Happy reading
"Kamu pulang duluan ya," pamit Kara pada teman-temannya usai memasukkan semua laptop dan alat tulis ke dalam tas."Kamu bawa mobil?" tanya temannya menghentikan langkah kaki Kara yang hampir keluar."Nggak! Aku dijemput," balas Kara yang sesekali mengecek ponselnya karena sedari tadi belum ada notifikasi pesan dari Marco."Sama siapa?" tanya yang lain penasaran."Calon suami?" celetuk yang lain membuat Kara membeku di tempatnya. Hampir beberapa detik sebelum yang lain pun tertawa."Kita bercanda kali Ra....""Hahahaha." mereka pun tertawa semua yang dibalas pula dengan tertawa oleh Kara seraya mengelus dada sedikit tenang, Ia takut sekali ada teman-temannya yang tau jika Ia sudah bertunangan dan sebentar lagi akan menjadi istri kedua laki-laki berpengaruh di Indonesia."Nggak mungkin lah ya kalau Lo ada doi nggak cerita-cerita sama Kita apalagi kalau ada calon semua," ujar salah satu dari teman Kara memegang pundak Kara seraya tersenyum."Hehe...hehe...," balas Kara lagi-lagi menampilkan senyum terpaksa sampai ponselnya pun akhirnya berbunyi."Saya sudah di parkiran." pesan itu membuat Kara bisa lepas dari obrolan rumit ini. Gadis itu langsung pamit dan berlari menuju parkiran.Siang menjelang sore ini sangatlah terik, gadis yang mengenakan rok dengan belahan yang cukup panjang itu memperlihatkan sebagian kaki jenjangnya. Kaos polos sebagai atasannya pun sedikit mencetak lekuk tubuhnya, dengan rambut yang sengaja di kuncir.Kara membuka pintu mobil Marco usai mengecek plat mobil laki-laki itu, Ia segera meletakkan tasnya lalu memberi salam pada Marco walaupun tidak ada balasan sama sekali."Jangan lagi dipakai rok ini," ujar Marco tiba-tiba di dalam perjalanan, Marco yang melihat jelas bagaimana Kara memperlihatkan kaki mulusnya dengan berlari tadi kapanpun bisa menarik seseorang untuk meliriknya dan sebagai calon suami Kara tentu Marco tidak nyaman."Kenapa?" tanya Kara yang bingung, Ia sudah sering mengenakan rok seperti ini dan orang lain pun tampak sama sekali tidak terganggu. Dan teman-temannya pun sering memakai rok bahkan yang jauh lebih pendek."Kamu nggak lihat orang-orang memperhatikanmu," balas Marco masih dengan wajah dinginnya dan tidak ingin melirik Kara, kemudian gadis itu berpikir lalu sedikit mencebikan bibir."Bilang aja Kamu cemburu," ujar Kara dengan suara yang sangat pelan tapi, masih bisa didengar oleh Marco.Ini hari terakhir Marco di sini, penerbangannya sore nanti dan untuk terakhir bertemu Marco menahan Kara beberapa menit di dalam mobil."Ada apa?" tanya Kara bingung sendiri pintu mobil tidak bisa dibuka. Marco masih berdiam sampai Ia pun berbicara pada Kara."Saya akan pulang," ujarnya membuat Kara menghela napas, untuk apa coba memberitahu tahu dirinya."Pulang aja sana...Aku juga risih Kamu di sini terus," ujar gadis itu dalam hati sedikitpun Ia tidak berminat untuk menahan calon suaminya itu untuk tetap di sini."Kamu pulang sore ini? Hati-hati ya," kata Kara dengan suara yang dibuat sangat lembut Ia harus meyakinkan Marco bahwa Ia tenang jika laki-laki itu pergi."Baiklah," ujar Marco tak tau lagi apa yang harus dikatakan pada Kara. Gadis itu lalu turun dari mobil dan berjalan ke dalam rumah sedangkan Marco memutar balik mobilnya."Jangan terlalu dingin pada Kara." Marco mengingat kalimat dari istrinya tersebut itulah kenapa Ia berbicara pada Kara walaupun Ia tidak bisa memberikan perhatian lebih pada gadis itu.