Cukup berdiri di dekatku, maka aku tidak membutuhkan apapun di dunia ini selain dirimu
-Keona Dee----"Lalu, apa yang terjadi?" Tanya Keona sesaat setelah berhasil masuk dan memastikan Bready terjaga. Mata tajam Keona menatap Bready bagai mangsa lemah, namun bagi pria pesakitan ini Keona terlihat lucu dan menggemaskan dengan mata bulat besar. Pipi Bready tertarik tanpa sadar. "Aku tidak meminta senyummu, aku ingin penjelasan mu!""Hey, jangan terlalu pemarah. Lihat, aku baik saja." Bready mencoba duduk dan mencari pegangan. "Oh sial, Yona! Kau memukul tepat di luka ku!"Senyum sinis terbit bersamaan dengan lengan terlipat bersedekap dada. "Umpatanmu membuktikan kondisimu!" Keona berjalan angkuh menuju sofa, membiarkan Bready dengan segala kesulitannya."Yona, kemari!" Perintah Bready. Ia tidak berhasil duduk, hanya bagian kepalanya yang sedikit berpindah.Dengan pasti Keona menggeleng kuat, "katakan padaku!""Maka kemarilah, agar kau dapat mendengarkan lebih jelas."Keona kembali menggeleng. "Aku tidak akan luluh karena perbanmu!"Dengan kesal Bready berusaha keras menanggalkan sebentar rasa sakit di sekujur tubuhnya, untuk memberikan pelajaran pada gadis sombong yang sedang duduk di sofa. Bready mencoba untuk duduk kembali, jika memungkinkan menuruni brankar adalah misi keduanya."Shit! Triple shit!" bukan dari bibir Bready, namun Keona. Sama kesalnya, Keona berjalan menuju arah brangkar. Ingin melayangkan pukulan pada kepala jika saja Bready tidak memeluk dan menenggelamkan kepala di perut Keona. "Kau selalu tahu kelemahan ku." Nada bicara tidak rela menusuk pendengaran Bready bersamaan dengan belaian halus di helaian rambut hitamnya."Dan kau tidak akan tega menghukum ku," ujar Bready tenang."Tidak untuk sekarang, padamu. Aku akan menghancurkan mereka yang tidak menjagamu."Bready meluruhkan pelukan mereka, Keona menemukan tautan alis tebal hampir menyatu di sana. "Mereka?""Para bodyguard sialanmu!" Senyum culas terlihat, pandangan mata Keona menajam seakan menyimpan dendam berpuluh tahun.Kekehan terdengar. "Hey, berhenti menjadi gadis menyeramkan. Jika wartawan tahu, wajah cantikmu akan memenuhi stasiun televisi, berita acara, dan semua majalah." Bready menarik untaian rambut yang mengganggu pandangan Keona dan menyelipkan ke belakang telinga. "Ah, aku tidak akan tahan melihatnya. Pasti akan sangat merindukanmu." Khayal Bready.Keona melipat kedua tangan di dada. "Tidak masalah Daddy ku orang yang kaya, jadi aku kapan saja dapat pergi tanpa penyesalan dari dunia hiburan," ucapnya pongah.Bready meletakkan dua jari, telunjuk dan jempol di bagian dagu meneliti Keona dan mengangguk serius. "Ya, dan kau dapat mengurungku sebagai penjaminmu seumur hidup untuk hidup mewah," sindirnya."Bre! Kau tidak akan bangkrut hanya dengan menampungku hingga tua rentah!" Teriak Keona tak percaya.Beberapa detik saat mendengar suara tinggi Keona, Bready ingin sekali tertawa tetapi setelah mendengar dua kata terakhir membuatnya terdiam."Aw! Itu sangat sakit!" Teriak Keona lagi, dengan cepat ia meraih ponsel pria tersebut dari atas meja. Mendapati bekas merah di hidungnya."Hukuman untuk gadis nakal sepertimu, jangan pernah mengatakan kau akan menua dihadapanku. Karena tidak akan terjadi, aku