"Tuan, makan malamnya sudah siap." Zane yang sejak tadi menatap kosong ke arah layar televisi, lantas menoleh lemah pada Bik Asih yang berdiri di tak jauh darinya. Sudah jam tujuh, tapi Belle belum juga pulang dari kantor. Zane sengaja menunggunya di ruang tengah sejak sore tadi, tapi tak ada tanda-tanda Belle akan pulang. "Saya nunggu Belle pulang saja, Bik." Zane berpaling dan kembali menonton tivi. "Anu, Tuan ... Apa non Belle nggak pamit sama Tuan?" Pertanyaan Bik Asih tak pelak membuat Zane menoleh dengan kaget. "Tadi siang, non Belle pergi bawa koper. Katanya ada acara kantor di Bali selama tiga hari. Saya kira non Belle sudah pamit sama Tuan," lanjut Bik Asih dengan sungkan. "Mungkin Belle sudah mengirim pesan, tapi belum sempat saya baca," kelit Zane menutupi. Bik Asih hanya mengangguk dan pamit untuk kembali ke dapur, sementara Zane lantas bangkit dan mengambil ponselnya di kamar. Tak ada satupun pesan yang masuk ke ponsel usangnya itu. Pun Zane tak tahu apakah Belle
Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai.Bryan memasang sunglasessnya sembari tetap menggandeng Belle sejak mereka turun dari pesawat."Kenakan kacamatamu, Belle!" perintah Bryan saat menyadari sedari tadi wajah Belle terekspos.Belle menurut, ia menarik sunglasess yang ia sematkan di belahan kemejanya dan lekas mengenakannya. Ia lantas melirik Bryan yang berjalan cepat di sisinya, sesekali Bryan menunduk saat melewati kerumunan orang.Dua jam kemudian setelah makan malam, mereka berdua tiba di private cottage di daerah Uluwatu. Belle membuat kesepakatan sebelum berangkat liburan bersama di Bali dengan satu syarat, mereka tidur di kamar terpisah. Bryan menyetujuinya dan memesan private cottage dengan dua kamar."Aku lelah sekali, Beb. Aku langsung ke kamarku, ya! Aku mau istirahat." Belle meraih koper miliknya yang dibawa oleh Bryan dan melenggang pergi begitu saja. Melihat tingkah kekasihnya itu, Bryan hanya menghela napas berat. "Baiklah. Kita jalan-jalan besok pagi saja, ya!
Tepat di saat Zane hendak berangkat untuk bertemu Zara, tiba-tiba gawai pipih di saku celananya bergetar dengan intens. Ada panggilan masuk, dari Ronald."Halo, Pa," sapa Zane ragu. "Zane, dari mana saja kalian! Papa telepon Belle tapi nggak aktif.""Eeh, kami ..." Zane mulai panik, ia menggaruk kepalanya yang tetiba gatal. "Kami sedang di bandara, Pa. Kami menuju ke Bali." Karena tak sampai hati berkata yang sejujurnya, akhirnya terpaksa Zane berbohong. Bukan tanpa alasan ia berbuat demikian, Zane hanya tak ingin tingkah polah Belle membuat Ronald terkejut dan kembali sakit seperti dulu."Begitu? Baiklah, baik. Hati-hati! Segera kabari Papa kalo kalian sudah sampai!" "Iya, Pa. Nanti saya telepon lagi kalo kami sudah sampai." "Kenapa berbohong sama Tuan Besar?" tanya Bik Asih kepo, tiba-tiba saja ia sudah berdiri di samping tuan mudanya dan mengagetkan Zane. Zane segera memasukkan ponselnya ke saku celana sambil tersenyum kelu. "Tidak apa, Bik. Tolong Bibik juga bantu saya menja
"Bukannya aku sudah pernah bilang kalo aku janda, Mas Zane?" Amanda tertawa ketika pertanyaan Zane terlontar begitu polos. Zane termangu, benar juga! Amanda pernah bercerita jika dia adalah seorang single parent untuk kedua anak kembarnya. Bagaimana bisa Zane melupakan hal sepenting itu! Bahkan Zane sempat menyangkal tuduhan Belle dan mengatakan bila Amanda sudah punya suami! Mampuslah dia kalo sampai Belle tahu!"Yuk, masuk!" Amanda membuka pintunya lebih lebar agar Zane bisa lewat. Dengan hati-hati, Zane memasuki apartemen yang sangat rapi itu dan meletakkan barang Amanda di pantry. "Oh, lampunya mati!" decak Amanda sambil memencet sakelar lampu di ruang tengah. "Duh, tahu gitu tadi sekalian beli di supermarket!" "Kamu tidak punya stok lampu?" tanya Zane iba. "Nggak punya, Mas Zane.""Di apartemenku ada. Biar aku ambil dulu sebentar!" Dan setelah bergulat membantu Amanda memasang lampu, akhirnya ruang tengah kembali terang benderang berkat bantuan Zane. "Silahkan diminum. Maa
