Dengar janji Setia ini untuk selalu menjagamu apapun yang terjadi di dalam kehidupan
-Bready Alan Daguen----Jas hitam dan dasi maroon terlihat berantakan di kursi kemudi. Di tubuhnya melekat celana cardinal hitam serta kemeja putih dengan lengan tergulung hingga siku. Kaca mata hitam Bentley Platinum bertengger manis di hidung mancungnya, rahang kokohnya sesekali ikut melantunkan lagu yang terputar di playlist mobil sport hitam. Wajah serta pembawaan diri yang tenang selalu terlihat di segala kondisi.Ponsel gold di atas dashboard kembali berdenting menandakan pesan masuk. Fokusnya tidak dapat di ganggu, tanpa perduli kakinya tetap menginjak pedal gas membuat laju mobil kembali mengencang. Tujuannya adalah Theresia Hospital, sahabat sialannya mengalami kecelakaan. Harus segera di besuk agar tidak mengganggu pendengaran karena ponsel yang dapat berdering setiap waktu jika tubuhnya tidak berada di rumah sakit sekarang.Alis tebalnya terangkat tinggi sesaat, pandangan yang dipenuhi dengan manusia pemburu berita serta pria berjas hitam yang berdiri bak patung di depan pintu masuk rumah sakit. Bibir tipisnya mengeluarkan ringisan, suasana yang mengganggu di tempat umum. Apa sahabat bodohnya sangat terkenal hingga membuat repot semua orang?Justine Heward: President room no 3 di lantai 5.Ia kembali membaca pesan singkat dari si pesakitan. Tangannya bergegas memasukkan ponsel ke dalam saku celana, segera keluar dari dalam mobil. Seperti dugaan awal kedatangannya, ia mampu mengalihkan perhatian para wartawan, mereka berlari mengitari dirinya dengan banyak pertanyaan terdengar. Balasan seorang Alvin Maldiery hanya tersenyum tipis dan tetap berjalan tanpa sepatah kata pun. Ia bukan tipe pria yang suka berada di depan kamera, dan tidak akan bicara jika hal tersebut tidak mendatangkan keuntungan untuknya.Sepertinya para pria berjas hitam ini bukan milik Justine Heward, mereka hanya diam di tempat dan tidak melindunginya. Entah manusia seperti apa yang menyuruh puluhan pria berdiri di depan pintu rumah sakit. Langkah Alvin menuju lift setelah berhasil lolos, menekan angka lima setelah berhasil masuk ke dalamnya. Beberapa saat dentingan kembali terdengar, pintu lift terbuka. Ia kembali membuka ponsel untuk memastikan sesuatu. Jika bukan menyangkut tentang uang, ingatannya sedikit payah."Apa yang terjadi?" Tanya Alvin saat tubuhnya berhasil masuk ke dalam ruang president room milik Justine."Pria sialan menabrak ku hanya karena uang. Bersyukur tubuh tampan ini tidak cacat," ujar Justine dengan alis terangkat tak lupa sedikit kekehan geli.Alvin mengalihkan pandangannya pada Justine. "Bukan kau yang ku maksud!"Terdengar decakan kesal dari bibir tipis Justine Heward."Bready Alan Daguen," sahut pria berjas putih."Apa yang terjadi padanya, Jake?" tanya Alvin penasaran. Sedikit banyak Alvin mengenal Bready karena pria tersebut rutin menyumbangkan sebagian uangnya untuk universitas milik orang tuanya."Kecelakaan, dari diagnosis dokter Anaira terdapat pendarahan dan pembengkakan otak," jawab Jake acuh. Ponsel lebih menarik dari pada pria yang baru saja datang.Alvin hanya mengangguk, ia tidak mengerti dengan apa yang diucapkan Jake Jhonson dan tidak terlalu perduli setelah tahu pemilik seluruh pria yang berjaga di bawah sana. Langkahnya tertuju pada Justine, terlihat tidak begitu mengenaskan hanya terdapat beberapa perban di lengan serta goresan yang cukup besar di kulit