Gaun ungu terlihat menempel pas di tubuh Keona. Gaun dengan bahan dasar tile ungu muda dipenuhi dengan ribuan rhinestones berwarna senada. Ester mendesain gaun seksi dengan jenis halter, menutupi dua bukit indah Keona dan memiliki tali tipis melingkari perut hingga ke pinggul. Belahan tinggi di bagian tengah seakan ingin memperlihatkan sesuatu yang intim di sela paha si pengguna.
Ester terpesona melihat hasil karyanya melekat dengan sangat indah di tubuh Keona. Gaun ini terlihat seakan menemukan pemiliknya. Keona berputar beberapa kali, terlihat pantulan sinar dari rhinestones yang menambah kemewahan gaun seksi ini."Yona, aku bahkan rela memberikannya untukmu." Si desainer sangat terkagum, para staf yang melihatnya tidak mampu mengalihkan pandangan.Keona kembali berputar, ekor gaun mengikuti langkahnya. Terlihat dari cermin punggung Keona terekspos dengan sempurna hingga ke bagian pinggul. Bukan hanya punggung, belahan dada, perut bagian kanan dan kirJustine terlihat sangat menikmati pemandangan di hadapannya. Kedua lengannya melebar memenuhi sandaran kursi bersama dengan jemari kanan yang menggenggam wine. Kaki kanan yang terlipat di atas kaki kiri dengan santai semakin menunjukkan betapa Justine sangat sangat menikmati ekspresi tidak perduli yang masih saja Keona tujuan padanya. "Di mana kau mengenal Maldiery?" Bibir Justine mungkin saja akan terlepas sebentar lagi jika tidak ia gunakan untuk bicara. Pria itu benci suasana yang sepi tanpa kata, padahal terdapat sesosok manusia di depannya. Keona menatap sebentar, lalu kembali memalingkan wajah. "Kau tidak perlu tahu, aku hanya akan berada di sini untuk kembali ke apartemenku dan kau yang menawarkan diri. Jadi berhentilah untuk saling berinteraksi." Mata Keona kembali tertuju pada layar datar yang menampilkan adegan vulgar dari video klip musik Barat. Ia lebih baik menatap layar tersebut dari pada menatap wajah menyebalkan Justine. Pria itu bukan menelanjangi Keona dengan tatapa
Denting bell pengumuman berbunyi beberapa kali, seluruh mahasiswa yang sedang berjalan ataupun melakukan kegiatan segera menghentikan aktivitas mereka. Begitu pula dengan Ulfia, Reina, dan Keona yang sedang berjalan ke arah kelas. Tatapan tanya terpancar dari mata Reina ke arah Ulfia, wanita itu terlihat mengedikkan bahu tanda tidak tahu apa isi dari pengumuman tersebut. Sedangkan Keona menatap layar ponselnya untuk menghubungi Erick. "Mahasiswi bernama Keona Dee harap segera menuju ke gedung fakultas." Pengumuman terulang hingga tiga kali, namun Keona masih tidak menyadarinya. Keona memiliki janji pemotretan hari ini, namun Erick masih tidak dapat di hubungi sedangkan di waktu malam hari Keona harus menemani Bready untuk meninjau resort milik Brealdy. Terkadang Erick sungguh sialan dengan segala tingkah lakunya yang menyulitkan Keona. Beberapa pasang mata menatap ke arah Keona, Reina menyadarinya sedangkan Keona tentu saja tidak. Akhirnya Reina menyent
Ratusan blitz terlihat sejak sepuluh menit yang lalu, ratusan pose yang diperagakan Keona tertangkap oleh kamera. Layar iPad terpampang jelas hasil jepretan kamera yang menampilkan gambar Keona terlihat sangat sempurna. Erick tetap bertepuk tangan dan menatap kagum ke arah wanita yang kini mengenakan setelan formal. Walaupun beberapa puluh menit yang lalu penyihir jahat itu, mencercanya tanpa rasa kasihan. Tentu saja Keona mengamuk dan mencerca, karena Erick tertidur dan hampir melupakan jadwal pemotretan Keona. Terkadang wajah dan mulut pedas Keona sangat tidak sesuai, terkadang Erick ingin membungkam mulut Keona dengan cara memberi plaster ataupun menyumpal kain. Itu dapat dilakukan Erick hanya dalam benaknya saja, jika ia lakukan di dunia nyata jelas satu menit kemudian tubuhnya dan rohnya akan terpisah karena Bready Alan Daguen membunuhnya. Bagaimana mungkin wajah malaikat tersebut disertai dengan mulut setan yang terkadang membuat Erick ingin sekali membunuh
