Pov Kara
Hari ini Aku merasa benar-benar sedih, ntah tidak tau mengapa alasan yang jelasnya. Moodku berantakan, Aku tidak memiliki gairah untuk belajar sampai ketika seseorang duduk di sebelahku dan itu menambah kekesalan. "Kamu mahasiswa pindahan itu 'kan?" katanya dengan wajah setengah tersenyum. "Iya...," balasku singkat tidak memiliki tenaga. "Kenapa pindah? Kamu nakal ya," tuduhannya menambah bete. Aku enggan berbicara bahkan hanya untuk menganggapi laki-laki itu, sudah cukup om-om dingin dan menyebalkan yang ada di rumah. Aku hanya ingin ketenangan baru saja mengharapkan itu Aku dihadapkan lagi dengan dosen killer yang bertanya. "Yang di belakang silahkan berikan pendapat Anda!" katanya menunjuk ke arahku. Aku kemudian berdiri dan siap membuka mulut tapi, dosen tersebut kembali berujar. "Kamu!" perintahnya menunjuk laki-laki yang tersenyum singkat padaku saat Aku ingin kembali duduk dengan kesal. "Kamu pulang sama siapa? mau Aku antarin?" tanyanya sedikit berlari sehingga tepat sekarang berada di sampingku. Kami menuruni tangga karena lift sedang tidak berfungsi untung saja hanya dari lantai tiga, bayangkan saja jika Kami belajar di lantai sepuluh, pasti akan sangat melelahkan. "Nggak perlu," balasku cuek bersamaan dengan itu ponselku berdering. 'Om-om dingin' "Langsung pulang!" perintah om-om dingin yang menjadi penyebab moodku berantakan ini padahal Aku mau mampir beli es cream dulu. "Siapa? bokap Lo ya?" tanya laki-laki di sebelahku. "Iya...." Sambungan langsung dimatikan oleh om-om dingin, di parkiran asistenku sudah menunggu dengan mobil yang tentu saja milik Marco. Ia sedikit melambai dan tersenyum seraya mengerutkan kening pada orang yang berjalan bersamaku. "Lo lagi bete ya?" tanyanya yang Aku angguki saja. "Tolong dong," kataku memberikan tas pada wanita yang membukakan pintu mobil untukku. "Hati-hati ya," ujar laki-laki itu yang masih berdiri di dekat mobil. Saat mobil Kami keluar Ia pun menaiki mobil yang ada di samping mobil ini tadi. Aku hanya mendengus. "Tuan Marco meminta Anda langsung pulang Nyonya," kata wanita ini dan Aku pun merengut. "Padahal 'kan Aku mau es cream," keluhku tapi, Kami tidak bisa berbuat apapun karena pada akhirnya Kami pun harus langsung pulang. Mobil berhenti tepat di depan pintu rumah yang dimana dua orang satpam berdiri dan siap membukakan pintu mobil. Aku turun usai berbincang sedikit dengan asistenku mengenai tugas kuliah dan kemana perginya om-om dingin akhir-akhir ini. Kami juga usai membicarakan Kak Abella, istri om-om dingin. Setelah satu bulan Aku tinggal di rumah ini barulah kelihatan aslinya Kak Abella seperti apa, sangar dan menakutkan wanita dewasa yang dominan dan independent sedangkan Aku hanya perempuan manja yang yah tidak terbiasa akan tekanan. Sejujurnya tidak pernah ada rasa menyenangkan menjadi istri kedua jangankan istri kedua menjadi pacar kedua saja seperti benalu yang hidup di sebuah pohon yang jelas-jelas pohon itu bukan milik kita. Apalagi berada di satu rumah, rasanya serba salah. "Nyonya baru pulang?" tanya seorang maid yang biasa menyiapkan makanan di dapur. "Iya nih...panas banget di luar," ujarku seraya mengambil segelas air dingin yang disuguhkan maid tersebut. "Iya ni Nya...Nyonya ada yang di mau?" tanyanya lagi padaku Aku pun berpikir sebentar. "Es cream ada?" kataku tersenyum berharap di rumah ini ada menyimpan sesuatu yang Aku inginkan. "Nggak ada