Share

6. Tanaman

Author: seventho
last update Last Updated: 2022-03-14 20:06:17

"Halo, Dad?"

Sungguh, sebenarnya Marcel hendak marah ketika melihat Kenneth dengan begitu tenang menyunggingkan senyum lebar. Padahal sejak tadi dirinya kebingungan mencari keberadaan pemuda tersebut.

"Kamu dari mana saja sebenarnya?"

"Nggak dari mana-mana," kelit Kenneth.

"Kamu tahu Daddy sudah cari-cari kamu dan hampir gila karena di setiap tempat yang Daddy datangi kamu nggak ada. Kamu ini kenapa? Nggak biasanya begini," ungkap Marcel. Ia menghela napas panjang. Kemudian menarik Kenneth ke dalam pelukan, "jangan ulangi lagi. Daddy nggak suka."

"But, Daddy ...."

"Hng?"

"Ada Kak Shenna di sini."

Marcel mendelik. Lalu buru-buru melepas pelukannya dari Kenneth. Benar saja, di sana memang ada Shenna. Namun, akibat terlalu khawatir pada Kenneth ia sampai tidak menyadari hal tersebut.

"Ah, maaf, Shenna. Saya terlalu cemas jadi tidak sempat menyapa kamu," ujar Marcel seraya menggaruk tengkuk. Mendadak kikuk.

"No probs."

Jujur saja, Shenna sedikit takjub melihat perlakuan Marcel pada Kenneth. Jelas sekali kalau Marcel merupakan seorang ayah yang sangat menyayangi anaknya. Padahal Kenneth sudah besar dan bisa menjaga diri sendiri, tetapi tetap dikhawatirkan seperti anak kecil. Well, di mata orang tua memang sebesar apa pun anak mereka sudah tumbuh, akan tetap dipandang sebagai anak kecil.

"Pasti kamu yang mengantarkan Kenneth pulang," tebak Marcel.

Tawa kecil Shenna terurai. "Lebih tepatnya dipaksa mengantarkan pulang."

"Astaga. Anak ini memang!"

Sebelum disemprot oleh kemarahan sang ayah, Kenneth memilih untuk kabur lebih dulu. Lari terbirit-biri hingga hampir terjatuh. Kepala Marcel jadi pening memikirkan apa saja yang sudah Kenneth lakukan dengan Shenna. Anak itu sulit untuk dipercaya.

"Maaf atas perilaku anak saya." Marcel meminta maaf dengan tulus. Seharusnya Shenna tak perlu direpotkan oleh Kenneth, "silakan duduk dulu. Kamu mau minum apa?"

"Nggak usah. Saya mau langsung pulang aja."

"Jangan begitu. Saya jadi nggak enak," balas Marcel. Tangan kokohnya mencekal pergelangan tangan Shenna.

Lantas Shenna tampak menimang-nimang. Ia bergeming. Matanya menatap lurus, jatuh tepat ke sepasang manik sedalam samudra milik sang lawan bicara.

Bak dihipnotis, Shenna menganggukan kepala. "Baiklah. Saya terima niat baik Anda."

***

Mereka tak banyak bicara karena keduanya memang tidak pandai mencari topik. Mereka lebih banyak diam, hanyut dalam pikiran masing-masing. Shenna lebih suka memandangi taman Marcel yang hijau. Dipadu dengan semburat oranye di bumantara sana. Sebuah perpaduan yang memanjakan mata.

"Kamu suka tanaman?" tanya Marcel. Setelah mengamati gerak-gerik Shenna yang terus tertuju pada tamannya.

Shenna menggeleng. "Tidak. Hanya saja mereka enak dilihat. Segar dan asri."

"Kalau begitu sering-sering kemari. Di rumah saya ada banyak tanaman."

"Anda bercanda? Untuk apa saya kemari kalau hanya untuk melihat tanaman."

"Benar juga." Marcel tertawa. Ia kemudian mengubah posisi duduknya, lebih condong ke arah Shenna. "Kalau begitu, bagaimana dengan sering-sering kemari untuk melihay saya? Bukankah saya lebih enak dilihat dibandingkan tanaman-tanaman hijau ini?"

"Sepertinya Anda memang suka bercanda."

"No, I'm being serious right now."

Aksen Amerika yang sangat sempurna itu hampir saja membuat Shenna terkena serangan jantung. Suara Marcel akan jadi berkali-kali lipat lebih menggoda jika menggunakan bahasa ibunya. Shenna berusaha berkelit akan hal tersebut di pertemuan sebelum-sebelumnya, tetapi ia yakin akan sulit di masa depan.

