Buka matamu dan tertawalah kembali untukku jika kau tidak ingin melihatku mati dalam kehidupan.
-Keona Dee----"Keparat! Kau pasti bahagia berada di sana, tidak seperti aku di sini!" umpatan diiringi tawa sinis namun lebih terdengar menyedihkan. Bagai seorang wanita yang sedang meratapi nasibnya.Walaupun terlihat kesal dengan wajah dingin dan sinis, tangannya tetap meletakkan bouqet white rose besar di atas batu nisan hitam berukir nama dengan tinta berwarna emas. Batu nisan yang menunjukkan tahun kematian angka keempat.Wajah sinis serta angkuhnya perlahan menjadi sendu dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Rasa sedih tidak dapat merelakan seketika meluap walaupun telah empat tahun. Namun tetap saja, luka, kesedihan, dan kekosongan di hati selalu muncul tanpa dapat di cegah.Ia benci perasaan ini, perasaan kosong serta sengatan di hati yang membuatnya semakin sakit serta rapuh. Tapi rasa rindu selalu mampu mengalahkan segala rasa di hatinya. Selalu mampu menarik agar dirinya mengunjungi tempat ini lagi dan lagi. Entah sejak kapan air mata mengalir, dengan cepat diusapnya dan menengadahkan wajah menatap langit."Shit, i hate this moment!" Ia kembali menatap bouqet di depan batu nisan. Seperti yang di pintanya pada penjaga pemakaman untuk selalu merawat dan membiarkan rumput halus tumbuh subur di atas sana.Berada di sini akan selalu mengingatkan pada kejadian yang merenggut pria di bawah sana. Namun apa daya rasa rindu menenggelamkan perasaan hancur dan sakit yang ia rasakan. Menarik paksa tubuhnya untuk melihat batu nisan yang sama lagi dan lagi.Sekali lagi dia sangat rindu.Rintik hujan membasahi rerumputan di atas ratusan gundukan tanah. Telepon darurat barusan tidak membuat ekspresinya berubah, hanya langkah kaki yang sedikit cepat menyiratkan kekhawatiran pada seseorang yang hampir meregang nyawa. Dalam hati ia bertanya apa yang sedang dilakukan pria itu hingga membuat dirinya harus repot menuju ke arahnya?Gaun hitam yang dikenakan serta stiletto senada menyiratkan betapa mengerikan hari ini. Ia hanya berharap semoga besok tidak lagi menggunakan gaun hitam sebagai kostum kesedihan. Decitan ban dan aspal basah mengawali langkahnya menuju Theresia Hospital, seperti yang dikatakan si penelepon barusan. Harapannya semoga Bready Alan Daguen baik saja. Jika tidak, semoga beberapa hari cukup untuk pria tersebut beristirahat dan kembali seperti sediakala.---Hanya butuhkan waktu 25 menit dirinya telah menginjakkan kaki di Theresia Hospital. Langkahnya tertuju pada meja resepsionis, terlihat terburu dan tanpa basa-basi."Bready Alan Daguen," ucapnya.Wanita berseragam biru muda dengan sanggul kecil menatap dengan takjub dan gugup. Ia selalu melihat wanita dihadapannya melalui layar kaca. Namun kini wanita yang bernama Keona Dee model yang sangat terkenal dan cantik rupawan berdiri dihadapannya. Wanita tinggi nan ramping yang sungguh luar biasa cantik, wanita dengan julukan Dewi yunani. Akan tetapi ekspresi wajahnya tampak mengerikan. Tanpa kata wanita itu segera berjalan menuntun langkah Keona. Ya, itu lah yang diinginkan Keona. Semua orang hanya terdiam dan menatapnya lalu mengikuti keinginannya."Nona, ini ruangannya. Tuan