“Pa, kamu tega mengusirku?!” tanya Mila dengan bibir bergetar.
Mila tak pernah menyangka ayahnya tega mengusir dirinya. Sehebat apa pun perdebatan mereka berdua tidak sampai sejauh ini.Tapi semenjak sang ayah menikah lagi, banyak masalah sepele yang menjadi besar.Danu menatap Mila dengan serius. “Harusnya, aku tidak membesarkan anak sepertimu.”Lelaki paruh baya itu sudah kehilangan kendali, sampai tidak sadar berkata kasar kepada putrinya."Pa," ucapnya lirih. Mila tak percaya mendengar kalimat itu keluar dari ayahnya. Dada Mila bergemuruh, ia berusaha menahan air matanya agar tidak terjatuh di depan umum.“Satpam! Usir mereka berdua dari sini!” perintah Danu.Delvin tersenyum seraya melambaikan tangan sebagai tanda kemenangannya. Mila berontak, ingin sekali dia menampar adik tirinya. Dan membuka mata ayahnya, jika Delvin itu bukan orang yang baik.Namun, badan satpam sangat besar sehingga tenaganya berontak bukan hal besar bagi mereka. Dia tetap bisa menarik Mila dengan gampang.Satpam mengambil kunci mobil dari tangan Mila, mereka diperintahkan agar Mila pergi dengan tangan kosong.“Maaf, Nona, saya hanya mengikuti perintah tua,” katanya sembari menundukkan kepala. Mereka menutup pintu rapat-rapat."Semua ini pasti gara-gara kamu kan?" Mila memukul dada bidang Agil. "Kamu kan yang membocorkan perjanjian itu!" tuduh Mila."Aku tidak melakukannya." Agil menggeleng sembari mengangkat kedua tangannya."Bohong! kamu kan membenciku!" Mila terus memukuli dada Agil. Air matanya terus berjatuhan. Dadanya terasa sesak merasakan penghianatan yang dilakukan oleh Agil.Agil diam saja membiarkan Mila mengamuk dirinya agar dia merasa lebih tenang. "Aku benci kamu," katanya dengan pukulannya mulai melemah. Agil menarik Mila dalam pelukannya, Mila yang sudah lelah tidak melawannya. Dia terus menangis dalam dekapan Agil."Ayo, kita pulang," ajak Agil dengan menyeka air mata Mila. ----------------Mila duduk di kasur dengan tatapan kosong, " Kita batalkan saja," ucapnya dengan suara berat. Agil diam tak manghiraukan ucapan Mila, dia justru sibuk mengganti pakaiannya."Kau dengar tidak!" bentak Mila sadar jika dia diabaikan oleh Agil."Apa?" jawabnya masih tenang."Agil, kita batalkan saja pernikahan kita," pinta Mila."Kontrak baru kita mulai, kenapa harus bercerai," Agil merebahkan tubuhnya seraya menarik selimut sampai di dada."Aku sudah tidak punya apa-apa lagi," dalih Mila.Ia memaparkan kalau dia bukan CEO lagi, dia tak mampu membiayai kehidupan Agil. Untuk makan besok saja Mila belum tahu harus cari di mana."Aku yang akan menafkahimu," lugas Agil."Kamu?" ucapnya ragu."Iya, kenapa? Kamu meremehkan ku?" dengus pria muda itu kesal dengan keraguan istrinya."Tidak, tapi kamu sekarang juga tidak memiliki pekerjaan, bagaimana mau menafkahiku?" tanya Mila.Saat ayahnya mengatakan dirinya dipecat, berarti berlaku untuk Agil."Aku akan membawa kamu ke desa," katanya dengan mata terpejam."Ke desa? Tidak, aku tidak mau," tolak Mila.Agil kembali duduk, "Ini permintaanku yang ke dua. Jadi kamu tidak bisa menolak."Mila mendengus kesal, dia tidak bisa menolak lagi. Jebakan yang dia pasang kini berbalik pada dirinya.Mila merebahkan tubuh sembari menarik selimut sampai kepala. Ia bergumam, "Apa aku bisa bertahan hidup di desa?" Agil menoleh ke arah istri