"Kita perlu selidiki ini?"Alan menyerahkan botol yang ia temukan itu pada Jasmine. "Ini biasa bunda konsumsi. Kemarin ketika sedang telepon aku, bunda juga bilang baru mau minum vitamin. Tapi setelahnya ...,"Jasmine tidak melanjutkan kalimatnya. Mata yang tadi fokus membaca tulisan di botol obat yang gadis itu bolak-balik, kini beradu tatap dengan Alan."Jangan- jangan!"Alan dan Jasmine berucap serempak. Nyatanya saat ini isi pikiran mereka sama. Segera Alan menghubungi temannya yang bekerja di bagian farmasi. Pria itu yakin temannya akan mengecek dan mendapatkan hasil analisanya lebih cepat dari pada di tempat umum yang harus mengantri terlebih dahulu.Setelah menghubungi teman Alan, dan menyatakan menyanggupi. Alan mengajak Jasmine pergi ke sana bersamanya.Tidak membutuhkan waktu lama bagi Alan sampai di lokasi yang kebetulan berjarak 30 menit saja dari perumahan elit tempat almarhum bunda Fatma tinggal."Apa yang harus gue bantu, bro?" Teman Alan menyapa ketika Alan dan Jasmin
"Mama kamu yang membuat aku harus pergi dari hidup kamu."Jasmine mendorong tubuh Alan yang semakin dekat padanya tadi."Aish! Sial!"Alan mengumpat juga terlihat kesal, dari raut wajahnya terlihat jelas pria itu sedang marah saat ini."Dia bukan mama kandungku," terang Alan, pelan. Saking pelannya Jasmine sampai meminta Alan mengulanginya, " hah?""Iya, mami kandungku tinggal di Jepang. Baru satu tahun terakhir beliau kembali ke sini," jelas Alan, yang kemudian melanjutkannya kembali, "Papaku menikahi dia karena di jebak.""Kamu? Tidak sedang berbohong, kan?"Jasmine menanggapi penjelasan Alan dengan pertanyaan yang seakan meragukan semua ucapan pria itu."Astaga! Buat apa aku bohong? Apa terlihat di wajahku, aku seorang pembohong, Hem?"Alan tidak habis pikir dengan pertanyaan yang baru Jasmine lontarkan padanya."Selama ini aku benci kamu, sebab wanita itu juga yang sudah menyebabkan kematian kedua orang tuaku."Jasmine menatap lekat ke dua iris hazel milik Alan. Mencari kebohonga
Hari ini Alan datang ke pusat farmasi tempat teman semasa kuliahnya bekerja. Sang teman dari Alan itu memberitakan telah mendapatkan hasil pengecekan isi dari botol obat yang Alan bawa dua hari yang lalu."Gue rasa ada orang yang sengaja mengganti isinya!"Alan melihat selembaran yang temannya berikan guna memastikan ucapkan sang kawan."Thanks, bro! Gue harus segera hubungi dia."Alan mencari benda pipih miliknya di dalam saku celana, mengetik di bagian pencarian kontak nama Jasmine di sana. Namun, pria itu tidak menemukannya."Bagaimana bisa gue belum punya nomor, dia ? Dasar, bodoh!"Alan mengumpat keteledoran dirinya sendiri. Bagaimana bisa dirinya yang sudah selama itu bertemu Jasmine kembali sampai tidak memiliki kontaknya.Akhirnya Alan memilih menghubungi Tio guna mencari kontak Jasmine untuk dirinya. Sedang pagi itu di apartemen Jasmine berada bersama Gina sekretaris pribadinya. Gina membahas perihal syarat isi surat wasiat almarhum bunda Fatma dengan Jasmine."Jadi kapa
Jasmine saat ini telah mengantongi satu bukti, jika kejanggalan yang selama ini dirinya rasakan, benar adanya pada kematian bunda Fatma.Jasmine tinggal mencari bukti lain guna mengungkap siapa sebenarnya dalang dibalik pembunuhan berencana sang bunda."Bagaimana jika kamu menikah saja? Orang yang menginginkan bunda Fatma meninggal akan menjadi yang paling tidak terima karenanya?"Alan berceloteh menawarkan sebuah solusi yang menurutnya paling mudah memancing sang pelaku muncul."Siapa yang mau ngajak aku nikah? Yang ada situasi seperti ini justru sengaja mereka memanfaatkan."Jasmine menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan yang bertumpu di meja cafe. Alan membawa Jasmine ke sebuah cafe yang telah terlebih dahulu ia reservasi agar hanya ada mereka berdua saja di sana."Aku ... Ayo kita nikah! Aku gak mungkin sampai manfaatin situasi kamu, Mimi. Kamu pasti tahu itu," ungkap Alan pada Jasmine. Pria itu tentu tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas untuk bisa bersama gadis yang s