Bready sedang dalam tahap operasi." Jelas wanita tersebut tanpa menatap wajah angkuh dihadapannya. Namun tak ada balasan, ia pikir Keona adalah gadis yang ramah karena setiap iklan di televisi atau majalah ia selalu menampilkan senyum serta tawa bahagia.Keona terdiam menatap ruangan berdinding kaca ditutupi dengan tirai berwarna hijau. Lampu masih menyala menandakan operasi sedang berlangsung. Seumur hidup, ini adalah salah satu hal yang tak akan pernah diizinkan berada di pikirannya. Tapi sekarang hal tersebut terjadi, benar-benar terjadi. Hingga perawat yang mengantarkannya pergi, Keona masih saja terpaku berdiri.Beberapa pria berjas hitam merunduk hormat saat Keona menatap mereka. Oh, sial. Seharusnya mereka lebih sigap saat menjaga Bready. Seharusnya para bodyguard mengikutinya seperti anak anjing. Tetap mengikuti dan tidak membiarkan Bready pergi sendirian. Seharusnya lagi Keona kini menghajar atau pun menghujat serta memecat mereka. Tapi tunggu saja, semua akan ia lakukan saat Bready siuman nanti.Keona berjalan lebih dekat ke arah kaca berharap dengan lebih dekat matanya dapat menangkap sosok Bready di dalam sana. Namun tentu saja semua sia-sia, tirai hijau terlalu tebal untuk di tembus oleh matanya. Ia tidak tahu apa yang harus di lakukan. Perasaan Keona, jangan tanyakan. Ingin sekali menjerit atau menangis histeris, namun ia tidak dapat melakukannya atas sumpahnya pada Bready Alan Daguen.Derap langkah terdengar, mata tajamnya menoleh mencari sumber suara. Tak lama sosok wanita paruh baya berjalan angkuh menuju tempatnya bersama lima orang pria berjas hitam, aura Bready melekat padanya. Keona seakan tak terlihat, wanita bergaun hitam di hadapannya segera menuju pintu kaca berdiri tegap di sana seakan dapat menembus dan mengetahui apa yang sedang terjadi di dalam sana.Cukup lama.Mata biru Keona tetap tertuju pada rambut cokelat tergerai wanita itu. Namun tanpa di duga ia tertangkap. Keona melihat mata serta wajah angkuh Helena Daguen menatapnya, sedikit gugup ia mencoba mengulas senyum walau terlihat patah. Tak terlihat perasaan sedih atau apapun di wajah wanita yang melahirkan Bready, tetap datar seperti biasa."Aku memiliki beberapa pekerjaan penting, katakan jika aku datang pada Bready nanti."Keona terpaku, entah kapan tapi wajah Helena telah berada di hadapannya. Keona hanya dapat mengangguk tanpa suara. Wanita bernama Helena kembali membelakangi, mencoba menembus tirai hijau kini tubuhnya bersedekap."Aku yakin para pemilik stasiun televisi mendapatkan ratusan kali lipat keuntungan hari ini dan beberapa hari ke depan," ucap Helena. Tatapannya beralih pada lima orang berjas hitam. "Perketat penjagaan, jangan sampai mereka mengetahui keadaan putraku sedikitpun."Lima orang pria yang begitu penurut, mereka hanya mengangguk, satu di antara mereka segera pergi. Keona hanya memperhatikan Helena melangkah pergi. Jika dirinya terlihat seperti Helena yang begitu angkuh, maka ia terlihat sangat menyeramkan. Oh Tuhan, Keona tidak ingin menjadi seperti Helena.Setelah Helena hilang dari pandangan, tanpa sadar Keona menghembuskan napas lega. Keona benci terintimidasi, namun Helena dapat melakukannya. Keona menuju kursi panjang