"KAMU!"Seruan Jasmine membuat Alan yang tadi ikut mencari sumber asap rokok itu, berlari mencari keberadaan Jasmine."Siapa?" tanya Alan pada Jasmine, setengah berbisik saat sampai di samping Jasmine.Bukan menjawab Alan, Jasmine yang terlanjur kebakaran jenggot itu mengambil paksa puntung rokok yang ada di mulut pemuda yang duduk di bangku single taman rumah kaca itu."Siapa yang kasih ijin kamu ngerokok di sini, hah?"Jasmine menginjak-injak puntung rokok itu dengan heels yang di kenakannya."Apa-apaan sih, kamu! Datang-datang langsung marah-marah," jawab pemuda itu, santai. Dari raut wajahnya sama sekali tidak memperlihatkan ada rasa bersalah di sana. Jasmine tentu semakin kesal dibuatnya."Terus aku lihat kamu merokok di tempat ini harus diem aja, gitu! Tempat ini jadi bau asap rokok gegara kamu! Kenapa gak keruangan kusus merokok saja, hah!"Jasmine terlihat menggebu-gebu memaki pemuda yang merokok di tempat yang tidak seharusnya itu.Sang pemuda mendengkus, kemudian mengambil
"Apa-apaan itu, Mas? Jasmine akan menikahi pengawal pribadinya? Apa semua itu hanya tak tik perawan tua itu agar bisa mengambil wasiat almarhum mama?" Anggun istri dari Aris itu sedari bertemu dengan Jasmine di meja makan tidak habis-habisnya mengoceh, mengeluarkan kembali kekesalannya pada Aris setiap wanita itu mengingat akan kehilangan harta warisan almarhum mama mertuanya."Tenang sayang! Kita tidak akan membiarkan dia memang!" Aris berusaha menenangkan sang istri. Walau pada kenyataannya laki-laki itu juga tidak kalah khawatir dengan sang istri."Lalu apa rencana, kamu, Mas? Jasmine tadi bahkan mengutarakan pernikahan mereka akan diadakan dalam waktu dekat!"Aris pun akhirnya menjelaskan kepada anggun mengenai rencana yang akan ia lakukan pada Jasmine."Kalau gagal gimana ?" tanya Anggun, pesimis. Terlebih rencana yang akan suaminya lakukan itu menyangkut nyawa seseorang."Sudah, kamu cukup percayakan saja semua padaku!" Aris kemudian berpamitan pada anggun. Laki-laki itu tidak
"Kenapa tiba-tiba ajak pergi makan cake?" tanya Jasmine pada Alan.Saat ini mereka berdua sudah berada di sebuah cafe yang menjual cheese cake yang enak."Aku sedang ingin makan makanan yang manis," jawab Alan. Pria itu tidak lupa menyuapkan kembali cheese cake pada mulutnya. "Kamu benar tidak mau coba?"Alan membujuk Jasmine untuk mencicipinya. Setelah berulang kali menolak akhirnya mau mencoba satu suap. "Hemm, enak banget." Jasmine mengomentari cheese cake yang baru masuk ke dalam mulutnya. Alan yang mendengar komentar itu tertawa renyah." Aku pesankan lagi buat kamu, ya!"Alan memanggil pelayan. Ketika itu juga Jasmine hendak menghentikannya. "Makanan manis itu tinggi kalori."Jasmine memang selektif memilah makanan. Gadis itu cenderung menghindari makanan yang terlalu manis."Lupakan sejenak itu kalori. Nanti kita bisa pergi olah raga bersama. Apa kamu masih tidak menyukai olah raga?"Seingat Alan, Jasmine memang paling malas pergi olah raga. Beruntung gadis itu tidak sembaran
