TEMPAT FAFORIT
" Pria mana lagi yang kamu kencani, Mimi? Berita kamu lagi-lagi menjadi trending topik di media sosial." Gina memberikan iPad di tangannya pada Jasmine. Membiarkan gadis itu melihat berita tentang dirinya. " Aku nggak sengaja ketemu dia kemarin di sirkuit! Dan jelas pertemuan kita kemarin bukan kencan Gina. Kita sedang latihan balapan," terang Jasmine. Jasmine tidak menyangka pertemuan tidak sengaja dirinya dan Alan itu bisa tertangkap Paparazzi. Bagaimana entah dirinya nanti akan menjelaskan pada Alan tentang berita ini. Jasmine khawatir Alan akan tidak nyaman sebab berita itu. Segera Jasmine mencari ponsel miliknya untuk meminta maaf. Namun, sangat kebetulan sekali ketika ponsel itu ditemukan terdapat notifikasi panggilan masuk dari Alan. " Aku baru mau telfon kamu," cicit Jasmine pada Alan di seberang sana. "Kenapa ?" tanya Alan. Jasmine bukan langsung menjawab justru bertanya kembali pada Alan. " Kamu sendiri telepon ada apa?" " Ladies first!" titah Alan. Pria itu tidak ingin bernegosiasi lagi. " Em, ok. Aku tadi telepon mau minta maaf," ungkap Jasmine, apa adanya. " Maaf karena? Apa kamu buat salah? Apa kamu sedang bohongi aku mangkanya mau minta maaf?" Alan mencecar Jasmine dengan rentetan pertanyaan. Pria itu berharap Jasmine mengakui semuanya saat itu. " Aku rasa aku tidak buat salah sama kamu. Tapi entah bagaimana bisa berita tentang kita sedang menjadi trending topik sekarang ...." "Aku tahu ... dan aku nggak masalah," sela Alan. Pria itu memang sudah mengetahui berita tentang dirinya dari sahabat sekaligus sekretarisnya, Tio. " Apa itu alasan kamu telepon aku?" tanya Jasmine, lagi. Gadis itu menebak alasan Alan tiba-tiba melakukan panggilan telepon padanya ulah berita miring mengenai mereka berdua. " Bukan," jawab Alan. "Lalu?" "Apa kita bisa bertemu? Baju balap kamu kemarin tertinggal di mobilku." Alan sebenarnya bisa meminta bantuan Tio atau jasa pengiriman barang untuk mengantarkannya. Namun, Alan yang sudah kembali merindukan Jasmine itu memilih untuk bisa bertemu langsung dengannya. Usai mendapatkan waktu Jasmine. Alan tersenyum-senyum sendiri seperti orang sedang kasmaran. " Lo, baru kemarin ketemu dia. Bisa makin heboh itu media, Lo ngajak ketemuan dia lagi. Kenapa nggak nyuruh gue atau jasa antar paket saja, sih?" Tio sekretaris Alan tidak paham kemana arah jalan pikiran sahabatnya itu. Selama bersahabat dengan Alan dari bangku kuliah. Pria itu tidak pernah melihat Alan menanggapi serius perkara perempuan. Baru dengan Jasmine Alan sampai mengirim orang untuk mengetahui info gadis itu setiap harinya dengan alibi bentuk tanggung jawab karena dia yang menyebabkan gadis itu kecelakaan. " Dia mantan gue!" Alan duduk di sofa ruangannya, bersantai dengan menyilangkan kaki sambil mengambil segelas kopi yang Tio bawa untuknya. Pria itu membiarkan Tio heboh sebab pengakuannya. " Kapan, Lo pacaran? Selama kita sahabatan dari jaman kuliah gue nggak pernah lihat Lo nerima cewek buat jadi pacar Lo! Candaan Lo asli nggak lucu Bro!" " Kapan gue bercanda buat masalah pribadi? Dia pacar gue pas high school. Dan sebenernya kita nggak ada kata putus. Dia menghilang begitu saja pas selesai UN." Alan melonggarkan dasi yang ia kenakan. Tidak lupa pria itu membuka dua kancing teratas kemejanya. Sesak di rongga dada kembali terasa saat dirinya mengorek kembali kisah cinta pertamanya. Tio yang setia menjadi pendengar kisah cinta Alan ikut merasa ikut pilu karenanya. Tio berjanji akan mendukung rencana sahabatnya itu untuk bisa bersama Jasmine kembali. "Gue lihat jadual Lo senggang besok pagi," ucap Tio. Sebelumnya pria itu sudah mengecek jadual Alan. " Nanti gue kabari lagi, kalo sudah tahu jadual Jasmine," terang Alan. Alan tidak mungkin mutuskan sepihak, mengingat Jasmine yang sekarang adalah wanita karier yang sibuk. "Petang nanti mau gue antar?" Tio siap siaga jika Alan membutuhkan bantuannya. "Gue bawa mobil