betisnya.Alvin sedikit kecewa."Apa yang terjadi?" tanya Alvin masih dengan pertanyaan yang sama.Justine kembali berdecak kesal, "aku muak mendengarnya! Tidak ada siaran ulang untuk ucapanku, kau sangat tahu berapa harganya!"Alvin hanya tersenyum miring dan mengangkat bahunya acuh. "Itu tidak berlaku di sini Babe. Aku kecewa kau hanya mendapat luka ringan." Alvin berdecak dengan gelengan kepala."Keparat," umpat Justine."Kau seharusnya tidak boleh mengumpat jika ingin cepat sembuh Tine. Benar begitu Jhon?" Tanya Alvin pada Jhony, pria itu sedari tadi sibuk dengan majalah gosip yang berada di genggamannya.Jhony mengernyitkan kedua alis tidak begitu mendengar apa yang sedang dikatakan Alvin. "Apa yang kau katakan?"Alvin hanya berdecak melihat wajah Jhony yang sangat polos saat bertanya. Melihat tingkah para sahabatnya Alvin tidak ingin berlama-lama. "Aku pergi, kau tidak boleh mengganggu tidur panjang ku malam ini, karena aku sudah datang melihatmu!" Tukas Alvin seraya menatap Justine.Bukan hanya Justine namun Jake dan Jhony menatap ke arahnya."Apa kami terlihat peduli?"***Jemari yang sangat lentik dengan kuku bercat hitam mengkilap bergerak indah di atas layar ponsel yang datar. Mata hijaunya fokus pada layar benda tersebut. Sesekali menoleh ke depan untuk memastikan tidak ada satupun benda yang tertabrak. Keona berhasil terusir dari ruangan setelah Bready siuman, dua gadis cantik dan seorang Brealdy Alan Daguen turut berhasil menyingkirkannya.Sekarang Keona sibuk menghubungi Erick Hazley, pikirannya dipenuhi dengan Bready dan dengan mudah melupakan jadwal pemotretannya bersama Lucy. Designer cerewet yang tetap memintanya untuk bekerja sama walaupun Keona menunjukkan wajah permusuhan tiap kali bertemu karena suatu alasan di masa lalu. Puluhan pesan masuk ke dalam ponsel pintar miliknya dari Erick. Keyakinan Keona semakin bertambah saat melihat pesan terakhir dari pria tampan dengan orientasi seks yang berbeda bahwa Erick tidak akan membiarkannya lolos kali ini.Ya Tuhan, Keona pusing di buatnya.Berkali-kali Keona mencoba menghubungi, tetap suara operator yang terdengar.Bugh...Tubuh ramping Keona terdorong ke belakang karena menabrak tubuh seorang pria yang baru saja keluar dari dalam ruang president room lainnya. Ponselnya terpelanting begitu saja, setidaknya pria sialan ini berhasil membuatnya membeli ponsel baru. Ingin sekali rasanya mengumpat, tapi kondisi Keona sangat tidak sanggup untuk melakukannya. Keona mengambil ponsel di lantai dan segera pergi menuju lift dengan terburu.Ohhh, sialan.Keona tahu jika pria tadi mengikutinya, dan ia tidak perlu khawatir karena yakin tidak akan ada penjahat yang baru saja keluar dari ruang rumah sakit VVIP. Dan ponselnya baik-baik saja hanya terlihat retakan di kaca pelindung.***Alvin merasakan benturan, seorang gadis baru saja menabraknya karena bermain ponsel. Bukan kesalahan Alvin, dan ia yakin jika dahi gadis itu pasti sangat sakit."Ma,-" Alvin mengerutkan dahi saat melihat gadis dengan dress hitam berlalu tanpa menoleh ke arahnya setelah memungut ponsel di lantai.Rasa penasarannya sangat tinggi, Alvin tetap mengikuti gadis tersebut dan menatap wajahnya dari arah kanan. Terlihat cantik bahkan sangat cantik, mata hijaunya membuat Alvin terpesona. Sampai pintu lift terbuka gadis dengan dress hitam ini baru menyimpan ponsel miliknya. Mungkin saja karena tidak dapat menghubungi seseorang. Wanita tadi segera