bersejajar, ia tidak tahu apa yang diinginkan dan dirasanya sekarang. Perasaannya begitu hampa, ia mencoba berdoa dan sepertinya Tuhan tidak akan tega jika tidak mengabulkan doanya. Dirinya bukan pendosa dan Tuhan harus mengabulkan doanya walaupun dengan sedikit memaksa.Hanya satu yang dipinta sembuhkan Bready dan kembalikan keadaan seperti semula, masih banyak yang diinginkan Keona di dunia. Jika situasinya sekarang bagai cerita dongeng hanya dapat meminta satu permohonan seumur hidupnya, ia akan meminta hal yang sama dan merelakan semua keinginannya untuk Bready.Keona menghela napas, lampu operasi masih menyala. Sepertinya ia harus menunggu beberapa menit atau jam lagi sampai operasi Bready berakhir. Menunggu seorang diri dengan harapan dan doa yang selalu diharapkannya menjadi kenyataan.Dengar janji Setia ini untuk selalu menjagamu apapun yang terjadi di dalam kehidupan -Bready Alan Daguen----Jas hitam dan dasi maroon terlihat berantakan di kursi kemudi. Di tubuhnya melekat celana cardinal hitam serta kemeja putih dengan lengan tergulung hingga siku. Kaca mata hitam Bentley Platinum bertengger manis di hidung mancungnya, rahang kokohnya sesekali ikut melantunkan lagu yang terputar di playlist mobil sport hitam. Wajah serta pembawaan diri yang tenang selalu terlihat di segala kondisi.Ponsel gold di atas dashboard kembali berdenting menandakan pesan masuk. Fokusnya tidak dapat di ganggu, tanpa perduli kakinya tetap menginjak pedal gas membuat laju mobil kembali mengencang. Tujuannya adalah Theresia Hospital, sahabat sialannya mengalami kecelakaan. Harus segera di besuk agar tidak mengganggu pendengaran karena ponsel yang dapat berdering setiap waktu jika tubuhnya tidak berada di rumah sakit sekarang.Alis tebalnya terangka
Debaran ini datang tanpadapat dicegah ternyata kaulah penyebabnya-Alvin Maldiery ----Alvin berjalan dari lobby hotel menuju lift yang biasa digunakan. Seperti biasa kacamata bertengger manis di hidung mancungnya, ia selalu menunjukkan senyum tipis menyambut sapaan dari para pekerja yang berlalu lalang. Pintu lift terbuka dan pria berbalut jas cokelat segera masuk menekan tombol angka 7. Namun pintu kembali terbuka karena terhalang oleh sepatu pantofel berwarna putih.Dua orang pria berkemeja maroon dan navy tersenyum lebar ke arahnya, mereka segera masuk tanpa dosa."Kalian meninggalkan Justine sendiri?" Tanya Alvin setelah lift membawa mereka naik.Jake menelisik wajah tenang pria di samping kirinya sebentar, seakan menilai. "Dia tidak akan kesepian, kau yang terlihat sangat kesepian. Bukan begitu Jhon?"Jhoni mengangguk dengan mata berbinar bagai seekor anak anjing yang melihat makanan lezat. Alvin meringis menatapn
Cukup berdiri di dekatku, maka aku tidak membutuhkan apapun di dunia ini selain dirimu-Keona Dee----"Lalu, apa yang terjadi?" Tanya Keona sesaat setelah berhasil masuk dan memastikan Bready terjaga. Mata tajam Keona menatap Bready bagai mangsa lemah, namun bagi pria pesakitan ini Keona terlihat lucu dan menggemaskan dengan mata bulat besar. Pipi Bready tertarik tanpa sadar. "Aku tidak meminta senyummu, aku ingin penjelasan mu!""Hey, jangan terlalu pemarah. Lihat, aku baik saja." Bready mencoba duduk dan mencari pegangan. "Oh sial, Yona! Kau memukul tepat di luka ku!"Senyum sinis terbit bersamaan dengan lengan terlipat bersedekap dada. "Umpatanmu membuktikan kondisimu!" Keona berjalan angkuh menuju sofa, membiarkan Bready dengan segala kesulitannya."Yona, kemari!" Perintah Bready. Ia tidak berhasil duduk, hanya bagian kepalanya yang sedikit berpindah.Dengan pasti Keona menggeleng kuat, "katakan padaku!""M
