“Lihatlah! Betapa tidak serasinya mereka,” cemooh Delvin seraya menunjuk keberadaan pasangan yang baru menikah itu.
Mila melirik ke arah Delvin yang tengah mencibirnya. Pria itu kesal karena Mila mendapatkan posisi yang telah dia incar selama ini.
“Masih percaya diri berdiri di sini?” tanya Delvin dengan tatapan menghina.
"Delvin, pertanyaan itu lebih pantas untukmu," Mila membalikan omongan Delvin.
“Dia itu cuma anak kampung yang ingin menjadi orang kaya. Makanya pemuda desa itu mendekatimu,” tegasnya sedikit ngotot.
Mila mendekati Delvin dan langsung melayangkan tamparan.
Plak!
"Jaga mulutmu, bajingan!"
Delvin tersenyum sinis, "Kau lebih membela manusia tidak berguna daripada adikmu sendiri!"
"Adik?" Mila mengerutkan hidungnya, menatap jijik Delvin.
"Sudah kalian jangan berkelahi, malu sama tamu," Agil berusaha melerai perdebatan Mila dan Delvin.
"Di mana harga dirimu?!" Mila berbalik memarahi Agil. "Kamu ini mau jadi suamiku! Posisimu lebih tinggi dari bajingan ini!"
“Katakan apa tujuanmu mempermalukan suamiku,” desak Mila sengit. Wanita itu berkacak pinggang.
Ia memandang satu persatu tamu yang menggunjingkan Agil. Menandai mereka untuk tidak menjalin kerja sama dengan perusahaan mereka karena sudah berani ikut-ikutan merendahkan suaminya.
“Mila, aku hanya menyadarkan dia, kalau kita itu beda level,” ucap Delvin tanpa rasa bersalah.
“Memangnya, sebelum mamamu dinikahi oleh papaku, kalian itu siapa?” Mila membalikkan ucapan saudara tirinya.
"Tanpa papaku, kau dan ibumu itu hanya kariyawan rendahan dibawah suamiku." Mila tersenyum merendahakan Delvin.
"Kukira mamamu lebih rendah dari seorang pelacur, kan?"
"Mila!"
Delvin melayangkan tanganya untuk menampar Mila. Tapi, saat dengan cekatan Agil langsung menahannya.
"Jangan berani memukul istriku!" Hardiknya dengan mendorong Delvin.
Mila lumayan kaget melihat respon Agil, sejak tadi Agil hanya diam seperti orang bodoh. Namun, saat dia dalam bahaya langsung maju.
"Brengsek! Kau berani denganku!" Delvin melayangkan tendangan di perut Agil sampai dia terjatuh di lantai.
"Delvin, kalau kau hanya mau buat rusuh lebih baik pergi!"
Delvin kepalang malu, lantas pergi dengan memberikan ancaman. "Ok, tapi kalian perlu ingat aku tidak akan mebiarkan kalian senang!"
Selepas pernikahan Mila dan Agil pergi ke rumahnya sebagai bukti kalau mereka memang suami istri sungguhan. Tidak seperti yang dituduhkan oleh Delvin.
Mila memberikan berkas kontrak yang akan ditanda tangani oleh Agil.
"Cepat tanda tangani," suruh Mila dengan memberikan bolpoin.
"Aku ingin menambahkan persyaratan di sini," pinta Agil. "Hargai aku sebagai suamimu. Dan kita akan tidur bersama."
"Jangan macam-macam lagi kamu, aku akan tidur di lantai saja." Mila bersikeras untuk tidak melakukan malam pertama dengan pria kontraknya itu.
"Kamu lupa dengan persyaratan pertama dariku?"
Mila mendengus dia tidak lupa semua yang sudah dijanjikan kepada Agil.
"Apa kita sudahi saja?" Agil ingin mengakhiri kontrak di malam pertama. "Kontrak kita batalkan, anggap saja aku membantumu."
"Baiklah," Mila menyetujui persyaratan dari Agil. Daripada dia tidak mendapatkan apa-apa setelah berusaha begitu keras.
Mila berbaring di kasur saling berhadapan dengan Agil. Ia menatap wajah Agil yang tampan.