mengusahakannya.""Kau merusak aset ku!" Ucap Keona sinis. Lalu duduk di atas brangkar milik Bready. "Bre, itu tidak mungkin, manusia selalu ditakdirkan untuk menua. Dasar aneh!"Mata hitam Bready menerawang jauh, membayangkan Keona menua. Tidak pernah terbersit sedikitpun. "Ya, aku tahu. Tapi aku akan mengusahakan kau tidak menua dengan uangku, maka kau harus percaya dengan pria tampan dan kaya raya ini. Dan kau pasti tahu jika hanya aku yang dapat menjagamu selain daddy dan Le,-" Bready tersadar segera mengatup bibirnya rapat. Melihat Keona, jika terlihat perubahan di wajahnya maka ia tidak termaafkan. Namun yang terlihat Keona tersenyum. "Bagaimana mungkin kau begitu menggemaskan, hmm?" Bready tersenyum dan membelai rambut ikal Keona mengalihkan pembicaraan yang baru saja terjadi."Aku memang menggemaskan sejak di dalam perut Mommy," ucap Keona menaikkan kedua alis serta mencebik menatap Bready."Kau juaranya," balas Bready seraya membelai puncak kepala Keona.Tangan Bready terulur menekan bel merah yang berada di atas nakas saat menatap Keona menguap. Tak berselang lama dua orang wanita berseragam putih serupa masuk ke ruangan."Bantu aku untuk bergeser ke arah kiri!" Perintah Bready tanpa basa-basi. Sangat sulit berinteraksi dalam satu ruangan bersama orang asing.Bantu yang Bready maksud terdengar seperti perintah, dua orang perawat saling bertatapan mendengar suara berat dan tegas Bready. Mereka tahu jika pria ini pemilik perusahaan besar dan anak dari pengusaha terkaya di negara mereka, tentu saja memiliki sikapnya otoriter dan ingin mengintimidasi orang lain."Hmm."Peringatan Bready membuat mereka tersadar dan segera membantu menggeser tubuh seksi Bready ke arah kiri, entah apa tujuannya. Setelah selesai pun tidak terdengar ucapan terima kasih, namun tiga kata yang cukup membuat siapapun yang mendengar akan merasa sangat kesal."Kalian boleh pergi!"Keona hanya memandang pertunjukkan yang diperankan Bready tanpa minat, sikap arogannya tidak pernah berubah. Tapi Keona begitu mencintainya."Terimakasih," ucap Keona saat dua perawat beranjak pergi. Mereka tersenyum dan merunduk membalas ucapan Keona."Yona kemari." Bready menepuk sisi brangkar yang kosong."Jika hanya menggeser tubuhmu aku dapat melakukannya," balas Keona malas."Kemarilah kumohon," pinta Bready. Hanya dengan Keona ia mampu meminta tidak untuk memaksa, gadis cantik yang begitu menjadi kelemahannya.Keona beranjak naik, mencari posisi ternyaman untuknya. Dan sekarang menemukan dada bidang Bready sebagai penumpu, ia tidak ingin tahu jika area tersebut turut mengalami cidera. Bready pun hanya diam membiarkan Keona bertindak semaunya. Tak memerlukan waktu lama untuk Keona memejamkan mata menuju alam mimpi. Dari yang terlihat, si Dewi Yunani begitu kelelahan, baru beberapa menit dengkuran halus terdengar."Selamat tidur Tuan Putri, kau harus bersamaku. Dan aku harus bersamamu sebelum kau menemukannya." Bready mengusap perlahan puncak kepala berambut cokelat di tubuhnya. Mengecup dan menghirup harum beberapa wangi bunga di sana. Menjadi ciri khas Keona yang tidak dapat terlupakan.Ketukan terdengar, seorang wanita dengan blouse putih berpadu rok berbahan levis selutut dan di percantik jas putih yang menandakan profesinya. Ia