Kau kenapa di sini?" tanya Delvin dengan kedua bola matanya yang hampir lepas.Dia kaget melihat kakak tirinya ada di perusahaannya, orang yang sudah beberapa tahun ini pergi kini datang kembali. Kedudukannya kembali terancam, ditambah lagi ayahnya yang sudah tidak percaya kepada dirinya. Mila melipat kedua tangannya di dada, "Kenapa aku tidak boleh berada di kantorku sendiri?" ujarnya dengan senyuman yang sinis."Perusahaanmu?" katanya dengan tertawa. "Sejak kapan perusahaan ini menjadi milikmu?" katanya sembari menarik paksa Mila untuk turun dari kursinya."Pergi kau di sini!kau tak pantas duduk di kursiku ini!" katanya dengan mendorong Mila setelah berhasil ditariknya.Mila menepukkan tangan sebanyak dua kali, Siska dan dua orang bertubuh besar masuk ke ruangannya."Apa-apaan ini?" tanya Delvin."Pak Delvin yang terhormat, saat ini perusahaan sudah dijual. Dan yang membeli adalah Nona Mila," katanya dengan sangat formal."Dijual, tidak mungkin. Bagaimana orang miskin sepertimu bis
Mila dan Agil datang untuk mengambil rumah yang baru saja dibelinya."Kalian silakan keluar dari rumah ini," usir Mila."Mila, maafkan mama. Jangan usur mama dari rumah ini," kata Sarah sembari bersimpuh.Mila berusaha melepaskan kakinya, "Memangnya anda siapa?" "Mila jangan keterlaluan kau, ini mama kita." Delvin membantu mamanya berdiri."Mama kita?" Kata Mila lalu tertawa terbahak-bahak. "Aku bukan anak dari perempuan ini, mamaku sudah di surga," tegas Mila."Kalian cepat angkat kaki dari rumah suamiku!" titah Mila."Bawa semua barang kalian, jangan sampai ada yang tertinggal," imbuh Agil."Pa, bagaimana ini? Kamu harus melakukan sesuatu," pinta Sarah.Danu mengangguk, "Kamu benar, aku tidak bisa berdiam diri saja." Wajah Sarah dan Delvin mulai berubah senang mendengar ucapan Danu. Mereka berdua berpikir dengan Danu bertidak sesuatu maka mereka tidak jadi miskin."Sarah, mulai hari ini kita aku ceraikanmu. Kita bukan suami istri lagi," kata Danu."Pa, kamu bercanda?" sahutnya sam
“Tidak bisa!” seru Mila seraya berdiri. Perempuan itu menatap tajam sang ayah. Dia tidak bisa terima dengan keputusan yang diambil oleh Danu secara tidak masuk akal. Persyaratan konyol yang ayahnya berikan membuatnya kesal. Dalam hatinya ia terus bertanya, haruskah seorang CEO memiliki pasangan? “Keputusan Papa sudah bulat, Delvin yang akan menggantikanmu,” sergah Danu tak mau kompromi. Lelaki tua itu juga menegaskan, jika sang putri menginginkan jabatan itu maka dia harus segera menikah. “Kenapa harus menikah? Apa tidak ada cara lain?” Mila mencoba membujuk sang ayah agar mengganti persyaratannya. “Mila, umurmu sudah cukup untuk menikah. Papamu ini sudah tua, sudah ingin menimang cucu darimu,” ungkap Danu. Danu takut Mila akan menjadi perawan tua karena terlalu sibuk bekerja. “Pa, kenapa harus Delvin?” tanya Mila putus asa. Gadis itu tidak memahami keputusan sang ayah. Dia sudah mati-matian mengembangkan perusahaan hingga besar. Kini, sang ayah malah seenaknya menggantikan d
“Hah! Sayangnya aku tidak mau pergi, kau mau apa?” tantang Mila. Disentuhnya dengan lembut pipi lelaki di hadapannya itu. Mila sudah tidak mampu berpikir jernih lagi. Dia menyukai targetnya itu, tampan dan sangat gagah, tidak akan memalukan dirinya jika dikenalkan pada keluarganya. “Menikahlah denganku, pria tampan. Aku akan memberikan apapun yang kau mau,” Mila memegang wajah pria itu dengan kedua tangannya. “Lepaskan aku, sebelum kesabaranku habis!” pria itu menepis tangan Mila. Mila tidak mau mendengarkannya, dia kembali mengalungkan lengannya di leher pria muda itu, kali ini lebih rapat. “Menikahlah denganku...,” bisiknya di telinga sang adam. Tubuh pria itu mendadak memanas, merasakan hembusan napas Mila di telinganya. Pertahanan yang dia bangun sudah runtuh, dengan sigap ia menggendong Mila keluar dari bar.Tangannya yang kekar melingkar erat di pinggang Mila. Tapi, Mila tidak terganggu, malah tertawa-tawa sendiri. Mungkin efek alkohol membuat akal sehatnya tidak bekerj