Dia tidak bisa mengontrol diri, Mila menggeser tubuhnya lebih dekat untuk mencium Agil. Agil menahan diri untuk tidak melakukannya, meskipun dia yang meminta di perjanjian kontraknya.
"Ada apa denganmu? Bukankah ini permintaanmu?" Mila mengalungkan tangan di leher Agil.
Memberikan ciuman lembut di bibir suaminya itu, Mila terus memberikan kecupan karena Agil belum menyambutnya.
Semakin lama Agil pun tergoda, dia membalas kecupan demi kecupan yang di berikan Mila. Membalikan posisi sehingga Mila berada di bawah kungkungannya.
Mila menggeliat saat tubuhnya mulai dijelajahi oleh Agil. Tubuhnya memanas saat dua mahkotanya mulai dimainkan oleh suaminya.
Suara merdu mulai muncul dari mulutnya, ia meremas rambut Agil ketika lehernya di serang dengan beringas.
Agil melepaskan kemeja, membuang ke sembarang arah. Lalu merusaha melepaskan pakaian Mila.
Kulit mereka saling bersentuhan, panas tubuh mereka menjadi satu. Mila yang awalnya agresif mulai kualahan dengan Agil.
Suami kontraknya itu memberikan perlawanan yang lebih besar darinya.
"Agil," Mila mendesahkan nama suaminya itu saat dia menginginkan lebih.
"Baiklah sayang, kita lakukan sekarang," katanya dengan perlahan melakukan penyatuan dengan Mila.
Suara alunan merdu memenuhi kamar Mila, mereka bergelut dengan asyik. Mila terus mengimbangi permainan dari Agil.
Ia memeluk erat tubuh kekar suaminya, harum maskulin tubuhnya membuat dia terus dimabuk kepayang.
Dia terus menerima gempuran dari Agil, Mila tidak menyangka lelaki yang dia pikir kalem itu mampu memuaskan dirinya.
Malam ini kesuciannya sudah terenggut, dia benar-benar resmi menjadi istri Agil sepenuhnya.
Agil yang sudah kecanduan tidak mau melepakan Mila begitu saja. Dia terus melakukan penyatuan sampai beberapa kali.
"Kamu sangat nikmat istriku," bisik Agil dengan menciumi perut Mila.
Mila memejamkan matanya, ketika merasakan kenikmatan yang luar biasa. Gempuran yang dasyat dari Agil. Sebelum akhirnya mereka jatuh terlelap karena kelelahan.
"Dia benar-benar menanamkan benih di rahimku?"
"Tolong bawa surat ini ke notaris, ingat jangan sampai bocor," perintah Mila kepada sekretarisnya untuk mengesahkan perjanjian antara dia dengan Agil. "Baik, aku permisi dulu," katanya cepat pergi tidak mau mengganggi waktu bulan madu bosnya. Agil terbangun mendengar pintu kamar yang tertutup sedikit keras. Matanya menatap lekat perempuan yang baru saja kehilangan keperawananya. "Kau bohongi aku?" ucapnya dengan mata yang tak lepas memandangi Mila. "Bohong apa?" Katanya dengan masuk ke selimutnya lagi. "Kau selama ini masih perawan kan?" ujar Agil mendesak agar Mila mengakuinya. "Kau ini bicara apa? Kau sudah merenggutnya malam itu," katanya dengan wajah yang sedikit berpikir mengenai jawaban dari pertanyaan Agil. Agil membuka selimutnya menunjukan seprai yang terlihat bercak darah. "Kau mau mengelak apa lagi?" Mila tidak sudah tidak bisa berkilah lagi, "Ya sudahlah, toh kita saat ini juga sudah menikah." "Jadi benar kamu menjebakku?" kesal Agil, harusnya dia tidak terlibat