Nya," balas wanita itu memelas bahuku seketika merosot dan Aku kembali lemas. "Yaudah deh...Aku ke kamar ya bik." Maid itupun mengangguk dan Aku berjalan memasuki lift. Sepulang dari kampus Aku belum ada melihat Om-Om dingin a.k.a Marco, ntahlah ke mana dia apa masih di Kantor. Aku tidak tau, Aku langsung masuk ke kamar dan merebahkan sebentar tubuh ke atas kasur sebelum mengganti pakaian. Baru ingin membuka pakaian, tiba-tiba pintu kamarku terbuka tanpa ada ketokan laki-laki itu masuk. "Astaga ketok pintu dulu kek," ketusku membalikkan tubuh berniat mengancingkan kembali kemeja tapi, belum sempat Aku menyelesaikannya laki-laki itu sudah menghentikannya. Demi apapun Dia nggak mungkin 'kan minta jatah di siang hari. Tangannya menyentuh lenganku hingga turun ke punggung tangan dan yah sesuatu dingin menyentuh tanganku. "Ini apa?" tanya menaikkan sebelah alis. "Es cream," balasnya polos lah iya Aku tau ini es cream tapi, tumben sekali Ia memberikan sesuatu padaku berupa makanan. "Buat Gue?" ujarku meyakinkan diri bahwa apa yang dia kasih ini memang tidak salah. "Iya...." lagi-lagi jawabannya begitu polos dan Akupun tertawa, Aku sudah menahan tawa ini sedari tadi. "Hahahah...." "Dia dingin tapi, sangat manis sama seperti es cream ini." Aku berujar dalam hati sambil duduk di pinggir ranjang sedangkan dia duduk di meja rias dan mengamatiku. Sedikit demi sedikit Aku mengambil es cream lalu memasukkannya ke dalam mulut. Suapan pertama membuatku memejamkan mata saking enaknya, Om-om dingin itu masih duduk di depanku seperti memerhatikan. "Om mau juga?" tanyaku dengan santai yah setelah dua minggu tinggal dengannya Aku tidak punya sebutan untuk laki-laki itu jadi Aku memanggilnya dengan sebutan 'Om' Walaupun awalnya Ia sangat kesal dan enggan tapi, Aku tetap kekeuh alhasil Ia menyerah. "Kamu pikir Saya suami Tante Kamu," ujarnya dengan wajah sangar berdiri tegap di depanku sambil menunjukkan mata tajamnya. Aku lantas tertawa bukan karena wajahnya tapi, karena sesuatu yang ada di rambutnya. "Ihh rambut Om ada kutunya...." "Kamu melamun?" ujarnya menyadarkanku kulihat es cream ini hampir mencair. "Om ngapain sih masih di sini," balasku tidak menanggapi dirinya. Usiaku dan Om dingin terbilang jauh dan itu sulit Aku menyamakan pembicaraan Kami. Lebih banyak diam dan kurang komunikasi terlebih Om dingin memiliki istri pertama dan juga pekerjaan yang banyak. Aku tidak pula berekspektasi hubungan Kami akan seharmonis itu mereka hanya menginginkan bayi dan sampai sekarang Aku belum mengandung. Pernah Aku mual-mual di pagi hari tepatnya di jam sepuluh pagi, semua orang rumah mendadak khawatir apalagi ciri-ciri yang kualami persis seperti hamil muda padahal Aku belum siap sama sekali itu, wajahku pucat. "Kamu kayaknya morning sickness deh Ra," ujarnya ikut masuk ke dalam kamar sedangkan Om dingin sudah duduk di sampingku sembari mengecek ponsel. "Apa itu morning sickness Kak?" tanyaku yang sama sekali tidak paham akan orang yang mengalami hamil muda. "Kita panggil dokter aja ya," ujar Om dingin ikut pembicaraan Abella pun mengangguk. "Iya...dokter spesialis kandungan Marco," jelas Kak Abella lagi sampai dua orang dokter pun datang tidak tanggung-tanggung. Ini sangatlah berlebihan. Dokter itupun kemudian memeriksaku, perutku dicek begitupun dengan tensi darah semuanya normal. Dan begitupun perutnya yang tidak ada apa-apa karena takut salah diagnosis si