Share

Bayangan Kematian

" Di sini tempat ternyaman. Selain pemandangan hijau dedaunan, bunga-bunga yang indah juga bantu bikin mood langsung happy lagi setelah suntuk dengan pekerjaan."

Lagi-lagi Alan hanya fokus pada setiap pergerakan Jasmine tanpa berkomentar. Alan bahkan reflek langsung memeluk gadis itu saat ini. Alan sangat merindukan Jasmine.

Jasmine yang kaget tentu reflek ingin melepaskan diri dari pelukan Alan. " Sebentar saja," racau Alan.

Jasmine tidak mengindahkan permintaan Alan, gadis itu terus berontak meminta dilepaskan.

" Mimi, sebentar saja! 30 detik izinkan aku memelukmu!"

Jasmine yang mendengar Alan memanggilnya Mimi sontak kaget dan bingung, " apa dia tahu selama ini aku pura-pura lupa ingatan?" tanya Jasmine dalam hati.

Meski begitu Jasmine tidak ingin tahu lebih lanjut. Gadis itu memilih melanjutkan aktingnya, dan menganggap barusan ia baru saja salah dengar.

" Aku kangen," racau Alan, lagi.

Pria itu akhirnya mengurai pelukannya pada Jasmine.

" Aku nggak salah dengar? Kamu kangen aku? Kita sekarang bersama, weekend kemarin kita bahkan menghabiskan waktu bersama di sirkuit balapan," kekeh Jasmine. Gadis itu menanggapi racauan Alan dengan nada bercanda.

" Kenapa harus bohong segala?" Alan mengulurkan paper bag yang sedari tadi ia bawa. Di dalamnya ada baju savety balapan milik Jasmine yang sudah ia laundry.

" Bunda nggak suka aku balapan. Apalagi kemarin aku sampai kecelakaan," jawab Jasmine apa adanya.

" Lalu kenapa masih pergi balapan, hem?"

Alan dan Jasmine kini duduk bersanding di sebuah bangku taman. Alan seakan tidak mau sekejap pun kehilangan waktunya untuk tidak memandangi Jasmine dari jarak sedekat ini.

Sedang Jasmine terlihat masa bodoh masih fokus dengan ceritanya yang random.

Keesokan paginya sesuai kesepakan Alan memenuhi permintaan Jasmine untuk melakukan konferensi pers hubungan mereka pada publik.

Meski sepakat mengaku sebagai rekan bisnis saja. Alan nyatanya menjadi marah-marah sendiri dan Tio menjadi sasaran empuk sahabatnya itu menggila karena seorang perempuan.

" Kenapa nggak minta bilang Lo kekasihnya saja, sih! Dari pada di belakang layar Lo uring-uringan kaya gini?"

Tio terlihat kesulitan menghadapi bos sekaligus sahabatnya itu yang sampai meminta mengosongkan seluruh waktunya hari itu.

" Mending nggak usah banyak omong Lo! Pastikan gue dapat reservasi tempat makan cake manis setelah itu!"

Alan masuk ke dalam mobil BMW kesayangannya. Tio yang di tinggal Alan, tergesa menyusul dengan langkah cepat masuk ke dalam mobil yang sudah ada Alan di dalamnya.

Tidak banyak obrolan seperti biasanya antara dua orang sahabat itu. Alan sibuk dengan isi pikirannya sendiri, sedang Tio yang duduk di balik bangku kemudi memilih fokus pada perjalanan kota yang sudah tidak terlalu padat pagi itu.

Sesampainya di lokasi konferensi pers yang telah ramai awak media Tio mengusulkan untuk mereka masuk dari pintu belakang. Tanpa menunggu perintah Alan, Tio langsung melakukan panggilan telepon pada sekretaris Jasmine. Meminta bantuan wanita itu untuk bisa dengan mudah masuk ke sana

"Bu Gina, Pak Alan sudah tiba di lokasi. Tetapi kami tidak bisa masuk sebab pintu depan sudah ramai awak media," terang Tio, melalui panggilan teleponya.

Akhirnya Gina mengarahkan Tio untuk masuk dari pintu belakang.

Ketika Alan dan Tio sampai, Gina sudah menunggu di sana. " Mari ikuti saya!"

Gina yang sudah pernah melihat Alan secara langsung tentu langsung mengenalinya dan mempersilahkan mereka masuk.

