Keona beberapa kali menatap jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Bready mengatakan akan datang menjemput, namun tiga puluh menit berlalu dari waktu yang dijanjikan. Sedikit khawatir karena Bready baru saja akan menjalani harinya setelah satu minggu berada di rumah sakit. Keona coba menghubungi beberapa kali, namun tetap berakhir dengan suara operator memenuhi indera pendengarannya.
Akhirnya Keona menyambar kunci audi, ia akan pergi sendiri saja. Jika terlambat, mungkin saja ia tidak dapat mengikuti mata kuliah pertama. Keona sungguh tidak menyukai seseorang yang mengingkari janji, dan seseorang yang tidak tepat waktu. Sekalipun Bready, ia tetap tak akan suka. Saat memasuki lift beberapa orang memperhatikannya, namun Keona tidak terlalu peduli untuk membalas tatapan mereka.Keona menghembuskan napas kasar bersamaan dengan pintu lift terbuka. Terlihat wajah Bready Alan Daguen dan beberapa orang yang sedang menunggu lift terbuka. Tanpa perduli Keona berjalan tanpa menghiraukan panggilan dari Bready.Bready mempercepat langkah, panggilannya tidak di dengar. Keona pasti kesal karena ia terlambat. "Yona." Panggilnya untuk ke sekian kali. Keona seakan tuli dan tetap berjalan cepat menuju mobilnya. "Yona, kepalaku sakit saat mengejar langkahmu!" Teriak Bready akhirnya.Keona berhenti dan berbalik. "tidak ada yang memintamu mengejar ku!" Semua orang disekitar mereka memperhatikan interaksi yang tidak biasa. Keona dapat merasakannya.Bready kembali berlari dan menghadang gadis berkemeja putih dihadapannya. "Ikut aku!""Tidak.""Kumohon."Dengan wajah kesal Keona berbalik. "Hanya karena sekarang adalah hari pertamamu beraktivitas!"Senyuman terukir di wajah Bready, ia segera mengikuti langkah Keona, dan membukakan pintu mobil. Mobil melaju cepat, Bready tahu jika Keona pasti terburu karena keterlambatan yang ia lakukan. Sesekali mata tajamnya melirik Keona yang memfokuskan diri pada ponsel. Selalu ada cerita yang dibagikan oleh Keona, namun hari ini ia mengatup rapat bibir mungilnya."Yona?" Panggil Bready."Hmm," gumam Keona yang masih sibuk dengan benda bernama ponsel. Bercerita dengan Erick cukup efektif saat jengah melihat wajah Bready."Apa ponselmu lebih menarik dari wajah tampanku?" Keona memutar bola mata mendengar ucapan Bready, begitu percaya diri. "Apa,-" ucapan Bready terputus oleh dering ponsel. "Ooohhh sial!" Umpatnya.Keona menghadap penuh ke arah Bready. Ia tersenyum menyaksikan wajah kesal si pemarah yang menurutnya sangat tampan. Pria dengan segala kesempurnaan, terkadang cukup menyebalkan untuk menjadikan Keona bahan lelucon hingga mereka berhari-hari tidak bertemu karena Keona marah padanya."Begitu pagi untuk mengacaukan hari seseorang!""...""Kau dapat mengatakan pada mereka datang ke kantor setelah jam istirahat.""...""Ada lagi yang ingin kau sampaikan? Kau membuang waktuku!""