Share

Tawa Di Atas Duka

" Alan, aku mau ikut mereka pulang saja! Aku nggak mau sendirian."

Jasmine terlihat kalut kali ini. Alan yang melihat keadaan gadis itu ikut merasa terpukul atas apa yang menimpamya.

"Kamu ada aku! Kamu tidak pernah sendiri."

Alan membawa Jasmine kedalam pelukannya. Alan usap punggung rapuh gadis itu naik turun, berharap bisa memberikan sedikit ketenangan di sana.

Sedang di hadapan Jasmine dan Alan terlihat dua pasang orang terakhir meninggalkan makam tanpa berpamitan.

"Kita pulang juga, yuk!"

Alan mencoba membujuk Jasmine pulang. Namun, gelengan saja yang pria itu dapat.

"Hari sudah mulai petang. Kita bisa berkunjung lagi besok," bujuk Alan, lagi. Pria itu tidak menyerah membujuk Jasmine. Sampai akhirnya Jasmine mau mengikuti bujukan Alan untuk turut pulang bersama.

Alan mengantar Jasmine pulang ke apartemen setelah sebelumnya bertanya. Ya, saat itu Jasmine memang butuh waktu untuk menenangkan dirinya sendiri. Di tinggal pergi kembali oleh orang tua selamanya nyatanya membuat Jasmine berkali-kali lebih terpukul. Terlebih bunda Fatma pergi meninggalkannya usai melakukan panggilan dengannya.

Sampai di apartemen Alan memastikan Jasmine bisa istirahat dengan baik barulah berani meninggalkannya.

Alan sebelumnya memaksa Jasmine makan meski nihil hasilnya sama sekali tidak ada makanan yang masuk. Alan juga meminta Jasmine membersihkan diri terlebih dahulu agar lebih segar, tapi tidak sama sekali gadis itu lakukan.

Akhirnya, Alan memilih duduk terdiam melihat Jasmine yang terus mengurai air matanya, sampai mungkin merasa lelah terlalu lama menangis gadis itu ketiduran. Alan barulah memutuskan untuk pulang ketika melihat Jasmine sudah terlelap.

Keesokan harinya Alan pagi-pagi sekali sudah meluncur kembali ke apartemen Jasmine. Entah semalam sempat terlelap atau tidak? Yang Alan pikirkan sepanjang waktu itu hanyalah keadaan Jasmine.

Alan pulang pukul dua malam, dan ini pukul enam pagi Alan sudah berangkat kembali guna mengetahui keadaan Jasmine.

Alan tidak lupa memesan online terlebih dahulu menu sarapan mereka yang langsung di antar ke apartemen Jasmine.

Sesampainya di apartemen, Alan cukup terkejut melihat Jasmine yang ia kira masih terpuruk, atau belum bangun dari tidurnya. Nyatanya saat ini gadis itu sudah rapih dengan stelan celana bahan berwarna putih dilengkapi jas berwarna senada yang terlihat pas juga elegan di badan mungil gadis itu.

"Kamu harus bantu aku mengungkap kematian bunda!" Sambut Jasmine pada Alan yang baru tiba.

Jasmine tidak lupa mempersilahkan Alan duduk usai membukakan pintu apartemen yang belnya berdenting berulang kali, kala Alan sampai tadi. Gadis itupun ikut duduk di sofa yang sama dengan yang Alan duduki.

"Aku senang melihat kamu sudah kembali semangat," tutur Alan, jujur. Pria itu mengutarakan isi hatinya yang sebenarnya. Melihat Jasmine di titik terendah dalam hidupnya kemarin membuat Alan tidak tenang, bahkan sekedar hanya untuk meninggalkannya sebentar.

"Kamu sendiri yang bilang semalam kalau kita harus punya tujuan untuk tetap bisa bertahan hidup?"

Jasmine mengulang kata-kata penyemangat Alan semalam padanya.

Alan mengangguk mengiyakan pertanyaan Jasmine. "Lalu apa rencana Kamu sekarang?"

" Kita harus selidiki yang janggal! Kita pergi ke rumah bunda sekarang!" seru Jasmine pada Alan. Saking bersemangatnya gadis itu bahkan langsung bangkit dari posisi sebelumnya.

Namun, Alan menahan pergerakan gadis itu dengan menggenggam pergelangannya. "Aku udah lanjur pesen makanan buat kita. Kita sarapan dulu, ya!"