masuk dengan senyuman khas menyapa.Satu kata yang terpikir di dalam kepala Bready.'Indah'."Saatnya pemeriksaan Mr. Bready," ucapnya."Bisa jadwalkan pemeriksaannya tiga jam lagi?" tanya Bready mengalihkan fokus wanita bermata abu yang sedang menatap Keona. "Aku kedatangan Putri tidur hari ini.""Tidak masalah, hanya pengecekan sedikit dan itu tidak akan mengganggu Putri tidurmu." ia berjalan menuju cairan berselang yang terpasang di lengan Bready.Memilih diam untuk menghilangkan rasa gugup, ternyata pasiennya lebih menawan saat membuka mata. Bulu mata lentik, menyimpan bola mata yang terlihat begitu menyeramkan sekaligus menawan."Anaira Stune."Wanita itu sedikit terkejut namun dengan cepat dapat kembali menguasai diri. Bready menyentuh name tag miliknya, tidak masalah. Namun yang menjadi masalah besar adalah posisi benda persegi panjang tersebut tepat berada di dada bagian kiri. Membuat pipinya memanas dan ingin segera mempercepat pemeriksaan.Bready merasakan gelagat dari wanita yang baru di ketahui namanya, dan pipi bersemu itu membuat Bready tersenyum bersamaan rasa ingin menyentuh merasakan bagaimana halus serta lembutnya. Cukup singkat untuk mengatakan Bready terpesona."Selesai."Bready terkekeh, membuat Anaira semakin merunduk dalam dan penuh tanya.'Apa yang lucu?' Ucap Anaira dalam hati."Kau gugup? Suaramu bergetar. Aku yakin kau sangat profesional dan memiliki sikap yang sangat tenang." Bready jujur, namun ternyata kejujurannya salah.Anaira tetap merunduk dan segera melangkah, ia sama sekali tidak membalas ucapan Bready."Dokter Anaira?"'Sial', umpat Anaira dalam hati. Kali ini ke profesionalnya sedang di uji. Dengan tenang dan tersenyum Anaira mengangkat kepala. "Ada yang bisa saya bantu, Mr. Daguen?"Panggilan dari Anaira membuat Bready tidak suka. "Aku hanya ingin kau yang merawatku selama aku berada di sini."Terdengar seperti perintah, bukan permintaan. Tentu saja Anaira menyesal telah menggantikan Marco untuk memeriksa Bready. Anaira mencoba tersenyum dan kembali merunduk.Bready tersenyum, bahkan sangat lebar. Hingga dirinya ragu untuk memikirkan apakah ia pernah tersenyum selebar sekarang selama dua puluh sembilan tahun hidupnya?'Apa aku harus mengklaim dirimu sebagai milikku setelah Keona Dee, Anaira Stune?' tanya Bready pada dirinya sendiri.Jawabannya, 'ya'. Anaira telah masuk ke daftar seorang Bready Alan Daguen.Sedangkan Anaira, wanita itu masih berdiri di balik dinding ruangan Bready. Mengatur degup jantung yang seketika naik tak terkira.'Bagaimana mungkin pria tampan dan sempurna seperti Bready menjadi sangat brengsek bersamaan dengan seorang gadis di dalam dekapannya?' tanya Anaira dalam hati. "Sialan kau Bready!" umpatnya, tanpa sadar memukul bagian dada.Jake mengernyit melihat primadona rumah sakit memiliki gelagat tidak biasa. "Apa yang terjadi?" tanya Jake setelah mendongak melihat ruangan Bready yang baru saja di masuki wanitanya.Anaira terlonjak. "Tidak," aku akan segera memeriksa pasien selanjutnya.Anaira berjalan menuju ruangan bernomor tiga, masih diikuti oleh Jake yang mengamati Anaira dari belakang. Saat akan masuk lengannya tersentak."Tidak perlu, aku akan memeriksanya." Jake menarik lengan Anaira, dan dahinya berkerut. "Aku akan