sendiri," jawab Alan. Dan benar saja tepat pukul tujuh malam, Alan saat ini sudah tiba di kawasan perumahan elite tempat Jasmine dan keluarganya tinggal. Alih-alih bertemu berdua saja. Jasmine yang menceritakan keinginan sang bunda berjumpa langsung dengan Alan akhirnya pria itu kabulkan untuk datang langsung ke kediaman sang bunda. Jadilah malam itu Alan datang seorang diri ke rumah mewah kediaman sang bunda dari gadis yang di cintainya. Alan tentu penasaran ucapan dari orang kepercayaannya yang mengatakan Jasmine adalah anak angkat keluarga konglomerat itu. Jika itu benar adanya, lalu kedua orang tua kandung Jasmine yang Alan kenal dahulu ke mana? Saat ini setelah di persilahkan masuk oleh pelayan dan menunggu. Alan tengah asik melihat - lihat foto keluarga yang terpampang rapi di ruang tamu. Alan melihat Jasmine muda berada di antara foto keluarga itu. " Kamu sudah datang?" sapa Jasmine pada Alan. Jasmine malam ini begitu cantik dengan dres di bawah lutut berwarna biru. Rambut hitamnya juga Jasmine biarkan tergerai indah dengan satu jepit mutiara menjadi penghias. Biasanya Alan bertemu dengan Jasmine menggunakan baju savety balapan. Bertemu dengan penampilan berbeda seperti ini nyatanya membuat Alan gagal fokus sampai lupa berkedip. " Jasmine mengapa tamunya tidak di ajak masuk?" Suara wanita paruh baya yang familiar di telinga Alan berhasil memecah fokusnya yang terpesona dengan penampilan Jasmine malam itu. " Iya Bunda. Jasmine ajak Alan ke meja makan sekarang." Usai memberi kode pada Alan untuk mengikutinya. Jasmine memimpin langkah menuju meja makan berada. Sampai di meja makan Alan di sambut ramah oleh bunda Fatma yang langsung mempersilahkannya duduk di salah satu bangku yang sudah tersedia di sana. Malam itu akhirnya Alan makan malam bersama Jasmine dan Fatma. Fatma banyak bercerita tentang Jasmine yang merupakan putri angkatnya saat usianya 19 tahun. Kedua orang tua Jasmine terlibat kecelakaan maut yang menyebabkan mereka meninggal dunia di tempat. Jasmine yang diketahui tidak memiliki siapa-siapa lagi itu akhirnya Fatma ambil hak asuh atasnya. Dari pertemuan itu Alan jadi tahu kemana pergi gadis yang di cintainya selama ini. Namun, masih terdapat satu hal yang membuat Alan bertanya-tanya. Apakah alasan yang membuat Jasmine pergi dari hidupnya tanpa penjelasan? Jika diadopsi keluarga ini saat itu. Bukankah seharusnya mereka masih bisa bertemu selama sembilan tahun kemarin? Apakah ada hal lain yang terjadi? " Bunda, Alan boleh pinjam Jasmine sebentar usai dinner? Ada yang harus kami bicarakan berdua," ungkap Alan. Pria itu meminta izin pada Fatma. " Di bawa selamanya juga boleh. Kalo nak Alan yang bawa, bunda akan tenang dan ikhlas," tutur Fatma. Senyum merekah di wajah wanita yang mulai keriput itu terlihat meneduhkan. Fatma sedari awal pertemuan mereka memang langsung menyukai Alan. Sehingga wanita paruh baya itu justru sengaja menggoda Jasmine yang akhirnya membuat gadis itu malu karena kejahilan sang bunda. " Memang Jasmine barang, main suruh bawa aja, sih Bunda," cicit Jasmine, berpura-pura tidak terima. Akhirnya selesai makan malam itupun Jasmine membawa Alan pergi berkeliling melihat-lihat interior rumah mewah sang bunda. Mereka banyak mengobrol hal random saat berjalan-jalan. Sampai Jasmine membawa Alan pada sebuah taman rumah kaca yang merupakan tempat favorit sang bunda menghabiskan waktu luang di sana. Mereka berdua pun masuk ke dalam taman rumah kaca itu. " Di sini tempat ternyaman. Selain pemandangan hijau dedaunan, bunga-bunga yang indah juga bantu bikin mood langsung membaik lagi setelah suntuk dengan pekerjaan." Lagi-lagi Alan hanya fokus memperhatikan Jasmine tanpa berniat berkomentar. Alan bahkan reflek langsung memeluk gadis itu saat ini. " Aku kangen!"" Di sini tempat ternyaman. Selain pemandangan hijau dedaunan, bunga-bunga yang indah juga bantu bikin mood langsung happy lagi setelah suntuk dengan