****Kara memasuki rumahnya sambil membaca artikel yang baru-baru ini keluar, mengenai sang calon suaminya. Sambil mengerutkan kening dengan sedikit mencebik Kara membuka pintu."Presdir Welden Group baru-baru ini terlihat di airport bersama istrinya, berbulan madu kembali.""Mana ada bulan madu orang dia melamar Aku," sindir Kara sambil tertawa melihat berita itu, gadis itu membuka kulkas dan mencari sesuatu yang Ia bisa makan.Sementara di lain tempat Abella baru saja minum obat dan siap dan bersiap diri, Marco masuk ke dalam kamar lalu mengecup sang istri."Kamu sudah berpamitan pada Kara?" tanya Abella memegang lengan Marco laki-laki itupun kemudian mengangguk."Sudah," balasnya singkat tidak minat dengan pembahasan seperti ini."Kara tidak akan ikut mengantar?""Saya tidak menawarinya Abella," balas Marco hendak pergi tapi, ditahan oleh Abella."Kenapa nggak Kamu bilang," kata Abella sedikit kesal Ia sudah meminta Marco mengatakan apa saja yang harus Ia katakan pada Kara tadi tapi, sepertinya Marco tidak mendengarkan hal itu.Abella merasa perkataannya tidak didengar dan Marco mulai mengabaikan dirinya."Saya tidak ingin membahas ini," ujar Marco lagi-lagi menghindar sedangkan Abella terus memancingnya sedari pagi tadi.Jika bukan karena permintaan Abella, Marco tidak akan mengantar Kara lalu menjemputnya. Tapi, Abella terus memaksa. Menurut Abella mereka harus mulai mengikutsertakan Kara dalam rumah tangga ini, karena Kara sebentar lagi Kara akan menjadi bagian dari mereka berdua.Abella ingin saja egois tapi, Ia tidak boleh karena Dia yang meminta suaminya menikahi gadis itu dan saatnya melapangkan hati dimulai."Tapi ini harus di bahas Marco! Kara sebentar lagi akan menjadi bagian dari Kita," tekan Abella sedikit meninggikan kalimatnya."Tapi, belum sekarang Abella! kenapa Saya merasa Kamu sangat perhatian pada Dia, apa Kamu sangat ingin Saya peduli pada Dia."Deg...ada rasa yang tidak bisa Abella jelaskan, Ia tidak ingin tapi juga tidak bisa menolak. Tanpa sadar air mata Abella mengalir."Kalau Kamu benar-benar ingin baiklah akan Saya lakukan." Air mata wanita itu semakin deras lolos membasahi pipinya."Iya Aku ingin Kamu mencintai Kara!" tegas Abella walaupun amat sakit mengatakan hal itu.Dilain tempat Kara justru sibuk membaca artikel dan semua berita serta majalah tentang Marco. Gadis itu menghitung perbedaan usianya dan Marco sekitar 10 tahun."Pantas aja Gue merasa Dia kayak om-om," celoteh Kara menggerak-gerakan bibirnya.Gadis itu berpikir bisa-bisanya Ia akan menikahi laki-laki yang sangat jauh dari dirinya. Apalah selanjutnya yang akan terjadi pada hidupnya ini, seperti apa juga kehidupan rumah tangga mereka. Jika Ia hamil apakah Dia akan tetap kuliah? apakah dia akan ikut mengurus Marco? atau memasak? atau menyiapkan pakaiannya atau tidur bersama? atau tidur bertiga?"Tau ah pusing Aku," keluh Kara pada akhirnya.Kara tidak pernah belajar dan diajarkan tentang pernikahan dan dia tidak siap akan hal itu. Lagi-lagi pikirannya berada diantara Marco dan istrinya sangat-sangat mengganggu."Hubungan istri pertama dan kedua tidak pernah baik." Kara mengulang kalimat yang dibaca di twitter.Dimana istri pertama sering menganiaya istri kedua, belum lagi karena diminta secepatnya hamil karena keluarga itu menginginkan bayi dari Dia."Apa setelah Aku melahirkan...Aku akan diceraikan?" kalau begitu Kara harus membuat perjanjian dan negoisasi agar Ia tidak di buang begitu saja dan menjadi gembel.Seminggu ini Kara tidak pernah melewatkan kelasnya walaupun bersamaan dengan mempersiapkan pernikahan mulai dari dress hingga perlengkapan lainnya. Hari itu akan tiba besok dan Ia sudah membuat perjanjian pada Marco, tentu Marco akan menandatanganinya.