memperingatkan mu, dia lebih berbahaya dari seseorang yang baru saja membuatmu linglung.""Terima kasih Jake." Anaira memeluk pria tampan itu sejenak, ia tersenyum dan melangkah pergi.Jake Jhonson pria tampan pemilik rumah sakit besar tempatnya bekerja. Pintar namun licik, baik namun culas, pemain wanita. Tetapi tidak dengan Anaira, karena mereka telah berikrar sebagai kakak dan seorang adik setelah insiden yang pernah terjadi di antara mereka.Keona beberapa kali menatap jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Bready mengatakan akan datang menjemput, namun tiga puluh menit berlalu dari waktu yang dijanjikan. Sedikit khawatir karena Bready baru saja akan menjalani harinya setelah satu minggu berada di rumah sakit. Keona coba menghubungi beberapa kali, namun tetap berakhir dengan suara operator memenuhi indera pendengarannya.Akhirnya Keona menyambar kunci audi, ia akan pergi sendiri saja. Jika terlambat, mungkin saja ia tidak dapat mengikuti mata kuliah pertama. Keona sungguh tidak menyukai seseorang yang mengingkari janji, dan seseorang yang tidak tepat waktu. Sekalipun Bready, ia tetap tak akan suka. Saat memasuki lift beberapa orang memperhatikannya, namun Keona tidak terlalu peduli untuk membalas tatapan mereka.Keona menghembuskan napas kasar bersamaan dengan pintu lift terbuka. Terlihat wajah Bready Alan Daguen dan beberapa orang yang sedang menunggu lift terbuka. Tanpa perduli Keona
"Ya Tuhan, Yona. Kau sangat cantik!" Teriak Michae antusias.Keona terlonjak, sedangkan Erick ingin mengumpat karena terjatuh dari sofa mendengar suara nyaring wanita yang baru saja teriak. Suara Michae tiada tanding, ia terkikik setelah melihat Erick berada di lantai. "Kau yang selalu membuatku terlihat cantik." Keona tersenyum melalui cermin, saat mendekat ada sedikit hal yang membuatnya merasa asing dengan wajahnya. Michae hanya tersipu. "Apa kau sengaja menciptakan ini?" Michae mengangguk."Ku pikir cukup cantik untukmu." Michae memperhatikan bintik yang menghiasi wajah Keona.Keona setuju. "Terimakasih Michae."Michae mengangguk girang menatap Keona menjauh membawa sebuah dress pantai berwarna biru dengan bercak putih, pink, dan hijau yang cukup banyak."Erick, apa kau bisa membantuku?"Erick segera meletakkan ponselnya dan memburu menuju ruang ganti. "Apa aku perlu masuk?""Ya.""KEONA!" Teriak E
Happy reading đSaat ini cukup dengan hanya menatap dan mengetahuimenunggu takdir yang akan bekerja hinggasampai pada waktunya kau dan aku akan menjadi satu garis takdir untuk hidup bersama-Alvin Maldiery ----"Kau tahu orang yang akan kita temui setengah iblis," ujar Jhony bergidik ngeri.Alvin mendengus, "kita hanya akan membicarakan beasiswa yang akan Daguen Group sumbangkan untuk Victorius hilangkan wajah bodohmu.""Lalu apa hubungannya denganku, Dude? kau menyeretku kemari, jika pasienku meregang nyawa saat aku menemanimu maka kau manusia yang paling bertanggung jawab atas segalanya." Alvin mengangkat bahunya acuh saat Jake berucap."Apa kau takut untuk bertemu Bready sendirian?" Ledek Jhony tertawa dengan alis yang di naik turunkan.Alvin menatap Jhony dengan pandangan tidak percaya, "yang benar saja.""Kau tidak mengajak Justine, Vin? Apa kau masih dendam dengannya?" Canda Jake.
