Happy ReadingSatu bulan telah berlalu tapi, sikap Marco masih tetap dingin pada Kara. Marco hendak memasuki lift untuk turun ke bawah bersamaan dengan Kara yang hendak juga turun. Namun, mereka justru berdebat di pintu lift. "Siapa Dia?" tanya Marco membuka topik percakapan yang membuat Kara sangat malas membahasnya. "Bukan urusan Kamu," jawabnya seraya melipat kedua tangan di depan dada, hal itu menarik Marco menjadi geram. "Sudah berani Kamu," ujar Marco mencengkram tangan Kara, wanita itu merasakan sakit yang luar biasa. "Apaan sih lepasin," keluh Kara tapi tetap saja tidak dilepaskan oleh Marco. "Lagian Kamu nikahin Aku cuman mau bayi, Aku juga belum hamil jadi it's no problem dong," jelas Kara dengan wajah yang kesal menepis tangan Marco dari pergelangannya. Tatapan keduanya saling menusuk, tubuh Kara sedikit bergetar melihat netra Marco yang menembus seluruh tubuhnya. "Mari akan kubuat Kamu hamil," ujar Marco langsung menarik tangan Kara dan berjalan menuju kamar utama.
Happy Reading"Apa? konser?" Marco mengerutkan keningnya saat seorang asisten berbisik padanya saat Ia sedang melakukan meeting malam ini. Asisten tersebut hanya bisa mengangguk sementara semua investor yang ada di ruangan tersebut saling menatap satu sama lain dan bergantian pada Marco. Marco berusaha tetap tenang dan melanjutkan meeting walaupun pikirannya kacau akibat Kara. "Seru banget...," teriak Kara yang berdiri di samping Bagas seraya ikut menikmati konser malam ini. Potongan lagu something just like this memenuhi indera pendengaran Kara, disampingnya Bagas ikut bernyanyi. Mereka juga merekam konser tersebut, sangat seru dan juga luar biasa. Kara tidak akan menyangka jika konser pertamanya akan ada di Indonesia dan tentunya konser coldplay. "I want something just like this." "I've been reading books of old." Mereka menyanyikan dengan kompak dan saling berhadapan, Kara tak henti-hentinya tersenyum sampai Bagas pun yang tidak suka ikut tertular. "Gue nggak nyangka sih Lo
Happy ReadingKara berjalan dengan cepat setelah keluar dari lift, bertepatan dengan Marco yang hendak masuk hingga wanita itu tidak sengaja menabrak dada bidang Marco. "Aduh...," keluhnya seraya memegang kening. "Mangkanya jangan main handphone," ujar Marco berjalan duluan melewati Kara yang masih memegang keningnya seraya mendengus. "Ihh nyebelin," ucapnya lantas keluar sambil menghentakkan kaki berharap Marco berbalik dan melihat ke arahnya. Tapi, tidak Marco justru tetap fokus berjalan. Kara pun akhirnya kesal sendiri, bisa-bisanya dirinya tidak melihat Marco yang sebesar itu. Wanita itupun naik mobil, pagi ini Ia ada dua sks yang harus di pelajari. Marco pulang dari kantor saat Kara ingin pergi ke kampus, wanita yang sekarang masih duduk di semester dua tersebut sudah diajari beberapa minat bisnis yang Ia inginkan walaupun Kara belum ada tertarik sama sekali dengan bisnis apapun. Wanita itu memainkan ponselnya seraya membalas pesan dari Bagas, kedekatannya dengan Bagas jau
Happy ReadingKara mengerang ketika sentuhan Bagas menyentuh punggungnya. Ia merintih bersamaan dengan perasaan yang lega. "Apa kau baik-baik saja?" tanya Bagas usai mengoleskan cairan kemerahan tersebut. "Sedikit nyeri," balas Kara masih mencoba meredakan dirinya. Kedua insan itu duduk di bawah pohon rindang yang terletak tak jauh dari fakultas. Ada beberapa orang pula yang bersantai bahkan sampai membawa permadani. Tempat ini menjadi salah satu tempat favorit mahasiswa untuk menghabiskan jam istirahat atau belum ingin pulang. Kara membalas pesan singkat Marco lalu kembali berbicara pada Bagas. Mereka mengobrolkan tentang berita yang terus ramai di Indonesia. Mulai dari politik hingga apa yang terjadi akhir-akhir ini. Sampai mereka lupa jika jam sudah menunjukkan pukul lima sore. "Ya ampun...Aku terlambat pulang Bagas," keluh Kara yang langsung mengambil tas kemudian berdiri. "Biar Aku saja yang antar, pasti supir Kamu udah pulang," tawar Bagas Kara pun hanya bisa mengangguk.