mengenakkan kerudung hitam untuk menutupi wajahnya.Kaki yang terlihat jenjang berbalut stiletto melangkah menuju pintu keluar, seketika para bodyguard siap siaga mengelilingi melindungi gadis cantik tersebut. Para wartawan berlomba menyerbunya. Saat mendapat kesempatan, Alvin berjalan cepat ke arah mobil seraya melihat para wartawan dan bodyguard mengelilingi si gadis hingga menuju mobil audi putih miliknya. Alvin segera masuk dan menjalankan mobil sport dengan rasa penasaran yang sangat menyiksa. Cantik dan mata hijau yang terlihat angkuh membuat Alvin terpesona memancing niatan untuk mencari tahu siapa sebenarnya bidadari malam ini.Tanpa sadar hatinya mengklaim jika gadis itu miliknya dan hanya ia yang dapat memilikinya mulai saat ini.Debaran ini datang tanpadapat dicegah ternyata kaulah penyebabnya-Alvin Maldiery ----Alvin berjalan dari lobby hotel menuju lift yang biasa digunakan. Seperti biasa kacamata bertengger manis di hidung mancungnya, ia selalu menunjukkan senyum tipis menyambut sapaan dari para pekerja yang berlalu lalang. Pintu lift terbuka dan pria berbalut jas cokelat segera masuk menekan tombol angka 7. Namun pintu kembali terbuka karena terhalang oleh sepatu pantofel berwarna putih.Dua orang pria berkemeja maroon dan navy tersenyum lebar ke arahnya, mereka segera masuk tanpa dosa."Kalian meninggalkan Justine sendiri?" Tanya Alvin setelah lift membawa mereka naik.Jake menelisik wajah tenang pria di samping kirinya sebentar, seakan menilai. "Dia tidak akan kesepian, kau yang terlihat sangat kesepian. Bukan begitu Jhon?"Jhoni mengangguk dengan mata berbinar bagai seekor anak anjing yang melihat makanan lezat. Alvin meringis menatapn
Cukup berdiri di dekatku, maka aku tidak membutuhkan apapun di dunia ini selain dirimu-Keona Dee----"Lalu, apa yang terjadi?" Tanya Keona sesaat setelah berhasil masuk dan memastikan Bready terjaga. Mata tajam Keona menatap Bready bagai mangsa lemah, namun bagi pria pesakitan ini Keona terlihat lucu dan menggemaskan dengan mata bulat besar. Pipi Bready tertarik tanpa sadar. "Aku tidak meminta senyummu, aku ingin penjelasan mu!""Hey, jangan terlalu pemarah. Lihat, aku baik saja." Bready mencoba duduk dan mencari pegangan. "Oh sial, Yona! Kau memukul tepat di luka ku!"Senyum sinis terbit bersamaan dengan lengan terlipat bersedekap dada. "Umpatanmu membuktikan kondisimu!" Keona berjalan angkuh menuju sofa, membiarkan Bready dengan segala kesulitannya."Yona, kemari!" Perintah Bready. Ia tidak berhasil duduk, hanya bagian kepalanya yang sedikit berpindah.Dengan pasti Keona menggeleng kuat, "katakan padaku!""M
Keona beberapa kali menatap jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Bready mengatakan akan datang menjemput, namun tiga puluh menit berlalu dari waktu yang dijanjikan. Sedikit khawatir karena Bready baru saja akan menjalani harinya setelah satu minggu berada di rumah sakit. Keona coba menghubungi beberapa kali, namun tetap berakhir dengan suara operator memenuhi indera pendengarannya.Akhirnya Keona menyambar kunci audi, ia akan pergi sendiri saja. Jika terlambat, mungkin saja ia tidak dapat mengikuti mata kuliah pertama. Keona sungguh tidak menyukai seseorang yang mengingkari janji, dan seseorang yang tidak tepat waktu. Sekalipun Bready, ia tetap tak akan suka. Saat memasuki lift beberapa orang memperhatikannya, namun Keona tidak terlalu peduli untuk membalas tatapan mereka.Keona menghembuskan napas kasar bersamaan dengan pintu lift terbuka. Terlihat wajah Bready Alan Daguen dan beberapa orang yang sedang menunggu lift terbuka. Tanpa perduli Keona