"Lebih baik saya tidak usah keluar rumah kalau hanya melihat Anda. Pekerjaan saya banyak."

"Ah, benar. Saya dengar kamu adalah karyawan yang sangat rajin di perusahaan."

"Anda menguntit saya?"

Marcel memutar bola mata. Wanita itu selalu saja menuduhnya yang tidak-tidak. "Atasanmu mengatakan itu pada saya ketika tidak sengaja melihat kamu melintas. Beliau bilang kamu paling rajin di antara staf yang lain. Tapi ada satu hal yang saya tidak suka dari perkataan atasan kamu waktu itu,"

"Hah? Apa?" Shenna mengernyit bingung. Apa mungkin atasannya menyebarkan rumor aneh?

"Beliau bilang kamu cantik."

"What?"

"Saya tidak suka jika orang lain memuji kamu seperti itu. Ya, kamu memang cantik, sih. Tapi saya kepanasan kalau mendengar perkataan seperti itu orang lain."

Gombalan basi tersebut menggelitik perut Shenna. Ia tak tahu kalau Marcel bisa bersikap alay begini. "Rayuan itu tidak akan mempan pada saya. Hati saya tidak akan bergetar hanya karena hal seperti itu."

"Saya serius, Shenna. Saya mengatakan apa adanya. Kata-kata yang saya ucap berasal dari hati saya. Bukan bualan semata."

"Anda ternyata juga pintar memainkan kata, ya."

Helaan napas panjang terdengar. Sulit sekali menembus benteng tinggi yang dibangun oleh Shenna. Sepertinya Marcel harus berusaha ekstra. Atau apakah Marcel lebih baik menjadi tanaman saja? Harga dirinya terjun bebas ketika tahu Shenna lebih suka melihat tanaman hijau itu ketimbang dirinya.

"Sebentar lagi malam. Saya pulang dulu. Terimakasih tehnya," kata Shenna tak lama kemudian. Raut wajah Marcel pun segera berubah. Tak rela jika ditinggalkan oleh Shenna begitu cepat.

"Mengapa tidak di sini sampai makan malam saja?"

"Apartemen saya masih berantakan. Butuh waktu lama untuk membereskannya. Lebih baik saya pulang sekarang agar nanti malam bisa bersantai."

"Kalau begitu saya antar," ujar Marcel seraya merogoh kunci mobil di saku jasnya.

Namun, Shenna menggeleng. "Saya bisa pulang sendiri. Tidak usah repot-repot."

"Anggap saja ini sebagai permintaan saya karena Kenneth mengacau. Saya tidak bisa membiarkan kamu pulang sendirian."

"Tidak apa-apa. Kenneth melakukan itu pasti ada alasannya."

"Sepertinya itu kesalahan saya. Jadi, tolong terima tawaran saya ini, ya?"

Hening sejenak. Shenna sebenarnya sayang juga kalau menolak tawaran Marcel. Namun, sekarang ia dikuasai oleh gengsi.

"Shenna? Bagaimana?"

Kepala Shenna menoleh sejenak ke langit yang makin gelap. Semburat oranye yang elok mulai pudar. "Baiklah," pungkasnya.

Sore itu Shenna bukan hanya memberi izin pada Marcel untuk mengantarkan dirinya pulang. Namun, juga untuk memasuki sedikit celah dalam relung hatinya. Di bawah senja yang makin terkikis. Percikan-percikan asmara mulai timbul di antara mereka.

Related chapters

  • Menikahi Duda Palsu   7. Katanya Takdir

    Semburat kemerahan di langit menandakan tak lama lagi, malam akan datang. Saat itulah Shenna baru dapat meninggalkan kantor. Hari ini cukup padat dan ia agak kewalahan. Ia ingin segera pulang ke apartemen, bercengkrama kembali dengan empuknya kasur. Namun, sudah 10 menit lebih Shenna berdiri di pinggir jalan, ojol yang ia pesan tak juga datang. Shenna mendecak. Kalau saja ia memiliki kendaraan pribadi, pasti tak perlu menunggu seperti ini. Wanita itu tentu ingin mempunyai kendaran sendiri, tetapi banyak pertimbangan yang Shenna pikirkan. Membayar pajak, service, isi ulang bahan bakar, dan lain-lain. Selain itu juga Shenna tidak terlalu bisa mengendarai motor ataupun mobil. Tin! Tin! Kepala Shenna segera berotasi. Sebuah mobil BMW berhenti tepat di hadapan wanita tersebut. Entah dari mana datangnya dan apa tujuannya berhenti di situ. Hingga seorang pria menyembulkan kepala dari balik jendela mobil. Senyum lebar terlukis sempurna di potret orang itu. "Sedang a