Keona beberapa kali menatap jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Bready mengatakan akan datang menjemput, namun tiga puluh menit berlalu dari waktu yang dijanjikan. Sedikit khawatir karena Bready baru saja akan menjalani harinya setelah satu minggu berada di rumah sakit. Keona coba menghubungi beberapa kali, namun tetap berakhir dengan suara operator memenuhi indera pendengarannya.Akhirnya Keona menyambar kunci audi, ia akan pergi sendiri saja. Jika terlambat, mungkin saja ia tidak dapat mengikuti mata kuliah pertama. Keona sungguh tidak menyukai seseorang yang mengingkari janji, dan seseorang yang tidak tepat waktu. Sekalipun Bready, ia tetap tak akan suka. Saat memasuki lift beberapa orang memperhatikannya, namun Keona tidak terlalu peduli untuk membalas tatapan mereka.Keona menghembuskan napas kasar bersamaan dengan pintu lift terbuka. Terlihat wajah Bready Alan Daguen dan beberapa orang yang sedang menunggu lift terbuka. Tanpa perduli Keona
"Ya Tuhan, Yona. Kau sangat cantik!" Teriak Michae antusias.Keona terlonjak, sedangkan Erick ingin mengumpat karena terjatuh dari sofa mendengar suara nyaring wanita yang baru saja teriak. Suara Michae tiada tanding, ia terkikik setelah melihat Erick berada di lantai. "Kau yang selalu membuatku terlihat cantik." Keona tersenyum melalui cermin, saat mendekat ada sedikit hal yang membuatnya merasa asing dengan wajahnya. Michae hanya tersipu. "Apa kau sengaja menciptakan ini?" Michae mengangguk."Ku pikir cukup cantik untukmu." Michae memperhatikan bintik yang menghiasi wajah Keona.Keona setuju. "Terimakasih Michae."Michae mengangguk girang menatap Keona menjauh membawa sebuah dress pantai berwarna biru dengan bercak putih, pink, dan hijau yang cukup banyak."Erick, apa kau bisa membantuku?"Erick segera meletakkan ponselnya dan memburu menuju ruang ganti. "Apa aku perlu masuk?""Ya.""KEONA!" Teriak E
Happy reading 😘Saat ini cukup dengan hanya menatap dan mengetahuimenunggu takdir yang akan bekerja hinggasampai pada waktunya kau dan aku akan menjadi satu garis takdir untuk hidup bersama-Alvin Maldiery ----"Kau tahu orang yang akan kita temui setengah iblis," ujar Jhony bergidik ngeri.Alvin mendengus, "kita hanya akan membicarakan beasiswa yang akan Daguen Group sumbangkan untuk Victorius hilangkan wajah bodohmu.""Lalu apa hubungannya denganku, Dude? kau menyeretku kemari, jika pasienku meregang nyawa saat aku menemanimu maka kau manusia yang paling bertanggung jawab atas segalanya." Alvin mengangkat bahunya acuh saat Jake berucap."Apa kau takut untuk bertemu Bready sendirian?" Ledek Jhony tertawa dengan alis yang di naik turunkan.Alvin menatap Jhony dengan pandangan tidak percaya, "yang benar saja.""Kau tidak mengajak Justine, Vin? Apa kau masih dendam dengannya?" Canda Jake.