Keesokan harinya Jasmine meminta Gina mengatur pertemuan antara dirinya dan Gery. Gery adalah anak pengusaha ternama yang terakhir kali bunda Fatma kenalkan pada Jasmine sebelum meninggal dunia.Tentu sebelum Jasmine pergi balapan, kecelakaan dan bertemu Alan. Jasmine sempat bertemu berdua saja di sebuah restaurant ternama yang sengaja di pesan Gery hanya untuk pertemuan mereka berdua kala itu. Gery terbilang tampan juga mapan, semua itu tentu masuk kriteria Jasmine sebagai pasangan hidup. Namun, anehnya Jasmine tidak merasakan kenyamanan seperti halnya saat ia bersama Alan.Bertemu terakhir saat sang bunda meninggal, Gery ikut datang menyampaikan bela sungkawa. Sebatas itu, pria itu bahkan tidak mendekat apalagi mencoba menghibur Jasmine kala kembali tengah berada di titik terendah dalam hidupnya. Kini tiba-tiba datang tiada angin maupun hujan membawa surat perjanjian pranikah tanpa konfirmasi terlebih dahulu dengan Jasmine.Apa dia pikir pernikahan itu juga bisnis?Apa dia melakuk
"Hasil penyelidikan sidik jari sudah keluar. Perlukah kita bertemu?"tanya Alan pada panggilan telepon dengan Jasmine. Tiga puluh menit yang lalu badan penyelidik menginformasikan bahwa hasil sidik jari dari botol obat yang waktu itu ditemukan di rumah kaca telah diketahui identitasnya. Namun, Alan ragu ketika tadi akan menghubungi Jasmine. Pria itu khawatir jika mengetahui sekarang akan mengubah suasana hati Jasmine yang lusa akan menikah dengannya.Setelah menimbang hal yang mungkin terjadi. Alan memutuskan untuk memberi tahu Jasmine. "Namun, apa tidak masalah? Kita akan menikah tetapi masih sering bertemu?" Alan memang membatasi pertemuan mereka menjelang tiga hari sebelum hari-H. Mengantar jemput Jasmine yang biasa Alan lakukan, sementara Alan alihkan pada enam bodyguard yang pandai bela diri, agar bisa menjaganya. Namun, pada kenyataanya disela waktu luang Alan sering mencuri waktu diam-diam mengintai keberadaan Jasmine. Semua itu nyatanya Alan lakukan guna menuntaskan peras
"Jasmine!""Tidak! Tidak!""Tidak boleh terjadi! Jasmine pasti baik-baik saja!"Tidak terdengar ledakan lagi dari lokasi kebakaran, Alan hendak meluncur ke dalam mini market yang terbakar itu mencari keberadaan Jasmine. Beberapa orang yang ada di sekitar tempat kejadian yang melihat Alan tentu berupaya mencegahnya."Tidak Tuan! Anda tidak boleh ke sana! Itu berbahaya!"seru salah seorang yang membantu memegangi Alan, agar tidak nekad."Lepasin! Lepasin saya! Calon istri saya di dalam sana!"Alan terus berontak tidak perduli dengan semua ucapan orang-orang yang menghadangnya, hingga akhirnya pria itu berhasil melepaskan diri. Pria itu terjun bebas ke dalam mini market yang terbakar.Si jago merah terlihat semangat menari-nari dengan lincahnya, Alan bahkan tidak lagi memperdulikan keselamatannya. Yang ada dalam benak Alan saat itu adalah hanya menyelamatkan Jasmine. Pria itu tidak akan rela kehilangan Jasmine untuk yang kedua kalinya."Jasmine!""Mimi!""Kamu di mana?""Jika masih sada
"Mas, kamu keterlaluan! Setelah dia turutin semua kemauan kamu. Sekarang sama sekali kamu tidak mau menemuinya di kantor polisi! Ayah macam apa, Kamu!"Anggun menggebu-gebu sebab geram akan sikap suaminya yang seolah tak acuh pada putra semata wayangnya."Jika dia bisa lebih cantik melakukannya. Dia tidak akan tertangkap!" Aris menanggapi kepanikan istrinya dengan tenang. Meskipun sama di dalam lubuk hatinya yang terdalam menyimpan kepanikan yang tidak bisa laki-laki paruh baya itu perlihatkan dihadapan sang istri."Mau ke mana sekarang kamu, Mas?"Melihat Aris melangkah mendekati pintu, anggun kembali kesal sebab pria itu meninggalkan dirinya ketika sedang membahas perihal sepenting itu."Diam di rumah! Jangan ikut menyebalkan seperti putramu!"Seringai Aris terlihat menyeramkan bagi anggun. Untuk pertama kalinya suaminya itu bersikap kasar seperti itu padanya. Aris melanjutkan langkah meninggalkan ruang kerja, menuju tempat di mana ada seseorang yang telah menantikan kehadiranny