Bready tersenyum saat mendapati seorang wanita yang baru saja turun dari mobil Lamborghini. Wanita yang mengenakkan setelan formal dengan rambut tergerai indah. Senyumannya serta langkah kecilnya membuat semua yang menatap ke arah Keona turut tertular oleh wajah ceria yang kini diperlihatkannya. "Ingin beralih profesi menjadi salah satu CEO?" tanya Bready. Ia segera mendekap Keona saat wanita itu menerjang tubuhnya dengan pelukan. Wajah Keona ceria, namun terlihat jelas dari mata jika energinya telah habis terkuras. "Tidak Bre. Kau pasti tidak akan memberiku kesempatan untuk santai barang sejenak." Keona menyurukkan kepalanya pada dada bidang Bready, wangi maskulin pria ini begitu candu untuknya. "Kau dapat menyewa seorang profesional untuk membantumu," rayu Bready. Matanya beralih menatap pucuk kepala berambut cokelat yang terlihat menggelengkan kepala. "Lelah? hmm?" Keona mendongakkan kepala menatap ke arah Bready. "Nanti akan kupikir," jawab Keona untuk tawaran Bready. "Ya,
Bready menatap jam tangan Richard Mille berwarna perak yang melingkar pas di pergelangan tangannya. Dirinya telah menunggu Keona sejak enam puluh delapan menit yang lalu. Ia tidak ingin mendesak waktu make up wanita itu, karena beberapa waktu lalu Keona membentaknya. Keona mengatakan jangan mendesak seorang wanita yang sedang bersiap, itu akan menghancurkan mood mereka. Bagaimanapun bajingan nya Bready memperlakukan orang lain, namun ia tetap takut jika Keona telah berteriak padanya. Bready menatap sekeliling apartemen milik Keona, tidak ada yang berbeda. Segalanya tetap sama, pigura yang terpajang rapi menampilkan gambar seorang remaja pria bermata hazel sedang tertawa lebar. Lalu beberapa pigura yang tergantung menampilkan gambar Keona dan seorang remaja pria yang sama dengan berbagai pose yang terlihat sangat bahagia. Bready merindukan suasana kala itu, dimana ia dapat melihat dengan mudah senyum dan tawa bahagia Keona. "Aku sudah siap," ujar Keona setelah mem
Keona dan Bready berjalan seraya bergandengan tangan memasuki resort. Setelah Bready mencerca para wartawan dengan segala kamera dan blitz yang mengarah pada dirinya dan Keona. Wanita itu terlihat biasa, santai dan berjalan dengan anggun. Berbeda dengan Bready yang seakan kesulitan melihat red carpet di depannya karena pandangan menggelap akibat sinar dari kamera yang menyala ratusan kali. "Kau harus sedikit lebih ramah kepada mereka," ucap Keona seraya menatap Bready yang menampilkan wajah masam serta rutukan yang masih saja terdengar. "Aku tidak mengerti dengan manusia bodoh yang ingin dipotret ataupun di rekam dengan blitz yang sangat menyilaukan itu. Wartawan sialan!" umpatnya. "Orang bodoh itu aku." Keona menarik kulit perut bagian kiri Bready lalu memutarnya hingga terdengar erangan. "Sejak tadi mulutmu yang manis itu terus saja mengumpat ku, kau mengatakan aku jalang lalu kau mengatakan aku bodoh." "Yona lepaskan, aku tidak berma