Happy readingPov KaraKenapa aku akhir-akhir ini merasakan hampa yang sangat terasa, Aku tidak merasakan emosional dari apa yang terjadi. Hanya kekosongan yang tidak Aku mengerti hingga pada titik dimana aku tidak memedulikan semuanya bahkan diriku sendiri. Aku merasa kehilangan, sebagian diriku yang lalu dan ntah sampai kapan keadaan seperti ini menyiksa diriku. Aku terlalu lelah untuk berdebat, menjelaskan bahkan memenuhi ekspektasi orang-orang. Mereka menganggapku seolah-olah Aku baik-baik saja, padahal kenyataannya tidak. Aku rapuh, kacau dan menderita. Aku hilang dari bumi ini, bahkan setelah hari kepergian orang tuaku. Tidak ada lagi yang nikmat sekarang setelah kepergian mereka. Aku menyadarinya bahkan tubuhku juga merespon akan hal demikian. Sampai pada hari ke tujuh, Om dingin menghampiri seraya bertanya. "Apa yang mengganggumu?" tanyanya dengan suara seperti biasa dingin dan datar. Aku menggeleng tapi, Ia tidak percaya dan laki-laki itupun membawaku ke sebuah rumah sak
Happy ReadingKara menarik napas panjang dan melepaskannya perlahan. Hari ini adalah hari yang sudah dinanti-nantikan dan sekaligus ditakutinya selama enam bulan terakhir. Ujian semester 3 sudah tiba, dan seluruh usahanya selama setengah tahun terakhir akan diuji dalam beberapa jam ke depan. Dia bangun pagi-pagi sekali, bahkan sebelum matahari terbit. Suara alarmnya terdengar keras, namun Kara sudah terjaga beberapa menit sebelumnya, matanya terpaku pada langit-langit kamar yang masih gelap. Dia melompat dari tempat tidur, melangkah dengan cepat ke kamar mandi dan membasuh wajahnya dengan air dingin untuk menghilangkan kantuk yang tersisa. Sarapan pagi ini hanya roti bakar dan secangkir kopi. Maid sudah menyiapkan semuanya, namun Kara hampir tidak merasakan rasa makanannya. Pikirannya terus-menerus berputar, mengingat-ngingat pelajaran yang telah dipelajarinya. Setelah selesai makan, dia pamit kepada orang tuanya dan berjalan ke kampus. Jalanan pagi itu masih sepi, hanya beberapa k
Happy ReadingSebagai suami yang dingin dan cuek Marco tidak mengerti apa mau Kara yang saat ini berdiri di depannya seraya mengangkat telapak tangan seolah meminta sesuatu. Kara melebarkan senyumnya walaupun itu bukan pertanda senyuman manis melainkan hanya dilebarkan tanpa ekspresi. "Apa?" tanya Marco yang duduk di depan komputer di ruang kerja menengadahkan kepalanya untuk melihat ke arah Kara dengan jelas. "Om nggak ngerti?" ujar Kara yang sudah lelah mengangkat tangannya sambil mendengus melihat gelengan kepala dari Marco. "Minta uang jajan," ujar Kara seperti bocil kelas dua SMP yang meminta uang jajan kepada ayahnya. "Bukannya kartu debit sudah ada denganmu," kata Marco seraya berwajah aneh, pasalnya Ia bukan hanya memberikan kartu debit biasa melainkan yang prioritas dimana uang tersebut juga sering Marco cek dan ditambahnya. "Aku mau cash kayak orang-orang yang setiap pagi di kasih uang sama ayahnya, aku 'kan nggak punya ayah lagi jadi kangen," lirih Kara menampilkan wa