..."Keona memiringkan kepala, alis rapinya terangkat satu dan senyum culas menghiasi wajah sempurnanya. Bready selalu mengatakan jika ia tidak menyukai wajah itu. Bagai penyihir jahat di film Brave, Keona speechless karena Bready mengetahui film animasi pemeran utamanya seorang wanita berambut keriting dan berwarna orange. Setelah bertanya, ingatannya kembali bahwa Keona pernah mengajak Bready untuk menonton."Hey, jangan menatapku seperti penyihir jahat." Kibasan tangan Bready membuat Keona menghempaskan tubuhnya pada sandaran kursi mobil."Apa yang ingin kau tanyakan?" Tanya Keona setelah dering ponsel memotong ucapan Bready. Uluran tangan terlihat melintasi mata Bready, tidak begitu mengganggu. Keona menghapus gelombang di dahinya. "Dahimu akan berkerut lebih dulu sebelum umurmu bertambah, berhenti melakukannya."Bready meraih jemari bercat kuning di dahinya, kuku cantik Keona beberapa hari lalu berwarna hitam pekat dan sekarang berganti menjadi kuning cerah. Tidak mengherankan itulah tuntutan pekerjaan Keona. Kecupan lembut memenuhi kulit punggung tangan bening Keona, Bready pelakunya dan Keona selalu bahagia karenanya."Tetap seperti ini, mempercayaiku dengan sepenuh hatimu." Terdengar suara yang sarat akan rasa bersalah, memancing Keona untuk memicingkan mata."Apa yang kau lakukan Bre?" Keona penuh selidik."Tidak ada." Menatap Keona yang memicingkan mata membuatnya merasa gemas, jamari Bready mengacak puncak kepalanya."Bre!" Teriak Keona garang.Tawa terdengar disela alunan instrumen piano memenuhi segala sisi mobil Bready. Kebersamaan seperti ini sangat berharga bagi Bready. Ia ingin mendapatkan banyak hal seperti tadi hingga Keona sendiri pergi meninggalkannya setelah sadar."Ada apa?" Mata hijau Keona kembali menatap Bready karena perubahan raut wajahnya."Tidak, hanya teringat sesuatu." Ia kembali menekuri kegiatannya. "Jadi, apa kegiatanmu setelah belajar?"Hembusan napas lelah terdengar. "Kegiatan yang membosankan, berada di hadapan kamera dengan blitz yang sangat menyilaukan." terdengar seperti keluhan."Kau ingin berhenti melakukannya?" Bready sungguh serius bertanya."Tidak, aku menyukainya. Tentu saja jika berhenti maka aku akan menjadi gelandangan." Keona meringis karena imajinasi gilanya."Daddy mu sangat kaya, tidak mungkin membiarkanmu menjadi gelandangan," ujar Bready sengaja menekan kata Daddy. "Lagipula aku mampu menghidupimu hingga kapan pun. Dapat membeli apapun yang kau inginkan dan dapat mengirimmu kemanapun kau ingin berlibur.""Ucapanmu mengarah seakan aku wanita penganut materialisme," ucap Keona.Bready tertawa. "Baiklah, baiklah. Silahkan turun Nona, kita telah sampai di tempat bermainmu. Aku akan menjemputmu nanti, kabari aku jika kau selesai." Bready berusaha merengkuh pundak mungil di sampingnya namun ia kalah gesit.Keona menjulurkan lidah ke arahnya. Sungguh gadis nakal."Hey, aku menginginkan sesuatu!" Namun yang di dapat Bready adalah bantingan keras pintu mobil. "Baiklah jika kau memaksa."Bready beringsut turun membiarkan pintu mobil terbuka dan segera mencekal lengan mungil Keona. Menurut Keona pria ini gila karena setelah lengan, Bready kini mencekam bahunya memaksa untuk melihat mata kelam tersebut."Apa yang kau lakukan?""Kau melupakan kecupan selamat tinggalmu gadis kecil." Bready melakukannya. "Selamat tinggal." Lalu pergi begitu saja.Langkah lebar Bready meninggalkan Keona yang mematung. Bukan, bukan karena terkejut akan kecupan hangat Bready di dahinya. Keona lebih takut karena para pecinta Bready menatap bagai singa kelaparan pada Keona dari segala arah."Ya Tuhan, tabahkan aku."Seseorang memperhatikan interaksi intens keduanya, terlihat mereka bagai sepasang kekasih yang serasi, bahkan sangat serasi. Tetapi hatinya sendiri yang mengatakan tidak akan mundur setelah mengklaim sesuatu sebagai miliknya.Tidak akan.