"Ya Tuhan, Yona. Kau sangat cantik!" Teriak Michae antusias.Keona terlonjak, sedangkan Erick ingin mengumpat karena terjatuh dari sofa mendengar suara nyaring wanita yang baru saja teriak. Suara Michae tiada tanding, ia terkikik setelah melihat Erick berada di lantai. "Kau yang selalu membuatku terlihat cantik." Keona tersenyum melalui cermin, saat mendekat ada sedikit hal yang membuatnya merasa asing dengan wajahnya. Michae hanya tersipu. "Apa kau sengaja menciptakan ini?" Michae mengangguk."Ku pikir cukup cantik untukmu." Michae memperhatikan bintik yang menghiasi wajah Keona.Keona setuju. "Terimakasih Michae."Michae mengangguk girang menatap Keona menjauh membawa sebuah dress pantai berwarna biru dengan bercak putih, pink, dan hijau yang cukup banyak."Erick, apa kau bisa membantuku?"Erick segera meletakkan ponselnya dan memburu menuju ruang ganti. "Apa aku perlu masuk?""Ya.""KEONA!" Teriak E
Happy reading 😘Saat ini cukup dengan hanya menatap dan mengetahuimenunggu takdir yang akan bekerja hinggasampai pada waktunya kau dan aku akan menjadi satu garis takdir untuk hidup bersama-Alvin Maldiery ----"Kau tahu orang yang akan kita temui setengah iblis," ujar Jhony bergidik ngeri.Alvin mendengus, "kita hanya akan membicarakan beasiswa yang akan Daguen Group sumbangkan untuk Victorius hilangkan wajah bodohmu.""Lalu apa hubungannya denganku, Dude? kau menyeretku kemari, jika pasienku meregang nyawa saat aku menemanimu maka kau manusia yang paling bertanggung jawab atas segalanya." Alvin mengangkat bahunya acuh saat Jake berucap."Apa kau takut untuk bertemu Bready sendirian?" Ledek Jhony tertawa dengan alis yang di naik turunkan.Alvin menatap Jhony dengan pandangan tidak percaya, "yang benar saja.""Kau tidak mengajak Justine, Vin? Apa kau masih dendam dengannya?" Canda Jake.
Happy reading 😘Hanya menunggu takdir menyatukan Kita entah berapa lama, denganharapan dapat mencinta lebih lama dari pada saat menunggu takdir menyatukan kita---"Terima kasih atas kerjasamanya, Mr. Daguen. Senang dapat bekerja sama." Alvin mengulurkan tangan ke arah Bready dan tersenyum, diikuti oleh Jake dan Jhony."Me too, kuharap kerjasama yang terjalin tidak cepat berakhir," ujar Bready tersenyum sangat tipis pada Alvin, hingga tidak ada satupun dari tiga pria di dalam ruangan yang dapat menangkap senyuman Bready."Saya harap anda dapat menyempatkan diri untuk datang melihat langsung Risen Victorius University.""Sekretarisku akan segera mengatur jadwalnya, dia akan segera menghubungimu." "Baiklah, kami harus segera berpamitan." Jake menyahut, seraya beranjak dari duduknya dan diikuti oleh Jhony setelah mendapatkan anggukan dari pemilik ruangan.Suasana terasa tidak menyenangkan, aur
Happy reading 😘Jika bersabar adalah cara untuk mendapatkan hati dan ragamu. Maka aku akan melakukannya tanpa lelah. -Alvin Maldiery ----Matahari mulai meninggi, sinar hangat kini mulai terasa meningkat menjadi panas. Hembusan napas berat beberapa kali menyusup ke telinga Bready. Seakan memberitahu jika si pemilik napas memiliki sesuatu yang sangat berat yang tidak dapat diungkapkan. Mata Bready mengamati Keona yang selalu menatap ke arah luar jendela."Apa yang sedang terjadi, Yona?" Tanya Bready, sungguh ia tidak tahan lagi. "Tidak ada," jawab Keona singkat. Matanya kembali mengarah keluar jendela. Ia tidak ingin Bready mendapatkan sesuatu dari matanya. "Jangan pernah menyembunyikan sesuatu dariku, kau akan tahu apa akibatnya!" Tukas Bready, matanya hanya dapat menangkap kilauan rambut cokelat yang diterpa sinar matahari. "Kau dapat mengintimidasi siapapun, tapi tidak denganku!" Balas Keona jengah seraya memutar bola mata. Dirinya benci dengan sikap diktator Bready. Suasana