dokter spesialis kandungan meminta dokter umum pun memeriksaku kembali. Dan Aku mengalami asam lambung sebab telat makan mangkanya efeknya muntah-muntah. Semua orang sudah panik tapi, Aku justru sakit bukan karena hamil. Kak Abella sedikit memelas berbeda dengan Marco yang tidak ada ekspresi apapun tapi, Ia langsung meminta para chef mengatur jadwal makan Aku dan asisten pribadiku dimarahi. **** Thanks guysHappy readingAuthor PovKara dan Marco mengobrol di dalam pesawat seraya saling bertukar cerita walaupun tanggapan Marco sangatlah singkat. Wanita muda itu menggunakan jeans denim dipadukan dengan kaos putih tidak lupa blazer yang senada dengan warna jeansnya begitu pula dengan pakaian Marco. Tumben sekali mereka berpakaian dengan warna yang senada. "Coba lihat deh Om, ini tugas Gue udah kemaren terus si dosen ini ngomong belum padahal jelas-jelas udah Gue kirim," kekeuh Kara tidak terima dengan kalimat dosen yang berbicara di room chat kelas. "Sudah Kamu periksa?" tanya Marco ulang seraya meletakkan ponsel Kara di tengah tengah meja. "Apanya?" tanya Kara dengan polos. "E-mail Kamu," ujar Marco lantas membuka email Kara dan belum ada kotak terkirim tugas Kara. "Kok nggak ada ya," keluh Kara sambil memanyunkan bibir saat Marco memperlihatkan e-mail tersebut laki-laki itu kemudian mengecek kembali ponselnya dan yah barulah setelah itu tugas Kara terkirim. Memang kalau banyak yang
Happy ReadingSementara Marco dan Kara pergi bersama, Abella menyendiri di rumah. Wanita dewasa itu duduk di depan jendela besar yang menghadap pada pemandangan di luar seraya mendekat tubuhnya yang sebagian Ia biarkan terbuka. Ini adalah pilihan yang dia ambil dan tentu Abella tidak boleh menyesal. Sekali lagi Ia harus ikhlas. Abella termenung sedangkan dua orang yang baru saja keluar dari pintu lift itu langsung disambut oleh pelayan. Kara berjalan bersebelahan dengan Marco menuju ke lantai dua penthouse ini. Di sana sudah ada empat orang yang duduk di sofa melingkar. Mereka tersenyum tapi, tidak dengan ramah. "Kenalin Dad...Mom ini Kara," ujar Marco Kara pun tersenyum seraya meremas tangannya yang terasa dingin seketika. "Selamat datang Kara," sapa seorang laki-laki yang usianya berkisar di delapan puluh tahunan. "Terima kasih," balas Kara lalu seorang wanita parubaya yang masih terlihat sangat cantik itu berdiri menghampiri Kara. Kara pikir Ia akan disambut dengan sangat hang
Happy ReadingDua hari ini Marco dan Kara hanya berada di hotel tidak keluar sama sekali bahkan untuk makan saja mereka meminta pelayan langsung mengantarkan ke kamar. Sekarang Kara sedang membaca buku dengan posisi tengkurap yang menghadap ke kaca lebar yang menunjukkan kota Las Vegas. Sementara Marco sibuk dengan tabletnya membaca beberapa artikel dan berita terkini. Mereka semalaman menghabiskan waktu bersama sampai paha Kara saat ini masih terasa nyeri. Kekuatan dari Marco benar-benar sangat luar biasa untuk pemula seperti Kara, tapi pelan-pelan wanita ini juga belajar. Marco bangkit dari duduknya menuju meja bar yang tidak jauh dari pintu hotel. Memanaskan teko lalu menyeduh bubuk putih yang baru Ia keluarkan dari kotak berbentuk persegi panjang. Setelah itu Marco menghampiri Kara membawa gelas tersebut. "Sudah waktunya...," ujar Marco menyodorkan gelas itu pada Kara. Wanita itupun langsung tersebut dan bergerak untuk duduk bersimpuh menerima gelas susu yang diberikan Marco.