pekerjaan."Lagi-lagi Alan hanya fokus pada setiap pergerakan Jasmine tanpa berkomentar. Alan bahkan reflek langsung memeluk gadis itu saat ini. Alan sangat merindukan Jasmine.Jasmine yang kaget tentu reflek ingin melepaskan diri dari pelukan Alan. " Sebentar saja," racau Alan.Jasmine tidak mengindahkan permintaan Alan, gadis itu terus berontak meminta dilepaskan." Mimi, sebentar saja! 30 detik izinkan aku memelukmu!"Jasmine yang mendengar Alan memanggilnya Mimi sontak kaget dan bingung, " apa dia tahu selama ini aku pura-pura lupa ingatan?" tanya Jasmine dalam hati.Meski begitu Jasmine tidak ingin tahu lebih lanjut. Gadis itu memilih melanjutkan aktingnya, dan menganggap barusan ia baru saja salah dengar." Aku kangen," racau Alan, lagi.Pria itu akhirnya mengurai pelukannya pada Jasmine." Aku nggak salah dengar? Kamu kangen ak
" Alan, aku mau ikut mereka pulang saja! Aku nggak mau sendirian."Jasmine terlihat kalut kali ini. Alan yang melihat keadaan gadis itu ikut merasa terpukul atas apa yang menimpamya."Kamu ada aku! Kamu tidak pernah sendiri."Alan membawa Jasmine kedalam pelukannya. Alan usap punggung rapuh gadis itu naik turun, berharap bisa memberikan sedikit ketenangan di sana.Sedang di hadapan Jasmine dan Alan terlihat dua pasang orang terakhir meninggalkan makam tanpa berpamitan. "Kita pulang juga, yuk!" Alan mencoba membujuk Jasmine pulang. Namun, gelengan saja yang pria itu dapat."Hari sudah mulai petang. Kita bisa berkunjung lagi besok," bujuk Alan, lagi. Pria itu tidak menyerah membujuk Jasmine. Sampai akhirnya Jasmine mau mengikuti bujukan Alan untuk turut pulang bersama.Alan mengantar Jasmine pulang ke apartemen setelah sebelumnya bertanya. Ya, saat itu Jasmine memang butuh waktu untuk menenangkan dirinya sendiri. Di tinggal pergi kembali oleh orang tua selamanya nyatanya membuat Jasmi
Kalimat sang wanita menggantung ketika mendengar langkah memasuki ruangan yang terbuka lebar pintunya itu."Siapa kamu sebenarnya? Mengapa terus bersama Jasmine sedari kemarin?"Sang wanita menatap penuh tanya pada Alan yang memasukan ke dua tangan ke saku celana ketika masuk ke sana. Pembawaannya yang tenang membuat Alan berkali-kali lebih tampan, sama sekali tidak merasa terintimidasi oleh suasana yang sedang tegang di sana.Alan bukannya menjawab justru menoleh kearah Jasmine. Jasmine sendiri yang melihat kakak iparnya mengalihkan pembicaraan pun semakin geram kemudian angkat bicara kembali." Kita sedang bicara! Kamu jangan coba mengalihkan pembicaraan, ya!" Protes Jasmine. Gadis itu tidak terima kakak iparnya justru fokus pada Alan.Meski bukan anak kandung dari bunda Fatma, Jasmine lah yang paling dekat keberadaannya sebagai seorang anak semasa hidup Fatma. Dua anak Fatma lainya terlalu sibuk dengan urusan mereka, bahkan sekedar hanya untuk meluangkan waktu menemani makan bersa
"Kita perlu selidiki ini?"Alan menyerahkan botol yang ia temukan itu pada Jasmine. "Ini biasa bunda konsumsi. Kemarin ketika sedang telepon aku, bunda juga bilang baru mau minum vitamin. Tapi setelahnya ...,"Jasmine tidak melanjutkan kalimatnya. Mata yang tadi fokus membaca tulisan di botol obat yang gadis itu bolak-balik, kini beradu tatap dengan Alan."Jangan- jangan!"Alan dan Jasmine berucap serempak. Nyatanya saat ini isi pikiran mereka sama. Segera Alan menghubungi temannya yang bekerja di bagian farmasi. Pria itu yakin temannya akan mengecek dan mendapatkan hasil analisanya lebih cepat dari pada di tempat umum yang harus mengantri terlebih dahulu.Setelah menghubungi teman Alan, dan menyatakan menyanggupi. Alan mengajak Jasmine pergi ke sana bersamanya.Tidak membutuhkan waktu lama bagi Alan sampai di lokasi yang kebetulan berjarak 30 menit saja dari perumahan elit tempat almarhum bunda Fatma tinggal."Apa yang harus gue bantu, bro?" Teman Alan menyapa ketika Alan dan Jasmin