Happy reading 😘Hanya menunggu takdir menyatukan Kita entah berapa lama, denganharapan dapat mencinta lebih lama dari pada saat menunggu takdir menyatukan kita---"Terima kasih atas kerjasamanya, Mr. Daguen. Senang dapat bekerja sama." Alvin mengulurkan tangan ke arah Bready dan tersenyum, diikuti oleh Jake dan Jhony."Me too, kuharap kerjasama yang terjalin tidak cepat berakhir," ujar Bready tersenyum sangat tipis pada Alvin, hingga tidak ada satupun dari tiga pria di dalam ruangan yang dapat menangkap senyuman Bready."Saya harap anda dapat menyempatkan diri untuk datang melihat langsung Risen Victorius University.""Sekretarisku akan segera mengatur jadwalnya, dia akan segera menghubungimu." "Baiklah, kami harus segera berpamitan." Jake menyahut, seraya beranjak dari duduknya dan diikuti oleh Jhony setelah mendapatkan anggukan dari pemilik ruangan.Suasana terasa tidak menyenangkan, aur
Happy reading 😘Jika bersabar adalah cara untuk mendapatkan hati dan ragamu. Maka aku akan melakukannya tanpa lelah. -Alvin Maldiery ----Matahari mulai meninggi, sinar hangat kini mulai terasa meningkat menjadi panas. Hembusan napas berat beberapa kali menyusup ke telinga Bready. Seakan memberitahu jika si pemilik napas memiliki sesuatu yang sangat berat yang tidak dapat diungkapkan. Mata Bready mengamati Keona yang selalu menatap ke arah luar jendela."Apa yang sedang terjadi, Yona?" Tanya Bready, sungguh ia tidak tahan lagi. "Tidak ada," jawab Keona singkat. Matanya kembali mengarah keluar jendela. Ia tidak ingin Bready mendapatkan sesuatu dari matanya. "Jangan pernah menyembunyikan sesuatu dariku, kau akan tahu apa akibatnya!" Tukas Bready, matanya hanya dapat menangkap kilauan rambut cokelat yang diterpa sinar matahari. "Kau dapat mengintimidasi siapapun, tapi tidak denganku!" Balas Keona jengah seraya memutar bola mata. Dirinya benci dengan sikap diktator Bready. Suasana
Alvin menatap Keona yang masih saja tidak sadarkan diri. Setelah Jake memeriksakan keadaannya dan memberikan beberapa salep untuk memar di tubuh Keona, wanita ini masih tetap tertidur. Tiga jam berlalu, ia pikir Bready Alan Daguen akan segera mendatanginya. Namun ternyata tidak, Lucifer itu masih tidak menghampirinya. Ia kembali memperhatikan Keona, segala perhiasan gaun serta sepatu wanita ini telah Alvin lenyapkan. Sejak dirinya kembali ke apartemen, Alvin meminta mata-matanya untuk memusnahkan semua barang milik Keona tanpa terkecuali. Untuk menghindari GPS yang melekat di sana. Ucapan Jake kembali terngiang, apakah mungkin Bready memasang GPS di tubuh Keona tanpa wanita itu sadari? Jika ya, maka Bready adalah manusia yang sangat gila. Jake telah meninggalkan apartemen bersama dengan seorang perawat yang tadi datang bersamanya. Pria itu mengatakan tidak ingin ikut ke neraka bersama Alvin malam ini. Sungguh teman yang tidak setia, seharusnya Jake membantu bagaimanapun
Rahang mengeras, napas yang memburu mengisi setiap langkahnya saat menuruni tangga. Ia melihat dengan mata kepala, wanitanya di siksa dan di lecehkan oleh seorang pria. Dengan keras ia menghantam kepala pria yang sedang menatap Keona dengan bergairah. Pria itu terjatuh ke arah tangga, akibat kepalan tangan yang baru saja ia berikan. Ia kembali memburu pria yang kini terlihat sedang berusaha untuk berdiri. Ya, pria blonde ini harus mati karena telah menyakiti miliknya. Dengan cepat ia kembali menyerang Ferdio dengan pukulan bertubi-tubi. "Kau harus mati, sialan!" ucapnya. Ia kembali menyerang wajah Ferdio yang berusaha dilindungi pria itu dengan kedua tangannya. "What are you doing, hentikan bajingan! Kita bisa menikmatinya bersama!" Teriak Ferdio, ia berusaha mendorong pria dengan setelan jas hitam di tubuhnya. Pria ini sangat kuat hingga ia kembali terjatuh merasakan dinginnya lantai penghubung. Mendengar ucapan dari Ferdio, ia semakin berang pan