    Last Updated : 2022-03-29
  • Menikahi Duda Palsu   1. Club

    Gemerlap lampu disko dipadu dengan suara alunan musik yang sangat kencang, menjadi salah satu alternatif yang dipilih Shenna untuk melepas penat. Menjadi pekerja kantoran sekaligus influencer, agaknya sulit dijalani secara bersamaan bagi Shenna. Namun, ia tidak bisa melepaskan salah satu pekerjaannya. Mereka sama-sama berharga bagi Shenna. Lantas ia hanya akan mengeluh sejenak, kemudian kembali menekuni pekerjaan tersebut.Malam yang bising ini memberikan sedikit celah bagi Shenna untuk beristirahat. Jika orang lain lebih suka tempat sepi guna melepas penat, Shenna malah sebaliknya. Ia lebih suka di tempat ramai begini. Karena ia benci sepi, benci sendirian. Mengingatkan Shenna akan betapa keras dunia yang tengah ia jalani.Shenna menegak bir dalam gelas perlahan. Ia tidak berniat untuk mabuk malam ini. Besok masih ada pekerjaan yang harus diseles

    Last Updated : 2022-02-11
  • Menikahi Duda Palsu   2. Tepukan

    Derap langkah panjang Shenna, dengan mudah dilampaui oleh Marcel. Lelaki itu segera berdiri di hadapan Shenna. Menahan pergerakan gadis tersebut. Lantas sedikit tersentak kala melihat wajah Shenna merah padam, penuh emosi. Marcel jadi sangat tidak enak hati. Ia akan memberi pelajaran pada Kenneth nanti."Saya nggak mau berantem, ya. Kalau Anda mau cari simpanan, saya bukan orang yang tepat untuk dijadikan simpanan," tegas Shenna berapi-api."Simpanan apa? Saya cuma ngajak kamu pulang bareng, kan?""Itu cuma akal-akalan!"Entah harus bagaimana Marcel membuat Shenna mengerti. Lelaki itu mendadak sakit kepala. "Begini, Shenna .... Saya ini bukan mau cari simpanan. Saya juga mengajak kamu pulang bareng nggak ada mak

    Last Updated : 2022-02-11
  • Menikahi Duda Palsu   3. Bertemu Lagi

    "Shen, lo keliatannya ngantuk banget. Semalam balik jam berapa ngedugem?"Ujaran dari teman sejawat Shenna itu mengembalikan kesadarannya. Ia menguap lagi, untuk kali kesekian. "Jam tiga pagi, kali. Gue nggak sempet liat jam. Tadinya mau langsung tidur, tapi ternyata nggak bisa tidur sampai pagi. Jadinya, ya udah. Untung aja gue nggak mabok. Kalau mabok pasti bakalan lebih parah.""Gue beliin kopi aja, ya. Kasian banget lo ngantuk gini. Mana kerja sampai sore," kata Felisya prihatin. Mata panda Shenna begitu kentara, ditambah raut lelah yang tak dapat disembunyikan.Shenna mengangguk saja. Sekarang mereka sedang berada di cafetaria kantor, tetapi Shenna malah memanfaatkan waktunya di sana untuk menaruh kepala di atas meja. Tadi pagi tidak sempat ngopi karena persediaan kopi di aparteme

    Last Updated : 2022-02-11
  • Menikahi Duda Palsu   4. Tamu Tak Diundang

    Seminggu sudah sejak kejadian di club waktu itu. Shenna tetap menjalani rutinitas seperti biasa, meski kadang selalu ada sekelebat pikiran tentang Marcel. Namun, ia berusaha untuk mengabaikan itu semua. Menjalani keseharian seperti biasa. Seperti saat sebelum bertemu dengan Marcel. Shenna tidak mau menganggap perlakuan Marcel sebagai sesuatu yang spesial. Lebih tepatnya, ia tidak ada waktu untuk itu. Ada lebih banyak hal yang harus Shenna lakukan.Minggu pagi Shenna sengaja bangun telat. Memberi diri sendiri waktu tidur lebih lama. Karena saat hari kerja ia jarang sekali bisa mempertahankan pola tidur yang sehat. Shenna sering terjaga sampai dini hari dan tidak mendapat cukup waktu tidur. Agak menyedihkan memang, tetapi tuntutan pekerjaan yang mengharuskan.Biasanya saat weekend, Shenna akan aktif di sosial media. Membuat postingan berisi endorsement. H