---"Kau terlalu lama Nona," cerca Erick saat Keona mendaratkan bokong di kursi mobil yang nyaman."Baru saja usai."Keona memijat pangkal hidung, terlihat sedikit pusing, lelah, atau hanya ingin. Entahlah Erick tidak dapat menganalisanya walaupun mereka berteman sejak usia delapan tahun. Ia hanya diam fokus mengemudi, membiarkan putri tidur sedikit tertidur. Sesekali matanya menyapu wajah Keona, cantik, kaya, dan memesona. Jangan lupakan kesombongan dan ketajaman ucapannya.Jika di pikirkan tidak ada cela untuk Keona merasa buruk, namun beberapa kejadian di masa silam membuatnya perlahan berubah menjadi pemurung dan membatasi diri untuk orang lain. Bahkan Erick turut merasakan imbasnya. Erick tidak tahu kapan ia akan melihat kembali tawa bahagia Keona yang sesungguhnya, bukan paksaan saat berada di depan kamera. Belasan tahun bekerjasama, ia sangat ingin Keona mendapatkan kebahagiaan."Putri tidur, bangunlah. Bangunlah." Erick mencoba membangunkan Keona karena telah sampai. Gedung pemotretan cukup dekat untuk di jangkau, dan jalan raya sedang bersahabat pada mereka.Keona mengerjapkan mata, memandang wajah Erick tepat di depan wajahnya membuat telapak tangannya refleks mendorong wajah pria itu hingga membentur dashboard."Oh, sialnya kau Yona!" Umpat Erick memegangi kepala yang seakan gegar otak."Hanya kau yang aku perbolehkan mengumpat ku maka teruslah mengumpat!" Balas Keona sarkas. Ia segera turun meninggalkan Erick."Itu hanya karena orang tuamu mengadopsi ku dan memberikan segalanya tanpa perbedaan di antara kalian! Ya, hanya itu." Erick bersedekap kesal. "Jika tidak, aku akan menerkam mu!" Erick terkejut karena Keona berbalik menunjuk tepat ke wajahnya, serta mata mereka bertemu. Sedikit mengherankan karena kaca mobil dilapisi dengan pelapis hitam pekat tak tertembus. "Dasar kau pemeran penyihir jahat di snow white!" Erick segera berlari menyusul Keona yang berjalan begitu angkuh.'Ayolah Keona, kau tidak setegar karang saat menahan ombak, dan kau tidak sekeras tebing saat diterpa badai.' Eric tertawa sumbang seraya memerhatikan Keona yang memiliki akting luar biasa. Ia melihat Mhilea menyambut si angkuh dengan bahagia."Keona, senang bertemu denganmu dalam waktu singkat." Wanita paruh baya menerjang Keona dengan pelukan.Dengan senyum seadanya Keona menjawab. "Aku juga, jadi di mana tempatku?" Tanpa basa-basi, khas Keona."Ruangan dengan pintu berwarna merah, kau akan senang saat membukanya.""Oh, aku tidak sabar, sampai jumpa Mhilea."Keona melihat Erick membukakan pintu untuknya, sedikit merunduk hingga membuat Keona kesal."Go to hell!" Erick hanya menyeringai mendengar ucapan kasar Keona dan ikut melangkah masuk.Mata Keona memendar melihat beberapa pakaian tergantung di sana, bahkan terdapat lingerie. Mata tajam Keona kini menyorot pada Erick meminta penjelasan."Aku tidak tahu kau membencinya." tunjuk Erick pada dua lingerie berwarna cerah, kuning dan hijau muda membuat mata sedikit memicing saat melihat."Aku tidak akan memakainya." Putus Keona tak ingin bantahan."Kau harus, Yona." Erick coba melunak."Tidak!" kali ini Keona berkecak pinggang dengan mata melebar sempurna. "Kau saja yang gunakan dan silahkan berfoto sesukamu, jangan lupakan suntik hormonmu dua hari