Happy Reading"Om dingin kenapa?" "Temani Kara berjalan-jalan!" perintah Marco pada kedua bodyguardnya wanita muda itupun semakin mengerutkan kening seraya masih menatap Marco yang berwajah dingin di depannya sambil menatap layar ponsel tak sama sekali ingin menatap wajahnya. "Nggak mau...Kara mau sama Om," kesal wanita itu seraya melipat tangannya di depan dada. Lama gadis itu berdiam di depan Marco yang sibuk pada tabletnya sampai laki-laki itu menghela napas dan memberikan barang tersebut pada asistennya. "Kara... Saya ada pekerjaan mendadak," ujar Marco pada akhirnya seraya memegang pundak Kara dan sedikit menunduk untuk menyetarakan wajah mereka. Kara merengut tapi Ia tetap saja mengangguk. Resiko jika memiliki pasangan sekaligus teman seorang Ceo kapan pun Marco akan disibukkan oleh pekerjaan. Belum lagi Kara harus ingat bahwa Marco juga bukan milik dirinya, ada Abella yang tentu saja membutuhkan waktu Marco. "Temani Kara dan pastikan Dia aman!" perintah Marco lagi-lagi ke
Happy ReadingBingung sekaligus tidak mengerti dengan apa yang terjadi, ketika sampai di depan pintu kamar Abella Kara menutup mulut terkejut. Tubuh gadis itu mendadak lemas dan hampir pingsan untung Lala sigap menahannya. Marco membawa Abella ke rumah sakit, sedangkan Kara duduk di pinggir kasur di temani Lala yang sedari tadi memegang gelas minum. Sampai malam pun Kara menunggu kepulangan Marco yang tidak pulang, waktu berjalan gelap menjadi fajar hingga wanita itupun tertidur sendiri seraya meringkuk di atas kasur tanpa selimut. Ketika pagi itu Marco menarik selimut dan menutupi tubuh Kara, saat Ia ingin pergi wanita itupun terbangun dan memegang tangannya. "Mau ke mana?" tanya Kara lalu menundukkan tubuhnya di atas kasur. Wanita itu lantas diam, tatapannya kosong dan sangat bingung. Kara tidak tau sama sekali tentang penyakit Abella, melihat itu kemarin tentu membuatnya merasa dibohongi selama ini. "Maaf Kara," kata Marco dengan suara pelan. "Huh...Kak Abella sakit apa sebe
Happy ReadingHampir satu minggu rumah yang besar itu tampak sangat hening, biasanya rumah ini akan dipenuhi keramaian oleh Kara yang ada saja ulahnya tapi, wanita itu mendadak menjadi pendiam. Ia hanya berangkat ke kampus lalu kembali ke dalam kamar sedangkan Marco bolak-balik sibuk ke rumah sakit mengurusi Abella yang masih terbaring lemah. Kara diam saja bahkan sama sekali tidak mau mengganggu, dirinya masih kecewa sampai hari ini. Tidak semua keadaan orang lain bisa kita terima, disaat kita sudah memberikan seluruh kepercayaan kita tapi, justru kepercayaan itu tidak dijaga Kita akan merasa sangat sakit. Kara tau Ia hanya menjadi pelampiasan di sini, selingan, pilihan kedua, atau apalah yang namanya tapi, Ia berharap Marco maupun Abella bisa menghargai dirinya terlepas dari dirinya yang masih muda. Wanita itu membaringkan tubuhnya di atas kasur, energinya sudah habis terpakai seharian ini. Untuk anak introvert kegiatan bersama banyak orang sangatlah memuakkan. Persetan dari komu
Happy ReadingSatu bulan telah berlalu tapi, sikap Marco masih tetap dingin pada Kara. Marco hendak memasuki lift untuk turun ke bawah bersamaan dengan Kara yang hendak juga turun. Namun, mereka justru berdebat di pintu lift. "Siapa Dia?" tanya Marco membuka topik percakapan yang membuat Kara sangat malas membahasnya. "Bukan urusan Kamu," jawabnya seraya melipat kedua tangan di depan dada, hal itu menarik Marco menjadi geram. "Sudah berani Kamu," ujar Marco mencengkram tangan Kara, wanita itu merasakan sakit yang luar biasa. "Apaan sih lepasin," keluh Kara tapi tetap saja tidak dilepaskan oleh Marco. "Lagian Kamu nikahin Aku cuman mau bayi, Aku juga belum hamil jadi it's no problem dong," jelas Kara dengan wajah yang kesal menepis tangan Marco dari pergelangannya. Tatapan keduanya saling menusuk, tubuh Kara sedikit bergetar melihat netra Marco yang menembus seluruh tubuhnya. "Mari akan kubuat Kamu hamil," ujar Marco langsung menarik tangan Kara dan berjalan menuju kamar utama.