Pernikahan Jasmine dan Alan yang diam-diam nyatanya juga tertangkap paparazi.Dalam sekejap pernikahan mereka menjadi trending topik di media masa. Alan dan Jasmine tentu belum mengetahui itu sebab masih fokus pada acara pemotretan."Gina! Lihat ini." Tio memberikan iPad yang ada pada tanganya pada Gina."Ini foto pernikahan Mimi dengan Tuan Alan?"Gina terkesiap melihat gambar Jasmine bersama Alan di salah satu media sosial ternama. "Mereka tertangkap paparazi?" Tio mengangguk membenarkan pernyataan Gina. Sedang Gina mengedarkan pandangan pada setiap pengunjung yang datang di sana. Gina bahkan tidak menemukan seorangpun yang mencurigakan."Aku harus kasih tahu Mimi segera!"Gina beranjak hendak melangkah mendekati Jasmine. Namun, pergelangan tangannya berhasil Tio raih. "Sebentar Lagi sesi pemotretan selesai. Kita kasih waktu mereka bersama sebentar, ya! Lihat itu mereka begitu serasi, bukan?"Tio menunjuk pasangan Almin dengan dagu. Gina pun akhirnya ikut mengarahkan pandangan pad
"Mau coba cek dulu? Kita berhenti di apotik beli tes pack dulu, ya? Kamu kapan terakhir halangan?" Alan memberondong Jasmine dengan pertanyaan, setelah wanita itu lebih dahulu mematikan sambungan teleponnya dengan Gina.Jasmine memiliki pemikiran yang sama. Namun, keinginannya makan rujak kedondong lebih dominan. "Ck! Cari rujak dulu, Al! Lagian belum pasti juga, kan aku hamil," jawab Jasmine, santai. Fokusnya kembali pada benda pipih di tangannya, mengetik huruf di papan pencarian menanyakan tempat yang mungkin menjual rujak kedondong di sana.Cukup lama tidak ditemukan karena waktu memang sudah cukup malam. Ada kedai rujak cukup jauh lokasinya juga ternyata sudah tutup. Akhirnya Jasmine tidak kehabisan akal, mengetik huruf kembali mencari toko buah yang mungkin menjual buah kedondong. Wanita itu berniat membuat rujak sendiri nanti di rumah. Akhirnya, mobil Alan belokan ke sebuah super market besar yang ada di kota itu. "Harusnya di sini ada buah yang kamu, mau," tuturnya.Sebelum
"Saya mendapatkannya," ungkap Rio pada Alan, yang baru sempat melakukan panggilan setelah kesibukannya di Singapura."Di mana dia sekarang?" tanya Alan, to the point."Di rumah sakit. Keadaannya kritis," jawab Rio. "Istri anda belum saya beri tahu, sesuai permintaan anda," lanjutnya.Alan memang memperingatkan Rio untuk tidak menginfokan apapun pada istrinya, sebelum dirinya kembali ke tanah air."Saya usahakan pulang secepat mungkin," kata Alan. "Tetap jaga istri saya dari kejauhan."Alan memilih segera mematikan panggilan, usai mengingatkan Rio kembali. Waktunya tidak banyak di sana agar lekas bisa kembali ke tanah air secepat mungkin. "Istri kamu belum tahu berita di sosial media tentang seseorang tertembak di sekitaran apartemen tadi pagi adalah ulah detektif swasta yang kamu sewa." Gina mengirimkan notifikasi pesan pada Alan. Membuat laki-laki itu langsung melakukan panggilan telepon pada sekretaris pribadi Jasmine. "Iya, Alan," sapa Gina dari seberang telepon sana."Gue se