kontraknya itu, ia kasihan juga dengan nona kaya yang mendadak miskin. Tekanan yang ia dapatkan pasti sangat besar."Percaya sedikit saja denganku, aku akan membuat kamu bahagia," ujar Agil.Mila menghela napas panjang, "Kau saja merantau ke kota untuk mencari uang. Bagaimana membahagiakanku di desa?"Mila mengipasi tubuhnya yang sangat panas, ia menaiki bus dengan ragu jantunngnya berdebar-debar mengingat tingkat keamanan di bus itu. Ia sering mendengar jika banyak kejahatan saat naik kendaraan umum. Matanya menatap lurus ke arah bangku-bangku yang sudah diduduki penumpang, ia menutup hidungnya ketika bermacam-macam bau menyengat di dalamnya. Maklum, Agil yang tidak memiliki uang banyak lebih memilih naik bus kelas ekonomi yang lebih murah. "Ayo duduk." Agil menarik tangan Mila yang tak kunjung menyusulnya duduk. "Kamu yakin kita naik bus ini?" ujarnya saat duduk di samping jendela. Agil mengangguk serta meminta tas ransel yang di gendong Mila. "Menyesal sekali aku ikut, andai saja aku setuju pindah ke cabang pasti tidak akan semenderita ini," batin Mila menyesali perbuatannya. Mila turun dari bus langsung berlari dan memuntahkan isi perutnya, ia menahan mual karena berbagai macam bau. Yang membuat dia sampai muntah setelah penumpang di depannya kentut dengan bau yang luar b
Cucu kurang ajar!” Begitu masuk, seorang lelaki tua tiba-tiba berteriak kepada Agil. "Shit!" Mila reflek mengumpat, ia masih trauma dengan teriakan yang baru kemarin dia dengar. Rasanya ingin membalas Lelaki tua yang baru masuk ke ruang tamu berjalan mendekati Agil sembari mengacungkan tongkatnya. "Berani kau pulang?" “Ampun kek!” Agil berlari menghindari pukulan kakeknya. “Beraninya kamu tidak mengundang kakekmu!” teriak Pramono. Pramono adalah kakek Agil, dialah yang merawat Agil semenjak dia kecil. Karena keluarganya mengalami kecelakaan. Selain itu, dia adalah cucu satu-satunya yang sangat disayang. Karena dia sangat disayang menyebabkan Agil tidak boleh pergi ke mana-mana, Pramono terus menganggap Agil cucu kecilnya. Yang harus dalam pengawasanya terus. “Kakek, Agil bisa jelaskan. Kakek berhenti dulu,” pinta Agil. Pramono tidak mau mendengar perkataan Agil, dia masih geregetan dengan Agil karena merasa tidak dianggap oleh cucunya yang sudah beranjak dewasa itu. “Kamu
"Apa yang akan kamu lakukan?" Mila takut saat Agil semakin mendekati tubuhnya. Agil tidak menjawab pertanyaan gadis yang terus mengoceh itu. Dia memberikan ciuman di leher Mila untuk menggodanya. "Aku akan membuat kamu mencintaiku," bisiknya. Mendengar bisikan lembut Agil membuat suhu tubuhnya memanas. Dia mengontrol diri agar tidak tergoda. "Kalau aku tidak mau?" kata Mila pura-pura berani melawan Agil. Ia mendorong dada Agil sekuat tenaga agar menjauh darinya. "Jangan paksa aku berbuat kasar," ujar Agil kembali mengukung Mila. Mila terkekeh, ia tak percaya Agil berani berlaku kasar terhadapnya. Dia sedikit paham karakternya waktu terus dihina oleh keluarganya. Dia sangat sabar dan hati-hati dalam bertindak. Merasa di tantang, Agil langsung menyerang bibir Mila. Kasar bukan berarti dia memukul atau melakukan KDRT. Tapi membuat malam panjang ini tanpa ampun. Agil melepaskan ciumannya saat Mila mulai kehabisan napas. "Kamu gila!" Mila menepuk dada Agil dengan kedua tangannya.
