju kamar mandi, tidak seperti biasanya Ia pasti akan tidur terlebih dahulu seraya memeluk Abella tapi, tidak kali ini.Marco meneguk wine yang sudah bercampur dengan es batu, membuat tenggorokannya terasa dingin. Pikirannya berantakan bisa-bisanya Ia membayangkan wanita lain saat menyetubuhi istrinya sendiri yang tidak pernah selama ini terjadi.Marco melihat sekilas ke arah ranjang dimana sang istri sesedang tertidur pulas. Ada rasa bersalah dalam dirinya, karena telah mengingkari janji pernikahan mereka. Tapi, itu semua demi kebaikan.****Kara masih menjalani hari-hari seperti biasa, bangun pagi untuk bersiap ke kampus. Walaupun rumah ini sudah tidak ada lagi asisten rumah tangga dan terpaksa Kara membersihkannya sendiri untung saja ada paman dan tante yang rumahnya tidak jauh dari rumah kedua orang tuanya.Mereka akan setiap pagi mengecek Kara apalagi sekarang gadis itu tidak lama lagi akan meninggalkan rumah ini."Tante...apa tidak masalah Aku menggunakan cincin ini di jari manis," kata Kara sedari semalam bingung meletakkan cincin ini dimana.Wanita itupun berjalan menghampiri Kara dan menjawab."Apa mau Tante simpan sayang?" tanyanya Kara pun langsung berniat melepaskan cincin tersebut tapi, Ia langsung ingat bagaimana perhiasan ibunya sering diambil oleh wanita ini."Nggak usah deh Tante," balas Kara Ia pun berpikir untuk memindahkan letaknya saja. Dan ternyata jari telunjuknya juga muat oleh cincin tersebut."Ini muat ternyata Tante," kata Kara lalu wanita itupun tersenyum."Baiklah...sepertinya Kamu sudah dijemput," ujar wanita itu menimbulkan kerutan di dahi Kara."Di jemput? sama siapa Tante?""Calon suami Kamu," balas wanita itu singkat."Hah? kenapa harus laki-laki itu yang menjemput?" Kara pikir Marco sudah pulang sedari kemarin dan Ia masih memiliki waktu satu minggu lagi untuk tidak melihat laki-laki tersebut tapi, ternyata Ia salah.Kara merenggut kala melihat Marco yang sudah turun dari mobil dan berdiri di samping pamannya.****Thanks guysHappy reading"Kamu pulang duluan ya," pamit Kara pada teman-temannya usai memasukkan semua laptop dan alat tulis ke dalam tas. "Kamu bawa mobil?" tanya temannya menghentikan langkah kaki Kara yang hampir keluar. "Nggak! Aku dijemput," balas Kara yang sesekali mengecek ponselnya karena sedari tadi belum ada notifikasi pesan dari Marco. "Sama siapa?" tanya yang lain penasaran. "Calon suami?" celetuk yang lain membuat Kara membeku di tempatnya. Hampir beberapa detik sebelum yang lain pun tertawa. "Kita bercanda kali Ra....""Hahahaha." mereka pun tertawa semua yang dibalas pula dengan tertawa oleh Kara seraya mengelus dada sedikit tenang, Ia takut sekali ada teman-temannya yang tau jika Ia sudah bertunangan dan sebentar lagi akan menjadi istri kedua laki-laki berpengaruh di Indonesia. "Nggak mungkin lah ya kalau Lo ada doi nggak cerita-cerita sama Kita apalagi kalau ada calon semua," ujar salah satu dari teman Kara memegang pundak Kara seraya tersenyum. "Hehe...hehe...," balas Ka
Happy ReadingSuasana hotel berbintang lima yang terletak di salah kota tersebut memberikan kesan yang berbeda pada hari ini. Mobil bermerek sudah berjejer rapi di lingkungan hotel dengan beberapa papan bunga yang menghiasi pintu masuk. Tidak heran jika biasanya pagi-pagi hotel ini masih tampak sepi kali ini sudah ramai. Semuanya menunggu akad nikah yang akan berlangsung kurang dari lima belas menit lagi. Di sebuah kamar presidential suite seorang wanita sedangkan dirapikan. Ia mengenakan kebaya putih dengan aksesoris khas dari kota dimana tempat Ia dilahirkan. Tidak terlalu berlebihan namun, sangat membuat dirinya berbeda kali ini. Gadis itu bersiap berdiri dan digandeng oleh beberapa saudaranya diikuti oleh keluarga yang lain, memasuki lift untuk turun dimana berlangsungnya pernikahan. Di bawah sana Marco sedang melakukan ijab kabul. "Saya nikahkan engkau dan Saya kawinkan engkau dengan pinanganmu, ponakanku Barbakara Victoria Selena dengan mahar 1 bitcoin senilai 64.418.90$, 50
