Setelah hampir sepekan meninggalkan tanah kelahirannya, Belle dan Zane akhirnya tiba jam 10 pagi dan langsung pulang ke apartemen. Keduanya dijemput oleh sopir suruhan Ronald. Mertuanya tak bisa ikut menjemput karena sedang sibuk di kantor. Hal yang pertama Zane lakukan setelah sampai di apartemen adalah mencari selimut kesayangannya. Ia memeluk dan menghirup dalam-dalam aroma hangat yang menguar dari selembar kain kumal itu hingga memenuhi rongga paru-parunya. Masih ada waktu hingga sore untuknya beristirahat, sebelum nanti ia dan Belle akan makan malam di kediaman Ronald. Karena masih agak pusing dan mengantuk, Zane akhirnya naik ke ranjang, tanpa lebih dulu membongkar kopernya. Selama di pesawat, ia tak bisa tidur dengan tenang. Selain karena belum terbiasa melakukan perjalanan jauh dengan pesawat, Zane juga merasa sedih karena ia akan kembali sibuk dengan pekerjaan. Sementara itu di lantai atas, Belle yang sudah mendapat cukup tidur dan istirahat, memilih untuk mandi dan membon
"Zane, lihat ini!" Teriakan Belle yang terdengar panik dan kencang, mau tak mau membuat Zane membuka mata. Terlebih saat istrinya itu mendekat dengan terburu-buru."Lihat!" Belle menyerahkan ponselnya di mana sebuah laman berita online sedang terbuka. Sedikit ragu, Zane menerima ponsel itu dan mulai membaca judul berita. Tunggu, ini kan foto dirinya bersama Belle? Bagaimana bisa?"Ini pasti ulah papa!" geram Belle sembari bersedekap dan mendengus jengkel. "Papa sengaja mengirim Josh agar bisa mendapat foto-foto kita selama di Maldives kemarin!"Dengan jemari gemetar, Zane menggulir layar untuk membaca keseluruhan berita yang sedang membahas dirinya. Foto saat ijab bahkan juga terpampang jelas di sana. "Lalu kita harus bagaimana?" desah Zane bingung. Hilang sudah rasa kantuknya gegara berita heboh ini. Bahkan ia tak bisa membayangkan seandainya teman-teman sekantornya tahu jika Zane cuti untuk menikah, bukan istirahat seperti alasan yang ia ajukan. "Bersiaplah, kita ke rumah papa
"Belle! Oh, syukurlah akhirnya kamu mengangkat teleponku!" Suara berat itu membuat linangan cairan bening mengalir semakin deras dari dua netra Belle. Rasanya sangat menyedihkan ketika kita hanya bisa mendengar suara pria yang kita cintai tapi tak bisa memeluknya di saat yang bersamaan. "Bryan, aku--""Bisa kita bertemu, Belle? Ada banyak hal yang ingin aku katakan." Belle tercekat, ia mengusap air matanya dengan punggung tangannya yang telah basah terkena air kolam. "Aku nggak mau ketemu kamu, Bryan. Aku--""Tolonglah, Belle. Aku rasa kamu sudah salah paham setelah mendengar percakapanku dengan Tom. Waktu itu kamu datang ke apartemenku, bukan? Sehari sebelum kamu terbang ke Maldives," tukas Bryan cepat. "Eh-em. Tapi aku--""Aku akan menjelaskan semuanya. Tolong, aku masih ingin memperbaiki hubungan kita." Dan, di sinilah Belle berada sekarang. Dengan alasan memperbaiki hubungan, Belle dan Bryan memilih untuk bertemu di cafe milik sahabat Bryan, Jeremi. Tatapan penuh kerinduan
Di tempat berbeda, Zane baru saja sampai di apartemen. Karena Belle tiba-tiba pergi dan tak menjawab telepon ataupun pesannya, terpaksa Zane berbohong pada Ronald dan mengatakan bila istrinya pasti sedang sibuk berbelanja. Padahal, Zane tak tahu ke mana Belle pergi. Menunggu hingga berjam-jam juga sangat tidak mungkin, Ronald pasti akan curiga. Baru saja menutup pintu, ponsel Zane berdenting di dalam saku celananya. Secepat kilat Zane merogoh gawai pipihnya itu dan membaca sebaris nama si pengirim pesan. Hesti Logistic Dept.Zane menghela napasnya berat saat nama itu terbaca olehnya. Bukan pesan dari Belle, melainkan dari salah satu kawan di tempatnya bekerja. Dengan malas, Zane membuka pesan itu. Ada tiga lampiran foto yang dikirim oleh Hesti. [Zane, ini beneran kamu?] Sambil menghempaskan tubuhnya ke atas sofa, Zane mulai membalas pesan itu. Ia membalas sesingkat dan sejelas mungkin karena Zane yakin jika teman-teman sekantornya pasti heboh mendengar berita tentangnya hari ini.