Happy Reading"Apa? konser?" Marco mengerutkan keningnya saat seorang asisten berbisik padanya saat Ia sedang melakukan meeting malam ini. Asisten tersebut hanya bisa mengangguk sementara semua investor yang ada di ruangan tersebut saling menatap satu sama lain dan bergantian pada Marco. Marco berusaha tetap tenang dan melanjutkan meeting walaupun pikirannya kacau akibat Kara. "Seru banget...," teriak Kara yang berdiri di samping Bagas seraya ikut menikmati konser malam ini. Potongan lagu something just like this memenuhi indera pendengaran Kara, disampingnya Bagas ikut bernyanyi. Mereka juga merekam konser tersebut, sangat seru dan juga luar biasa. Kara tidak akan menyangka jika konser pertamanya akan ada di Indonesia dan tentunya konser coldplay. "I want something just like this." "I've been reading books of old." Mereka menyanyikan dengan kompak dan saling berhadapan, Kara tak henti-hentinya tersenyum sampai Bagas pun yang tidak suka ikut tertular. "Gue nggak nyangka sih Lo
Happy ReadingBabymoon yang diidamkan semua wanita tanpa terkecuali Kara walaupun Ia tidak pernah membayangkan dirinya akan menjadi seorang Ibu dalam usia yang cukup muda. Kara tidak pernah berpikir akan menikah muda. Sepuluh tahun yang lalu ketika Ia mengobrol pada orang tuanya di ruang tamu Ia mengatakan bahwa Ia ingin menikah setelah menjadi ceo di perusahaan milik orang tuanya. "Mami...Aku nggak mau nikah muda," celoteh Kara kecil sambil melihat televisi yang menampilkan seorang perempuan bussiness independent dengan setelan blazer dan tas ala perempuan dewasa yang sangat sibuk. "Kamu mau jadi seperti Dia?" tanya Ayah Kara seraya merangkul putrinya yang sedang memeluk sang Ibu. Mereka bertiga duduk di sofa ruang keluarga, sangat hangat dan damai. "Tentu saja Papi, siapa sih yang nggak mau kayak putri Isabella," balas Kara yang saat itu sangat mengidolakan seorang wanita yang juga sangat lincah. "Kalau begitu belajar yang rajin Papi akan menyiapkannya untuk Kamu." "Siap Papi
Happy Reading"Aku pengennya naik pesawat yang biasa," rengek Kara saat sudah menaiki pesawat pribadi yang akan mengantarkan mereka ke London.Setelah mengetahui bahwa isi pesawat ini hanya mereka berdua dan dua asisten lainnya Kara merasa sangat sepi dan Dia ingin keramaian. Bukannya lebih nyaman dan leluasa jika hanya ada mereka pikir Marco Ia tidak mengerti dengan keinginan Ibu hamil itu. "Kara...yang ini lebih nyaman," jelas Marco wajah Kara lantas mendadak merengut Ia pun mengajak wanita itu berjalan ke belakang menuju ke sebuah ruangan yang ternyata adalah kamar. "Tapi sepi," keluh wanita itu kalau sudah begini sudahlah Marco membujuknya. "Tidak...Kamu bisa menonton film." Marco lalu menghidupkan netflix mencarikan film disney yang disukai oleh Kara. "Nggak...Aku nggak suka." lama Kara merengut dan tidak ingin berbunyi pada Marco sampai dua puluh menit berlalu seseorang pun mengetuk pintu Marco pun bangkit dan membukanya. Laki-laki itu lalu membuka sesuatu yang ada di tanga
