Seandainya boleh kembali ke masa lalu dan memperbaikinya, mungkin Belle akan memilih untuk berteman dengan Zane di awal-awal pernikahan mereka. Menjadikan Zane sebagai musuh, nyatanya berdampak pada hubungan mereka hingga sekarang. Zane tak mudah percaya pada sikap manis Belle. "Apa aku terlihat seperti pria murahan?" Dari sorot matanya yang terlihat serius dan dingin, Belle paham jika ia telah melukai harga diri Zane dengan menawarkan liburan di saat dirinya baru saja pulang dari berlibur bersama Bryan. "Zane, aku minta maaf karena sudah pergi tanpa seijinmu. Aku hanya perlu membuktikan sesuatu dari liburanku dengan Bryan," ungkap Belle dengan kepala tertunduk. Zane bungkam, ia menunggu Belle melanjutkan penjelasannya."Dan aku sudah mendapatkan jawabannya." Belle memberanikan diri menantang tatapan suaminya yang tajam. "Ternyata aku---"Ponsel Zane yang berbunyi dengan nyaring di saku celananya, membuat Belle menghentikan perkataannya. Ia memperhatikan suaminya yang nampak tangg
Karena tak ada seorang pun yang bisa Amanda mintai bantuan, terpaksa ia meminta tolong pada Zane untuk mendekor ruang makan dengan beberapa printilan ulang tahun. Balon, bunting flag serta tirai rumbai kertas dengan warna biru dan pink adalah serangkaian dekorasi yang harus Zane selesaikan secepatnya sebelum si kembar pulang sekolah. Sambil mengobrol ringan dengan Amanda yang bergulat di dapur, Zane akhirnya menyelesaikan dekorasi itu dua jam kemudian. "Aku pulang dulu. Nanti sore aku kembali lagi," pamit Zane sembari membuang sampah sisa-sisa pembungkus balon. Amanda menengok ke arah Zane dan mengikuti pria itu dari belakang. "Terimakasih banyak, Mas Zane. Datanglah jam 4 nanti, kami akan memulai acaranya setelah kamu datang," ujar Amanda setelah Zane bersiap untuk membuka pintu. Sebagai respon, Zane hanya mengangguk. Amanda terus mengikutinya hingga Zane keluar dari apartemen. Membuat Zane salah tingkah sendiri karena Belle tak pernah memperlakukannya demikian. Jangankan menga
Bukan main bahagianya Zane mendengar janji yang Belle ucapkan. Bagai gayung bersambut, setelah sekian lama akhirnya Zane bisa memiliki Belle seutuhnya. "Apa itu berarti perjanjian kita sudah tidak berlaku lagi?" tanya Zane ragu, karena selama ini kontrak itu telah membatasi ruang geraknya. Dengan senyuman tipis, Belle mengangguk. "Kita akan memulai semuanya dari awal lagi, Zane. Maaf kalo aku terlambat menyadari kebaikanmu." Usai Belle menyelesaikan ucapannya, Zane beringsut maju dan merengkuh istrinya itu dalam pelukan. Belle miliknya! Akhirnya Belle seutuhnya menjadi istrinya! Tak apa meskipun Belle tak perawan, Zane akan menerimanya dengan tulus apapun keadaannya. "Terimakasih, Belle. Aku janji tidak akan mengecewakan kamu. Aku janji--"Belle mengurai pelukan mereka dan mencium bibir Zane untuk menghentikan ocehan suaminya. Ciuman itu kini lebih lepas, Zane bahkan tak lagi terganggu oleh ingatannya tentang ciuman Belle dan Bryan. Zane berusaha menikmati setiap hembusan napas B
"Tunggu, Zane!" tahan Belle ketika Zane hendak memencet bel di apartemen Amanda. Dengan cekatan, Belle merapikan rambutnya dan mengeluarkan cermin kecil dari dalam tas yang ia jinjing. Setelah memastikan make up-nya masih 'on', Belle segera mengembalikan cermin itu ke dalam tasnya lagi. "Silahkan." Belle mempersilahkan Zane --yang sejak tadi tercengang mengamati gerak-geriknya, untuk memencet bel itu. Sambil tersenyum geli, Zane lantas menekan tombol kecil di gagang pintu itu. Meskipun Zane sudah tahu sandinya, tetapi posisinya saat ini adalah sebagai tamu. Tak sopan jika Zane ngeloyor masuk begitu saja.Tak berapa lama, handle itu bergerak dan pintunya terbuka. Belle sudah bersiap untuk menyapa, tetapi rupanya yang menyambut mereka adalah seorang bocah kecil. "Om Zane!!"Bocah itu sontak melompat dan memeluk Zane setelah pintu terbuka lebar. Tentu saja Belle tersentak kaget melihat keakraban Zane dengan bocil itu, ia melepas gandengannya pada lengan Zane dan mundur selangkah. Mer