Keona memendarkan mata ke segala arah, semua orang terlihat sibuk berbincang, menari, dan berpesta. Sejak tadi pula acara inti kata sambutan dari si pemilik pesta Brealdy Alan Daguen telah selesai dan kini pesta yang sesungguhnya telah dimulai beberapa saat yang lalu. Alkohol, asap dari nikotin, serta para penari yang dengan lincah memperlihatkan lekuk tubuh mereka di atas panggung. Riuh suara musik yang memekakkan telinga menambah suasana menjadi lebih meriah. Seketika ruangan menjadi gelap, berganti dengan lampu redup dan lampu sorot yang sesekali berputar mengelilingi ballroom. Hembusan napas terdengar, Keona kembali memendarkan pandangannya. Matanya menangkap Bready yang terlihat berbincang bersama beberapa orang di meja bundar di sudut ruangan seraya berdiri. Pria itu terlihat mendominasi dengan aura hitam di sekelilingnya. Lucifer yang sungguh tidak tertandingi, Keona yakin semua orang yang berada di sekeliling Bready tidak dapat bernapas dengan sempurna. Kini Keona memutar
Keona dan Bready berjalan seraya bergandengan tangan memasuki resort. Setelah Bready mencerca para wartawan dengan segala kamera dan blitz yang mengarah pada dirinya dan Keona. Wanita itu terlihat biasa, santai dan berjalan dengan anggun. Berbeda dengan Bready yang seakan kesulitan melihat red carpet di depannya karena pandangan menggelap akibat sinar dari kamera yang menyala ratusan kali. "Kau harus sedikit lebih ramah kepada mereka," ucap Keona seraya menatap Bready yang menampilkan wajah masam serta rutukan yang masih saja terdengar. "Aku tidak mengerti dengan manusia bodoh yang ingin dipotret ataupun di rekam dengan blitz yang sangat menyilaukan itu. Wartawan sialan!" umpatnya. "Orang bodoh itu aku." Keona menarik kulit perut bagian kiri Bready lalu memutarnya hingga terdengar erangan. "Sejak tadi mulutmu yang manis itu terus saja mengumpat ku, kau mengatakan aku jalang lalu kau mengatakan aku bodoh." "Yona lepaskan, aku tidak berma
Bready menatap jam tangan Richard Mille berwarna perak yang melingkar pas di pergelangan tangannya. Dirinya telah menunggu Keona sejak enam puluh delapan menit yang lalu. Ia tidak ingin mendesak waktu make up wanita itu, karena beberapa waktu lalu Keona membentaknya. Keona mengatakan jangan mendesak seorang wanita yang sedang bersiap, itu akan menghancurkan mood mereka. Bagaimanapun bajingan nya Bready memperlakukan orang lain, namun ia tetap takut jika Keona telah berteriak padanya. Bready menatap sekeliling apartemen milik Keona, tidak ada yang berbeda. Segalanya tetap sama, pigura yang terpajang rapi menampilkan gambar seorang remaja pria bermata hazel sedang tertawa lebar. Lalu beberapa pigura yang tergantung menampilkan gambar Keona dan seorang remaja pria yang sama dengan berbagai pose yang terlihat sangat bahagia. Bready merindukan suasana kala itu, dimana ia dapat melihat dengan mudah senyum dan tawa bahagia Keona. "Aku sudah siap," ujar Keona setelah mem