****Thanks guysHappy ReadingSuasana hotel berbintang lima yang terletak di salah kota tersebut memberikan kesan yang berbeda pada hari ini. Mobil bermerek sudah berjejer rapi di lingkungan hotel dengan beberapa papan bunga yang menghiasi pintu masuk. Tidak heran jika biasanya pagi-pagi hotel ini masih tampak sepi kali ini sudah ramai. Semuanya menunggu akad nikah yang akan berlangsung kurang dari lima belas menit lagi. Di sebuah kamar presidential suite seorang wanita sedangkan dirapikan. Ia mengenakan kebaya putih dengan aksesoris khas dari kota dimana tempat Ia dilahirkan. Tidak terlalu berlebihan namun, sangat membuat dirinya berbeda kali ini. Gadis itu bersiap berdiri dan digandeng oleh beberapa saudaranya diikuti oleh keluarga yang lain, memasuki lift untuk turun dimana berlangsungnya pernikahan. Di bawah sana Marco sedang melakukan ijab kabul. "Saya nikahkan engkau dan Saya kawinkan engkau dengan pinanganmu, ponakanku Barbakara Victoria Selena dengan mahar 1 bitcoin senilai 64.418.90$, 50
Happy Reading"Baiklah Aku akan melakukannya jika itu maumu." lalu Marco pun ke luar dari kamar Abella dengan perasaan marah. Laki-laki itu lantas kembali masuk ke dalam kamar yang dimana Kara baru saja bangun, gadis itu mengucek matanya seraya melihat ke arah Marco. "Kenapa Kamu masuk ke sini? Kamu nggak salah kamar?" tanya Kara menimbulkan kerutan di kening Marco. "Kamu nggak ingat semalam?" tanya Marco menaikan sebelah alisnya Kara pun langsung menggeleng."Ingat apa?" ujar gadis itu lagi masih mengumpulkan nyawa. "Tidak ada," balas laki-laki itu kemudian kembali ingin keluar. "Siap-siaplah Kita sarapan." Marco langsung berlalu pergi. Bisa-bisanya Kara tidak ingin jika semalam Ia tidur bersama dengan dirinya bahkan gadis itu juga telah memeluk Marco saking eratnya Marco sampai tidak bisa bernapas. Kara tidak mengikuti kalimat Marco barusan Ia justru kembali menggulingkan tubuhnya di kasur, bermain media sosial seraya membalas pesan teman-temannya. Mereka mempertanyakan kemana
Happy ReadingKara meringis saat menuruni tangga, ini sudah hari kedua setelah malam itu tapi Ia masih merasakan nyeri di pangkal pahanya. Jangan tanyakan kemana Marco setelah menidurinya, laki-laki itu bahkan tidak pulang sedari kemarin dan Kara tidak tahu ke mana. "Nyonya kenapa tidak lewat lift saja?" tanya seorang pelayan menghampiri Kara lalu membantu gadis itu untuk turun. "Aku ingin melihat-lihat lantai dua," balas Kara sedikit tersenyum Ia mengenakan dress satin yang hanya sebatas lutut. "Nyonya membutuhkan sesuatu?" tanya pelayan itu lagi saat mereka sudah berada di lantai satu menuju ke dapur. "Aku mau jus naga," kata Kara lalu menuju ke belakang dimana taman dan kolam renang menyambut kedatangannya. Rumah ini benar-benar luas jika dibandingkan dengan rumahnya mungkin hanya sepertiga padahal rumah Kara sudah cukup besar pula. Saat gadis itu tengah menikmati datangnya siang, seseorang menghampirinya. "Kara...," sapa Abella melihat wanita itu Kara pun tersenyum. "Kak Ab