    Last Updated : 2022-02-11
  • Menikahi Duda Palsu   5. His Home

    Seusai makan dan sedikit merecoki Shenna, Kenneth memohon untuk diantar pulang. Tentu saja mendapat penolakan dari Shenna. Namun, bukan Kenneth namanya kalau tidak memiliki cara meluluhkan Shenna. Butuh perjuangan keras agar Shenna mau mengantarnya pulang. Shenna terus bersikeras tak mau karena Kenneth terlalu berlebihan sampai minta diantar pulang. Padahal sama saja, mereka akan naik taksi online. Shenna tidak punya kendaraan pribadi. Sehari-hari pun naik taksi atau ojek online.Akan merepotkan kalau Shenna harus mengantar Kenneth. Selain itu, juga buang-buang waktu dan uang. Sungguh, Shenna benci harus terlibat dengan putra semata wayang Marcel ini. Baru saja ia memberikan simpati, sudah dibuat kesal lagi."Ayo, dong. Masa tega biarin gue pulang sendiri? Gimana kalau gue diculik orang?" Kenneth memohon untuk yang kesekian kali."Nggak akan ada yang mau culik lo."&nb

    Last Updated : 2022-02-11

Latest chapter

  • Menikahi Duda Palsu   7. Katanya Takdir

    Semburat kemerahan di langit menandakan tak lama lagi, malam akan datang. Saat itulah Shenna baru dapat meninggalkan kantor. Hari ini cukup padat dan ia agak kewalahan. Ia ingin segera pulang ke apartemen, bercengkrama kembali dengan empuknya kasur. Namun, sudah 10 menit lebih Shenna berdiri di pinggir jalan, ojol yang ia pesan tak juga datang. Shenna mendecak. Kalau saja ia memiliki kendaraan pribadi, pasti tak perlu menunggu seperti ini. Wanita itu tentu ingin mempunyai kendaran sendiri, tetapi banyak pertimbangan yang Shenna pikirkan. Membayar pajak, service, isi ulang bahan bakar, dan lain-lain. Selain itu juga Shenna tidak terlalu bisa mengendarai motor ataupun mobil. Tin! Tin! Kepala Shenna segera berotasi. Sebuah mobil BMW berhenti tepat di hadapan wanita tersebut. Entah dari mana datangnya dan apa tujuannya berhenti di situ. Hingga seorang pria menyembulkan kepala dari balik jendela mobil. Senyum lebar terlukis sempurna di potret orang itu. "Sedang a

  • Menikahi Duda Palsu   6. Tanaman

    "Halo, Dad?" Sungguh, sebenarnya Marcel hendak marah ketika melihat Kenneth dengan begitu tenang menyunggingkan senyum lebar. Padahal sejak tadi dirinya kebingungan mencari keberadaan pemuda tersebut. "Kamu dari mana saja sebenarnya?""Nggak dari mana-mana," kelit Kenneth. "Kamu tahu Daddy sudah cari-cari kamu dan hampir gila karena di setiap tempat yang Daddy datangi kamu nggak ada. Kamu ini kenapa? Nggak biasanya begini," ungkap Marcel. Ia menghela napas panjang. Kemudian menarik Kenneth ke dalam pelukan, "jangan ulangi lagi. Daddy nggak suka." "But, Daddy ...." "Hng?" "Ada Kak Shenna di sini." Marcel mendelik. Lalu buru-buru melepas pelukannya dari Kenneth. Benar saja, di sana memang ada Shenna. Namun, akibat terlalu khawatir pada Kenneth ia sampai tidak menyadari hal tersebut."Ah, maaf, Shenna. Saya terlalu cemas jadi tidak sempat menyapa kamu," ujar Marcel seraya menggaruk tengkuk. Mendadak kikuk. "No probs." Jujur saja

  • Menikahi Duda Palsu   5. His Home

    Seusai makan dan sedikit merecoki Shenna, Kenneth memohon untuk diantar pulang. Tentu saja mendapat penolakan dari Shenna. Namun, bukan Kenneth namanya kalau tidak memiliki cara meluluhkan Shenna. Butuh perjuangan keras agar Shenna mau mengantarnya pulang. Shenna terus bersikeras tak mau karena Kenneth terlalu berlebihan sampai minta diantar pulang. Padahal sama saja, mereka akan naik taksi online. Shenna tidak punya kendaraan pribadi. Sehari-hari pun naik taksi atau ojek online.Akan merepotkan kalau Shenna harus mengantar Kenneth. Selain itu, juga buang-buang waktu dan uang. Sungguh, Shenna benci harus terlibat dengan putra semata wayang Marcel ini. Baru saja ia memberikan simpati, sudah dibuat kesal lagi."Ayo, dong. Masa tega biarin gue pulang sendiri? Gimana kalau gue diculik orang?" Kenneth memohon untuk yang kesekian kali."Nggak akan ada yang mau culik lo."&nb