Happy ReadingKata baru saja tiba di rumah sakit bersama dengan Marco, Ia yang seharusnya makan siang terlebih dahulu akhirnya urung karena Abella yang mendadak drop. Mereka berdua diikuti oleh banyaknya bodyguard berlari memasuki rumah sakit beberapa awak media menyoroti Marco. Kara sempat terkejut untungnya sebelum turun Ia sudah memakai menutup kepala agar tidak terlihat. Orang-orang akan mengira Kara adalah saudara dari Abella. Sesampainya di depan ruangan Kara menghela napas sedangkan Marco langsung masuk ke dalam ruangan.. Hampir satu jam Kara dan yang lainnya menunggu barulah Marco keluar dari ruangan. "Bawak Kara pulang saja," ujar Marco pada asisten dan bodyguardnya melihat wajah Kara yang sudah pucat dengan mata tertutup. Wanita muda itu rupanya tertidur. Lala pun langsung membangunkan Kara, tapi wanita itu tidak juga bangun sampai Marco yang turun tangan."Kara...bangun...Kara." Marco menepuk-nepuk wajah istri kecilnya itu. Marco melakukannya dengan sangat pelan tidak
Happy ReadingBabymoon yang diidamkan semua wanita tanpa terkecuali Kara walaupun Ia tidak pernah membayangkan dirinya akan menjadi seorang Ibu dalam usia yang cukup muda. Kara tidak pernah berpikir akan menikah muda. Sepuluh tahun yang lalu ketika Ia mengobrol pada orang tuanya di ruang tamu Ia mengatakan bahwa Ia ingin menikah setelah menjadi ceo di perusahaan milik orang tuanya. "Mami...Aku nggak mau nikah muda," celoteh Kara kecil sambil melihat televisi yang menampilkan seorang perempuan bussiness independent dengan setelan blazer dan tas ala perempuan dewasa yang sangat sibuk. "Kamu mau jadi seperti Dia?" tanya Ayah Kara seraya merangkul putrinya yang sedang memeluk sang Ibu. Mereka bertiga duduk di sofa ruang keluarga, sangat hangat dan damai. "Tentu saja Papi, siapa sih yang nggak mau kayak putri Isabella," balas Kara yang saat itu sangat mengidolakan seorang wanita yang juga sangat lincah. "Kalau begitu belajar yang rajin Papi akan menyiapkannya untuk Kamu." "Siap Papi
Happy Reading"Aku pengennya naik pesawat yang biasa," rengek Kara saat sudah menaiki pesawat pribadi yang akan mengantarkan mereka ke London.Setelah mengetahui bahwa isi pesawat ini hanya mereka berdua dan dua asisten lainnya Kara merasa sangat sepi dan Dia ingin keramaian. Bukannya lebih nyaman dan leluasa jika hanya ada mereka pikir Marco Ia tidak mengerti dengan keinginan Ibu hamil itu. "Kara...yang ini lebih nyaman," jelas Marco wajah Kara lantas mendadak merengut Ia pun mengajak wanita itu berjalan ke belakang menuju ke sebuah ruangan yang ternyata adalah kamar. "Tapi sepi," keluh wanita itu kalau sudah begini sudahlah Marco membujuknya. "Tidak...Kamu bisa menonton film." Marco lalu menghidupkan netflix mencarikan film disney yang disukai oleh Kara. "Nggak...Aku nggak suka." lama Kara merengut dan tidak ingin berbunyi pada Marco sampai dua puluh menit berlalu seseorang pun mengetuk pintu Marco pun bangkit dan membukanya. Laki-laki itu lalu membuka sesuatu yang ada di tanga
Happy ReadingMarco mengantar pulang Kara keesokan paginya, setelah mengecup bibir Kara sekilas Marco membiarkan wanita itu masuk yang ditemani oleh Lala. Ia tidak lagi turun karena harus langsung pulang. Wajah Kara tampak lemas karena semalaman itu hanya tidur sebentar, sementara di lain tempat Abella dengan wajah masam menyambut pagi hari ini. Matahari yang sudah naik tidak membuatnya beralih dari tempat duduk, kulitnya menyala oleh sinar matahari pagi ini. Wanita itu mengenakan dress satin