Gaun ungu terlihat menempel pas di tubuh Keona. Gaun dengan bahan dasar tile ungu muda dipenuhi dengan ribuan rhinestones berwarna senada. Ester mendesain gaun seksi dengan jenis halter, menutupi dua bukit indah Keona dan memiliki tali tipis melingkari perut hingga ke pinggul. Belahan tinggi di bagian tengah seakan ingin memperlihatkan sesuatu yang intim di sela paha si pengguna. Ester terpesona melihat hasil karyanya melekat dengan sangat indah di tubuh Keona. Gaun ini terlihat seakan menemukan pemiliknya. Keona berputar beberapa kali, terlihat pantulan sinar dari rhinestones yang menambah kemewahan gaun seksi ini. "Yona, aku bahkan rela memberikannya untukmu." Si desainer sangat terkagum, para staf yang melihatnya tidak mampu mengalihkan pandangan. Keona kembali berputar, ekor gaun mengikuti langkahnya. Terlihat dari cermin punggung Keona terekspos dengan sempurna hingga ke bagian pinggul. Bukan hanya punggung, belahan dada, perut bagian kanan dan kir
Alvin menatap Keona yang masih saja tidak sadarkan diri. Setelah Jake memeriksakan keadaannya dan memberikan beberapa salep untuk memar di tubuh Keona, wanita ini masih tetap tertidur. Tiga jam berlalu, ia pikir Bready Alan Daguen akan segera mendatanginya. Namun ternyata tidak, Lucifer itu masih tidak menghampirinya. Ia kembali memperhatikan Keona, segala perhiasan gaun serta sepatu wanita ini telah Alvin lenyapkan. Sejak dirinya kembali ke apartemen, Alvin meminta mata-matanya untuk memusnahkan semua barang milik Keona tanpa terkecuali. Untuk menghindari GPS yang melekat di sana. Ucapan Jake kembali terngiang, apakah mungkin Bready memasang GPS di tubuh Keona tanpa wanita itu sadari? Jika ya, maka Bready adalah manusia yang sangat gila. Jake telah meninggalkan apartemen bersama dengan seorang perawat yang tadi datang bersamanya. Pria itu mengatakan tidak ingin ikut ke neraka bersama Alvin malam ini. Sungguh teman yang tidak setia, seharusnya Jake membantu bagaimanapun
Rahang mengeras, napas yang memburu mengisi setiap langkahnya saat menuruni tangga. Ia melihat dengan mata kepala, wanitanya di siksa dan di lecehkan oleh seorang pria. Dengan keras ia menghantam kepala pria yang sedang menatap Keona dengan bergairah. Pria itu terjatuh ke arah tangga, akibat kepalan tangan yang baru saja ia berikan. Ia kembali memburu pria yang kini terlihat sedang berusaha untuk berdiri. Ya, pria blonde ini harus mati karena telah menyakiti miliknya. Dengan cepat ia kembali menyerang Ferdio dengan pukulan bertubi-tubi. "Kau harus mati, sialan!" ucapnya. Ia kembali menyerang wajah Ferdio yang berusaha dilindungi pria itu dengan kedua tangannya. "What are you doing, hentikan bajingan! Kita bisa menikmatinya bersama!" Teriak Ferdio, ia berusaha mendorong pria dengan setelan jas hitam di tubuhnya. Pria ini sangat kuat hingga ia kembali terjatuh merasakan dinginnya lantai penghubung. Mendengar ucapan dari Ferdio, ia semakin berang pan
