“Dasar lelaki brengsek!” maki Mila, ia menendang kerikil untuk melampiaskan kekesalannya. "Katanya cinta, tapi main peluk-peluk sama cewek lain," omel Mila. Mila berhenti di pertigaan jalan, dia bingung harus memilih jalan yang mana untuk sampai ke rumahnya. Ia menggaruk kepalanya yang mendadak gatal. Saat pergi dia tidak memperhatikan jalan karena terus diikuti oleh Agil. “Aku ambil kanan kali ya?” tanya Mila pada dirinya sendiri. “Nona!” teriak seseorang saat Mila melangkah kan kaki ke jalan yang dia pilih. Mila mengabaikan orang itu, dia ingin segera sampai rumah. Menghindari orang-orang yang membuatnya kesal. “Nona, jangan ke sana,” teriaknya lagi sembari mempercepat larinya. Mila menghentikan langkahnya, mendengar peringatan dari lelaki yang masih berlari menuju dirinya. “Nona, mau ke mana? ” tanyanya dengan napas terengah-engah. “Mau pulang,” jawabnya datar. “Pulang ke mana? Itu makam,” tunjuk Tono sambil tertawa. Mila menghela napas lega, untung saja dia mau mendenga
“Mila, sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Riska ketika Mila masuk ke mobilnya.Mila melipat kedua tangannya lalu menyandarkan punggungnya. Ia mengambil napas panjang untuk menjawab lontaran pertanyaan dari sahabatnya.Mila menoleh, “Bawa aku pergi dari sini sekarang,” pintanya.Riska tidak segera menghidupkan mesin mobilnya, ia masih ingin penjelasan lebih dari Mila agar dia tidak salah langkah. Mila berdecak, “Kenapa masih diam?” Mila mengecek spion takut Agil mengikuti. Dan menggagalkan rencana kabur hari ini.“Mila, kamu tidak bisa asal pergi saja. Kamu harus izin sama suami kamu,” kata Riska.Mila sekarang bukan perempuan lajang yang bisa asal pergi-pergi. setiap langkahnya harus ada izin dari sang suami.“Riska, dia itu bukan suami yang baik. Tapi psikopat!” cemoohnya.“Psikopat bagaimana?” Riska meminta Mila memaparkan lebih jelas.“Dia itu ... ,” Mila mendengus lalu menggigit bibir bawahnya. Dia tidak bisa menjelaskan lebih detail apa yang dilakukan Agil kepadanya.“Dia ken
“Sangat patuh,” gumam Mila.Dua hari setelah kesepakatan mereka berdua, Agil sama sekali tidak pernah menyentuh Mila. Bahkan setiap tidur mereka berdua saling membelakangi.Agil dan Mila hanya bicara di saat ada kakeknya saja, selepas itu mereka akan diam dengan kesibukan masing-masing.Namun, malam ini Mila ingin sekali dipeluk oleh Agil. Dia tidak tahu apa alasannya, tapi kayak orang mengidam.“Ada apa denganku,” gumamnya pelan.Malam ini dia bisa tidur dengan tenang, keinginan memeluk Agil semakin besar. Tapi, dia harus menjaga gengsinya. Mila sendiri yang meminta Agil untuk tidak menyentuhnya.“Kamu kenapa?” ucapnya dengan datar.Perkataan yang diikuti dengan dengusan menandakan kalau dia terganggu dengan Mila yang terus bergerak.“Tidak apa-apa,” ujarnya pelan. Mila memiringkan tubuhnya sehingga membelakangi Agil.Agil memandang sang istri yang meringkuk, dengan tangan yang mengusap lengannya.“Agil, jangan pedulikan dia,” gumamnya lirih.Agil sebisa mungkin menahan untuk tidak p
“Kakek, Mila permisi dulu ya,” Mila izin meninggalkan meja makan.Kepala Mila mendadak pusing, perutnya mual seperti masuk angin. Mungkin efek semalam karena dia kedinginan.“Kamu kenapa cucuku, sakit?” Pramono cemas melihat Mila yang memegangi kepalanya.“Cuma sedikit pusing, Mila bawa tiduran dulu pasti cepat pulih,” ucapnya sembari berjalan pelan.“Dasar cewek licik,” cemooh Sari.Dia yakin Mila hanya berpura-pura sakit untuk menarik simpati kakek dan Agil. Agil menoleh ke piring Mila yang masih utuh, hanya susu yang berkurang sedikit.“Agil, kamu mau ke mana? Sarapannya kan belum habis?” tanya Sari ketika Agil beranjak meninggalkan kursinya.“Aku mau cek Mila dulu,” katanya lalu pergi menemui Mila yang sudah jauh meninggalkan ruang makan.Sari mendengus kesal melihat Agil yang perhatian kepada Mila. Semenjak pulang dari kota dia terus mengabaikannya. Mila menutup mulutnya ketika merasa mual, dia segera lari ke kamar mandi. Ia memuntahkan isi makanan yang dia makan semalam. Kar