Happy Reading"Baiklah Aku akan melakukannya jika itu maumu." lalu Marco pun ke luar dari kamar Abella dengan perasaan marah. Laki-laki itu lantas kembali masuk ke dalam kamar yang dimana Kara baru saja bangun, gadis itu mengucek matanya seraya melihat ke arah Marco. "Kenapa Kamu masuk ke sini? Kamu nggak salah kamar?" tanya Kara menimbulkan kerutan di kening Marco. "Kamu nggak ingat semalam?" tanya Marco menaikan sebelah alisnya Kara pun langsung menggeleng."Ingat apa?" ujar gadis itu lagi masih mengumpulkan nyawa. "Tidak ada," balas laki-laki itu kemudian kembali ingin keluar. "Siap-siaplah Kita sarapan." Marco langsung berlalu pergi. Bisa-bisanya Kara tidak ingin jika semalam Ia tidur bersama dengan dirinya bahkan gadis itu juga telah memeluk Marco saking eratnya Marco sampai tidak bisa bernapas. Kara tidak mengikuti kalimat Marco barusan Ia justru kembali menggulingkan tubuhnya di kasur, bermain media sosial seraya membalas pesan teman-temannya. Mereka mempertanyakan kemana
Happy ReadingKara meringis saat menuruni tangga, ini sudah hari kedua setelah malam itu tapi Ia masih merasakan nyeri di pangkal pahanya. Jangan tanyakan kemana Marco setelah menidurinya, laki-laki itu bahkan tidak pulang sedari kemarin dan Kara tidak tahu ke mana. "Nyonya kenapa tidak lewat lift saja?" tanya seorang pelayan menghampiri Kara lalu membantu gadis itu untuk turun. "Aku ingin melihat-lihat lantai dua," balas Kara sedikit tersenyum Ia mengenakan dress satin yang hanya sebatas lutut. "Nyonya membutuhkan sesuatu?" tanya pelayan itu lagi saat mereka sudah berada di lantai satu menuju ke dapur. "Aku mau jus naga," kata Kara lalu menuju ke belakang dimana taman dan kolam renang menyambut kedatangannya. Rumah ini benar-benar luas jika dibandingkan dengan rumahnya mungkin hanya sepertiga padahal rumah Kara sudah cukup besar pula. Saat gadis itu tengah menikmati datangnya siang, seseorang menghampirinya. "Kara...," sapa Abella melihat wanita itu Kara pun tersenyum. "Kak Ab
Pov KaraHari ini Aku merasa benar-benar sedih, ntah tidak tau mengapa alasan yang jelasnya. Moodku berantakan, Aku tidak memiliki gairah untuk belajar sampai ketika seseorang duduk di sebelahku dan itu menambah kekesalan. "Kamu mahasiswa pindahan itu 'kan?" katanya dengan wajah setengah tersenyum. "Iya...," balasku singkat tidak memiliki tenaga. "Kenapa pindah? Kamu nakal ya," tuduhannya menambah bete. Aku enggan berbicara bahkan hanya untuk menganggapi laki-laki itu, sudah cukup om-om dingin dan menyebalkan yang ada di rumah. Aku hanya ingin ketenangan baru saja mengharapkan itu Aku dihadapkan lagi dengan dosen killer yang bertanya. "Yang di belakang silahkan berikan pendapat Anda!" katanya menunjuk ke arahku. Aku kemudian berdiri dan siap membuka mulut tapi, dosen tersebut kembali berujar. "Kamu!" perintahnya menunjuk laki-laki yang tersenyum singkat padaku saat Aku ingin kembali duduk dengan kesal. "Kamu pulang sama siapa? mau Aku antarin?" tanyanya sedikit berlari sehingg
Happy readingAuthor PovKara dan Marco mengobrol di dalam pesawat seraya saling bertukar cerita walaupun tanggapan Marco sangatlah singkat. Wanita muda itu menggunakan jeans denim dipadukan dengan kaos putih tidak lupa blazer yang senada dengan warna jeansnya begitu pula dengan pakaian Marco. Tumben sekali mereka berpakaian dengan warna yang senada. "Coba lihat deh Om, ini tugas Gue udah kemaren terus si dosen ini ngomong belum padahal jelas-jelas udah Gue kirim," kekeuh Kara tidak terima dengan kalimat dosen yang berbicara di room chat kelas. "Sudah Kamu periksa?" tanya Marco ulang seraya meletakkan ponsel Kara di tengah tengah meja. "Apanya?" tanya Kara dengan polos. "E-mail Kamu," ujar Marco lantas membuka email Kara dan belum ada kotak terkirim tugas Kara. "Kok nggak ada ya," keluh Kara sambil memanyunkan bibir saat Marco memperlihatkan e-mail tersebut laki-laki itu kemudian mengecek kembali ponselnya dan yah barulah setelah itu tugas Kara terkirim. Memang kalau banyak yang