“Pa, kamu tega mengusirku?!” tanya Mila dengan bibir bergetar.Mila tak pernah menyangka ayahnya tega mengusir dirinya. Sehebat apa pun perdebatan mereka berdua tidak sampai sejauh ini.Tapi semenjak sang ayah menikah lagi, banyak masalah sepele yang menjadi besar.Danu menatap Mila dengan serius. “Harusnya, aku tidak membesarkan anak sepertimu.”Lelaki paruh baya itu sudah kehilangan kendali, sampai tidak sadar berkata kasar kepada putrinya."Pa," ucapnya lirih. Mila tak percaya mendengar kalimat itu keluar dari ayahnya. Dada Mila bergemuruh, ia berusaha menahan air matanya agar tidak terjatuh di depan umum.“Satpam! Usir mereka berdua dari sini!” perintah Danu.Delvin tersenyum seraya melambaikan tangan sebagai tanda kemenangannya. Mila berontak, ingin sekali dia menampar adik tirinya. Dan membuka mata ayahnya, jika Delvin itu bukan orang yang baik.Namun, badan satpam sangat besar sehingga tenaganya berontak bukan hal besar bagi mereka. Dia tetap bisa menarik Mila dengan gampang.Sa
Mila mengipasi tubuhnya yang sangat panas, ia menaiki bus dengan ragu jantunngnya berdebar-debar mengingat tingkat keamanan di bus itu. Ia sering mendengar jika banyak kejahatan saat naik kendaraan umum. Matanya menatap lurus ke arah bangku-bangku yang sudah diduduki penumpang, ia menutup hidungnya ketika bermacam-macam bau menyengat di dalamnya. Maklum, Agil yang tidak memiliki uang banyak lebih memilih naik bus kelas ekonomi yang lebih murah. "Ayo duduk." Agil menarik tangan Mila yang tak kunjung menyusulnya duduk. "Kamu yakin kita naik bus ini?" ujarnya saat duduk di samping jendela. Agil mengangguk serta meminta tas ransel yang di gendong Mila. "Menyesal sekali aku ikut, andai saja aku setuju pindah ke cabang pasti tidak akan semenderita ini," batin Mila menyesali perbuatannya. Mila turun dari bus langsung berlari dan memuntahkan isi perutnya, ia menahan mual karena berbagai macam bau. Yang membuat dia sampai muntah setelah penumpang di depannya kentut dengan bau yang luar b
Cucu kurang ajar!” Begitu masuk, seorang lelaki tua tiba-tiba berteriak kepada Agil. "Shit!" Mila reflek mengumpat, ia masih trauma dengan teriakan yang baru kemarin dia dengar. Rasanya ingin membalas Lelaki tua yang baru masuk ke ruang tamu berjalan mendekati Agil sembari mengacungkan tongkatnya. "Berani kau pulang?" “Ampun kek!” Agil berlari menghindari pukulan kakeknya. “Beraninya kamu tidak mengundang kakekmu!” teriak Pramono. Pramono adalah kakek Agil, dialah yang merawat Agil semenjak dia kecil. Karena keluarganya mengalami kecelakaan. Selain itu, dia adalah cucu satu-satunya yang sangat disayang. Karena dia sangat disayang menyebabkan Agil tidak boleh pergi ke mana-mana, Pramono terus menganggap Agil cucu kecilnya. Yang harus dalam pengawasanya terus. “Kakek, Agil bisa jelaskan. Kakek berhenti dulu,” pinta Agil. Pramono tidak mau mendengar perkataan Agil, dia masih geregetan dengan Agil karena merasa tidak dianggap oleh cucunya yang sudah beranjak dewasa itu. “Kamu
"Apa yang akan kamu lakukan?" Mila takut saat Agil semakin mendekati tubuhnya. Agil tidak menjawab pertanyaan gadis yang terus mengoceh itu. Dia memberikan ciuman di leher Mila untuk menggodanya. "Aku akan membuat kamu mencintaiku," bisiknya. Mendengar bisikan lembut Agil membuat suhu tubuhnya memanas. Dia mengontrol diri agar tidak tergoda. "Kalau aku tidak mau?" kata Mila pura-pura berani melawan Agil. Ia mendorong dada Agil sekuat tenaga agar menjauh darinya. "Jangan paksa aku berbuat kasar," ujar Agil kembali mengukung Mila. Mila terkekeh, ia tak percaya Agil berani berlaku kasar terhadapnya. Dia sedikit paham karakternya waktu terus dihina oleh keluarganya. Dia sangat sabar dan hati-hati dalam bertindak. Merasa di tantang, Agil langsung menyerang bibir Mila. Kasar bukan berarti dia memukul atau melakukan KDRT. Tapi membuat malam panjang ini tanpa ampun. Agil melepaskan ciumannya saat Mila mulai kehabisan napas. "Kamu gila!" Mila menepuk dada Agil dengan kedua tangannya.