“Hamil?”Mila tidak percaya dengan perkiraan Riska, dia bersikeras jika dirinya itu hanya masuk angin.“Bagaimana bisa hamil coba?" ujarnya sembari menggelengkan kepala.“Kenapa tidak bisa? kau sama dia kan sudah bercinta,” ucapnya gemas. Jelas-jelas dia sudah berhubungan intim, masih menanyakan kronologi kehamilannya.Perkataan Riska masuk akal, Mila tidak bisa menyangkal lagi. Dan terus melanjutkan argumennya.“Tapi ... ,” Mila bingung melanjutkan ucapanya. Dia sudah melakukannya tanpa pengaman, kemungkinan besar akan menjadi janin.“Ini masih perkiraan, periksa ke dokter saja,” saran Riska.“Aku jadi takut, aku sudah terlambat datang bulan lebih dari seminggu,” ucapnya gundah. “Kau hamil ada suaminya, apa yang kau takutkan?” ujar Riska.Sahabatnya satu ini memang aneh, setiap perempuan yang menikah pasti bahagia ketika mendapatkan momongan. Bahkan banyak di antara mereka yang rela mengeluarkan uang banyak demi memiliki anak.Tetapi sahabatnya malah sedih, bingung dengan kehamilann
“Cucu mantu Kakek Pramono cantik banget ya,” puji salah satu warga yang sedang berbelanja. “Iya kelihatan elegan, beda dengan kita yang di kampung tanpa skin care,” sahut salah satu warga. Mereka membicarakan kecantikan Mila yang membuat iri para wanita di kampung. Sudah cantik, mendapatkan suami ganteng, kaya raya pewaris tunggal kekayaan keluarga Pramono. “Ibu-ibu, Mila memang cantik. Tapi apa kalian tahu apa pekerjaan Mila di kota?” hasut Sari untuk bergosip tentang Mila. “Memangnya apa pekerjaannya?” tanyanya tidak sabar mendengar gosip terbaru. “Dia itu seorang kupu-kupu malam, asal ibu-ibu tahu, Agil itu mau menikahi dia karena dijebak,” bisik Sari. Ia mengatakan jika Mila itu wanita miskin yang ingin menjadi orang kaya. Dia gila harta sehingga menghalalkan segala cara untuk mendapatkan lelaki kaya. Agar bisa hidup mapan. “Wah, tidak benar. Cantik sih kalau kupu-kupu malam juga buat apa,” komentarnya. “Hati-hati buk, nanti suami-suami ibu-ibu digoda lagi sama dia.” Sari
"Kenapa kau selalu meminta cerai?" tanya Agil.Setiap permasalahan yang ada Mila selalu meminta berpisah. Padahal Agil tidak tahu sama sekali permasalah yang ada."Aku tidak mau menggangu hubungan kamu sama sahabat tercintamu itu," sindir Mila. Mendengar cerita Tono membuat Mila kesal, ia tidak bisa mengangap remeh perasaan dua sahabat yang sudah terjalin lama."Aku sama sekali tidak suka sama dia, aku cuma mencintai kamu." Agil memegang tangan Mila.Dia capek terus menjelaskan perasaannya kepada Mila, tapi dia sangat mencintai istri galaknya itu.Mila memalingkan wajahnya, "Kata Tono, kau sangat akrab bahkan kalian sering menghabiskan waktu bersama.""Itu dulu, semasa masih sekolah. Sebelum aku bertemu dengamu." Agil menarik pelan dagu Mila sehingga memandangnya lagi.Agil mengusap wajah Mila, "Buat apa aku menanam benih jika aku mau orang lain."Agil sebisa mungkin membuat Mila hamil agar dia terikat dengannya. Mana mungkin masih mengharapkan kedatangan perempuan lain."Selama meni
Mila dan Agil pergi ke salah satu villa di area terdekat dengan desa. Pemandangan yang sangat bagus memanjakan mata."Kau sering ke mari?" tanya Mila.Agil mengangguk sembari mengeluarkan koper dari bagasi. Dia berencana seminggu berada di villa. "Sama siapa?" tanya Mila penasaran.Permpuan mana yang pertama diajak ke villa yang keren. Dengan udara yang dingin ini pasti Agil sering memadu kasih."Kakek sama Tono," jawabnya singkat.Mila menyeringai, tidak mungkin dia datang hanya dengan keluarganya. Ini tempat yang indah untuk berpacaran."Sari?" tanya Mila.Agil tidak lekas menjawab, ia memilih membuka kunci agar mereka berdua bisa segera masuk ke dalam villa.Mila berjalan mendahului Agil dan menghadangnya. "Kenapa diam? Kau pasti pernah mengajaknya ke sini kan?" Agil menutup pintu dengan kakinya, "kenapa masih bahas dia terus?" Agil bosan dalam rumah tangganya selalu terselip nama Sari. "Kan bisa tinggal jawab saja," ucapnya sembari memutar tubuhnya melanjutkan jalan menuju rua