Happy reading đHanya menunggu takdir menyatukan Kita entah berapa lama, denganharapan dapat mencinta lebih lama dari pada saat menunggu takdir menyatukan kita---"Terima kasih atas kerjasamanya, Mr. Daguen. Senang dapat bekerja sama." Alvin mengulurkan tangan ke arah Bready dan tersenyum, diikuti oleh Jake dan Jhony."Me too, kuharap kerjasama yang terjalin tidak cepat berakhir," ujar Bready tersenyum sangat tipis pada Alvin, hingga tidak ada satupun dari tiga pria di dalam ruangan yang dapat menangkap senyuman Bready."Saya harap anda dapat menyempatkan diri untuk datang melihat langsung Risen Victorius University.""Sekretarisku akan segera mengatur jadwalnya, dia akan segera menghubungimu." "Baiklah, kami harus segera berpamitan." Jake menyahut, seraya beranjak dari duduknya dan diikuti oleh Jhony setelah mendapatkan anggukan dari pemilik ruangan.Suasana terasa tidak menyenangkan, aur
Happy reading đJika bersabar adalah cara untuk mendapatkan hati dan ragamu. Maka aku akan melakukannya tanpa lelah. -Alvin Maldiery ----Matahari mulai meninggi, sinar hangat kini mulai terasa meningkat menjadi panas. Hembusan napas berat beberapa kali menyusup ke telinga Bready. Seakan memberitahu jika si pemilik napas memiliki sesuatu yang sangat berat yang tidak dapat diungkapkan. Mata Bready mengamati Keona yang selalu menatap ke arah luar jendela."Apa yang sedang terjadi, Yona?" Tanya Bready, sungguh ia tidak tahan lagi. "Tidak ada," jawab Keona singkat. Matanya kembali mengarah keluar jendela. Ia tidak ingin Bready mendapatkan sesuatu dari matanya. "Jangan pernah menyembunyikan sesuatu dariku, kau akan tahu apa akibatnya!" Tukas Bready, matanya hanya dapat menangkap kilauan rambut cokelat yang diterpa sinar matahari. "Kau dapat mengintimidasi siapapun, tapi tidak denganku!" Balas Keona jengah seraya memutar bola mata. Dirinya benci dengan sikap diktator Bready. Suasana
Gaun ungu terlihat menempel pas di tubuh Keona. Gaun dengan bahan dasar tile ungu muda dipenuhi dengan ribuan rhinestones berwarna senada. Ester mendesain gaun seksi dengan jenis halter, menutupi dua bukit indah Keona dan memiliki tali tipis melingkari perut hingga ke pinggul. Belahan tinggi di bagian tengah seakan ingin memperlihatkan sesuatu yang intim di sela paha si pengguna. Ester terpesona melihat hasil karyanya melekat dengan sangat indah di tubuh Keona. Gaun ini terlihat seakan menemukan pemiliknya. Keona berputar beberapa kali, terlihat pantulan sinar dari rhinestones yang menambah kemewahan gaun seksi ini. "Yona, aku bahkan rela memberikannya untukmu." Si desainer sangat terkagum, para staf yang melihatnya tidak mampu mengalihkan pandangan. Keona kembali berputar, ekor gaun mengikuti langkahnya. Terlihat dari cermin punggung Keona terekspos dengan sempurna hingga ke bagian pinggul. Bukan hanya punggung, belahan dada, perut bagian kanan dan kir
Justine terlihat sangat menikmati pemandangan di hadapannya. Kedua lengannya melebar memenuhi sandaran kursi bersama dengan jemari kanan yang menggenggam wine. Kaki kanan yang terlipat di atas kaki kiri dengan santai semakin menunjukkan betapa Justine sangat sangat menikmati ekspresi tidak perduli yang masih saja Keona tujuan padanya. "Di mana kau mengenal Maldiery?" Bibir Justine mungkin saja akan terlepas sebentar lagi jika tidak ia gunakan untuk bicara. Pria itu benci suasana yang sepi tanpa kata, padahal terdapat sesosok manusia di depannya. Keona menatap sebentar, lalu kembali memalingkan wajah. "Kau tidak perlu tahu, aku hanya akan berada di sini untuk kembali ke apartemenku dan kau yang menawarkan diri. Jadi berhentilah untuk saling berinteraksi." Mata Keona kembali tertuju pada layar datar yang menampilkan adegan vulgar dari video klip musik Barat. Ia lebih baik menatap layar tersebut dari pada menatap wajah menyebalkan Justine. Pria itu bukan menelanjangi Keona dengan tatapa