tanpa lengan dengan belahan yang sangat turun. Marco turun dari mobilnya lalu langsung masuk ke dalam tidak perlu sampai ke parkiran karena ada anak buahnya yang akan melakukan hal tersebut. Marco naik melalui lift langsung masuk ke kamar Abella. Ia pun mengecup kening wanita itu. "Dari mana saja Kamu," sambut Abella dengan pertanyaan, seolah Marco habis pulang dari tidur dengan selingkuhan. "Dari kantor sayang," balas Marco tidak ingin jujur jika Ia semalaman bersama dengan Kara. Melihat ked
Happy Reading"Maafkan keluargaku Om," ujar Kara seraya menundukkan kepala dengan meletakkan kedua tangannya di depan Ia sangat merasa bersalah dengan masalah ini. Delapan jam yang lalu Marco langsung menerbangkan helikopter ke tempat Kara tinggal dahulu yaitu rumah pamannya, Marco turun dengan setelan kemeja hitam dan tuxedo yang warnanya senada. Laki-laki itu berjalan dengan keenam bodyguardnya masing-masing memiliki tugas. Ada yang membawakan koper hitam, membawakan tas hingga membawa sebuah senjata. Wajah Marco tampak kaku dengan rahang mengeras laki-laki itu berjalan dengan langkah kaki yang tegap tidak seperti biasanya Ia jauh lebih sangar. Paman Kara yang hampir duduk di sofa ruang tamu mendadak panik sekaligus takut, Ia tidak menyangka Marco akan langsung ke sini setelah mendengar apa yang Ia lakukan. "Selamat siang Tuan Marco, Saya tidak tau jika Tuan akan ke sini padahal Kami bisa menyiapkan diri dulu," sapa Paman Kara dengan wajah yang dipaksakan untuk tersenyum. "Tid
Happy Reading"Tugas Kamu itu hanya melayani Saya!" Marco membelai pundak Kara wanita itu hanya bisa menggeliat menahan geli yang sedari tadi menghinggapinya. Marco seringkali mampir ke sini hanya untuk bercinta pada istri keduanya sementara Abella kembali sibuk dengan pekerjaan dan juga bisnis yang baru di bukanya. Lagi pula Abella tidak bisa lagi memberikan hasrat kepada Marco sebab Ia tidak tertarik. Semakin tidak mengerti dengan jalan pikiran Abella. Wanita itu juga menjalani perawatan jalan yang seminggu sekali harus chek up. Kara mencoba untuk tetap berdiri dengan tenang agar tidak tumbang sedangkan Marco terus-menerus melakukan foreplay. Kehamilan Kara memasuki usia delapan bulan di mana sudah sangat besar dan turun. Teman-teman Kara masih tidak ada yang tau kecuali Bagas, yang sekarang harus duduk di meja hijau mendapatkan interogasi dari kedua temannya yang lain. "Lo sembunyikan di mana Kara?" tuding Della di siang hari bolong ini belum lagi menghadapi cuaca panas kini Ba
Happy ReadingLagi-lagi Kara hanya bisa menggeleng dengan kelakuan Abella yang senantiasa sangat menyebalkan. Wanita itu sekarang kembali ke villa dan marah-marah tidak jelas. "Sekarang Kamu juga mau mengambil Marco dari Saya," ujarnya seraya menunjuk-nunjuk wajah Kara wanita hamil itu hanya memakan es cream sambil duduk dengan tenang tidak ingin terbawak emosi walaupun ingin sekali Ia mencabik-cabik wajah wanita itu. "Tenang Kara tenang. Dia pasti lagi meninggalkan ulah." Kara mengelus dadanya sedangkan Lala berdiri di samping wanita hamil ini takut sekali jika Abella akan melakukan sesuatu pada Kara. "Kamu membuat Marco nggak pulang," teriak Abella lagi Kara pun berdiri agar sejajar dengan wanita ini."Dia yang mau tinggal bukan Aku yang memintanya," balas Kara dengan tenang seraya berucap dengan sopan. "Dasar wanita penggoda," cibir Abella mendengar itu Kara langsung mengerutkan kening. "Nggak perlu digoda, Marco memang nafsuan padaku," kata Kara hendak berbalik tapi, Abella l