"Zane, bangun! Sudah siang, nanti jodohmu dipatok ayam!"Pijatan lembut di lengannya, membuat Zane membuka mata dengan lemah. Sinar matahari yang menerobos masuk melalui celah jendela, membuat kantuk Zane seketika lenyap. Ia menoleh pada sosok wanita tua yang masih betah memijat lengannya, duduk di pinggiran ranjang dan tersenyum melihat cucunya membuka mata. "Nenek kok baru bangunin aku," protes Zane sembari beranjak duduk.Nenek Lila tersenyum hangat. "Kamu semalam pulang larut banget. Mana tega Nenek bangunin kamu pagi-pagi."Zane lantas menurunkan kedua kakinya sambil mengucek kedua matanya yang masih terasa sepat. Semalam ia pulang jam 2 dinihari karena teman satu shift-nya mendadak sakit, alhasil Zane menggantikannya. Padahal pagi ini adalah jadwalnya mengantar Nenek Lila kontrol ke Rumah Sakit."Aku mandi dulu ya, Nek." Zane turun dari ranjang sempitnya lantas bergegas ke kamar mandi di ruang tengah.Satu jam berikutnya, usai sarapan dan memanasi motor bututnya, Zane memboncen
"Om Zane, look at this!"Zane menoleh saat suara cadel Briana berteriak memanggilnya, gadis kecil itu nampak memamerkan sebuah prakarya. Sebuah pigura dengan foto dengan hiasan bunga-bunga dan tulisan di bawahnya."Apa itu, Bri? Wah, keren sekali!" puji Zane berbinar sembari memperhatikan barang yang ditunjukkan oleh Briana dari meja belajarnya. Sambil tersipu, Briana turun dari kursi dan menyerahkan pigura itu pada Zane. Ya, pada akhirnya Zane menerima tawaran Amanda untuk menjaga anaknya sementara nanny mereka istirahat dan pulang. Selain untuk mengisi waktu kosongnya, sikap Hans dan Briana yang lucu juga menjadi salah satu alasan Zane menerima pekerjaan ini. Terlebih, Amanda juga sangat friendly dan Zane merasa nyaman saat bersamanya, sesuatu yang baru kali ini ia rasakan pada perempuan selain Belle. Mungkinkah karena Amanda adalah sosok wanita yang blak-blakan dan apa adanya? Dan jenis wanita seperti inilah yang Zane butuhkan."I made this a couple week ago. Bagus, kan?" Briana
Seminyak, Bali. Suara musik menghentak dengan keras di segala penjuru kelab. Belle sejak tadi memperhatikan DJ yang sangat asyik memainkan Turntable-nya sambil sesekali menggoyangkan kepala. Segelas cocktail yang masih berada di genggamannya tak membuat Belle lantas kalap meminumnya. Ia menyesapnya sedikit demi sedikit, Belle tak ingin mabuk, setidaknya jangan sampai mabuk saat bersama Bryan!"Katanya mau berenang?" tanya Bryan heran sembari mengawasi pakaian kekasihnya, di kelab outdoor itu juga terdapat kolam renang yang sudah dipenuhi oleh bule-bule. Belle sontak menggeleng cepat. "Nggak jadi. Males!" Belle mengawasi kolam renang di tengah pub.Bryan lantas memperhatikan kolam tak jauh dari posisi mereka bersantai dan termenung untuk beberapa saat. Sekelebat ingatan melintas, Bryan tetiba teringat pada Zara. Menyadari pria di sampingnya sedang melamun, Belle lantas mengibaskan tangan di depan kekasihnya itu. Bryan tentu saja tersentak kaget, ia lantas melirik Belle dengan kek
Karena cuaca yang buruk, penerbangan yang seharusnya take off jam 5 sore, terpaksa ditunda hingga badai reda. Belle akhirnya tiba di Jakarta jam sembilan malam dan mendapati apartemennya telah sepi. Tadinya Belle pikir, Zane sudah tidur dan beristirahat. Namun, ketika Belle hendak naik ke kamarnya, ia mendengar kunci pintu ruang tamu berbunyi. Dengan napas tertahan, Belle urung naik dan menunggu dengan penasaran, siapa yang datang? Sesuai dugaannya, Zane muncul dari ruang tamu dengan wajah penuh senyuman. Ekspresi itu sangat jarang Belle lihat dan sejujurnya mulai ia rindukan diam-diam. "Zane."Deg. Zane merasakan tubuhnya membeku. Suara itu ...Tangannya yang sudah terulur di handle pintu, mendadak melayang di udara. Senyuman di wajahnya seketika itu lenyap, Zane memperhatikan sosok yang berdiri di tangga dengan hati ngilu. Belle, dia pulang. "Kamu dari mana?" tanya Belle penasaran sembari memperhatikan penampilan suaminya yang rapi. Untuk beberapa detik, Zane tergagap. Ia bingu