Pov KaraHari ini Aku merasa benar-benar sedih, ntah tidak tau mengapa alasan yang jelasnya. Moodku berantakan, Aku tidak memiliki gairah untuk belajar sampai ketika seseorang duduk di sebelahku dan itu menambah kekesalan. "Kamu mahasiswa pindahan itu 'kan?" katanya dengan wajah setengah tersenyum. "Iya...," balasku singkat tidak memiliki tenaga. "Kenapa pindah? Kamu nakal ya," tuduhannya menambah bete. Aku enggan berbicara bahkan hanya untuk menganggapi laki-laki itu, sudah cukup om-om dingin dan menyebalkan yang ada di rumah. Aku hanya ingin ketenangan baru saja mengharapkan itu Aku dihadapkan lagi dengan dosen killer yang bertanya. "Yang di belakang silahkan berikan pendapat Anda!" katanya menunjuk ke arahku. Aku kemudian berdiri dan siap membuka mulut tapi, dosen tersebut kembali berujar. "Kamu!" perintahnya menunjuk laki-laki yang tersenyum singkat padaku saat Aku ingin kembali duduk dengan kesal. "Kamu pulang sama siapa? mau Aku antarin?" tanyanya sedikit berlari sehingg
Happy readingAuthor PovKara dan Marco mengobrol di dalam pesawat seraya saling bertukar cerita walaupun tanggapan Marco sangatlah singkat. Wanita muda itu menggunakan jeans denim dipadukan dengan kaos putih tidak lupa blazer yang senada dengan warna jeansnya begitu pula dengan pakaian Marco. Tumben sekali mereka berpakaian dengan warna yang senada. "Coba lihat deh Om, ini tugas Gue udah kemaren terus si dosen ini ngomong belum padahal jelas-jelas udah Gue kirim," kekeuh Kara tidak terima dengan kalimat dosen yang berbicara di room chat kelas. "Sudah Kamu periksa?" tanya Marco ulang seraya meletakkan ponsel Kara di tengah tengah meja. "Apanya?" tanya Kara dengan polos. "E-mail Kamu," ujar Marco lantas membuka email Kara dan belum ada kotak terkirim tugas Kara. "Kok nggak ada ya," keluh Kara sambil memanyunkan bibir saat Marco memperlihatkan e-mail tersebut laki-laki itu kemudian mengecek kembali ponselnya dan yah barulah setelah itu tugas Kara terkirim. Memang kalau banyak yang
Happy ReadingSementara Marco dan Kara pergi bersama, Abella menyendiri di rumah. Wanita dewasa itu duduk di depan jendela besar yang menghadap pada pemandangan di luar seraya mendekat tubuhnya yang sebagian Ia biarkan terbuka. Ini adalah pilihan yang dia ambil dan tentu Abella tidak boleh menyesal. Sekali lagi Ia harus ikhlas. Abella termenung sedangkan dua orang yang baru saja keluar dari pintu lift itu langsung disambut oleh pelayan. Kara berjalan bersebelahan dengan Marco menuju ke lantai dua penthouse ini. Di sana sudah ada empat orang yang duduk di sofa melingkar. Mereka tersenyum tapi, tidak dengan ramah. "Kenalin Dad...Mom ini Kara," ujar Marco Kara pun tersenyum seraya meremas tangannya yang terasa dingin seketika. "Selamat datang Kara," sapa seorang laki-laki yang usianya berkisar di delapan puluh tahunan. "Terima kasih," balas Kara lalu seorang wanita parubaya yang masih terlihat sangat cantik itu berdiri menghampiri Kara. Kara pikir Ia akan disambut dengan sangat hang
Happy ReadingDua hari ini Marco dan Kara hanya berada di hotel tidak keluar sama sekali bahkan untuk makan saja mereka meminta pelayan langsung mengantarkan ke kamar. Sekarang Kara sedang membaca buku dengan posisi tengkurap yang menghadap ke kaca lebar yang menunjukkan kota Las Vegas. Sementara Marco sibuk dengan tabletnya membaca beberapa artikel dan berita terkini. Mereka semalaman menghabiskan waktu bersama sampai paha Kara saat ini masih terasa nyeri. Kekuatan dari Marco benar-benar sangat luar biasa untuk pemula seperti Kara, tapi pelan-pelan wanita ini juga belajar. Marco bangkit dari duduknya menuju meja bar yang tidak jauh dari pintu hotel. Memanaskan teko lalu menyeduh bubuk putih yang baru Ia keluarkan dari kotak berbentuk persegi panjang. Setelah itu Marco menghampiri Kara membawa gelas tersebut. "Sudah waktunya...," ujar Marco menyodorkan gelas itu pada Kara. Wanita itupun langsung tersebut dan bergerak untuk duduk bersimpuh menerima gelas susu yang diberikan Marco.