Pukul sembilan malam Alan Alan benar-benar pergi ke Singapura lagi, mengikuti penerbangan terakhir hari itu."Aku harusnya ikut antar kamu ke bandara," ungkap Jamsine pada Alan. Wanita itu hanya Alan perbolehkan mengantar sampai basement apartemen saja."Jangan lagi buat aku gak jadi terbang," ujar Alan, mengomentari ungkapan istrinya. Sebenarnya sedari di rumah baru tadi Alan sudah hampir mengikhlaskan tender besar yang di Singapure. Pria itu tidak bisa pergi meninggalkan Jamsine dalam situasi genting seperti saat itu. Namun, pada kenyataannya wanitanya itu pandai meyakinkan Alan untuk tetap berangkat, tentu setelah mengiyakan permintaan Alan pindah ke rumah baru mereka besok pagi."Asisten rumah tangga sesuai spesifikasi kamu datang besok pagi," ucap Alan, sambil menghujani wajah Jasmine dengan banyak kecupan di sana.Jasmine mengangguk, "makasih, ya! Kalo sudah sampai segera kabari aku."Jasmine tahu Alan sedang berat meninggalkannya, sehingga wanita itu memilih tidak banyak menan
"Mau kasih lihat apa?" rengek Jasmine. Menarik-narik tangan Alan, meminta pria itu lekas memberitahunya. "Sebentar lagi, kamu tahu," ujar Alan. Membawa wanitanya ke sebuah kamar yang sudah ia dekorasi sedemikian rupa."Tutup mata! Dalam hitungan ke tiga baru kamu buka!" titah Alan pada Jasmine.Jasmine mengangguk patuh, mulai memejamkan mata.Ceklek!Handle pintu Alan tarik ke bawah, pintu kamar pun terbuka. Semerbak aroma kelopak bunga mawar seketika memenuhi indera penciuman Jasmine ketika baru memasuki ruangan itu."Satu ... dua ... tiga!"Jasmine membuka mata perlahan, tepat setelah Alan selesai menyebutkan angka tiga. Betapa bahagia hati wanita itu, dalam kesibukan Alan masih sempat menyiapkan ini semua untuknya.Jasmine merasa benar-benar beruntung dipertemukan kembali dengan mantan kekasih yang sekarang justru menikah dengannya. "Kamu udah nentuin kamar utama, kenapa tadi masih nanya?" beber Jasmine. "Sengaja mau ngetes?" imbuhnya.Alan hanya mengangkat bahu sebagai jawaban.
"Ini apa?" tanya Jasmine. Alan yang mendengar pertanyaan itu langsung membungkukkan badan, melihat dengan seksama apa yang wanitanya pertanyakan."Paper bag lagi? Bunga itu," ucap Alan, pelan. Pergerakannya secepat mungkin ke arah luar mobil. Menyelisik ke sekeliling, mencari keberadaan orang yang mengirim itu. "Mungkin belum jauh?""Tadi dikunci, kan mobilnya sebelum masuk cafe?" tutur Jasmine, ingin memastikan."Tio yang bawa mobil. Tapi aku yakin dia udah kunci," jawab Alan, yang mengetahui sahabatnya itu bukanlah tipikal pribadi yang teledor.Alan masih mengedarkan matanya ketika menjawab pertanyaan Jasmine. Sayangnya Alan tidak bisa menemukan siapapun di sana. Tidak terlihat ada orang mencurigakan di area parkir dan sekitarnya. "Apa ini diletakan sedari tadi?" Tidak ingin menduga-duga seorang diri, Alan memilih mengambil benda pipih nya dari saku celana. Mencari nama Tio di sana."Iya, bro," sapa Tio, setelah mengucapkan salam terlebih dahulu seperti biasa. "Ke parkiran sekar
Tap ...Tap ...Tap ...Langkah kaki Alan, menggema kala memasuki cafe yang sudah mulai sepi pengunjung di jam makan siang yang sudah jauh terlewat itu.Jasmine tersenyum lebar mendapati Alan datang menyusulnya. Kemudian berdiri guna menyambut laki-lakinya itu. "Padahal gak bilang mau datang!"Bibir ranum Jasmine mengerucut, sebagai respon dari kedatangan Alan yang tanpa memberi tahunya terlebih dahulu. Cup!Alan mencuri satu kecupan singkat di sana. "Jangan pancing aku sekarang," bisik Alan, tepat di samping telinga Jasmine.Ehem!Tio yang berdiri lima langkah di belakang Alan, berdehem guna mengingatkan. Bahwa di antara mereka berdua masih ada orang lain di sana."Dia kekeh mau nyamperin, Lo. Padahal kita tadi lagi banyak banget kerjaan," ucap Tio asal kemudian duduk di bangku kosong samping Gina.Gina yang mendapati Tio hadir, bahkan memilih duduk di sampingnya itu di buat gelagapan sendiri. Mau bagaimanapun mereka sudah cukup lama tidak bertemu. Tentulah membuat pertemuan itu ter