lagi!" Keona tersenyum jahat karena yakin akan menyakiti harga diri Erick.Terlihat Erick gemas namun tidak mampu melakukan apapun. "Keona! Kau!" Ucapan Erick terhenti saat seorang wanita muncul."Hey! Apa yang terjadi?" Michae berlari menghampiri sepasang manusia yang bersitegang, berusaha menengahi.Michae mengenal Keona, beberapa kali bertemu dan menata penampilan Keona membuatnya bahagia dapat bertemu seorang manusia yang memiliki kecantikan luar biasa. Ia masih menatap Keona dan Erick bergantian. Dua manusia yang selalu bersama, namun sering kali terlibat pertengkaran."Erick, apa masalahnya?" Tatapan Michae menyiratkan tidak mengerti akan situasi yang terjadi. Jika meminta pada Keona, ia yakin gadis keras kepala itu tidak ingin disalahkan."Hanya karena lingerie," ucap Erick seakan mengatakan pada Keona 'kau begitu keterlaluan'.Michae menghembuskan napas, "baiklah-baiklah, kau tidak akan menggunakannya." Dua tangan wanita berusia dua puluh tiga tahun ini turut berbicara."Harusnya aku membawa Michae padaku!" sarkas Keona lagi pada Erick.Erick hanya menatap geram, namun tetap Keona lah juaranya. Bagaimanapun, Erick tetap mencintai gadis angkuh pemeran penyihir di film Snow White.Mereka memang selalu bertengkar, tapi akan selalu Erick pastikan mereka akan selalu bersama. Ya, Erick akan selalu menjaga Keona dengan segala kemampuan yang ia miliki. Karena ada banyak hal yang keluarga Keona berikan untuk keberlangsungan anak yang hidup sebagai yatim piatu seperti dirinya."Ya Tuhan, Yona. Kau sangat cantik!" Teriak Michae antusias.Keona terlonjak, sedangkan Erick ingin mengumpat karena terjatuh dari sofa mendengar suara nyaring wanita yang baru saja teriak. Suara Michae tiada tanding, ia terkikik setelah melihat Erick berada di lantai. "Kau yang selalu membuatku terlihat cantik." Keona tersenyum melalui cermin, saat mendekat ada sedikit hal yang membuatnya merasa asing dengan wajahnya. Michae hanya tersipu. "Apa kau sengaja menciptakan ini?" Michae mengangguk."Ku pikir cukup cantik untukmu." Michae memperhatikan bintik yang menghiasi wajah Keona.Keona setuju. "Terimakasih Michae."Michae mengangguk girang menatap Keona menjauh membawa sebuah dress pantai berwarna biru dengan bercak putih, pink, dan hijau yang cukup banyak."Erick, apa kau bisa membantuku?"Erick segera meletakkan ponselnya dan memburu menuju ruang ganti. "Apa aku perlu masuk?""Ya.""KEONA!" Teriak E
Happy reading đSaat ini cukup dengan hanya menatap dan mengetahuimenunggu takdir yang akan bekerja hinggasampai pada waktunya kau dan aku akan menjadi satu garis takdir untuk hidup bersama-Alvin Maldiery ----"Kau tahu orang yang akan kita temui setengah iblis," ujar Jhony bergidik ngeri.Alvin mendengus, "kita hanya akan membicarakan beasiswa yang akan Daguen Group sumbangkan untuk Victorius hilangkan wajah bodohmu.""Lalu apa hubungannya denganku, Dude? kau menyeretku kemari, jika pasienku meregang nyawa saat aku menemanimu maka kau manusia yang paling bertanggung jawab atas segalanya." Alvin mengangkat bahunya acuh saat Jake berucap."Apa kau takut untuk bertemu Bready sendirian?" Ledek Jhony tertawa dengan alis yang di naik turunkan.Alvin menatap Jhony dengan pandangan tidak percaya, "yang benar saja.""Kau tidak mengajak Justine, Vin? Apa kau masih dendam dengannya?" Canda Jake.