Happy ReadingSementara Marco dan Kara pergi bersama, Abella menyendiri di rumah. Wanita dewasa itu duduk di depan jendela besar yang menghadap pada pemandangan di luar seraya mendekat tubuhnya yang sebagian Ia biarkan terbuka. Ini adalah pilihan yang dia ambil dan tentu Abella tidak boleh menyesal. Sekali lagi Ia harus ikhlas. Abella termenung sedangkan dua orang yang baru saja keluar dari pintu lift itu langsung disambut oleh pelayan. Kara berjalan bersebelahan dengan Marco menuju ke lantai dua penthouse ini. Di sana sudah ada empat orang yang duduk di sofa melingkar. Mereka tersenyum tapi, tidak dengan ramah. "Kenalin Dad...Mom ini Kara," ujar Marco Kara pun tersenyum seraya meremas tangannya yang terasa dingin seketika. "Selamat datang Kara," sapa seorang laki-laki yang usianya berkisar di delapan puluh tahunan. "Terima kasih," balas Kara lalu seorang wanita parubaya yang masih terlihat sangat cantik itu berdiri menghampiri Kara. Kara pikir Ia akan disambut dengan sangat hang
Happy ReadingDua hari ini Marco dan Kara hanya berada di hotel tidak keluar sama sekali bahkan untuk makan saja mereka meminta pelayan langsung mengantarkan ke kamar. Sekarang Kara sedang membaca buku dengan posisi tengkurap yang menghadap ke kaca lebar yang menunjukkan kota Las Vegas. Sementara Marco sibuk dengan tabletnya membaca beberapa artikel dan berita terkini. Mereka semalaman menghabiskan waktu bersama sampai paha Kara saat ini masih terasa nyeri. Kekuatan dari Marco benar-benar sangat luar biasa untuk pemula seperti Kara, tapi pelan-pelan wanita ini juga belajar. Marco bangkit dari duduknya menuju meja bar yang tidak jauh dari pintu hotel. Memanaskan teko lalu menyeduh bubuk putih yang baru Ia keluarkan dari kotak berbentuk persegi panjang. Setelah itu Marco menghampiri Kara membawa gelas tersebut. "Sudah waktunya...," ujar Marco menyodorkan gelas itu pada Kara. Wanita itupun langsung tersebut dan bergerak untuk duduk bersimpuh menerima gelas susu yang diberikan Marco.
Happy ReadingBabymoon yang diidamkan semua wanita tanpa terkecuali Kara walaupun Ia tidak pernah membayangkan dirinya akan menjadi seorang Ibu dalam usia yang cukup muda. Kara tidak pernah berpikir akan menikah muda. Sepuluh tahun yang lalu ketika Ia mengobrol pada orang tuanya di ruang tamu Ia mengatakan bahwa Ia ingin menikah setelah menjadi ceo di perusahaan milik orang tuanya. "Mami...Aku nggak mau nikah muda," celoteh Kara kecil sambil melihat televisi yang menampilkan seorang perempuan bussiness independent dengan setelan blazer dan tas ala perempuan dewasa yang sangat sibuk. "Kamu mau jadi seperti Dia?" tanya Ayah Kara seraya merangkul putrinya yang sedang memeluk sang Ibu. Mereka bertiga duduk di sofa ruang keluarga, sangat hangat dan damai. "Tentu saja Papi, siapa sih yang nggak mau kayak putri Isabella," balas Kara yang saat itu sangat mengidolakan seorang wanita yang juga sangat lincah. "Kalau begitu belajar yang rajin Papi akan menyiapkannya untuk Kamu." "Siap Papi