Happy ReadingMarco mengantar pulang Kara keesokan paginya, setelah mengecup bibir Kara sekilas Marco membiarkan wanita itu masuk yang ditemani oleh Lala. Ia tidak lagi turun karena harus langsung pulang. Wajah Kara tampak lemas karena semalaman itu hanya tidur sebentar, sementara di lain tempat Abella dengan wajah masam menyambut pagi hari ini. Matahari yang sudah naik tidak membuatnya beralih dari tempat duduk, kulitnya menyala oleh sinar matahari pagi ini. Wanita itu mengenakan dress satin tanpa lengan dengan belahan yang sangat turun. Marco turun dari mobilnya lalu langsung masuk ke dalam tidak perlu sampai ke parkiran karena ada anak buahnya yang akan melakukan hal tersebut. Marco naik melalui lift langsung masuk ke kamar Abella. Ia pun mengecup kening wanita itu. "Dari mana saja Kamu," sambut Abella dengan pertanyaan, seolah Marco habis pulang dari tidur dengan selingkuhan. "Dari kantor sayang," balas Marco tidak ingin jujur jika Ia semalaman bersama dengan Kara. Melihat ked
Happy Reading"Maafkan keluargaku Om," ujar Kara seraya menundukkan kepala dengan meletakkan kedua tangannya di depan Ia sangat merasa bersalah dengan masalah ini. Delapan jam yang lalu Marco langsung menerbangkan helikopter ke tempat Kara tinggal dahulu yaitu rumah pamannya, Marco turun dengan setelan kemeja hitam dan tuxedo yang warnanya senada. Laki-laki itu berjalan dengan keenam bodyguardnya masing-masing memiliki tugas. Ada yang membawakan koper hitam, membawakan tas hingga membawa sebuah senjata. Wajah Marco tampak kaku dengan rahang mengeras laki-laki itu berjalan dengan langkah kaki yang tegap tidak seperti biasanya Ia jauh lebih sangar. Paman Kara yang hampir duduk di sofa ruang tamu mendadak panik sekaligus takut, Ia tidak menyangka Marco akan langsung ke sini setelah mendengar apa yang Ia lakukan. "Selamat siang Tuan Marco, Saya tidak tau jika Tuan akan ke sini padahal Kami bisa menyiapkan diri dulu," sapa Paman Kara dengan wajah yang dipaksakan untuk tersenyum. "Tid
Happy Reading"Tugas Kamu itu hanya melayani Saya!" Marco membelai pundak Kara wanita itu hanya bisa menggeliat menahan geli yang sedari tadi menghinggapinya. Marco seringkali mampir ke sini hanya untuk bercinta pada istri keduanya sementara Abella kembali sibuk dengan pekerjaan dan juga bisnis yang baru di bukanya. Lagi pula Abella tidak bisa lagi memberikan hasrat kepada Marco sebab Ia tidak tertarik. Semakin tidak mengerti dengan jalan pikiran Abella. Wanita itu juga menjalani perawatan jalan yang seminggu sekali harus chek up. Kara mencoba untuk tetap berdiri dengan tenang agar tidak tumbang sedangkan Marco terus-menerus melakukan foreplay. Kehamilan Kara memasuki usia delapan bulan di mana sudah sangat besar dan turun. Teman-teman Kara masih tidak ada yang tau kecuali Bagas, yang sekarang harus duduk di meja hijau mendapatkan interogasi dari kedua temannya yang lain. "Lo sembunyikan di mana Kara?" tuding Della di siang hari bolong ini belum lagi menghadapi cuaca panas kini Ba
Happy ReadingLagi-lagi Kara hanya bisa menggeleng dengan kelakuan Abella yang senantiasa sangat menyebalkan. Wanita itu sekarang kembali ke villa dan marah-marah tidak jelas. "Sekarang Kamu juga mau mengambil Marco dari Saya," ujarnya seraya menunjuk-nunjuk wajah Kara wanita hamil itu hanya memakan es cream sambil duduk dengan tenang tidak ingin terbawak emosi walaupun ingin sekali Ia mencabik-cabik wajah wanita itu. "Tenang Kara tenang. Dia pasti lagi meninggalkan ulah." Kara mengelus dadanya sedangkan Lala berdiri di samping wanita hamil ini takut sekali jika Abella akan melakukan sesuatu pada Kara. "Kamu membuat Marco nggak pulang," teriak Abella lagi Kara pun berdiri agar sejajar dengan wanita ini."Dia yang mau tinggal bukan Aku yang memintanya," balas Kara dengan tenang seraya berucap dengan sopan. "Dasar wanita penggoda," cibir Abella mendengar itu Kara langsung mengerutkan kening. "Nggak perlu digoda, Marco memang nafsuan padaku," kata Kara hendak berbalik tapi, Abella l