Denting bell pengumuman berbunyi beberapa kali, seluruh mahasiswa yang sedang berjalan ataupun melakukan kegiatan segera menghentikan aktivitas mereka. Begitu pula dengan Ulfia, Reina, dan Keona yang sedang berjalan ke arah kelas. Tatapan tanya terpancar dari mata Reina ke arah Ulfia, wanita itu terlihat mengedikkan bahu tanda tidak tahu apa isi dari pengumuman tersebut. Sedangkan Keona menatap layar ponselnya untuk menghubungi Erick. "Mahasiswi bernama Keona Dee harap segera menuju ke gedung fakultas." Pengumuman terulang hingga tiga kali, namun Keona masih tidak menyadarinya. Keona memiliki janji pemotretan hari ini, namun Erick masih tidak dapat di hubungi sedangkan di waktu malam hari Keona harus menemani Bready untuk meninjau resort milik Brealdy. Terkadang Erick sungguh sialan dengan segala tingkah lakunya yang menyulitkan Keona. Beberapa pasang mata menatap ke arah Keona, Reina menyadarinya sedangkan Keona tentu saja tidak. Akhirnya Reina menyent
Alvin menatap Keona yang masih saja tidak sadarkan diri. Setelah Jake memeriksakan keadaannya dan memberikan beberapa salep untuk memar di tubuh Keona, wanita ini masih tetap tertidur. Tiga jam berlalu, ia pikir Bready Alan Daguen akan segera mendatanginya. Namun ternyata tidak, Lucifer itu masih tidak menghampirinya. Ia kembali memperhatikan Keona, segala perhiasan gaun serta sepatu wanita ini telah Alvin lenyapkan. Sejak dirinya kembali ke apartemen, Alvin meminta mata-matanya untuk memusnahkan semua barang milik Keona tanpa terkecuali. Untuk menghindari GPS yang melekat di sana. Ucapan Jake kembali terngiang, apakah mungkin Bready memasang GPS di tubuh Keona tanpa wanita itu sadari? Jika ya, maka Bready adalah manusia yang sangat gila. Jake telah meninggalkan apartemen bersama dengan seorang perawat yang tadi datang bersamanya. Pria itu mengatakan tidak ingin ikut ke neraka bersama Alvin malam ini. Sungguh teman yang tidak setia, seharusnya Jake membantu bagaimanapun
Rahang mengeras, napas yang memburu mengisi setiap langkahnya saat menuruni tangga. Ia melihat dengan mata kepala, wanitanya di siksa dan di lecehkan oleh seorang pria. Dengan keras ia menghantam kepala pria yang sedang menatap Keona dengan bergairah. Pria itu terjatuh ke arah tangga, akibat kepalan tangan yang baru saja ia berikan. Ia kembali memburu pria yang kini terlihat sedang berusaha untuk berdiri. Ya, pria blonde ini harus mati karena telah menyakiti miliknya. Dengan cepat ia kembali menyerang Ferdio dengan pukulan bertubi-tubi. "Kau harus mati, sialan!" ucapnya. Ia kembali menyerang wajah Ferdio yang berusaha dilindungi pria itu dengan kedua tangannya. "What are you doing, hentikan bajingan! Kita bisa menikmatinya bersama!" Teriak Ferdio, ia berusaha mendorong pria dengan setelan jas hitam di tubuhnya. Pria ini sangat kuat hingga ia kembali terjatuh merasakan dinginnya lantai penghubung. Mendengar ucapan dari Ferdio, ia semakin berang pan