"KAMU!"Seruan Jasmine membuat Alan yang tadi ikut mencari sumber asap rokok itu, berlari mencari keberadaan Jasmine."Siapa?" tanya Alan pada Jasmine, setengah berbisik saat sampai di samping Jasmine.Bukan menjawab Alan, Jasmine yang terlanjur kebakaran jenggot itu mengambil paksa puntung rokok yang ada di mulut pemuda yang duduk di bangku single taman rumah kaca itu."Siapa yang kasih ijin kamu ngerokok di sini, hah?"Jasmine menginjak-injak puntung rokok itu dengan heels yang di kenakannya."Apa-apaan sih, kamu! Datang-datang langsung marah-marah," jawab pemuda itu, santai. Dari raut wajahnya sama sekali tidak memperlihatkan ada rasa bersalah di sana. Jasmine tentu semakin kesal dibuatnya."Terus aku lihat kamu merokok di tempat ini harus diem aja, gitu! Tempat ini jadi bau asap rokok gegara kamu! Kenapa gak keruangan kusus merokok saja, hah!"Jasmine terlihat menggebu-gebu memaki pemuda yang merokok di tempat yang tidak seharusnya itu.Sang pemuda mendengkus, kemudian mengambil
"Apa-apaan itu, Mas? Jasmine akan menikahi pengawal pribadinya? Apa semua itu hanya tak tik perawan tua itu agar bisa mengambil wasiat almarhum mama?" Anggun istri dari Aris itu sedari bertemu dengan Jasmine di meja makan tidak habis-habisnya mengoceh, mengeluarkan kembali kekesalannya pada Aris setiap wanita itu mengingat akan kehilangan harta warisan almarhum mama mertuanya."Tenang sayang! Kita tidak akan membiarkan dia memang!" Aris berusaha menenangkan sang istri. Walau pada kenyataannya laki-laki itu juga tidak kalah khawatir dengan sang istri."Lalu apa rencana, kamu, Mas? Jasmine tadi bahkan mengutarakan pernikahan mereka akan diadakan dalam waktu dekat!"Aris pun akhirnya menjelaskan kepada anggun mengenai rencana yang akan ia lakukan pada Jasmine."Kalau gagal gimana ?" tanya Anggun, pesimis. Terlebih rencana yang akan suaminya lakukan itu menyangkut nyawa seseorang."Sudah, kamu cukup percayakan saja semua padaku!" Aris kemudian berpamitan pada anggun. Laki-laki itu tidak
"Kenapa tiba-tiba ajak pergi makan cake?" tanya Jasmine pada Alan.Saat ini mereka berdua sudah berada di sebuah cafe yang menjual cheese cake yang enak."Aku sedang ingin makan makanan yang manis," jawab Alan. Pria itu tidak lupa menyuapkan kembali cheese cake pada mulutnya. "Kamu benar tidak mau coba?"Alan membujuk Jasmine untuk mencicipinya. Setelah berulang kali menolak akhirnya mau mencoba satu suap. "Hemm, enak banget." Jasmine mengomentari cheese cake yang baru masuk ke dalam mulutnya. Alan yang mendengar komentar itu tertawa renyah." Aku pesankan lagi buat kamu, ya!"Alan memanggil pelayan. Ketika itu juga Jasmine hendak menghentikannya. "Makanan manis itu tinggi kalori."Jasmine memang selektif memilah makanan. Gadis itu cenderung menghindari makanan yang terlalu manis."Lupakan sejenak itu kalori. Nanti kita bisa pergi olah raga bersama. Apa kamu masih tidak menyukai olah raga?"Seingat Alan, Jasmine memang paling malas pergi olah raga. Beruntung gadis itu tidak sembaran
Keesokan harinya Jasmine meminta Gina mengatur pertemuan antara dirinya dan Gery. Gery adalah anak pengusaha ternama yang terakhir kali bunda Fatma kenalkan pada Jasmine sebelum meninggal dunia.Tentu sebelum Jasmine pergi balapan, kecelakaan dan bertemu Alan. Jasmine sempat bertemu berdua saja di sebuah restaurant ternama yang sengaja di pesan Gery hanya untuk pertemuan mereka berdua kala itu. Gery terbilang tampan juga mapan, semua itu tentu masuk kriteria Jasmine sebagai pasangan hidup. Namun, anehnya Jasmine tidak merasakan kenyamanan seperti halnya saat ia bersama Alan.Bertemu terakhir saat sang bunda meninggal, Gery ikut datang menyampaikan bela sungkawa. Sebatas itu, pria itu bahkan tidak mendekat apalagi mencoba menghibur Jasmine kala kembali tengah berada di titik terendah dalam hidupnya. Kini tiba-tiba datang tiada angin maupun hujan membawa surat perjanjian pranikah tanpa konfirmasi terlebih dahulu dengan Jasmine.Apa dia pikir pernikahan itu juga bisnis?Apa dia melakuk