Berbeda dengan Tio yang selama ini hanya mendengar suara wanita itu melalui telepon. Di pertemuan pertama Tio, melihat Gina sebagai wanita dewasa yang anggun dan energik. Setiap ucapan Gina bahkan berhasil menghipnotis Tio yang menjadi gagal fokus mendampingi sahabatnya di sana.

Tio selalu mencuri pandang pada Gina yang terlihat sangat profesional dalam membersamai Jasmine.

Tio bahkan sampai membuat Alan kesal karena beberapa kali Alan panggil dan tanya. Pria itu hanya bungkam atau menggeleng saja sebagai jawaban.

Saat ini Alan duduk bersanding dengan Jasmine diikuti Gina di samping Jasmine juga Tio di samping Alan. Mereka menjelaskan berita yang beredar yang bahkan menjadi trending topik beberapa hari di media masa.

"Apakah Alan pacar Anda ...?"

"Kalian serasi sekali ...."

"Benarkah kalian hanya rekan bisnis biasa?"

Berbagai pertanyaan dari wartawan dengan sabar Jasmine dan Alan menjawabnya. Meski di sana terlihat Jasmine yang lebih banyak berinteraksi dengan wartawan.

Jasmine mengakui di depan awak media sesuai rencana awal bahwa dirinya dan Alan hanya rekan bisnis saja. Jasmine juga mengatakan dirinya baru bertemu dengan Alan.

"Kamu pintar mencari tempat," puji Alan pada Tio.

Alan saat ini telah berada di sebuah restaurant yang sudah sahabatnya atur lebih dahulu reservasinya. Sehingga saat itu tidak ada siapapun lagi di sana kecuali mereka berdua. Satu buah cheese cake berukuran sedang dengan cream manis Alan lahap dengan rakus. Menyalurkan rasa kesal pada makanan manis gurih itu nyatanya berhasil mengurai kelegaan setelahnya.

Waktu terus berlalu setelah konferensi pers itu, berita miring tentang Alan bersama Jasmine mulai tenggelam. Namun, Alan tetap dalam diam terus mengintai keberadaan gadis yang selalu membuat hatinya tidak tenang itu. Alan selalu berdoa dirinya bisa berjodoh dengan Jasmine.

Satu bulan berlalu.

Berita seorang konglomerat meninggal dunia secara tiba-tiba berhasil menggemparkan media masa hari itu.

"Bro, sudah lihat ini?" Tio memberikan iPad pada Alan. " " Bunda Fatma meninggal? Dia orang tua angkat Jasmine, kan?"

Tio mengangguk berkali-kali. Membenarkan pertanyaan Alan.

"Lo, handle kerjaan gue!" titah Alan pada Tio.

" Tunggu, Lo mau kemana? Ada pertemuan tender baru yang tidak bisa gue wakili hari ini, Bro!"

Tio mengingatkan agenda penting sahabatnya yang tengah tergesa mengenakan jasnya kembali. Kunci mobil BMW putih kesayangan Alan tidak lupa ia raih.

" Gue percayakan semua sama, Lo! Dia lagi butuh gue sekarang," terang Alan. Segala hal yang menyangkut tentang Jasmine selalu jadi prioritas Alan saat ini.

Dengan kecepatan di atas rata-rata Alan membelah jalanan kota sore itu yang belum terlalu ramai pengguna.

Alan memacu mobil kesayangannya menuju di mana TPU berada. Keluarga besar memutuskan untuk langsung mengebumikan Fatma yang meninggal pagi tadi di kediamannya.

Pemakaman sudah cukup sepi ketika Alan tiba. Tinggal Jasmine dan dua pasang orang lainnya yang tinggal di sana.

Mendengar derap langkah mendekat. Semua orang yang berada sekitar makam menoleh ke arah Alan yang baru datang. " Saya ikut berduka."

Alan semakin mengikis jarak, kemudian meletakan karangan bunga di atas nisan. Alan mendekat pada Jasmine, merangkul pundak gadis itu. Menepuk-nepuk pelan guna menguatkan. " Kenapa bunda pergi juga ninggalin aku!"

Terlihat Jasmine paling terpukul atas kepergian bunda Fatma di sana. Bayangan kematian kedua orang tua Jasmine dahulu seperti terulang lagi di kematian bunda Fatma hari itu.

" Alan, aku mau ikut mereka pulang saja! Aku nggak mau sendirian."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status