Jasmine yang sedang menggebu akan menyelidiki kasus kepergian sang bunda yang janggal itu sebenarnya tidak merasa lapar sama sekali. Namun, mendengar Alan sudah terlanjur memesan makanan untuk mereka. Jasmine tidak tega menolak, akhirnya gadis itu memilih duduk di posisinya semula.

Beruntungnya tepat waktu. Usai Alan mengecek ponsel miliknya untuk melihat pesanan online makanan untuk mereka sarapan. Makanan yang Alan pesan datang tiga menit kemudian. Mendengar bel apartemen berbunyi Alan berinisiatif untuk membukanya. "Itu pasti makanan kita."

Setelah menerima pesanan makanan mereka Alan gegas menyiapkan semua di atas meja. " Aku harap kamu masih suka ini!"

Alan memberikan sendok makan pada Jasmine. Tidak lupa bubur ayam kering tanpa kuah yang sudah siap Alan berikan pada Jasmine. " Aku sengaja pesan ini. Dari kemarin perut kamu pasti belum terisi."

Alan khawatir asam lambung Jasmine naik, sehingga tadi dirinya memesan makanan yang mudah di cerna.

"Makasih, tapi maaf aku nggak berselera makan."

Jasmine menatap nanar makanan yang amat ia suka dari dahulu sampai sekarang. Ternyata Alan masih mengingat salah satu menu sarapan favoritnya itu.

"Aku suap, ya? Inget ...! buat kamu bisa berhasil membongkar kejanggalan itu, kamu butuh energi untuk mewujudkannya."

Alan dengan telaten membujuk gadis itu supaya mau mengisi energinya terlebih dahulu sebelum meluncurkan aksinya.

"Ayo a ...!"

Satu suapan Alan ambil kemudian ia dekatkan ke erah mulut gadis itu. Jasmine terpaksa membuka mulutnya tidak ingin membuat Alan kecewa.

"Kamu makan juga!" Jasmine ingin Alan juga ikut sarapan bersamanya. Akhirnya mereka berdua memakan bubur satu porsi untuk berdua saja. Satu porsi lainya mereka akan berikan pada security apartemen yang berjaga.

Beberapa menit berlalu mereka sudah selesai sarapan. Mereka bahkan saat ini sudah berada di dalam mobil Alan yang melaju dengan kecepatan rata-rata menuju perumahan elit tempat rumah bunda Fatma berada.

Tiga puluh menit membelah jalanan kota yang padat namun, cukup lancar. Mobil yang Alan kemudikan telah terparkir di halaman rumah almarhum.

Jasmine keluar lebih dahulu dari mobil Alan. Berjalan elegan menuju pintu utama rumah bagaikan istana milik almarhum sang bunda berada

Alan tentu ikut bersama Jasmine tepat satu langkah di belakang gadis itu berjalan. Sampai di dalam rumah mewah, tempat yang menjadi tujuan utama Jasmine

adalah lokasi di mana sang bunda di temukan tewas mengenaskan.

Namun, belum sampai di taman rumah kaca Jasmine mendengar canda tawa kebahagiaan dari arah jalan yang sebaliknya.

Lekas Jasmine memutar langkah menuju sumber tawa yang ternyata berasal dari ruang kerja almarhum sang bunda. Dengan langkah cepat menahan amarah di dada Jasmine mengikis jarak.

Brak!

Jasmine mendorong pintu ruangan itu sekuat yang dia bisa. Alhasil suara keras pintu di buka kasar berhasil mengejutkan mereka yang tertawa terbahak di dalam ruang kerja Fatma. " Kalian menertawakan apa?"

Suara Jasmine terdengar penuh amarah di dalam sana. Alan sendiri tidak langsung masuk, pria itu memilih menunggu di luar ruangan terlebih dahulu.

Sepasang suami istri yang merupakan anak sulung almarhum menatap tajam pada Jasmine yang sudah mengganggu kebahagiaan mereka.

"Anak kesayangan Bunda! Kamu sudah pulang?"

Perempuan yang merupakan anak menantu di rumah itu menghampiri Jasmine, kemudian kembali berceloteh kala posisi mereka sudah sangat dekat sambil memainkan rambut Jasmine yang sengaja di gerai pagi itu. " Kami dari kemarin sudah menunggu kedatangan kamu ...,"

Kalimat sang wanita menggantung ketika mendengar langkah memasuki ruangan yang terbuka lebar pintunya itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status