Keona memendarkan mata ke segala arah, semua orang terlihat sibuk berbincang, menari, dan berpesta. Sejak tadi pula acara inti kata sambutan dari si pemilik pesta Brealdy Alan Daguen telah selesai dan kini pesta yang sesungguhnya telah dimulai beberapa saat yang lalu. Alkohol, asap dari nikotin, serta para penari yang dengan lincah memperlihatkan lekuk tubuh mereka di atas panggung. Riuh suara musik yang memekakkan telinga menambah suasana menjadi lebih meriah. Seketika ruangan menjadi gelap, berganti dengan lampu redup dan lampu sorot yang sesekali berputar mengelilingi ballroom. Hembusan napas terdengar, Keona kembali memendarkan pandangannya. Matanya menangkap Bready yang terlihat berbincang bersama beberapa orang di meja bundar di sudut ruangan seraya berdiri. Pria itu terlihat mendominasi dengan aura hitam di sekelilingnya. Lucifer yang sungguh tidak tertandingi, Keona yakin semua orang yang berada di sekeliling Bready tidak dapat bernapas dengan sempurna. Kini Keona memutar
Keona dan Bready berjalan seraya bergandengan tangan memasuki resort. Setelah Bready mencerca para wartawan dengan segala kamera dan blitz yang mengarah pada dirinya dan Keona. Wanita itu terlihat biasa, santai dan berjalan dengan anggun. Berbeda dengan Bready yang seakan kesulitan melihat red carpet di depannya karena pandangan menggelap akibat sinar dari kamera yang menyala ratusan kali. "Kau harus sedikit lebih ramah kepada mereka," ucap Keona seraya menatap Bready yang menampilkan wajah masam serta rutukan yang masih saja terdengar. "Aku tidak mengerti dengan manusia bodoh yang ingin dipotret ataupun di rekam dengan blitz yang sangat menyilaukan itu. Wartawan sialan!" umpatnya. "Orang bodoh itu aku." Keona menarik kulit perut bagian kiri Bready lalu memutarnya hingga terdengar erangan. "Sejak tadi mulutmu yang manis itu terus saja mengumpat ku, kau mengatakan aku jalang lalu kau mengatakan aku bodoh." "Yona lepaskan, aku tidak berma
Bready menatap jam tangan Richard Mille berwarna perak yang melingkar pas di pergelangan tangannya. Dirinya telah menunggu Keona sejak enam puluh delapan menit yang lalu. Ia tidak ingin mendesak waktu make up wanita itu, karena beberapa waktu lalu Keona membentaknya. Keona mengatakan jangan mendesak seorang wanita yang sedang bersiap, itu akan menghancurkan mood mereka. Bagaimanapun bajingan nya Bready memperlakukan orang lain, namun ia tetap takut jika Keona telah berteriak padanya. Bready menatap sekeliling apartemen milik Keona, tidak ada yang berbeda. Segalanya tetap sama, pigura yang terpajang rapi menampilkan gambar seorang remaja pria bermata hazel sedang tertawa lebar. Lalu beberapa pigura yang tergantung menampilkan gambar Keona dan seorang remaja pria yang sama dengan berbagai pose yang terlihat sangat bahagia. Bready merindukan suasana kala itu, dimana ia dapat melihat dengan mudah senyum dan tawa bahagia Keona. "Aku sudah siap," ujar Keona setelah mem
Bready tersenyum saat mendapati seorang wanita yang baru saja turun dari mobil Lamborghini. Wanita yang mengenakkan setelan formal dengan rambut tergerai indah. Senyumannya serta langkah kecilnya membuat semua yang menatap ke arah Keona turut tertular oleh wajah ceria yang kini diperlihatkannya. "Ingin beralih profesi menjadi salah satu CEO?" tanya Bready. Ia segera mendekap Keona saat wanita itu menerjang tubuhnya dengan pelukan. Wajah Keona ceria, namun terlihat jelas dari mata jika energinya telah habis terkuras. "Tidak Bre. Kau pasti tidak akan memberiku kesempatan untuk santai barang sejenak." Keona menyurukkan kepalanya pada dada bidang Bready, wangi maskulin pria ini begitu candu untuknya. "Kau dapat menyewa seorang profesional untuk membantumu," rayu Bready. Matanya beralih menatap pucuk kepala berambut cokelat yang terlihat menggelengkan kepala. "Lelah? hmm?" Keona mendongakkan kepala menatap ke arah Bready. "Nanti akan kupikir," jawab Keona untuk tawaran Bready. "Ya,