Mila menyusup ke tubuh Agil saat merasakan tubuhnya yang dingin. Agil menaikan selimut lalu memeluk erat sang istri.Udara pagi hari di desa sangat dingin, tanpa AC saja sudah membuat Mila kedinginan."Apa kamu kedinginan?"tanya Agil.Mila mengangguk, dia menempelkan tubuhnya dengan Agil untuk mendapatkan kehangatan."Kamu mau semakin hangat tidak?" bisik Agil."Jangan aneh-aneh," ucapnya Mila dengan suara serak.Mila masih lelah, semalam sudah melayani Agil beberapa ronde. Hingga pagi ini, Mila sangat berat untuk membuka matanya."Pagi yang dingin sangat pas untuk kita bermain," goda Agil."Diam atau kamu aku lempar ke luar," ancamnya.Agil tersenyum, ia mengeratkan pelukanya.Sebenarnya dia kembali menginginkan bercumbu dengan sang istri.Mereka yang masih bertelanjang di dalam selimut membuat Agil tergoda kembali. Ingin lanjut bermain dengan sang istri.Agil mencium kening Mila, lalu mencium bibir sang istri yang masih ingin tidur. Semakin lama Mila pun memberikan balasan dengan ma
“Dasar lelaki brengsek!” maki Mila, ia menendang kerikil untuk melampiaskan kekesalannya. "Katanya cinta, tapi main peluk-peluk sama cewek lain," omel Mila. Mila berhenti di pertigaan jalan, dia bingung harus memilih jalan yang mana untuk sampai ke rumahnya. Ia menggaruk kepalanya yang mendadak gatal. Saat pergi dia tidak memperhatikan jalan karena terus diikuti oleh Agil. “Aku ambil kanan kali ya?” tanya Mila pada dirinya sendiri. “Nona!” teriak seseorang saat Mila melangkah kan kaki ke jalan yang dia pilih. Mila mengabaikan orang itu, dia ingin segera sampai rumah. Menghindari orang-orang yang membuatnya kesal. “Nona, jangan ke sana,” teriaknya lagi sembari mempercepat larinya. Mila menghentikan langkahnya, mendengar peringatan dari lelaki yang masih berlari menuju dirinya. “Nona, mau ke mana? ” tanyanya dengan napas terengah-engah. “Mau pulang,” jawabnya datar. “Pulang ke mana? Itu makam,” tunjuk Tono sambil tertawa. Mila menghela napas lega, untung saja dia mau mendenga
“Mila, sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Riska ketika Mila masuk ke mobilnya.Mila melipat kedua tangannya lalu menyandarkan punggungnya. Ia mengambil napas panjang untuk menjawab lontaran pertanyaan dari sahabatnya.Mila menoleh, “Bawa aku pergi dari sini sekarang,” pintanya.Riska tidak segera menghidupkan mesin mobilnya, ia masih ingin penjelasan lebih dari Mila agar dia tidak salah langkah. Mila berdecak, “Kenapa masih diam?” Mila mengecek spion takut Agil mengikuti. Dan menggagalkan rencana kabur hari ini.“Mila, kamu tidak bisa asal pergi saja. Kamu harus izin sama suami kamu,” kata Riska.Mila sekarang bukan perempuan lajang yang bisa asal pergi-pergi. setiap langkahnya harus ada izin dari sang suami.“Riska, dia itu bukan suami yang baik. Tapi psikopat!” cemoohnya.“Psikopat bagaimana?” Riska meminta Mila memaparkan lebih jelas.“Dia itu ... ,” Mila mendengus lalu menggigit bibir bawahnya. Dia tidak bisa menjelaskan lebih detail apa yang dilakukan Agil kepadanya.“Dia ken
“Sangat patuh,” gumam Mila.Dua hari setelah kesepakatan mereka berdua, Agil sama sekali tidak pernah menyentuh Mila. Bahkan setiap tidur mereka berdua saling membelakangi.Agil dan Mila hanya bicara di saat ada kakeknya saja, selepas itu mereka akan diam dengan kesibukan masing-masing.Namun, malam ini Mila ingin sekali dipeluk oleh Agil. Dia tidak tahu apa alasannya, tapi kayak orang mengidam.“Ada apa denganku,” gumamnya pelan.Malam ini dia bisa tidur dengan tenang, keinginan memeluk Agil semakin besar. Tapi, dia harus menjaga gengsinya. Mila sendiri yang meminta Agil untuk tidak menyentuhnya.“Kamu kenapa?” ucapnya dengan datar.Perkataan yang diikuti dengan dengusan menandakan kalau dia terganggu dengan Mila yang terus bergerak.“Tidak apa-apa,” ujarnya pelan. Mila memiringkan tubuhnya sehingga membelakangi Agil.Agil memandang sang istri yang meringkuk, dengan tangan yang mengusap lengannya.“Agil, jangan pedulikan dia,” gumamnya lirih.Agil sebisa mungkin menahan untuk tidak p
“Kakek, Mila permisi dulu ya,” Mila izin meninggalkan meja makan.Kepala Mila mendadak pusing, perutnya mual seperti masuk angin. Mungkin efek semalam karena dia kedinginan.“Kamu kenapa cucuku, sakit?” Pramono cemas melihat Mila yang memegangi kepalanya.“Cuma sedikit pusing, Mila bawa tiduran dulu pasti cepat pulih,” ucapnya sembari berjalan pelan.“Dasar cewek licik,” cemooh Sari.Dia yakin Mila hanya berpura-pura sakit untuk menarik simpati kakek dan Agil. Agil menoleh ke piring Mila yang masih utuh, hanya susu yang berkurang sedikit.“Agil, kamu mau ke mana? Sarapannya kan belum habis?” tanya Sari ketika Agil beranjak meninggalkan kursinya.“Aku mau cek Mila dulu,” katanya lalu pergi menemui Mila yang sudah jauh meninggalkan ruang makan.Sari mendengus kesal melihat Agil yang perhatian kepada Mila. Semenjak pulang dari kota dia terus mengabaikannya. Mila menutup mulutnya ketika merasa mual, dia segera lari ke kamar mandi. Ia memuntahkan isi makanan yang dia makan semalam. Kar