Happy reading đHanya menunggu takdir menyatukan Kita entah berapa lama, denganharapan dapat mencinta lebih lama dari pada saat menunggu takdir menyatukan kita---"Terima kasih atas kerjasamanya, Mr. Daguen. Senang dapat bekerja sama." Alvin mengulurkan tangan ke arah Bready dan tersenyum, diikuti oleh Jake dan Jhony."Me too, kuharap kerjasama yang terjalin tidak cepat berakhir," ujar Bready tersenyum sangat tipis pada Alvin, hingga tidak ada satupun dari tiga pria di dalam ruangan yang dapat menangkap senyuman Bready."Saya harap anda dapat menyempatkan diri untuk datang melihat langsung Risen Victorius University.""Sekretarisku akan segera mengatur jadwalnya, dia akan segera menghubungimu." "Baiklah, kami harus segera berpamitan." Jake menyahut, seraya beranjak dari duduknya dan diikuti oleh Jhony setelah mendapatkan anggukan dari pemilik ruangan.Suasana terasa tidak menyenangkan, aur
Happy reading đJika bersabar adalah cara untuk mendapatkan hati dan ragamu. Maka aku akan melakukannya tanpa lelah. -Alvin Maldiery ----Matahari mulai meninggi, sinar hangat kini mulai terasa meningkat menjadi panas. Hembusan napas berat beberapa kali menyusup ke telinga Bready. Seakan memberitahu jika si pemilik napas memiliki sesuatu yang sangat berat yang tidak dapat diungkapkan. Mata Bready mengamati Keona yang selalu menatap ke arah luar jendela."Apa yang sedang terjadi, Yona?" Tanya Bready, sungguh ia tidak tahan lagi. "Tidak ada," jawab Keona singkat. Matanya kembali mengarah keluar jendela. Ia tidak ingin Bready mendapatkan sesuatu dari matanya. "Jangan pernah menyembunyikan sesuatu dariku, kau akan tahu apa akibatnya!" Tukas Bready, matanya hanya dapat menangkap kilauan rambut cokelat yang diterpa sinar matahari. "Kau dapat mengintimidasi siapapun, tapi tidak denganku!" Balas Keona jengah seraya memutar bola mata. Dirinya benci dengan sikap diktator Bready. Suasana
Gaun ungu terlihat menempel pas di tubuh Keona. Gaun dengan bahan dasar tile ungu muda dipenuhi dengan ribuan rhinestones berwarna senada. Ester mendesain gaun seksi dengan jenis halter, menutupi dua bukit indah Keona dan memiliki tali tipis melingkari perut hingga ke pinggul. Belahan tinggi di bagian tengah seakan ingin memperlihatkan sesuatu yang intim di sela paha si pengguna. Ester terpesona melihat hasil karyanya melekat dengan sangat indah di tubuh Keona. Gaun ini terlihat seakan menemukan pemiliknya. Keona berputar beberapa kali, terlihat pantulan sinar dari rhinestones yang menambah kemewahan gaun seksi ini. "Yona, aku bahkan rela memberikannya untukmu." Si desainer sangat terkagum, para staf yang melihatnya tidak mampu mengalihkan pandangan. Keona kembali berputar, ekor gaun mengikuti langkahnya. Terlihat dari cermin punggung Keona terekspos dengan sempurna hingga ke bagian pinggul. Bukan hanya punggung, belahan dada, perut bagian kanan dan kir
Justine terlihat sangat menikmati pemandangan di hadapannya. Kedua lengannya melebar memenuhi sandaran kursi bersama dengan jemari kanan yang menggenggam wine. Kaki kanan yang terlipat di atas kaki kiri dengan santai semakin menunjukkan betapa Justine sangat sangat menikmati ekspresi tidak perduli yang masih saja Keona tujuan padanya. "Di mana kau mengenal Maldiery?" Bibir Justine mungkin saja akan terlepas sebentar lagi jika tidak ia gunakan untuk bicara. Pria itu benci suasana yang sepi tanpa kata, padahal terdapat sesosok manusia di depannya. Keona menatap sebentar, lalu kembali memalingkan wajah. "Kau tidak perlu tahu, aku hanya akan berada di sini untuk kembali ke apartemenku dan kau yang menawarkan diri. Jadi berhentilah untuk saling berinteraksi." Mata Keona kembali tertuju pada layar datar yang menampilkan adegan vulgar dari video klip musik Barat. Ia lebih baik menatap layar tersebut dari pada menatap wajah menyebalkan Justine. Pria itu bukan menelanjangi Keona dengan tatapa