Ratusan blitz terlihat sejak sepuluh menit yang lalu, ratusan pose yang diperagakan Keona tertangkap oleh kamera. Layar iPad terpampang jelas hasil jepretan kamera yang menampilkan gambar Keona terlihat sangat sempurna. Erick tetap bertepuk tangan dan menatap kagum ke arah wanita yang kini mengenakan setelan formal. Walaupun beberapa puluh menit yang lalu penyihir jahat itu, mencercanya tanpa rasa kasihan. Tentu saja Keona mengamuk dan mencerca, karena Erick tertidur dan hampir melupakan jadwal pemotretan Keona. Terkadang wajah dan mulut pedas Keona sangat tidak sesuai, terkadang Erick ingin membungkam mulut Keona dengan cara memberi plaster ataupun menyumpal kain. Itu dapat dilakukan Erick hanya dalam benaknya saja, jika ia lakukan di dunia nyata jelas satu menit kemudian tubuhnya dan rohnya akan terpisah karena Bready Alan Daguen membunuhnya. Bagaimana mungkin wajah malaikat tersebut disertai dengan mulut setan yang terkadang membuat Erick ingin sekali membunuh
Denting bell pengumuman berbunyi beberapa kali, seluruh mahasiswa yang sedang berjalan ataupun melakukan kegiatan segera menghentikan aktivitas mereka. Begitu pula dengan Ulfia, Reina, dan Keona yang sedang berjalan ke arah kelas. Tatapan tanya terpancar dari mata Reina ke arah Ulfia, wanita itu terlihat mengedikkan bahu tanda tidak tahu apa isi dari pengumuman tersebut. Sedangkan Keona menatap layar ponselnya untuk menghubungi Erick. "Mahasiswi bernama Keona Dee harap segera menuju ke gedung fakultas." Pengumuman terulang hingga tiga kali, namun Keona masih tidak menyadarinya. Keona memiliki janji pemotretan hari ini, namun Erick masih tidak dapat di hubungi sedangkan di waktu malam hari Keona harus menemani Bready untuk meninjau resort milik Brealdy. Terkadang Erick sungguh sialan dengan segala tingkah lakunya yang menyulitkan Keona. Beberapa pasang mata menatap ke arah Keona, Reina menyadarinya sedangkan Keona tentu saja tidak. Akhirnya Reina menyent
Justine terlihat sangat menikmati pemandangan di hadapannya. Kedua lengannya melebar memenuhi sandaran kursi bersama dengan jemari kanan yang menggenggam wine. Kaki kanan yang terlipat di atas kaki kiri dengan santai semakin menunjukkan betapa Justine sangat sangat menikmati ekspresi tidak perduli yang masih saja Keona tujuan padanya. "Di mana kau mengenal Maldiery?" Bibir Justine mungkin saja akan terlepas sebentar lagi jika tidak ia gunakan untuk bicara. Pria itu benci suasana yang sepi tanpa kata, padahal terdapat sesosok manusia di depannya. Keona menatap sebentar, lalu kembali memalingkan wajah. "Kau tidak perlu tahu, aku hanya akan berada di sini untuk kembali ke apartemenku dan kau yang menawarkan diri. Jadi berhentilah untuk saling berinteraksi." Mata Keona kembali tertuju pada layar datar yang menampilkan adegan vulgar dari video klip musik Barat. Ia lebih baik menatap layar tersebut dari pada menatap wajah menyebalkan Justine. Pria itu bukan menelanjangi Keona dengan tatapa