"Aku akan meredam berita tentang pernikahan Belle dan menyebarkan gosip terbaru tentangku," usul Bryan dengan jari telunjuk mengacungkan ke atas, seakan-akan dia telah menemukan ilham. Jeremi hanya tersenyum kecut menanggapi perkataan sahabatnya, ia mengibaskan tangannya dengan cepat dan menganggap ide tersebut hanyalah bualan Bryan saja. "Gue serius, Jer! Gue akan meminta Tom untuk menyebarkan gosip tentang sosok perempuan yang selama ini mendukung dan mensuport gue di belakang layar, media pasti penasaran dan nama gue bisa jadi trending topik di mana-mana!" lanjut Bryan semakin bersemangat. "Itu bukan ide yang bagus, Bryan. Aku nggak mau papaku nanti malah mengetahui gosip itu dan hubungan kita semakin runyam!" tolak Belle cepat.Papanya bisa melakukan apapun tanpa mempedulikan perasaan Belle, ia tak ingin ide Bryan nantinya malah membuatnya semakin dijauhkan dari kekasihnya itu. Terlebih, Ronald pasti tak akan tinggal diam. "Aku nggak akan menyebut nama kamu, Belle. Aku hanya s
Jakarta, 14 Desember 2023.Yang bertandatangan di bawah ini,Nama : Belle Ivy Janata, yangSelanjutnya disebut sebagai pihak pertama, danNama : Zanendra Prasetyo, yangSelanjutnya disebut sebagai pihak kedua.Dengan ini membuat surat perjanjian yang ditandatangani secara sadar dan dalam kondisi sehat wal afiat. Membuat kesepakatan bermaterai cukup yang berisi di antaranya :1. Pernikahan akan berakhir tepat setahun dari tanggal surat perjanjian ini ditandatangani dan/atau surat warisan Janata Group jatuh ke tangan Pihak pertama.2. Pihak pertama dan pihak kedua dilarang mencampuri urusan pribadi masing-masing, dilarang saling menuntut kewajiban dan dilarang melakukan kontak fisik kecuali di depan umum untuk kepentingan bisnis.3. Tidak boleh ada pihak luar yang mengetahui surat perjanjian pernikahan ini atau sanksi hukum ganti rugi berupa pelanggaran kontrak senilai 20 M diberlakukan.4. Pihak pertama akan memberikan saham PT. Janata Group senilai 25% pada pihak kedua apabila PT. Ja
Di tempat yang berbeda, Zane baru saja membersihkan seisi rumah. Rasa lelah lantas membuatnya bersantai di balkon sambil menikmati segelas es teh di gelas super jumbo. Tadinya, Zane hendak membalas pesan salah satu rekan kerjanya saat sebuah notifikasi email berdenting. Seketika itu Zane ingat pada perkataan Belle semalam, ia buru-buru membuka aplikasi emailnya dan benar saja, Belle ternyata benar-benar mengirim draft kontrak mereka yang terbaru. Dengan jemari gemetar, Zane membaca satu demi satu pasal yang telah banyak berubah isinya. Bila sebelumnya mereka terikat kontrak selama jangka waktu tiga tahun, kini Belle merubahnya menjadi satu tahun saja. Pun kini ada pembahasan tentang pembagian saham dan pasal tambahan tentang perpisahan. Dada Zane berdebar hebat kala membaca kontrak itu sekali lagi, hanya untuk memastikan jika tak ada pasal yang terlewat. Dan, semakin ia membaca, semakin Zane merasa direndahkan. Apa Belle menganggap pernikahan mereka hanya main-main? Bagaimana mungki
"Kamu takut bertemu denganku setelah kita berpisah?" Pertanyaan Zane sontak membuat Belle mendelik kesal. "Enak saja! Aku hanya nggak mau nantinya papa meminta kita rujuk. Jadi lebih baik kamu menjauhlah selama mungkin agar hidupku tenang bersama Bryan!"Mendengar nama pria itu disebut lagi, membuat Zane lantas mengangguk paham seberapa dalam cinta Belle pada Bryan. "Baiklah. Aku paham. Tapi aku tetap ingin waktu sebulan, aku berjanji tidak akan menemuimu, Belle. Aku hanya ingin tetap menjalin hubungan dengan pak Ronald." Belle memicingkan kedua matanya, mencoba mencari kejujuran dari mimik wajah Zane yang terlihat muram saat mengucapkan nama papanya. Namun, Belle tak menemukan apapun di sana selain ketulusan. Pada akhirnya, Belle mengangguk pasrah. Dia meraih lembaran surat kontrak itu dan mencoret kata yang harus direvisi kembali. "Kenapa kamu menolak kuberi saham, Zane? Kamu bisa jadi duda kaya seandainya menerima saham itu." "Karena aku tidak mengincar harta kalian." Belle m