Happy Reading"Aku pengennya naik pesawat yang biasa," rengek Kara saat sudah menaiki pesawat pribadi yang akan mengantarkan mereka ke London.Setelah mengetahui bahwa isi pesawat ini hanya mereka berdua dan dua asisten lainnya Kara merasa sangat sepi dan Dia ingin keramaian. Bukannya lebih nyaman dan leluasa jika hanya ada mereka pikir Marco Ia tidak mengerti dengan keinginan Ibu hamil itu. "Kara...yang ini lebih nyaman," jelas Marco wajah Kara lantas mendadak merengut Ia pun mengajak wanita itu berjalan ke belakang menuju ke sebuah ruangan yang ternyata adalah kamar. "Tapi sepi," keluh wanita itu kalau sudah begini sudahlah Marco membujuknya. "Tidak...Kamu bisa menonton film." Marco lalu menghidupkan netflix mencarikan film disney yang disukai oleh Kara. "Nggak...Aku nggak suka." lama Kara merengut dan tidak ingin berbunyi pada Marco sampai dua puluh menit berlalu seseorang pun mengetuk pintu Marco pun bangkit dan membukanya. Laki-laki itu lalu membuka sesuatu yang ada di tanga
Happy ReadingMarco mengantar pulang Kara keesokan paginya, setelah mengecup bibir Kara sekilas Marco membiarkan wanita itu masuk yang ditemani oleh Lala. Ia tidak lagi turun karena harus langsung pulang. Wajah Kara tampak lemas karena semalaman itu hanya tidur sebentar, sementara di lain tempat Abella dengan wajah masam menyambut pagi hari ini. Matahari yang sudah naik tidak membuatnya beralih dari tempat duduk, kulitnya menyala oleh sinar matahari pagi ini. Wanita itu mengenakan dress satin tanpa lengan dengan belahan yang sangat turun. Marco turun dari mobilnya lalu langsung masuk ke dalam tidak perlu sampai ke parkiran karena ada anak buahnya yang akan melakukan hal tersebut. Marco naik melalui lift langsung masuk ke kamar Abella. Ia pun mengecup kening wanita itu. "Dari mana saja Kamu," sambut Abella dengan pertanyaan, seolah Marco habis pulang dari tidur dengan selingkuhan. "Dari kantor sayang," balas Marco tidak ingin jujur jika Ia semalaman bersama dengan Kara. Melihat ked
Happy Reading"Maafkan keluargaku Om," ujar Kara seraya menundukkan kepala dengan meletakkan kedua tangannya di depan Ia sangat merasa bersalah dengan masalah ini. Delapan jam yang lalu Marco langsung menerbangkan helikopter ke tempat Kara tinggal dahulu yaitu rumah pamannya, Marco turun dengan setelan kemeja hitam dan tuxedo yang warnanya senada. Laki-laki itu berjalan dengan keenam bodyguardnya masing-masing memiliki tugas. Ada yang membawakan koper hitam, membawakan tas hingga membawa sebuah senjata. Wajah Marco tampak kaku dengan rahang mengeras laki-laki itu berjalan dengan langkah kaki yang tegap tidak seperti biasanya Ia jauh lebih sangar. Paman Kara yang hampir duduk di sofa ruang tamu mendadak panik sekaligus takut, Ia tidak menyangka Marco akan langsung ke sini setelah mendengar apa yang Ia lakukan. "Selamat siang Tuan Marco, Saya tidak tau jika Tuan akan ke sini padahal Kami bisa menyiapkan diri dulu," sapa Paman Kara dengan wajah yang dipaksakan untuk tersenyum. "Tid
Happy Reading"Tugas Kamu itu hanya melayani Saya!" Marco membelai pundak Kara wanita itu hanya bisa menggeliat menahan geli yang sedari tadi menghinggapinya. Marco seringkali mampir ke sini hanya untuk bercinta pada istri keduanya sementara Abella kembali sibuk dengan pekerjaan dan juga bisnis yang baru di bukanya. Lagi pula Abella tidak bisa lagi memberikan hasrat kepada Marco sebab Ia tidak tertarik. Semakin tidak mengerti dengan jalan pikiran Abella. Wanita itu juga menjalani perawatan jalan yang seminggu sekali harus chek up. Kara mencoba untuk tetap berdiri dengan tenang agar tidak tumbang sedangkan Marco terus-menerus melakukan foreplay. Kehamilan Kara memasuki usia delapan bulan di mana sudah sangat besar dan turun. Teman-teman Kara masih tidak ada yang tau kecuali Bagas, yang sekarang harus duduk di meja hijau mendapatkan interogasi dari kedua temannya yang lain. "Lo sembunyikan di mana Kara?" tuding Della di siang hari bolong ini belum lagi menghadapi cuaca panas kini Ba