"Mama kamu yang membuat aku harus pergi dari hidup kamu."Jasmine mendorong tubuh Alan yang semakin dekat padanya tadi."Aish! Sial!"Alan mengumpat juga terlihat kesal, dari raut wajahnya terlihat jelas pria itu sedang marah saat ini."Dia bukan mama kandungku," terang Alan, pelan. Saking pelannya Jasmine sampai meminta Alan mengulanginya, " hah?""Iya, mami kandungku tinggal di Jepang. Baru satu tahun terakhir beliau kembali ke sini," jelas Alan, yang kemudian melanjutkannya kembali, "Papaku menikahi dia karena di jebak.""Kamu? Tidak sedang berbohong, kan?"Jasmine menanggapi penjelasan Alan dengan pertanyaan yang seakan meragukan semua ucapan pria itu."Astaga! Buat apa aku bohong? Apa terlihat di wajahku, aku seorang pembohong, Hem?"Alan tidak habis pikir dengan pertanyaan yang baru Jasmine lontarkan padanya."Selama ini aku benci kamu, sebab wanita itu juga yang sudah menyebabkan kematian kedua orang tuaku."Jasmine menatap lekat ke dua iris hazel milik Alan. Mencari kebohonga
Hari ini Alan datang ke pusat farmasi tempat teman semasa kuliahnya bekerja. Sang teman dari Alan itu memberitakan telah mendapatkan hasil pengecekan isi dari botol obat yang Alan bawa dua hari yang lalu."Gue rasa ada orang yang sengaja mengganti isinya!"Alan melihat selembaran yang temannya berikan guna memastikan ucapkan sang kawan."Thanks, bro! Gue harus segera hubungi dia."Alan mencari benda pipih miliknya di dalam saku celana, mengetik di bagian pencarian kontak nama Jasmine di sana. Namun, pria itu tidak menemukannya."Bagaimana bisa gue belum punya nomor, dia ? Dasar, bodoh!"Alan mengumpat keteledoran dirinya sendiri. Bagaimana bisa dirinya yang sudah selama itu bertemu Jasmine kembali sampai tidak memiliki kontaknya.Akhirnya Alan memilih menghubungi Tio guna mencari kontak Jasmine untuk dirinya. Sedang pagi itu di apartemen Jasmine berada bersama Gina sekretaris pribadinya. Gina membahas perihal syarat isi surat wasiat almarhum bunda Fatma dengan Jasmine."Jadi kapa
Jasmine saat ini telah mengantongi satu bukti, jika kejanggalan yang selama ini dirinya rasakan, benar adanya pada kematian bunda Fatma.Jasmine tinggal mencari bukti lain guna mengungkap siapa sebenarnya dalang dibalik pembunuhan berencana sang bunda."Bagaimana jika kamu menikah saja? Orang yang menginginkan bunda Fatma meninggal akan menjadi yang paling tidak terima karenanya?"Alan berceloteh menawarkan sebuah solusi yang menurutnya paling mudah memancing sang pelaku muncul."Siapa yang mau ngajak aku nikah? Yang ada situasi seperti ini justru sengaja mereka memanfaatkan."Jasmine menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan yang bertumpu di meja cafe. Alan membawa Jasmine ke sebuah cafe yang telah terlebih dahulu ia reservasi agar hanya ada mereka berdua saja di sana."Aku ... Ayo kita nikah! Aku gak mungkin sampai manfaatin situasi kamu, Mimi. Kamu pasti tahu itu," ungkap Alan pada Jasmine. Pria itu tentu tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas untuk bisa bersama gadis yang s
"KAMU!"Seruan Jasmine membuat Alan yang tadi ikut mencari sumber asap rokok itu, berlari mencari keberadaan Jasmine."Siapa?" tanya Alan pada Jasmine, setengah berbisik saat sampai di samping Jasmine.Bukan menjawab Alan, Jasmine yang terlanjur kebakaran jenggot itu mengambil paksa puntung rokok yang ada di mulut pemuda yang duduk di bangku single taman rumah kaca itu."Siapa yang kasih ijin kamu ngerokok di sini, hah?"Jasmine menginjak-injak puntung rokok itu dengan heels yang di kenakannya."Apa-apaan sih, kamu! Datang-datang langsung marah-marah," jawab pemuda itu, santai. Dari raut wajahnya sama sekali tidak memperlihatkan ada rasa bersalah di sana. Jasmine tentu semakin kesal dibuatnya."Terus aku lihat kamu merokok di tempat ini harus diem aja, gitu! Tempat ini jadi bau asap rokok gegara kamu! Kenapa gak keruangan kusus merokok saja, hah!"Jasmine terlihat menggebu-gebu memaki pemuda yang merokok di tempat yang tidak seharusnya itu.Sang pemuda mendengkus, kemudian mengambil