Happy Reading"Mereka benar-benar gila Bagas! Gue nggak habis pikir di mana otak mereka," amuk Kara bercerita bersama Bagas yang berjalan juga di sebelahnya. Kedua orang ini berbicara sambil melingkari kolam, Kara perlu melampiaskan emosi yang Ia rasakan sedari kemarin. Setelah Kara keluar dengan amarah tak lama itu Abella dan Marco ikut keluar, Abella terus-menerus membujuk Marco untuk bisa mendapatkan bayi tersebut. Padahal sedari awal tidak ada perjanjian atas hak asuh anak yang dikandung oleh Kara, Ia akan menjadi Ibu dari anak-anak yang dilahirkan begitu pula dengan Abella akan tetap menjadi Ibu sambung anak-anaknya.Sebenarnya Kara tidak akan melarang sama sekali Abella untuk menjadi Ibu dari anak-anaknya tapi, jangan seenaknya mau mengambil seutuhnya. Abella pikir mengandung tidak membutuhkan tenaga dan waktu serta pikiran, Dia pikir mengandung bayi seperti membuat sepotong roti. "Lalu Marco diam aja?" tanya Bagas sambil mengamati langkah kaki Kara takut jika wanita hamil ini
Happy Reading"Kara...Kami ingin berbicara dengan Kamu," ujar Abella berada di ambang pintu bersama dengan Marco. Abella tersenyum memamerkan gigi-gigi rapihnya, Kara sempat ingin tersenyum pula tapi yang justru muncul malah ekspresi tanda tanya. Wanita yang dengan perut besar itu lalu berdiri, melangkahkan kaki keluar mengikuti kemana arah dua orang ini membawanya. Ruangan kedap suara, salah satu ruangan khas yang dimiliki oleh villa yang di huni oleh Kara beserta para asistennya. Bahkan Kara tak tau sama sekali ada ruangan ini. Marco masuk diikuti Abella dan Kara. Ruangan itu memiliki satu sofa panjang dan meja seperti ruangan kerja pada umumnya. Ketika pintu ditutup maka aktivitas yang ada di dalam sama sekali tidak terdengar. "Ada apa ya?" tanya Kara bingung. "Kara duduk di sini dulu," pinta Abella yang di iyakan oleh Kara. Sedangkan Marco berdiri tak jauh dari mereka berdua. "Begini Kara...Aku dan Marco ingin bernegosiasi sama Kamu." wanita itu memegang tangan Kara lalu me
Happy Reading"Om...gimana keadaan Kak Bella?" tanya Kara saat Marco masuk ke dalam kamarnya laki-laki itu menggeleng pertanda bahwa Ia juga tidak paham dengan keadaan Abella sekarang. Kara duduk di samping Marco seraya menenggelamkan kepalanya pada pundak Marco. Untuk waktu yang cukup lama keduanya saling berdiam sampai Marco menyentuh bibir Kara, wanita itu menggigit bibir bawahnya membuat Marco menarik bibir itu lalu lumatan kian lumatan tersalurkan. Kara berdehem memperingatkan Marco bahwa ini bukan waktu yang pas tapi, laki-laki tetap laki-laki. Kebutuhan seksualitas mereka harus terpenuhi apalagi jika menghadapi fase krisis dan stres seperti ini. Marco memeluk pinggang Kara sedangkan wanita ini mengalungkan lengannya pada leher laki-laki itu setelahnya keduanya mengecup satu sama lain. Marco membawa Kara ke atas ranjang dengan hati-hati laki-laki ini menidurkan istrinya yang sedang hamil besar. "Akhirnya daddy mengunjungimu nak." batin Marco yang sudah menahan ini cukup lama