Denting bell pengumuman berbunyi beberapa kali, seluruh mahasiswa yang sedang berjalan ataupun melakukan kegiatan segera menghentikan aktivitas mereka. Begitu pula dengan Ulfia, Reina, dan Keona yang sedang berjalan ke arah kelas. Tatapan tanya terpancar dari mata Reina ke arah Ulfia, wanita itu terlihat mengedikkan bahu tanda tidak tahu apa isi dari pengumuman tersebut. Sedangkan Keona menatap layar ponselnya untuk menghubungi Erick. "Mahasiswi bernama Keona Dee harap segera menuju ke gedung fakultas." Pengumuman terulang hingga tiga kali, namun Keona masih tidak menyadarinya. Keona memiliki janji pemotretan hari ini, namun Erick masih tidak dapat di hubungi sedangkan di waktu malam hari Keona harus menemani Bready untuk meninjau resort milik Brealdy. Terkadang Erick sungguh sialan dengan segala tingkah lakunya yang menyulitkan Keona. Beberapa pasang mata menatap ke arah Keona, Reina menyadarinya sedangkan Keona tentu saja tidak. Akhirnya Reina menyent
Ratusan blitz terlihat sejak sepuluh menit yang lalu, ratusan pose yang diperagakan Keona tertangkap oleh kamera. Layar iPad terpampang jelas hasil jepretan kamera yang menampilkan gambar Keona terlihat sangat sempurna. Erick tetap bertepuk tangan dan menatap kagum ke arah wanita yang kini mengenakan setelan formal. Walaupun beberapa puluh menit yang lalu penyihir jahat itu, mencercanya tanpa rasa kasihan. Tentu saja Keona mengamuk dan mencerca, karena Erick tertidur dan hampir melupakan jadwal pemotretan Keona. Terkadang wajah dan mulut pedas Keona sangat tidak sesuai, terkadang Erick ingin membungkam mulut Keona dengan cara memberi plaster ataupun menyumpal kain. Itu dapat dilakukan Erick hanya dalam benaknya saja, jika ia lakukan di dunia nyata jelas satu menit kemudian tubuhnya dan rohnya akan terpisah karena Bready Alan Daguen membunuhnya. Bagaimana mungkin wajah malaikat tersebut disertai dengan mulut setan yang terkadang membuat Erick ingin sekali membunuh
Alvin menatap Keona yang masih saja tidak sadarkan diri. Setelah Jake memeriksakan keadaannya dan memberikan beberapa salep untuk memar di tubuh Keona, wanita ini masih tetap tertidur. Tiga jam berlalu, ia pikir Bready Alan Daguen akan segera mendatanginya. Namun ternyata tidak, Lucifer itu masih tidak menghampirinya. Ia kembali memperhatikan Keona, segala perhiasan gaun serta sepatu wanita ini telah Alvin lenyapkan. Sejak dirinya kembali ke apartemen, Alvin meminta mata-matanya untuk memusnahkan semua barang milik Keona tanpa terkecuali. Untuk menghindari GPS yang melekat di sana. Ucapan Jake kembali terngiang, apakah mungkin Bready memasang GPS di tubuh Keona tanpa wanita itu sadari? Jika ya, maka Bready adalah manusia yang sangat gila. Jake telah meninggalkan apartemen bersama dengan seorang perawat yang tadi datang bersamanya. Pria itu mengatakan tidak ingin ikut ke neraka bersama Alvin malam ini. Sungguh teman yang tidak setia, seharusnya Jake membantu bagaimanapun
Rahang mengeras, napas yang memburu mengisi setiap langkahnya saat menuruni tangga. Ia melihat dengan mata kepala, wanitanya di siksa dan di lecehkan oleh seorang pria. Dengan keras ia menghantam kepala pria yang sedang menatap Keona dengan bergairah. Pria itu terjatuh ke arah tangga, akibat kepalan tangan yang baru saja ia berikan. Ia kembali memburu pria yang kini terlihat sedang berusaha untuk berdiri. Ya, pria blonde ini harus mati karena telah menyakiti miliknya. Dengan cepat ia kembali menyerang Ferdio dengan pukulan bertubi-tubi. "Kau harus mati, sialan!" ucapnya. Ia kembali menyerang wajah Ferdio yang berusaha dilindungi pria itu dengan kedua tangannya. "What are you doing, hentikan bajingan! Kita bisa menikmatinya bersama!" Teriak Ferdio, ia berusaha mendorong pria dengan setelan jas hitam di tubuhnya. Pria ini sangat kuat hingga ia kembali terjatuh merasakan dinginnya lantai penghubung. Mendengar ucapan dari Ferdio, ia semakin berang pan
