Share

Menjadi Pusat Perhatian

MENJADI PUSAT PERHATIAN

" Kamu siapa?" tanya Jasmine pada Alan.

Saat melihat Alan, Jasmine sebenarnya mengingat sosok Alan yang menolongnya saat kecelakaan waktu itu. Jasmine juga mengingat ucapannya dirinya ketika reflek mengajak Alan menikah, sebelum pingsan.

Dua kata sakral yang pernah Jasmine ungkapkan murni diucapkan sebab kemunculan Alan yang  mirip dengan  mantan kekasihnya dahulu. Bohong jika Jasmine bilang sudah hilang rasa, nyatanya baru melihat pria yang mirip dengan masa lalunya saja langsung mengajaknya menikah.

Saat ini Jasmine terpaksa memilih berpura-pura lupa ingatan. Dirinya tidak mungkin bisa menahan malu, jika ketahuan kemarin dalam keadaan setengah sadar telah mengajaknya menikah.

Jasmine sebenarnya  tidak menyangka juga dipertemukan kembali dengan pria yang mirip mantan kekasihnya itu di sirkuit balapan motor sport. 

Jasmine mengira nama Alan yang di koar-koarkan penonton di arena balapan saat itu bukanlah Alan mantan kekasihnya.

Alan mematung mendengar pertanyaan Jasmine padanya. "Siapa aku?  Dia nggak inget aku? Mana mungkin? Dia mimi bukan? Ayolah jangan bercanda! Ini sungguh tidak lucu," Alan bermonolog sendiri. Wajah yang awalnya sumringah kini berubah kecewa.

Jasmine memindai penampilan Alan. Hatinya tiba-tiba ikut sakit melihat raut kekecewaan di wajah Alan ulah pertanyaannya.

" Apa rangkaian bunga itu untukku?" tanya Jasmine. Ia melihat buket bunga di balik tubuh tegap Alan.

"Oh, iya. Ini!" Alan memberikan buket bunga  yang dirinya bawa pada Jasmine.

Jasmine menyambut dengan suka cita lalu menghirup dalam-dalam aroma bunga favoritnya itu. 

Alan memperhatikan Jasmine. Melihat gadis itu menghirup aroma bunga pemberiannya, membuat memori Alan berputar pada kenangan mimi yang menghirup aroma bunga yang sama. " Dia Mimi!"seru Alan pelan, sangat pelan hampir tidak terdengar.

Jasmine yang merasa namanya dipanggil pun merespon"Ya ...! Apakah kamu pria yang mendonorkan darahnya untukku? Bunda tadi sudah sedikit bercerita tentangmu."

Jasmine menghirup lagi aroma bunga di tangannya sambil menunggu jawaban Alan. " Aku nggak nyangka, kamu masih ingat bunga yang aku suka," ucap Jasmine dalam hati. Hatinya sangat bahagia saat itu, mendapatkan rangkain bunga dari orang yang sama dari masa lalunya.

Tanpa Jasmine sedari cara ia menghirup aroma bunga sedari tadi menjadi perhatian Alan. " Kamu sungguh tidak mengenaliku?" tanya Alan akhirnya. Pria itu ingin memastikan sekali lagi.

Jasmine justru mengulurkan tangan kanannya. Sebelah tangannya lagi memeluk buket bunga pemberian Alan. "Namaku Jasmine. Kamu siapa?"

Senyum selebar mungkin terpaksa Jasmine lakukan saat ini. Sebenarnya kedua kelopak mata  Jasmine sudah memanas. Gadis itu berjuang mati-matian agar bulir bening yang mendobrak meminta ditumpahkan tidak keluar di hadapan Alan. Gadis itu tidak ingin rencananya gagal sebelum dirinya mulai.

" Alan! Ryota Alan Winata," jawab Alan. 

Pria itu membalas jabatan tangan Jasmine. Meski selalu menghindar dari wanita yang mengejarnya, Alan berniat menjadikan Jasmine sebagai pengecualian. Alan tidak ingin kehilangan Jasmine untuk kedua kalinya.

"Em ... maaf!" Jasmine menaikan kedua alisnya sebagai kode pada Alan, meminta tangannya dilepaskan.

Alan langsung melepaskannya. "Urung memeluk. Berjabat tangan secara sadar mungkin cukup,"  gumam Alan. Pria itu menertawakan kebodohannya sendiri yang mulai terbawa suasana.

"Kenapa tertawa? Ada yang lucu?," tanya Jasmine pada Alan.

Alan menggeleng. Kemudian melanjutkan tawanya.

" Kamu inget aku suka bunga ini?" tanya Jasmine," ma-maksud aku. Aku mau ucapin makasih banyak," ralat Jasmine. Gadis itu menyadari  keteledoran ucapannya. 

"Untuk?"

Alan yang mulai menaruh curiga pada Jasmine sengaja memberikan pertanyaan absurd.

Jasmine tidak langsung menjawab. Ia terlihat berfikir. " Alan mulai curiga nggak, ya?"

"Heii ...?" Alan mengulanginya.