Happy Reading"Om dingin kenapa?" "Temani Kara berjalan-jalan!" perintah Marco pada kedua bodyguardnya wanita muda itupun semakin mengerutkan kening seraya masih menatap Marco yang berwajah dingin di depannya sambil menatap layar ponsel tak sama sekali ingin menatap wajahnya. "Nggak mau...Kara mau sama Om," kesal wanita itu seraya melipat tangannya di depan dada. Lama gadis itu berdiam di depan Marco yang sibuk pada tabletnya sampai laki-laki itu menghela napas dan memberikan barang tersebut pada asistennya. "Kara... Saya ada pekerjaan mendadak," ujar Marco pada akhirnya seraya memegang pundak Kara dan sedikit menunduk untuk menyetarakan wajah mereka. Kara merengut tapi Ia tetap saja mengangguk. Resiko jika memiliki pasangan sekaligus teman seorang Ceo kapan pun Marco akan disibukkan oleh pekerjaan. Belum lagi Kara harus ingat bahwa Marco juga bukan milik dirinya, ada Abella yang tentu saja membutuhkan waktu Marco. "Temani Kara dan pastikan Dia aman!" perintah Marco lagi-lagi ke
Happy ReadingBabymoon yang diidamkan semua wanita tanpa terkecuali Kara walaupun Ia tidak pernah membayangkan dirinya akan menjadi seorang Ibu dalam usia yang cukup muda. Kara tidak pernah berpikir akan menikah muda. Sepuluh tahun yang lalu ketika Ia mengobrol pada orang tuanya di ruang tamu Ia mengatakan bahwa Ia ingin menikah setelah menjadi ceo di perusahaan milik orang tuanya. "Mami...Aku nggak mau nikah muda," celoteh Kara kecil sambil melihat televisi yang menampilkan seorang perempuan bussiness independent dengan setelan blazer dan tas ala perempuan dewasa yang sangat sibuk. "Kamu mau jadi seperti Dia?" tanya Ayah Kara seraya merangkul putrinya yang sedang memeluk sang Ibu. Mereka bertiga duduk di sofa ruang keluarga, sangat hangat dan damai. "Tentu saja Papi, siapa sih yang nggak mau kayak putri Isabella," balas Kara yang saat itu sangat mengidolakan seorang wanita yang juga sangat lincah. "Kalau begitu belajar yang rajin Papi akan menyiapkannya untuk Kamu." "Siap Papi
Happy Reading"Aku pengennya naik pesawat yang biasa," rengek Kara saat sudah menaiki pesawat pribadi yang akan mengantarkan mereka ke London.Setelah mengetahui bahwa isi pesawat ini hanya mereka berdua dan dua asisten lainnya Kara merasa sangat sepi dan Dia ingin keramaian. Bukannya lebih nyaman dan leluasa jika hanya ada mereka pikir Marco Ia tidak mengerti dengan keinginan Ibu hamil itu. "Kara...yang ini lebih nyaman," jelas Marco wajah Kara lantas mendadak merengut Ia pun mengajak wanita itu berjalan ke belakang menuju ke sebuah ruangan yang ternyata adalah kamar. "Tapi sepi," keluh wanita itu kalau sudah begini sudahlah Marco membujuknya. "Tidak...Kamu bisa menonton film." Marco lalu menghidupkan netflix mencarikan film disney yang disukai oleh Kara. "Nggak...Aku nggak suka." lama Kara merengut dan tidak ingin berbunyi pada Marco sampai dua puluh menit berlalu seseorang pun mengetuk pintu Marco pun bangkit dan membukanya. Laki-laki itu lalu membuka sesuatu yang ada di tanga