Happy ReadingLagi-lagi Kara hanya bisa menggeleng dengan kelakuan Abella yang senantiasa sangat menyebalkan. Wanita itu sekarang kembali ke villa dan marah-marah tidak jelas. "Sekarang Kamu juga mau mengambil Marco dari Saya," ujarnya seraya menunjuk-nunjuk wajah Kara wanita hamil itu hanya memakan es cream sambil duduk dengan tenang tidak ingin terbawak emosi walaupun ingin sekali Ia mencabik-cabik wajah wanita itu. "Tenang Kara tenang. Dia pasti lagi meninggalkan ulah." Kara mengelus dadanya sedangkan Lala berdiri di samping wanita hamil ini takut sekali jika Abella akan melakukan sesuatu pada Kara. "Kamu membuat Marco nggak pulang," teriak Abella lagi Kara pun berdiri agar sejajar dengan wanita ini."Dia yang mau tinggal bukan Aku yang memintanya," balas Kara dengan tenang seraya berucap dengan sopan. "Dasar wanita penggoda," cibir Abella mendengar itu Kara langsung mengerutkan kening. "Nggak perlu digoda, Marco memang nafsuan padaku," kata Kara hendak berbalik tapi, Abella l
Happy Reading"Mereka benar-benar gila Bagas! Gue nggak habis pikir di mana otak mereka," amuk Kara bercerita bersama Bagas yang berjalan juga di sebelahnya. Kedua orang ini berbicara sambil melingkari kolam, Kara perlu melampiaskan emosi yang Ia rasakan sedari kemarin. Setelah Kara keluar dengan amarah tak lama itu Abella dan Marco ikut keluar, Abella terus-menerus membujuk Marco untuk bisa mendapatkan bayi tersebut. Padahal sedari awal tidak ada perjanjian atas hak asuh anak yang dikandung oleh Kara, Ia akan menjadi Ibu dari anak-anak yang dilahirkan begitu pula dengan Abella akan tetap menjadi Ibu sambung anak-anaknya.Sebenarnya Kara tidak akan melarang sama sekali Abella untuk menjadi Ibu dari anak-anaknya tapi, jangan seenaknya mau mengambil seutuhnya. Abella pikir mengandung tidak membutuhkan tenaga dan waktu serta pikiran, Dia pikir mengandung bayi seperti membuat sepotong roti. "Lalu Marco diam aja?" tanya Bagas sambil mengamati langkah kaki Kara takut jika wanita hamil ini
Happy Reading"Kara...Kami ingin berbicara dengan Kamu," ujar Abella berada di ambang pintu bersama dengan Marco. Abella tersenyum memamerkan gigi-gigi rapihnya, Kara sempat ingin tersenyum pula tapi yang justru muncul malah ekspresi tanda tanya. Wanita yang dengan perut besar itu lalu berdiri, melangkahkan kaki keluar mengikuti kemana arah dua orang ini membawanya. Ruangan kedap suara, salah satu ruangan khas yang dimiliki oleh villa yang di huni oleh Kara beserta para asistennya. Bahkan Kara tak tau sama sekali ada ruangan ini. Marco masuk diikuti Abella dan Kara. Ruangan itu memiliki satu sofa panjang dan meja seperti ruangan kerja pada umumnya. Ketika pintu ditutup maka aktivitas yang ada di dalam sama sekali tidak terdengar. "Ada apa ya?" tanya Kara bingung. "Kara duduk di sini dulu," pinta Abella yang di iyakan oleh Kara. Sedangkan Marco berdiri tak jauh dari mereka berdua. "Begini Kara...Aku dan Marco ingin bernegosiasi sama Kamu." wanita itu memegang tangan Kara lalu me
Happy Reading"Om...gimana keadaan Kak Bella?" tanya Kara saat Marco masuk ke dalam kamarnya laki-laki itu menggeleng pertanda bahwa Ia juga tidak paham dengan keadaan Abella sekarang. Kara duduk di samping Marco seraya menenggelamkan kepalanya pada pundak Marco. Untuk waktu yang cukup lama keduanya saling berdiam sampai Marco menyentuh bibir Kara, wanita itu menggigit bibir bawahnya membuat Marco menarik bibir itu lalu lumatan kian lumatan tersalurkan. Kara berdehem memperingatkan Marco bahwa ini bukan waktu yang pas tapi, laki-laki tetap laki-laki. Kebutuhan seksualitas mereka harus terpenuhi apalagi jika menghadapi fase krisis dan stres seperti ini. Marco memeluk pinggang Kara sedangkan wanita ini mengalungkan lengannya pada leher laki-laki itu setelahnya keduanya mengecup satu sama lain. Marco membawa Kara ke atas ranjang dengan hati-hati laki-laki ini menidurkan istrinya yang sedang hamil besar. "Akhirnya daddy mengunjungimu nak." batin Marco yang sudah menahan ini cukup lama