  • Menikahi Duda Palsu   4. Tamu Tak Diundang

    Seminggu sudah sejak kejadian di club waktu itu. Shenna tetap menjalani rutinitas seperti biasa, meski kadang selalu ada sekelebat pikiran tentang Marcel. Namun, ia berusaha untuk mengabaikan itu semua. Menjalani keseharian seperti biasa. Seperti saat sebelum bertemu dengan Marcel. Shenna tidak mau menganggap perlakuan Marcel sebagai sesuatu yang spesial. Lebih tepatnya, ia tidak ada waktu untuk itu. Ada lebih banyak hal yang harus Shenna lakukan.Minggu pagi Shenna sengaja bangun telat. Memberi diri sendiri waktu tidur lebih lama. Karena saat hari kerja ia jarang sekali bisa mempertahankan pola tidur yang sehat. Shenna sering terjaga sampai dini hari dan tidak mendapat cukup waktu tidur. Agak menyedihkan memang, tetapi tuntutan pekerjaan yang mengharuskan.Biasanya saat weekend, Shenna akan aktif di sosial media. Membuat postingan berisi endorsement. H

  • Menikahi Duda Palsu   3. Bertemu Lagi

    "Shen, lo keliatannya ngantuk banget. Semalam balik jam berapa ngedugem?"Ujaran dari teman sejawat Shenna itu mengembalikan kesadarannya. Ia menguap lagi, untuk kali kesekian. "Jam tiga pagi, kali. Gue nggak sempet liat jam. Tadinya mau langsung tidur, tapi ternyata nggak bisa tidur sampai pagi. Jadinya, ya udah. Untung aja gue nggak mabok. Kalau mabok pasti bakalan lebih parah.""Gue beliin kopi aja, ya. Kasian banget lo ngantuk gini. Mana kerja sampai sore," kata Felisya prihatin. Mata panda Shenna begitu kentara, ditambah raut lelah yang tak dapat disembunyikan.Shenna mengangguk saja. Sekarang mereka sedang berada di cafetaria kantor, tetapi Shenna malah memanfaatkan waktunya di sana untuk menaruh kepala di atas meja. Tadi pagi tidak sempat ngopi karena persediaan kopi di aparteme

  • Menikahi Duda Palsu   2. Tepukan

    Derap langkah panjang Shenna, dengan mudah dilampaui oleh Marcel. Lelaki itu segera berdiri di hadapan Shenna. Menahan pergerakan gadis tersebut. Lantas sedikit tersentak kala melihat wajah Shenna merah padam, penuh emosi. Marcel jadi sangat tidak enak hati. Ia akan memberi pelajaran pada Kenneth nanti."Saya nggak mau berantem, ya. Kalau Anda mau cari simpanan, saya bukan orang yang tepat untuk dijadikan simpanan," tegas Shenna berapi-api."Simpanan apa? Saya cuma ngajak kamu pulang bareng, kan?""Itu cuma akal-akalan!"Entah harus bagaimana Marcel membuat Shenna mengerti. Lelaki itu mendadak sakit kepala. "Begini, Shenna .... Saya ini bukan mau cari simpanan. Saya juga mengajak kamu pulang bareng nggak ada mak

  • Menikahi Duda Palsu   1. Club

    Gemerlap lampu disko dipadu dengan suara alunan musik yang sangat kencang, menjadi salah satu alternatif yang dipilih Shenna untuk melepas penat. Menjadi pekerja kantoran sekaligus influencer, agaknya sulit dijalani secara bersamaan bagi Shenna. Namun, ia tidak bisa melepaskan salah satu pekerjaannya. Mereka sama-sama berharga bagi Shenna. Lantas ia hanya akan mengeluh sejenak, kemudian kembali menekuni pekerjaan tersebut.Malam yang bising ini memberikan sedikit celah bagi Shenna untuk beristirahat. Jika orang lain lebih suka tempat sepi guna melepas penat, Shenna malah sebaliknya. Ia lebih suka di tempat ramai begini. Karena ia benci sepi, benci sendirian. Mengingatkan Shenna akan betapa keras dunia yang tengah ia jalani.Shenna menegak bir dalam gelas perlahan. Ia tidak berniat untuk mabuk malam ini. Besok masih ada pekerjaan yang harus diseles

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status