Bready tersenyum saat mendapati seorang wanita yang baru saja turun dari mobil Lamborghini. Wanita yang mengenakkan setelan formal dengan rambut tergerai indah. Senyumannya serta langkah kecilnya membuat semua yang menatap ke arah Keona turut tertular oleh wajah ceria yang kini diperlihatkannya. "Ingin beralih profesi menjadi salah satu CEO?" tanya Bready. Ia segera mendekap Keona saat wanita itu menerjang tubuhnya dengan pelukan. Wajah Keona ceria, namun terlihat jelas dari mata jika energinya telah habis terkuras. "Tidak Bre. Kau pasti tidak akan memberiku kesempatan untuk santai barang sejenak." Keona menyurukkan kepalanya pada dada bidang Bready, wangi maskulin pria ini begitu candu untuknya. "Kau dapat menyewa seorang profesional untuk membantumu," rayu Bready. Matanya beralih menatap pucuk kepala berambut cokelat yang terlihat menggelengkan kepala. "Lelah? hmm?" Keona mendongakkan kepala menatap ke arah Bready. "Nanti akan kupikir," jawab Keona untuk tawaran Bready. "Ya,
Ratusan blitz terlihat sejak sepuluh menit yang lalu, ratusan pose yang diperagakan Keona tertangkap oleh kamera. Layar iPad terpampang jelas hasil jepretan kamera yang menampilkan gambar Keona terlihat sangat sempurna. Erick tetap bertepuk tangan dan menatap kagum ke arah wanita yang kini mengenakan setelan formal. Walaupun beberapa puluh menit yang lalu penyihir jahat itu, mencercanya tanpa rasa kasihan. Tentu saja Keona mengamuk dan mencerca, karena Erick tertidur dan hampir melupakan jadwal pemotretan Keona. Terkadang wajah dan mulut pedas Keona sangat tidak sesuai, terkadang Erick ingin membungkam mulut Keona dengan cara memberi plaster ataupun menyumpal kain. Itu dapat dilakukan Erick hanya dalam benaknya saja, jika ia lakukan di dunia nyata jelas satu menit kemudian tubuhnya dan rohnya akan terpisah karena Bready Alan Daguen membunuhnya. Bagaimana mungkin wajah malaikat tersebut disertai dengan mulut setan yang terkadang membuat Erick ingin sekali membunuh
Denting bell pengumuman berbunyi beberapa kali, seluruh mahasiswa yang sedang berjalan ataupun melakukan kegiatan segera menghentikan aktivitas mereka. Begitu pula dengan Ulfia, Reina, dan Keona yang sedang berjalan ke arah kelas. Tatapan tanya terpancar dari mata Reina ke arah Ulfia, wanita itu terlihat mengedikkan bahu tanda tidak tahu apa isi dari pengumuman tersebut. Sedangkan Keona menatap layar ponselnya untuk menghubungi Erick. "Mahasiswi bernama Keona Dee harap segera menuju ke gedung fakultas." Pengumuman terulang hingga tiga kali, namun Keona masih tidak menyadarinya. Keona memiliki janji pemotretan hari ini, namun Erick masih tidak dapat di hubungi sedangkan di waktu malam hari Keona harus menemani Bready untuk meninjau resort milik Brealdy. Terkadang Erick sungguh sialan dengan segala tingkah lakunya yang menyulitkan Keona. Beberapa pasang mata menatap ke arah Keona, Reina menyadarinya sedangkan Keona tentu saja tidak. Akhirnya Reina menyent
Justine terlihat sangat menikmati pemandangan di hadapannya. Kedua lengannya melebar memenuhi sandaran kursi bersama dengan jemari kanan yang menggenggam wine. Kaki kanan yang terlipat di atas kaki kiri dengan santai semakin menunjukkan betapa Justine sangat sangat menikmati ekspresi tidak perduli yang masih saja Keona tujuan padanya. "Di mana kau mengenal Maldiery?" Bibir Justine mungkin saja akan terlepas sebentar lagi jika tidak ia gunakan untuk bicara. Pria itu benci suasana yang sepi tanpa kata, padahal terdapat sesosok manusia di depannya. Keona menatap sebentar, lalu kembali memalingkan wajah. "Kau tidak perlu tahu, aku hanya akan berada di sini untuk kembali ke apartemenku dan kau yang menawarkan diri. Jadi berhentilah untuk saling berinteraksi." Mata Keona kembali tertuju pada layar datar yang menampilkan adegan vulgar dari video klip musik Barat. Ia lebih baik menatap layar tersebut dari pada menatap wajah menyebalkan Justine. Pria itu bukan menelanjangi Keona dengan tatapa