Memejamkan mata sesaat guna membuang kegugupan, kemudian Jasmine menjawab cepat," untuk kamu yang sudah berkenan mendonorkan darah buat aku. Jika tidak ada kamu mungkin aku ...,"

Kalimat Jasmine terhenti ketika jari telunjuk Alan tiba-tiba mendarat di bibirnya. " Jangan asal bicara! Aku nggak suka," terang Alan.

Demi apapun saat ini jantung Jasmine rasanya ingin meledak saking tidak karuan rasa yang ia rasakan. Dari dahulu, sampai takdir saat ini mempertemukan mereka, usai terpisah sembilan tahun lamanya. Pria itu masih sama, selalu tidak pernah gagal membuat jantungnya berdegup kencang seperti ini.

Sayangnya kini Jasmine sedang berpura-pura lupa pada Alan. Jika tidak pasti Jasmine sudah memeluk pria yang teramat ia rindukan kehadirannya itu.

Alan menyingkirkan jarinya dari bibir ranum Jasmine.

Jasmine  sendiri saat ini memilih mengipas kipas wajahnya yang terasa panas. 

Ceklek!

Terdengar suara handle pintu ditekan dari luar yang berhasil memecah kecanggungan antara Jasmine dan Alan.

" Kamu baru saja siuman, lho! kenapa banyak sekali yang dimau, Mimi!" cicit Gina. Wanita dewasa itu menutup pintu ruang rawat  kembali.

"Mimi?" monolog Alan. Setahu Alan Mimi  adalah panggilan orang terdekat Jasmine, mantan kekasihnya dahulu.

"Jika mereka bukan orang yang sama, mengapa memiliki nama panggilan yang sama? Apakah sebuah kebetulan?"

Kembali kepala Alan dipenuhi tentang pertanyaan tentang wanita yang ada di hadapannya itu.

"Ups, sorry. Ternyata Kamu ada tamu? Haruskah aku kembali nanti?" tanya Gina pada Jasmine. Wanita kepercayaan Jasmine itu baru menyadari kehadiran Alan di sana usai menutup pintu.

" Tidak perlu. Saya juga harus pergi sekarang," jawab Alan. Ia rasa ini alasan yang tepat untuk Alan pergi dari sana.

Setelah berpamitan Alan pergi meninggalkan kamar rawat VVIP tempat Jasmine dirawat.

Satu bulan berlalu. 

Baik Jasmine maupun Alan sama-sama disibukan dengan pekerjaan mereka masing-masing.

Namun, dalam diam Alan sudah meminta orang kepercayaannya, mencari tahu tentang Jasmine, gadis yang di tolongnya di sirkuit balapan dengan alibi bertanggung jawab telah membuatnya kecelakaan waktu itu.

Dari orang kepercayaannya itulah, Alan tahu keluarga Jasmine yang sekarang adalah seorang konglomerat dengan berbagai bisnis yang mendunia.

" Tadi malam nona Jasmine tidak pulang ke rumah bundanya tuan," ungkap orang kepercayaan Alan melalui sambungan telepon.

"Maksud kamu? Dia pulang ke mana?" tanya Alan.

Meski pelacakannya dalam sebulan terakhir belum membuktikan Jasmine yang ditolongnya adalah gadis yang sama dengan mantan kekasihnya. Alan tetap mengkhawatirkan keadaan dan ingin tahu aktifitas kesehariannya. Alan bahkan tidak tanggung-tanggung dalam mengeluarkan uang guna info yang dirinya dapat itu.

"Kemarin sore nona Jasmine kembali pergi balapan. Pulang balapan saya lihat dia dengan motor sportnya pulang ke apartemen yang tidak jauh lokasinya dari kantor miliknya," jawab orang kepercayaan Alan.

Akhirnya Alan meminta kabar segera jika mendapat info Jasmine kembali pergi balapan. 

Seminggu kemudian Alan mendapat info jikalau Jasmine di hari weekend akan pergi ke sirkuit balapan. Dengan penuh semangat Alan pun turut serta mempersiapkan motor sportnya. Alan berencana menemui Jasmine di sirkuit balapan besok.

Di hari minggu pagi sirkuit tempat mereka biasa balapan memang sudah ramai penonton yang akan menyaksikan sesi latihan rutin para pembalap motor sport.

Alan sendiri selama sebulan terakhir memang sering absen dari jadual latihan sebab kesibukannya di dunia bisnis. 

Para penggemar Alan kembali dibuat histeris  bukan main hari itu kala mengetahui pembalap favorit mereka hari itu kembali hadir disesi latihan.

"Alan!"

"Alan!"

Sorak riuh antusias penonton menyebut nama Alan.

Alan sendiri sudah tidak heran lagi dengan kejadian seperti itu. Menjadi pusat perhatian, di manapun dirinya berada.

Jasmine yang baru tiba di sirkuit untuk ikut sesi latihan sengaja mendekat dan memarkirkan motor sportnya dekat dengan Alan.

Jasmine membuka helm full face miliknya. Rambut indah itu tergerai menyempurnakan kecantikan gadis itu meski sudah dibalut baju savety balapan.

" Hai, apa kabar?" sapa Alan pada Jasmine.

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status