Happy Reading"Mereka benar-benar gila Bagas! Gue nggak habis pikir di mana otak mereka," amuk Kara bercerita bersama Bagas yang berjalan juga di sebelahnya. Kedua orang ini berbicara sambil melingkari kolam, Kara perlu melampiaskan emosi yang Ia rasakan sedari kemarin. Setelah Kara keluar dengan amarah tak lama itu Abella dan Marco ikut keluar, Abella terus-menerus membujuk Marco untuk bisa mendapatkan bayi tersebut. Padahal sedari awal tidak ada perjanjian atas hak asuh anak yang dikandung oleh Kara, Ia akan menjadi Ibu dari anak-anak yang dilahirkan begitu pula dengan Abella akan tetap menjadi Ibu sambung anak-anaknya.Sebenarnya Kara tidak akan melarang sama sekali Abella untuk menjadi Ibu dari anak-anaknya tapi, jangan seenaknya mau mengambil seutuhnya. Abella pikir mengandung tidak membutuhkan tenaga dan waktu serta pikiran, Dia pikir mengandung bayi seperti membuat sepotong roti. "Lalu Marco diam aja?" tanya Bagas sambil mengamati langkah kaki Kara takut jika wanita hamil ini
Happy Reading"Kara...Kami ingin berbicara dengan Kamu," ujar Abella berada di ambang pintu bersama dengan Marco. Abella tersenyum memamerkan gigi-gigi rapihnya, Kara sempat ingin tersenyum pula tapi yang justru muncul malah ekspresi tanda tanya. Wanita yang dengan perut besar itu lalu berdiri, melangkahkan kaki keluar mengikuti kemana arah dua orang ini membawanya. Ruangan kedap suara, salah satu ruangan khas yang dimiliki oleh villa yang di huni oleh Kara beserta para asistennya. Bahkan Kara tak tau sama sekali ada ruangan ini. Marco masuk diikuti Abella dan Kara. Ruangan itu memiliki satu sofa panjang dan meja seperti ruangan kerja pada umumnya. Ketika pintu ditutup maka aktivitas yang ada di dalam sama sekali tidak terdengar. "Ada apa ya?" tanya Kara bingung. "Kara duduk di sini dulu," pinta Abella yang di iyakan oleh Kara. Sedangkan Marco berdiri tak jauh dari mereka berdua. "Begini Kara...Aku dan Marco ingin bernegosiasi sama Kamu." wanita itu memegang tangan Kara lalu me
Happy Reading"Om...gimana keadaan Kak Bella?" tanya Kara saat Marco masuk ke dalam kamarnya laki-laki itu menggeleng pertanda bahwa Ia juga tidak paham dengan keadaan Abella sekarang. Kara duduk di samping Marco seraya menenggelamkan kepalanya pada pundak Marco. Untuk waktu yang cukup lama keduanya saling berdiam sampai Marco menyentuh bibir Kara, wanita itu menggigit bibir bawahnya membuat Marco menarik bibir itu lalu lumatan kian lumatan tersalurkan. Kara berdehem memperingatkan Marco bahwa ini bukan waktu yang pas tapi, laki-laki tetap laki-laki. Kebutuhan seksualitas mereka harus terpenuhi apalagi jika menghadapi fase krisis dan stres seperti ini. Marco memeluk pinggang Kara sedangkan wanita ini mengalungkan lengannya pada leher laki-laki itu setelahnya keduanya mengecup satu sama lain. Marco membawa Kara ke atas ranjang dengan hati-hati laki-laki ini menidurkan istrinya yang sedang hamil besar. "Akhirnya daddy mengunjungimu nak." batin Marco yang sudah menahan ini cukup lama