Keona memendarkan mata ke segala arah, semua orang terlihat sibuk berbincang, menari, dan berpesta. Sejak tadi pula acara inti kata sambutan dari si pemilik pesta Brealdy Alan Daguen telah selesai dan kini pesta yang sesungguhnya telah dimulai beberapa saat yang lalu. Alkohol, asap dari nikotin, serta para penari yang dengan lincah memperlihatkan lekuk tubuh mereka di atas panggung. Riuh suara musik yang memekakkan telinga menambah suasana menjadi lebih meriah. Seketika ruangan menjadi gelap, berganti dengan lampu redup dan lampu sorot yang sesekali berputar mengelilingi ballroom. Hembusan napas terdengar, Keona kembali memendarkan pandangannya. Matanya menangkap Bready yang terlihat berbincang bersama beberapa orang di meja bundar di sudut ruangan seraya berdiri. Pria itu terlihat mendominasi dengan aura hitam di sekelilingnya. Lucifer yang sungguh tidak tertandingi, Keona yakin semua orang yang berada di sekeliling Bready tidak dapat bernapas dengan sempurna. Kini Keona memutar
Rahang mengeras, napas yang memburu mengisi setiap langkahnya saat menuruni tangga. Ia melihat dengan mata kepala, wanitanya di siksa dan di lecehkan oleh seorang pria. Dengan keras ia menghantam kepala pria yang sedang menatap Keona dengan bergairah. Pria itu terjatuh ke arah tangga, akibat kepalan tangan yang baru saja ia berikan. Ia kembali memburu pria yang kini terlihat sedang berusaha untuk berdiri. Ya, pria blonde ini harus mati karena telah menyakiti miliknya. Dengan cepat ia kembali menyerang Ferdio dengan pukulan bertubi-tubi. "Kau harus mati, sialan!" ucapnya. Ia kembali menyerang wajah Ferdio yang berusaha dilindungi pria itu dengan kedua tangannya. "What are you doing, hentikan bajingan! Kita bisa menikmatinya bersama!" Teriak Ferdio, ia berusaha mendorong pria dengan setelan jas hitam di tubuhnya. Pria ini sangat kuat hingga ia kembali terjatuh merasakan dinginnya lantai penghubung. Mendengar ucapan dari Ferdio, ia semakin berang pan
Alvin menatap Keona yang masih saja tidak sadarkan diri. Setelah Jake memeriksakan keadaannya dan memberikan beberapa salep untuk memar di tubuh Keona, wanita ini masih tetap tertidur. Tiga jam berlalu, ia pikir Bready Alan Daguen akan segera mendatanginya. Namun ternyata tidak, Lucifer itu masih tidak menghampirinya. Ia kembali memperhatikan Keona, segala perhiasan gaun serta sepatu wanita ini telah Alvin lenyapkan. Sejak dirinya kembali ke apartemen, Alvin meminta mata-matanya untuk memusnahkan semua barang milik Keona tanpa terkecuali. Untuk menghindari GPS yang melekat di sana. Ucapan Jake kembali terngiang, apakah mungkin Bready memasang GPS di tubuh Keona tanpa wanita itu sadari? Jika ya, maka Bready adalah manusia yang sangat gila. Jake telah meninggalkan apartemen bersama dengan seorang perawat yang tadi datang bersamanya. Pria itu mengatakan tidak ingin ikut ke neraka bersama Alvin malam ini. Sungguh teman yang tidak setia, seharusnya Jake membantu bagaimanapun
Rahang mengeras, napas yang memburu mengisi setiap langkahnya saat menuruni tangga. Ia melihat dengan mata kepala, wanitanya di siksa dan di lecehkan oleh seorang pria. Dengan keras ia menghantam kepala pria yang sedang menatap Keona dengan bergairah. Pria itu terjatuh ke arah tangga, akibat kepalan tangan yang baru saja ia berikan. Ia kembali memburu pria yang kini terlihat sedang berusaha untuk berdiri. Ya, pria blonde ini harus mati karena telah menyakiti miliknya. Dengan cepat ia kembali menyerang Ferdio dengan pukulan bertubi-tubi. "Kau harus mati, sialan!" ucapnya. Ia kembali menyerang wajah Ferdio yang berusaha dilindungi pria itu dengan kedua tangannya. "What are you doing, hentikan bajingan! Kita bisa menikmatinya bersama!" Teriak Ferdio, ia berusaha mendorong pria dengan setelan jas hitam di tubuhnya. Pria ini sangat kuat hingga ia kembali terjatuh merasakan dinginnya lantai penghubung. Mendengar ucapan dari Ferdio, ia semakin berang pan