"Data pemilik sidik jari sudah keluar," ungkap Rio pada Alan juga Tio yang baru tiba di markasnya. "Dari data yang ada, sidik jari ini menunjukan milik tuan Aris. Namun, saat ini keberadaannya tidak diketahui," sambungnya."Apa dia sudah tidak ada di kota ini?" tanya Tio, lebih dahulu berkomentar."Atau mungkin juga ganti identitas."Alan akhirnya ikut berkomentar, sambil memutar berkali-kali pena yang ada di jarinya. Posisi pria itu saat ini tengah duduk di bangku, terlihat santai. Namun, pikirannya berkelana memikirkan berbagai kemungkinan yang mungkin terjadi. Tatapan mata Alan hanya lurus ke depan, gaya Alan seperti itu justru menambah kesan tampan pada dirinya. Berkali-kali lipat lebih mempesona."Bisa jadi itu, jika ganti identitas. Identitas baru pasti terdaftar, dan terlacak sistem." Tio menimpali. "Apalagi sekarang berbagai fasilitas publik membutuhkan scan sidik jari bahkan wajah," ujarnya."Tidak ada laporan kematian atas nama tuan Aris. Kemungkinan besar dia masih hidup.
"Halo, tuan, " sapa Rio, di seberang telepon sana."Di mana?" tanya Alan, tidak berniat ber basa-basi."Saya di rumah sakit, sedang temani ayah sarapan, " jawab Rio."Ke markas sekarang! Ada yang harus anda kerjakan!" titah Alan pada Rio."Baik, tuan. Saya ke sana sekarang."Usai mengucapkan itu, Rio langsung berpamitan pada sang ayah. Mengatakan bahwa dirinya ada panggilan kerja.Sang ayah tentu langsung mengiyakan kali itu. Sangat kebetulan, tidak seperti biasanya yang akan drama terlebih dahulu seperti anak kecil yang akan di tinggal orang tuanya bekerja.Sedang Alan juga sama. Pria itu mengecup kening istrinya singkat, lalu ke luar dari ruangan itu, tentu dengan paper bag hitam di tangannya.Sepeninggalan Alan, Gina yang sudah menahan rasa penasaran sedari tadi itu mulai mencecar Jasmine dengan berbagai pertanyaan. "Apa yang sudah Alan lakuin ke kamu? Kenapa sampai kamu harus pakai kursi roda? Apa Alan sekejam itu?"Cep! Gina berhenti bertanya.Jasmine yang tidak ingin mendengar
Di kamar mandi Alan benar-benar hanya membantu Jasmine membersihkan diri. Meski bersusah payah menahan diri, nyatanya pria itu berhasil menepati janjinya. "Tahan sebentar, ya! Mungkin akan sedikit pedih," ucap Alan, sebelum membubuhkan salep pada area sensitive wanitanya itu.Jasmine reflek mencekal tangan kekar Alan yang akan mengoleskan salep itu. "Aku, bisa sendiri!" CK!Alan berdecak kesal mendapati Jasmine masih saja malu terhadapnya. "Aku udah lihat semua punya kamu. Kalo lupa!"Setelah mengucapkan itu, Alan segera melancarkan aksinya mengolesi salep di area sensitive Jasmine.Dapat dilihat wanita itu meringis menahan pedih meski hanya sesaat."Sudah!" seru Alan. Pria itu kemudian menutup salep, lalu meletakkannya kembali di kotak p3k."Bisa jalan?"Alan sengaja menanyakan itu, karena tadi saat hendak pergi ke kamar mandi, Alan yang membopongnya ke dalam toilet."Aku coba jalan pelan, ya!"Jasmine berdiri perlahan, mulai melangkah meski setengah di seret. Wanita itu benar-benar