Happy ReadingMarco mengantar pulang Kara keesokan paginya, setelah mengecup bibir Kara sekilas Marco membiarkan wanita itu masuk yang ditemani oleh Lala. Ia tidak lagi turun karena harus langsung pulang. Wajah Kara tampak lemas karena semalaman itu hanya tidur sebentar, sementara di lain tempat Abella dengan wajah masam menyambut pagi hari ini. Matahari yang sudah naik tidak membuatnya beralih dari tempat duduk, kulitnya menyala oleh sinar matahari pagi ini. Wanita itu mengenakan dress satin tanpa lengan dengan belahan yang sangat turun. Marco turun dari mobilnya lalu langsung masuk ke dalam tidak perlu sampai ke parkiran karena ada anak buahnya yang akan melakukan hal tersebut. Marco naik melalui lift langsung masuk ke kamar Abella. Ia pun mengecup kening wanita itu. "Dari mana saja Kamu," sambut Abella dengan pertanyaan, seolah Marco habis pulang dari tidur dengan selingkuhan. "Dari kantor sayang," balas Marco tidak ingin jujur jika Ia semalaman bersama dengan Kara. Melihat ked
Happy Reading"Maafkan keluargaku Om," ujar Kara seraya menundukkan kepala dengan meletakkan kedua tangannya di depan Ia sangat merasa bersalah dengan masalah ini. Delapan jam yang lalu Marco langsung menerbangkan helikopter ke tempat Kara tinggal dahulu yaitu rumah pamannya, Marco turun dengan setelan kemeja hitam dan tuxedo yang warnanya senada. Laki-laki itu berjalan dengan keenam bodyguardnya masing-masing memiliki tugas. Ada yang membawakan koper hitam, membawakan tas hingga membawa sebuah senjata. Wajah Marco tampak kaku dengan rahang mengeras laki-laki itu berjalan dengan langkah kaki yang tegap tidak seperti biasanya Ia jauh lebih sangar. Paman Kara yang hampir duduk di sofa ruang tamu mendadak panik sekaligus takut, Ia tidak menyangka Marco akan langsung ke sini setelah mendengar apa yang Ia lakukan. "Selamat siang Tuan Marco, Saya tidak tau jika Tuan akan ke sini padahal Kami bisa menyiapkan diri dulu," sapa Paman Kara dengan wajah yang dipaksakan untuk tersenyum. "Tid
Happy Reading"Tugas Kamu itu hanya melayani Saya!" Marco membelai pundak Kara wanita itu hanya bisa menggeliat menahan geli yang sedari tadi menghinggapinya. Marco seringkali mampir ke sini hanya untuk bercinta pada istri keduanya sementara Abella kembali sibuk dengan pekerjaan dan juga bisnis yang baru di bukanya. Lagi pula Abella tidak bisa lagi memberikan hasrat kepada Marco sebab Ia tidak tertarik. Semakin tidak mengerti dengan jalan pikiran Abella. Wanita itu juga menjalani perawatan jalan yang seminggu sekali harus chek up. Kara mencoba untuk tetap berdiri dengan tenang agar tidak tumbang sedangkan Marco terus-menerus melakukan foreplay. Kehamilan Kara memasuki usia delapan bulan di mana sudah sangat besar dan turun. Teman-teman Kara masih tidak ada yang tau kecuali Bagas, yang sekarang harus duduk di meja hijau mendapatkan interogasi dari kedua temannya yang lain. "Lo sembunyikan di mana Kara?" tuding Della di siang hari bolong ini belum lagi menghadapi cuaca panas kini Ba
Happy ReadingLagi-lagi Kara hanya bisa menggeleng dengan kelakuan Abella yang senantiasa sangat menyebalkan. Wanita itu sekarang kembali ke villa dan marah-marah tidak jelas. "Sekarang Kamu juga mau mengambil Marco dari Saya," ujarnya seraya menunjuk-nunjuk wajah Kara wanita hamil itu hanya memakan es cream sambil duduk dengan tenang tidak ingin terbawak emosi walaupun ingin sekali Ia mencabik-cabik wajah wanita itu. "Tenang Kara tenang. Dia pasti lagi meninggalkan ulah." Kara mengelus dadanya sedangkan Lala berdiri di samping wanita hamil ini takut sekali jika Abella akan melakukan sesuatu pada Kara. "Kamu membuat Marco nggak pulang," teriak Abella lagi Kara pun berdiri agar sejajar dengan wanita ini."Dia yang mau tinggal bukan Aku yang memintanya," balas Kara dengan tenang seraya berucap dengan sopan. "Dasar wanita penggoda," cibir Abella mendengar itu Kara langsung mengerutkan kening. "Nggak perlu digoda, Marco memang nafsuan padaku," kata Kara hendak berbalik tapi, Abella l