Keona memendarkan mata ke segala arah, semua orang terlihat sibuk berbincang, menari, dan berpesta. Sejak tadi pula acara inti kata sambutan dari si pemilik pesta Brealdy Alan Daguen telah selesai dan kini pesta yang sesungguhnya telah dimulai beberapa saat yang lalu. Alkohol, asap dari nikotin, serta para penari yang dengan lincah memperlihatkan lekuk tubuh mereka di atas panggung. Riuh suara musik yang memekakkan telinga menambah suasana menjadi lebih meriah. Seketika ruangan menjadi gelap, berganti dengan lampu redup dan lampu sorot yang sesekali berputar mengelilingi ballroom. Hembusan napas terdengar, Keona kembali memendarkan pandangannya. Matanya menangkap Bready yang terlihat berbincang bersama beberapa orang di meja bundar di sudut ruangan seraya berdiri. Pria itu terlihat mendominasi dengan aura hitam di sekelilingnya. Lucifer yang sungguh tidak tertandingi, Keona yakin semua orang yang berada di sekeliling Bready tidak dapat bernapas dengan sempurna. Kini Keona memutar
Keona dan Bready berjalan seraya bergandengan tangan memasuki resort. Setelah Bready mencerca para wartawan dengan segala kamera dan blitz yang mengarah pada dirinya dan Keona. Wanita itu terlihat biasa, santai dan berjalan dengan anggun. Berbeda dengan Bready yang seakan kesulitan melihat red carpet di depannya karena pandangan menggelap akibat sinar dari kamera yang menyala ratusan kali. "Kau harus sedikit lebih ramah kepada mereka," ucap Keona seraya menatap Bready yang menampilkan wajah masam serta rutukan yang masih saja terdengar. "Aku tidak mengerti dengan manusia bodoh yang ingin dipotret ataupun di rekam dengan blitz yang sangat menyilaukan itu. Wartawan sialan!" umpatnya. "Orang bodoh itu aku." Keona menarik kulit perut bagian kiri Bready lalu memutarnya hingga terdengar erangan. "Sejak tadi mulutmu yang manis itu terus saja mengumpat ku, kau mengatakan aku jalang lalu kau mengatakan aku bodoh." "Yona lepaskan, aku tidak berma
Bready menatap jam tangan Richard Mille berwarna perak yang melingkar pas di pergelangan tangannya. Dirinya telah menunggu Keona sejak enam puluh delapan menit yang lalu. Ia tidak ingin mendesak waktu make up wanita itu, karena beberapa waktu lalu Keona membentaknya. Keona mengatakan jangan mendesak seorang wanita yang sedang bersiap, itu akan menghancurkan mood mereka. Bagaimanapun bajingan nya Bready memperlakukan orang lain, namun ia tetap takut jika Keona telah berteriak padanya. Bready menatap sekeliling apartemen milik Keona, tidak ada yang berbeda. Segalanya tetap sama, pigura yang terpajang rapi menampilkan gambar seorang remaja pria bermata hazel sedang tertawa lebar. Lalu beberapa pigura yang tergantung menampilkan gambar Keona dan seorang remaja pria yang sama dengan berbagai pose yang terlihat sangat bahagia. Bready merindukan suasana kala itu, dimana ia dapat melihat dengan mudah senyum dan tawa bahagia Keona. "Aku sudah siap," ujar Keona setelah mem
Bready tersenyum saat mendapati seorang wanita yang baru saja turun dari mobil Lamborghini. Wanita yang mengenakkan setelan formal dengan rambut tergerai indah. Senyumannya serta langkah kecilnya membuat semua yang menatap ke arah Keona turut tertular oleh wajah ceria yang kini diperlihatkannya. "Ingin beralih profesi menjadi salah satu CEO?" tanya Bready. Ia segera mendekap Keona saat wanita itu menerjang tubuhnya dengan pelukan. Wajah Keona ceria, namun terlihat jelas dari mata jika energinya telah habis terkuras. "Tidak Bre. Kau pasti tidak akan memberiku kesempatan untuk santai barang sejenak." Keona menyurukkan kepalanya pada dada bidang Bready, wangi maskulin pria ini begitu candu untuknya. "Kau dapat menyewa seorang profesional untuk membantumu," rayu Bready. Matanya beralih menatap pucuk kepala berambut cokelat yang terlihat menggelengkan kepala. "Lelah? hmm?" Keona mendongakkan kepala menatap ke arah Bready. "Nanti akan kupikir," jawab Keona untuk tawaran Bready. "Ya,