Di depan pintu kamar berwarna putih itu, Zane mengetuknya perlahan. "Hans, ini Om Zane. Bisa buka pintunya untukku?" bujuknya lembut.Briana ikut menunggu dan berdiri di samping Zane dengan wajah harap-harap cemas. Ia tahu mengapa Hans sangat membenci momen pertambahan umurnya. Dan setiap tahun kakaknya itu selalu bertingkah seperti ini."Hans, open the door, please." Zane mengetuk lagi pintu itu dengan sedikit keras, khawatir Hans tak mendengarnya. "He won't open it, Om. Hans sangat benci acara ulang tahun."Zane mengernyit heran mendengar penuturan Briana, sepanjang yang ia tahu, semua anak pasti akan bahagia saat momen ulang tahunnya tiba. Mengapa Hans justru sebaliknya?"Kenapa dia benci ulang tahun? Tell me, Bri."Zane duduk di samping gadis kecil itu dengan bertumpu pada satu kakinya."Because--"Cklik.Zane dan Briana menoleh secara bersamaan ke arah pintu, Hans tiba-tiba membuka pintu kamarnya dan muncul dengan wajah muram. Zane kembali berdiri dan masuk ke kamar si kembar y
Hening. Belle menyetir mobilnya dengan kalap sementara Zane tak hentinya menghela napas panjang berulang kali. Belle tak memperbolehkan Zane menyetir karena kali ini ia mengebut menuju rumah sakit. Berita tentang acara liburan Bryan dan Belle muncul di banyak media gosip. Bahkan foto Belle saat masuk ke cottage bersama Bryan terekspos pula di laman internet. Ronald yang saat itu tengah menonton televisi sontak terkejut bukan kepalang. Penyakit jantungnya kambuh saat itu juga.Pesan yang dikirim Zara pada Zane juga memberitahukan hal yang sama. Kini semua media tengah mencari keberadaan Belle. Rasa bahagia karena seharian tadi Belle telah mengungkapkan perasaannya, kini berubah kecewa. Zane mulai gamang, berita-berita itu membuatnya meragukan ketulusan Belle. Tiba di Rumah Sakit, Belle langsung berjalan cepat menuju ruangan tempat papanya dirawat. Belle sangat terkejut ketika Zane mengabari keadaan papanya yang kolaps, sesaat setelah mereka terburu-buru pulang dari apartemen Amanda.
"Zane,tunggu!" paksa Belle saat suami kesayangannya itu terus melangkah tanpa mempedulikan dirinya.Bukannya menurut, Zane tak menggubris perintah Belle dan berlalu masuk ke dalam kamar mandi. Hatinya masih terluka mengetahui kenyataan bila Belle tidur sekamar dengan Bryan sebelum mereka putus. Sempat-sempatnya mereka bermesraan dan bahkan mungkin melakukan hubungan terlarang itu sebelum pulang ke Jakarta. Merasa diabaikan, Belle menghela napasnya geram. Dengan tertatih-tatih, ia menyusul Zane ke kamar mandi.Brak.Zane tersentak kaget dan menoleh. Ia baru saja hendak melepas arm sling yang menggantung di lehernya saat kemudian tatapannya dan Belle bertemu. Dua sorot mata penuh kebencian sama-sama menatap sengit dan tak ingin mengalah."Kamu tuli, ya? Atau mulai teracuni sama masakan janda itu?!" sentak Belle marah.Zane menghembuskan napasnya berat sembari membuang muka, Belle rupanya cemburu pada Amanda, padahal sudah jelas-jelas Zane tak melakukan apapun. Mereka hanya berteman, be
"Ini hanya artikel jebakan, Zane. Aku nggak melakukan apapun bersama Bryan!!""Aku tidak bilang kalo kamu melakukan sesuatu dengan pria itu.""Tapi foto ini yang membuatmu marah, kan? Kamu meragukan aku gara-gara foto sialan ini, kan!" Belle mengusap wajahnya dengan frustasi.Apakah Zane akan percaya? Tentu saja tidak! Cara Belle berpakaian saja sudah menunjukkan jika tak ada rasa malu di diri istrinya itu. Akhirnya Zane merebut ponselnya kembali dan melemparnya ke wastafel. Ia lantas menatap Belle lekat-lekat."Bila memang ucapanmu benar, harusnya kalian berhati-hati sebelum paparazi menemukan kalian. Aku sudah muak denganmu, Belle," keluh Zane lirih.Belle sontak membalas tatapan mengintimidasi suaminya. "Kamu menganggap aku murahan, lalu bagaimana denganmu sendiri, huh? Bukankah kamu dan Amanda sudah pernah tidur bersama?""Jangan mengalihkan topik permasalahan!""Amanda tahu tentang luka di perutmu! Lantas apakah aku masih harus berpikir positif pada kalian?" sela Belle marah. "T