Happy Reading"Mereka benar-benar gila Bagas! Gue nggak habis pikir di mana otak mereka," amuk Kara bercerita bersama Bagas yang berjalan juga di sebelahnya. Kedua orang ini berbicara sambil melingkari kolam, Kara perlu melampiaskan emosi yang Ia rasakan sedari kemarin. Setelah Kara keluar dengan amarah tak lama itu Abella dan Marco ikut keluar, Abella terus-menerus membujuk Marco untuk bisa mendapatkan bayi tersebut. Padahal sedari awal tidak ada perjanjian atas hak asuh anak yang dikandung oleh Kara, Ia akan menjadi Ibu dari anak-anak yang dilahirkan begitu pula dengan Abella akan tetap menjadi Ibu sambung anak-anaknya.Sebenarnya Kara tidak akan melarang sama sekali Abella untuk menjadi Ibu dari anak-anaknya tapi, jangan seenaknya mau mengambil seutuhnya. Abella pikir mengandung tidak membutuhkan tenaga dan waktu serta pikiran, Dia pikir mengandung bayi seperti membuat sepotong roti. "Lalu Marco diam aja?" tanya Bagas sambil mengamati langkah kaki Kara takut jika wanita hamil ini
Happy Reading"Kara...Kami ingin berbicara dengan Kamu," ujar Abella berada di ambang pintu bersama dengan Marco. Abella tersenyum memamerkan gigi-gigi rapihnya, Kara sempat ingin tersenyum pula tapi yang justru muncul malah ekspresi tanda tanya. Wanita yang dengan perut besar itu lalu berdiri, melangkahkan kaki keluar mengikuti kemana arah dua orang ini membawanya. Ruangan kedap suara, salah satu ruangan khas yang dimiliki oleh villa yang di huni oleh Kara beserta para asistennya. Bahkan Kara tak tau sama sekali ada ruangan ini. Marco masuk diikuti Abella dan Kara. Ruangan itu memiliki satu sofa panjang dan meja seperti ruangan kerja pada umumnya. Ketika pintu ditutup maka aktivitas yang ada di dalam sama sekali tidak terdengar. "Ada apa ya?" tanya Kara bingung. "Kara duduk di sini dulu," pinta Abella yang di iyakan oleh Kara. Sedangkan Marco berdiri tak jauh dari mereka berdua. "Begini Kara...Aku dan Marco ingin bernegosiasi sama Kamu." wanita itu memegang tangan Kara lalu me
Happy Reading"Om...gimana keadaan Kak Bella?" tanya Kara saat Marco masuk ke dalam kamarnya laki-laki itu menggeleng pertanda bahwa Ia juga tidak paham dengan keadaan Abella sekarang. Kara duduk di samping Marco seraya menenggelamkan kepalanya pada pundak Marco. Untuk waktu yang cukup lama keduanya saling berdiam sampai Marco menyentuh bibir Kara, wanita itu menggigit bibir bawahnya membuat Marco menarik bibir itu lalu lumatan kian lumatan tersalurkan. Kara berdehem memperingatkan Marco bahwa ini bukan waktu yang pas tapi, laki-laki tetap laki-laki. Kebutuhan seksualitas mereka harus terpenuhi apalagi jika menghadapi fase krisis dan stres seperti ini. Marco memeluk pinggang Kara sedangkan wanita ini mengalungkan lengannya pada leher laki-laki itu setelahnya keduanya mengecup satu sama lain. Marco membawa Kara ke atas ranjang dengan hati-hati laki-laki ini menidurkan istrinya yang sedang hamil besar. "Akhirnya daddy mengunjungimu nak." batin Marco yang sudah menahan ini cukup lama