Ratusan blitz terlihat sejak sepuluh menit yang lalu, ratusan pose yang diperagakan Keona tertangkap oleh kamera. Layar iPad terpampang jelas hasil jepretan kamera yang menampilkan gambar Keona terlihat sangat sempurna. Erick tetap bertepuk tangan dan menatap kagum ke arah wanita yang kini mengenakan setelan formal. Walaupun beberapa puluh menit yang lalu penyihir jahat itu, mencercanya tanpa rasa kasihan. Tentu saja Keona mengamuk dan mencerca, karena Erick tertidur dan hampir melupakan jadwal pemotretan Keona. Terkadang wajah dan mulut pedas Keona sangat tidak sesuai, terkadang Erick ingin membungkam mulut Keona dengan cara memberi plaster ataupun menyumpal kain. Itu dapat dilakukan Erick hanya dalam benaknya saja, jika ia lakukan di dunia nyata jelas satu menit kemudian tubuhnya dan rohnya akan terpisah karena Bready Alan Daguen membunuhnya. Bagaimana mungkin wajah malaikat tersebut disertai dengan mulut setan yang terkadang membuat Erick ingin sekali membunuh
Denting bell pengumuman berbunyi beberapa kali, seluruh mahasiswa yang sedang berjalan ataupun melakukan kegiatan segera menghentikan aktivitas mereka. Begitu pula dengan Ulfia, Reina, dan Keona yang sedang berjalan ke arah kelas. Tatapan tanya terpancar dari mata Reina ke arah Ulfia, wanita itu terlihat mengedikkan bahu tanda tidak tahu apa isi dari pengumuman tersebut. Sedangkan Keona menatap layar ponselnya untuk menghubungi Erick. "Mahasiswi bernama Keona Dee harap segera menuju ke gedung fakultas." Pengumuman terulang hingga tiga kali, namun Keona masih tidak menyadarinya. Keona memiliki janji pemotretan hari ini, namun Erick masih tidak dapat di hubungi sedangkan di waktu malam hari Keona harus menemani Bready untuk meninjau resort milik Brealdy. Terkadang Erick sungguh sialan dengan segala tingkah lakunya yang menyulitkan Keona. Beberapa pasang mata menatap ke arah Keona, Reina menyadarinya sedangkan Keona tentu saja tidak. Akhirnya Reina menyent
Justine terlihat sangat menikmati pemandangan di hadapannya. Kedua lengannya melebar memenuhi sandaran kursi bersama dengan jemari kanan yang menggenggam wine. Kaki kanan yang terlipat di atas kaki kiri dengan santai semakin menunjukkan betapa Justine sangat sangat menikmati ekspresi tidak perduli yang masih saja Keona tujuan padanya. "Di mana kau mengenal Maldiery?" Bibir Justine mungkin saja akan terlepas sebentar lagi jika tidak ia gunakan untuk bicara. Pria itu benci suasana yang sepi tanpa kata, padahal terdapat sesosok manusia di depannya. Keona menatap sebentar, lalu kembali memalingkan wajah. "Kau tidak perlu tahu, aku hanya akan berada di sini untuk kembali ke apartemenku dan kau yang menawarkan diri. Jadi berhentilah untuk saling berinteraksi." Mata Keona kembali tertuju pada layar datar yang menampilkan adegan vulgar dari video klip musik Barat. Ia lebih baik menatap layar tersebut dari pada menatap wajah menyebalkan Justine. Pria itu bukan menelanjangi Keona dengan tatapa