“Hai, Agil, kita bertemu lagi.” Mila memutar kursinya, seusai mendengar sapaan sopan dari mulut pegawainya. Bibirnya tersenyum merekah, dan tangannya melambai manja. Sedangkan pria di depannya syok. Jantungnya berdetak kencang saat melihat sosok bos yang selama ini belum pernah ditemui secara langsung.Bagaimana tidak. Baru saja Agil duduk di kursi, ia sudah mendapat perintah untuk menghadap ibu pimpinan perusahaan. Dia cemas, takut melakukan kesalahan dan dipecat. Padahal dia masih anak baru.Namun ternyata, wajah wanita yang duduk di kursi kebesarannya itu, adalah wanita yang sama dengan semalam. "Bos ...." Lelaki itu tak sanggup berkata-kata. Agil kaget, melihat orang yang semalam tidur dengannya ternyata adalah bos di perusahaannya. Agil mendengus, ia memaki dalam hati kenapa harus bertemu dengan wanita yang berada di bar malam itu. Sangat merepotkan! Agil segera duduk setelah dipersilahkan oleh Mila. Firasatnya mengatakan pekerjaannya berada dalam bahaya karena nasibnya be
“Pa, kenalkan, ini Agil calon suami Mila.” Mila memasuki kediaman keluarga Mahendra sembari menggandeng mesra tangan Agil yang berhasil dibujuknya untuk menikah. Pemuda desa itu terkesima dengan rumah mewah milik atasannya. Matanya tak bosan memandang benda-benda yang tidak ada di tempat kosnya, seperti lampu gantung kristal, juga guci-guci antik yang tak kalah mewahnya. “Nama kamu siapa?” tanya Danu sambil menatap pria yang dibawa putrinya tersebut. Mila menyenggol lengan Agil dengan siku kirinya, agar dia kembali fokus pada tujuan mereka datang ke rumah ini. “Agil, Pak,” jawabnya dengan kepala tertunduk sebagai tanda hormat. Danu mengangguk, dan menyuruhnya duduk. Pemuda itu merasa tidak nyaman karena tatapan keluarga Mila seakan ingin mengulitinya. Dirinya seperti orang yang telah melakukan kesalahan, dan siap untuk diadili. “Kamu bekerja di mana?” tanya Sarah, ibu tiri Mila. “Di kantor Mila,” sahut Mila cepat. Mila sudah memberikan pengarahan kepada Agil sebelum mereka data
“Apa? Pergi dari rumah?” Mila tertawa mendengar persyaratan yang diajukan oleh ibu tirinya itu.Perempuan itu menggelengkan kepala. Dia mulai berpikir jika ibu tirinya semakin aneh. Wanita itu mulai mengambil alih dan mengatur rumah sesuka hatinya.“Mila, seorang istri memang sepatutnya mengikuti suaminya. Ah, aku lupa dia kan pria miskin,” ejek Delvin sembari tertawa.Dada Mila bergemuruh, dia kecewa dengan keluarganya. Terutama sang ayah yang hanya diam melihat putri kandungnya terus disudutkan.“Baiklah, saya akan membawa Mila keluar dari rumah ini,” sahut Agil tiba-tiba.Mila terkejut, dan menoleh cepat ke arah Agil.“Agil, aku minta kamu diam!” desis Mila sambil melotot ke arah calon suami kontraknya itu.Mila sebal. Bagaimana bisa Agil lancang memutuskan hal itu tanpa izin darinya? Dia tak memikirkan resikonya, Mila bisa kehilangan rumah yang sudah ia tinggali sejak kecil.Sarah tersenyum, dia senang mendengar jawaban dari Agil. Satu usahanya telah tampak hasilnya, yaitu menguasa
“Lihatlah! Betapa tidak serasinya mereka,” cemooh Delvin seraya menunjuk keberadaan pasangan yang baru menikah itu. Mila melirik ke arah Delvin yang tengah mencibirnya. Pria itu kesal karena Mila mendapatkan posisi yang telah dia incar selama ini. “Masih percaya diri berdiri di sini?” tanya Delvin dengan tatapan menghina. "Delvin, pertanyaan itu lebih pantas untukmu," Mila membalikan omongan Delvin. “Dia itu cuma anak kampung yang ingin menjadi orang kaya. Makanya pemuda desa itu mendekatimu,” tegasnya sedikit ngotot. Mila mendekati Delvin dan langsung melayangkan tamparan. Plak! "Jaga mulutmu, bajingan!" Delvin tersenyum sinis, "Kau lebih membela manusia tidak berguna daripada adikmu sendiri!" "Adik?" Mila mengerutkan hidungnya, menatap jijik Delvin. "Sudah kalian jangan berkelahi, malu sama tamu," Agil berusaha melerai perdebatan Mila dan Delvin. "Di mana harga dirimu?!" Mila berbalik memarahi Agil. "Kamu ini mau jadi suamiku! Posisimu lebih tinggi dari bajingan ini!"