Keona memendarkan mata ke segala arah, semua orang terlihat sibuk berbincang, menari, dan berpesta. Sejak tadi pula acara inti kata sambutan dari si pemilik pesta Brealdy Alan Daguen telah selesai dan kini pesta yang sesungguhnya telah dimulai beberapa saat yang lalu. Alkohol, asap dari nikotin, serta para penari yang dengan lincah memperlihatkan lekuk tubuh mereka di atas panggung. Riuh suara musik yang memekakkan telinga menambah suasana menjadi lebih meriah. Seketika ruangan menjadi gelap, berganti dengan lampu redup dan lampu sorot yang sesekali berputar mengelilingi ballroom. Hembusan napas terdengar, Keona kembali memendarkan pandangannya. Matanya menangkap Bready yang terlihat berbincang bersama beberapa orang di meja bundar di sudut ruangan seraya berdiri. Pria itu terlihat mendominasi dengan aura hitam di sekelilingnya. Lucifer yang sungguh tidak tertandingi, Keona yakin semua orang yang berada di sekeliling Bready tidak dapat bernapas dengan sempurna. Kini Keona memutar
Keona dan Bready berjalan seraya bergandengan tangan memasuki resort. Setelah Bready mencerca para wartawan dengan segala kamera dan blitz yang mengarah pada dirinya dan Keona. Wanita itu terlihat biasa, santai dan berjalan dengan anggun. Berbeda dengan Bready yang seakan kesulitan melihat red carpet di depannya karena pandangan menggelap akibat sinar dari kamera yang menyala ratusan kali. "Kau harus sedikit lebih ramah kepada mereka," ucap Keona seraya menatap Bready yang menampilkan wajah masam serta rutukan yang masih saja terdengar. "Aku tidak mengerti dengan manusia bodoh yang ingin dipotret ataupun di rekam dengan blitz yang sangat menyilaukan itu. Wartawan sialan!" umpatnya. "Orang bodoh itu aku." Keona menarik kulit perut bagian kiri Bready lalu memutarnya hingga terdengar erangan. "Sejak tadi mulutmu yang manis itu terus saja mengumpat ku, kau mengatakan aku jalang lalu kau mengatakan aku bodoh." "Yona lepaskan, aku tidak berma
Bready menatap jam tangan Richard Mille berwarna perak yang melingkar pas di pergelangan tangannya. Dirinya telah menunggu Keona sejak enam puluh delapan menit yang lalu. Ia tidak ingin mendesak waktu make up wanita itu, karena beberapa waktu lalu Keona membentaknya. Keona mengatakan jangan mendesak seorang wanita yang sedang bersiap, itu akan menghancurkan mood mereka. Bagaimanapun bajingan nya Bready memperlakukan orang lain, namun ia tetap takut jika Keona telah berteriak padanya. Bready menatap sekeliling apartemen milik Keona, tidak ada yang berbeda. Segalanya tetap sama, pigura yang terpajang rapi menampilkan gambar seorang remaja pria bermata hazel sedang tertawa lebar. Lalu beberapa pigura yang tergantung menampilkan gambar Keona dan seorang remaja pria yang sama dengan berbagai pose yang terlihat sangat bahagia. Bready merindukan suasana kala itu, dimana ia dapat melihat dengan mudah senyum dan tawa bahagia Keona. "Aku sudah siap," ujar Keona setelah mem