Keona memendarkan mata ke segala arah, semua orang terlihat sibuk berbincang, menari, dan berpesta. Sejak tadi pula acara inti kata sambutan dari si pemilik pesta Brealdy Alan Daguen telah selesai dan kini pesta yang sesungguhnya telah dimulai beberapa saat yang lalu. Alkohol, asap dari nikotin, serta para penari yang dengan lincah memperlihatkan lekuk tubuh mereka di atas panggung. Riuh suara musik yang memekakkan telinga menambah suasana menjadi lebih meriah. Seketika ruangan menjadi gelap, berganti dengan lampu redup dan lampu sorot yang sesekali berputar mengelilingi ballroom. Hembusan napas terdengar, Keona kembali memendarkan pandangannya. Matanya menangkap Bready yang terlihat berbincang bersama beberapa orang di meja bundar di sudut ruangan seraya berdiri. Pria itu terlihat mendominasi dengan aura hitam di sekelilingnya. Lucifer yang sungguh tidak tertandingi, Keona yakin semua orang yang berada di sekeliling Bready tidak dapat bernapas dengan sempurna. Kini Keona memutar
Keona dan Bready berjalan seraya bergandengan tangan memasuki resort. Setelah Bready mencerca para wartawan dengan segala kamera dan blitz yang mengarah pada dirinya dan Keona. Wanita itu terlihat biasa, santai dan berjalan dengan anggun. Berbeda dengan Bready yang seakan kesulitan melihat red carpet di depannya karena pandangan menggelap akibat sinar dari kamera yang menyala ratusan kali. "Kau harus sedikit lebih ramah kepada mereka," ucap Keona seraya menatap Bready yang menampilkan wajah masam serta rutukan yang masih saja terdengar. "Aku tidak mengerti dengan manusia bodoh yang ingin dipotret ataupun di rekam dengan blitz yang sangat menyilaukan itu. Wartawan sialan!" umpatnya. "Orang bodoh itu aku." Keona menarik kulit perut bagian kiri Bready lalu memutarnya hingga terdengar erangan. "Sejak tadi mulutmu yang manis itu terus saja mengumpat ku, kau mengatakan aku jalang lalu kau mengatakan aku bodoh." "Yona lepaskan, aku tidak berma
Bready menatap jam tangan Richard Mille berwarna perak yang melingkar pas di pergelangan tangannya. Dirinya telah menunggu Keona sejak enam puluh delapan menit yang lalu. Ia tidak ingin mendesak waktu make up wanita itu, karena beberapa waktu lalu Keona membentaknya. Keona mengatakan jangan mendesak seorang wanita yang sedang bersiap, itu akan menghancurkan mood mereka. Bagaimanapun bajingan nya Bready memperlakukan orang lain, namun ia tetap takut jika Keona telah berteriak padanya. Bready menatap sekeliling apartemen milik Keona, tidak ada yang berbeda. Segalanya tetap sama, pigura yang terpajang rapi menampilkan gambar seorang remaja pria bermata hazel sedang tertawa lebar. Lalu beberapa pigura yang tergantung menampilkan gambar Keona dan seorang remaja pria yang sama dengan berbagai pose yang terlihat sangat bahagia. Bready merindukan suasana kala itu, dimana ia dapat melihat dengan mudah senyum dan tawa bahagia Keona. "Aku sudah siap," ujar Keona setelah mem