Mila menyusup ke tubuh Agil saat merasakan tubuhnya yang dingin. Agil menaikan selimut lalu memeluk erat sang istri.Udara pagi hari di desa sangat dingin, tanpa AC saja sudah membuat Mila kedinginan."Apa kamu kedinginan?"tanya Agil.Mila mengangguk, dia menempelkan tubuhnya dengan Agil untuk mendapatkan kehangatan."Kamu mau semakin hangat tidak?" bisik Agil."Jangan aneh-aneh," ucapnya Mila dengan suara serak.Mila masih lelah, semalam sudah melayani Agil beberapa ronde. Hingga pagi ini, Mila sangat berat untuk membuka matanya."Pagi yang dingin sangat pas untuk kita bermain," goda Agil."Diam atau kamu aku lempar ke luar," ancamnya.Agil tersenyum, ia mengeratkan pelukanya.Sebenarnya dia kembali menginginkan bercumbu dengan sang istri.Mereka yang masih bertelanjang di dalam selimut membuat Agil tergoda kembali. Ingin lanjut bermain dengan sang istri.Agil mencium kening Mila, lalu mencium bibir sang istri yang masih ingin tidur. Semakin lama Mila pun memberikan balasan dengan ma
“Dasar lelaki brengsek!” maki Mila, ia menendang kerikil untuk melampiaskan kekesalannya. "Katanya cinta, tapi main peluk-peluk sama cewek lain," omel Mila. Mila berhenti di pertigaan jalan, dia bingung harus memilih jalan yang mana untuk sampai ke rumahnya. Ia menggaruk kepalanya yang mendadak gatal. Saat pergi dia tidak memperhatikan jalan karena terus diikuti oleh Agil. “Aku ambil kanan kali ya?” tanya Mila pada dirinya sendiri. “Nona!” teriak seseorang saat Mila melangkah kan kaki ke jalan yang dia pilih. Mila mengabaikan orang itu, dia ingin segera sampai rumah. Menghindari orang-orang yang membuatnya kesal. “Nona, jangan ke sana,” teriaknya lagi sembari mempercepat larinya. Mila menghentikan langkahnya, mendengar peringatan dari lelaki yang masih berlari menuju dirinya. “Nona, mau ke mana? ” tanyanya dengan napas terengah-engah. “Mau pulang,” jawabnya datar. “Pulang ke mana? Itu makam,” tunjuk Tono sambil tertawa. Mila menghela napas lega, untung saja dia mau mendenga
“Mila, sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Riska ketika Mila masuk ke mobilnya.Mila melipat kedua tangannya lalu menyandarkan punggungnya. Ia mengambil napas panjang untuk menjawab lontaran pertanyaan dari sahabatnya.Mila menoleh, “Bawa aku pergi dari sini sekarang,” pintanya.Riska tidak segera menghidupkan mesin mobilnya, ia masih ingin penjelasan lebih dari Mila agar dia tidak salah langkah. Mila berdecak, “Kenapa masih diam?” Mila mengecek spion takut Agil mengikuti. Dan menggagalkan rencana kabur hari ini.“Mila, kamu tidak bisa asal pergi saja. Kamu harus izin sama suami kamu,” kata Riska.Mila sekarang bukan perempuan lajang yang bisa asal pergi-pergi. setiap langkahnya harus ada izin dari sang suami.“Riska, dia itu bukan suami yang baik. Tapi psikopat!” cemoohnya.“Psikopat bagaimana?” Riska meminta Mila memaparkan lebih jelas.“Dia itu ... ,” Mila mendengus lalu menggigit bibir bawahnya. Dia tidak bisa menjelaskan lebih detail apa yang dilakukan Agil kepadanya.“Dia ken