Bready tersenyum saat mendapati seorang wanita yang baru saja turun dari mobil Lamborghini. Wanita yang mengenakkan setelan formal dengan rambut tergerai indah. Senyumannya serta langkah kecilnya membuat semua yang menatap ke arah Keona turut tertular oleh wajah ceria yang kini diperlihatkannya. "Ingin beralih profesi menjadi salah satu CEO?" tanya Bready. Ia segera mendekap Keona saat wanita itu menerjang tubuhnya dengan pelukan. Wajah Keona ceria, namun terlihat jelas dari mata jika energinya telah habis terkuras. "Tidak Bre. Kau pasti tidak akan memberiku kesempatan untuk santai barang sejenak." Keona menyurukkan kepalanya pada dada bidang Bready, wangi maskulin pria ini begitu candu untuknya. "Kau dapat menyewa seorang profesional untuk membantumu," rayu Bready. Matanya beralih menatap pucuk kepala berambut cokelat yang terlihat menggelengkan kepala. "Lelah? hmm?" Keona mendongakkan kepala menatap ke arah Bready. "Nanti akan kupikir," jawab Keona untuk tawaran Bready. "Ya,
Ratusan blitz terlihat sejak sepuluh menit yang lalu, ratusan pose yang diperagakan Keona tertangkap oleh kamera. Layar iPad terpampang jelas hasil jepretan kamera yang menampilkan gambar Keona terlihat sangat sempurna. Erick tetap bertepuk tangan dan menatap kagum ke arah wanita yang kini mengenakan setelan formal. Walaupun beberapa puluh menit yang lalu penyihir jahat itu, mencercanya tanpa rasa kasihan. Tentu saja Keona mengamuk dan mencerca, karena Erick tertidur dan hampir melupakan jadwal pemotretan Keona. Terkadang wajah dan mulut pedas Keona sangat tidak sesuai, terkadang Erick ingin membungkam mulut Keona dengan cara memberi plaster ataupun menyumpal kain. Itu dapat dilakukan Erick hanya dalam benaknya saja, jika ia lakukan di dunia nyata jelas satu menit kemudian tubuhnya dan rohnya akan terpisah karena Bready Alan Daguen membunuhnya. Bagaimana mungkin wajah malaikat tersebut disertai dengan mulut setan yang terkadang membuat Erick ingin sekali membunuh
Denting bell pengumuman berbunyi beberapa kali, seluruh mahasiswa yang sedang berjalan ataupun melakukan kegiatan segera menghentikan aktivitas mereka. Begitu pula dengan Ulfia, Reina, dan Keona yang sedang berjalan ke arah kelas. Tatapan tanya terpancar dari mata Reina ke arah Ulfia, wanita itu terlihat mengedikkan bahu tanda tidak tahu apa isi dari pengumuman tersebut. Sedangkan Keona menatap layar ponselnya untuk menghubungi Erick. "Mahasiswi bernama Keona Dee harap segera menuju ke gedung fakultas." Pengumuman terulang hingga tiga kali, namun Keona masih tidak menyadarinya. Keona memiliki janji pemotretan hari ini, namun Erick masih tidak dapat di hubungi sedangkan di waktu malam hari Keona harus menemani Bready untuk meninjau resort milik Brealdy. Terkadang Erick sungguh sialan dengan segala tingkah lakunya yang menyulitkan Keona. Beberapa pasang mata menatap ke arah Keona, Reina menyadarinya sedangkan Keona tentu saja tidak. Akhirnya Reina menyent
Justine terlihat sangat menikmati pemandangan di hadapannya. Kedua lengannya melebar memenuhi sandaran kursi bersama dengan jemari kanan yang menggenggam wine. Kaki kanan yang terlipat di atas kaki kiri dengan santai semakin menunjukkan betapa Justine sangat sangat menikmati ekspresi tidak perduli yang masih saja Keona tujuan padanya. "Di mana kau mengenal Maldiery?" Bibir Justine mungkin saja akan terlepas sebentar lagi jika tidak ia gunakan untuk bicara. Pria itu benci suasana yang sepi tanpa kata, padahal terdapat sesosok manusia di depannya. Keona menatap sebentar, lalu kembali memalingkan wajah. "Kau tidak perlu tahu, aku hanya akan berada di sini untuk kembali ke apartemenku dan kau yang menawarkan diri. Jadi berhentilah untuk saling berinteraksi." Mata Keona kembali tertuju pada layar datar yang menampilkan adegan vulgar dari video klip musik Barat. Ia lebih baik menatap layar tersebut dari pada menatap wajah menyebalkan Justine. Pria itu bukan menelanjangi Keona dengan tatapa