Bready tersenyum saat mendapati seorang wanita yang baru saja turun dari mobil Lamborghini. Wanita yang mengenakkan setelan formal dengan rambut tergerai indah. Senyumannya serta langkah kecilnya membuat semua yang menatap ke arah Keona turut tertular oleh wajah ceria yang kini diperlihatkannya. "Ingin beralih profesi menjadi salah satu CEO?" tanya Bready. Ia segera mendekap Keona saat wanita itu menerjang tubuhnya dengan pelukan. Wajah Keona ceria, namun terlihat jelas dari mata jika energinya telah habis terkuras. "Tidak Bre. Kau pasti tidak akan memberiku kesempatan untuk santai barang sejenak." Keona menyurukkan kepalanya pada dada bidang Bready, wangi maskulin pria ini begitu candu untuknya. "Kau dapat menyewa seorang profesional untuk membantumu," rayu Bready. Matanya beralih menatap pucuk kepala berambut cokelat yang terlihat menggelengkan kepala. "Lelah? hmm?" Keona mendongakkan kepala menatap ke arah Bready. "Nanti akan kupikir," jawab Keona untuk tawaran Bready. "Ya,
Ratusan blitz terlihat sejak sepuluh menit yang lalu, ratusan pose yang diperagakan Keona tertangkap oleh kamera. Layar iPad terpampang jelas hasil jepretan kamera yang menampilkan gambar Keona terlihat sangat sempurna. Erick tetap bertepuk tangan dan menatap kagum ke arah wanita yang kini mengenakan setelan formal. Walaupun beberapa puluh menit yang lalu penyihir jahat itu, mencercanya tanpa rasa kasihan. Tentu saja Keona mengamuk dan mencerca, karena Erick tertidur dan hampir melupakan jadwal pemotretan Keona. Terkadang wajah dan mulut pedas Keona sangat tidak sesuai, terkadang Erick ingin membungkam mulut Keona dengan cara memberi plaster ataupun menyumpal kain. Itu dapat dilakukan Erick hanya dalam benaknya saja, jika ia lakukan di dunia nyata jelas satu menit kemudian tubuhnya dan rohnya akan terpisah karena Bready Alan Daguen membunuhnya. Bagaimana mungkin wajah malaikat tersebut disertai dengan mulut setan yang terkadang membuat Erick ingin sekali membunuh
Denting bell pengumuman berbunyi beberapa kali, seluruh mahasiswa yang sedang berjalan ataupun melakukan kegiatan segera menghentikan aktivitas mereka. Begitu pula dengan Ulfia, Reina, dan Keona yang sedang berjalan ke arah kelas. Tatapan tanya terpancar dari mata Reina ke arah Ulfia, wanita itu terlihat mengedikkan bahu tanda tidak tahu apa isi dari pengumuman tersebut. Sedangkan Keona menatap layar ponselnya untuk menghubungi Erick. "Mahasiswi bernama Keona Dee harap segera menuju ke gedung fakultas." Pengumuman terulang hingga tiga kali, namun Keona masih tidak menyadarinya. Keona memiliki janji pemotretan hari ini, namun Erick masih tidak dapat di hubungi sedangkan di waktu malam hari Keona harus menemani Bready untuk meninjau resort milik Brealdy. Terkadang Erick sungguh sialan dengan segala tingkah lakunya yang menyulitkan Keona. Beberapa pasang mata menatap ke arah Keona, Reina menyadarinya sedangkan Keona tentu saja tidak. Akhirnya Reina menyent
Justine terlihat sangat menikmati pemandangan di hadapannya. Kedua lengannya melebar memenuhi sandaran kursi bersama dengan jemari kanan yang menggenggam wine. Kaki kanan yang terlipat di atas kaki kiri dengan santai semakin menunjukkan betapa Justine sangat sangat menikmati ekspresi tidak perduli yang masih saja Keona tujuan padanya. "Di mana kau mengenal Maldiery?" Bibir Justine mungkin saja akan terlepas sebentar lagi jika tidak ia gunakan untuk bicara. Pria itu benci suasana yang sepi tanpa kata, padahal terdapat sesosok manusia di depannya. Keona menatap sebentar, lalu kembali memalingkan wajah. "Kau tidak perlu tahu, aku hanya akan berada di sini untuk kembali ke apartemenku dan kau yang menawarkan diri. Jadi berhentilah untuk saling berinteraksi." Mata Keona kembali tertuju pada layar datar yang menampilkan adegan vulgar dari video klip musik Barat. Ia lebih baik menatap layar tersebut dari pada menatap wajah menyebalkan Justine. Pria itu bukan menelanjangi Keona dengan tatapa