Derap langkah panjang Shenna, dengan mudah dilampaui oleh Marcel. Lelaki itu segera berdiri di hadapan Shenna. Menahan pergerakan gadis tersebut. Lantas sedikit tersentak kala melihat wajah Shenna merah padam, penuh emosi. Marcel jadi sangat tidak enak hati. Ia akan memberi pelajaran pada Kenneth nanti.
"Saya nggak mau berantem, ya. Kalau Anda mau cari simpanan, saya bukan orang yang tepat untuk dijadikan simpanan," tegas Shenna berapi-api.
"Simpanan apa? Saya cuma ngajak kamu pulang bareng, kan?"
"Itu cuma akal-akalan!"
Entah harus bagaimana Marcel membuat Shenna mengerti. Lelaki itu mendadak sakit kepala. "Begini, Shenna .... Saya ini bukan mau cari simpanan. Saya juga mengajak kamu pulang bareng nggak ada maksud aneh atau apa pun. Ya, walaupun saya nggak bisa memungkiri kalau saya tertarik sama kamu."
"Semua laki-laki di club memang sama saja." Shenna melengos. Tak mau memandang ke sepasang manik biru Marcel.
"Tapi saya memang bukan mau cari simpanan. Saya nggak punya istri. Saya ini duda dari 16 tahun yang lalu."
Sebelah alis Shenna terangkat. Kemudian ia menatap Marcel serius. "Mengapa Anda menjelaskan itu pada saya? Saya nggak perlu tahu soal kehidupan pribadi Anda. Saya juga tidak berniat untuk tahu."
"Kamu salah paham. Saya bukan laki-laki yang biasa kamu temui di club. Saya berbeda, Shenna. Saya tidak akan berlaku brengsek pada kamu. Kamu bisa pegang kata-kata saya. Kalau saya bohong, kamu bisa melakukan apa pun pada saya."
"Lebih baik sekarang kembali ke mobil saya, ya? Saya jelaskan lebih detail di sana. Tolong. Saya nggak mau pertemuan pertama kita ini meninggalkan kesan yang buruk," lanjut Marcel. Ia menatap penuh harap pada Shenna. Pertama kalinya setelah belasan tahun, ia dibuat memohon pada seorang perempuan. Marcel memang tipikal orang yang akan rela berbuat apa saja, demi perempuan yang sudah membuatnya jatuh hati.
"Saya bisa pulang sendiri."
Marcel segera menahan gerakan perempuan itu. Tidak membiarkan Shenna bergerak barang selangkah saja. "Shenna. Please, I beg you."
"Oh, I hate this."
Meski bibirnya berucap begitu, tetapi langkah kaki Shenna bergerak kembali ke mobil Marcel. Sedikit dihentak pertanda emosi Shenna masih belum stabil. Tidak apa-apa, setidaknya Shenna mau kembali lagi. Marcel akan benar-benar murka pada Kenneth kalau sampai Shenna tidak mau diajak kembali. Marcep sepertinya memang harus lebih tegas pada remaja itu. Makin besar kelakuannya makin ada-ada saja.
Hening merayap begitu cepat ketika Shenna sudah masuk di dalam mobil Marcel. Ada jeda lama sebelum sebuah pembicaraan berlansung di antara mereka.
"Kenneth, tolong jelaskan pada Shenna apa yang sedang terjadi saat ini." Marcel mentitah sang putra. Penyebab kekacauan ini harus membereskan apa yang sudah terjadi.
"Apa?" balas Kenneth.
"Ken. Daddy is not in playing mood."
"Ya, ya, ya." Kenneth memutar bola mata malas. Kemudian menegakkan posisi duduknya. "Aku harus menjelaskan apa, sih, Dad? Lagi pula cewek ini siapa? Pacar baru?"
"Nanti Daddy kasih tau."
"Oh, beneran pacar baru."
"Kenneth!"
"Iya, okay." Mungkin menyelinap ke dalam mobil sang ayah malam ini adalah sebuah kesalahan. Kenneth berada di sini bukan untuk menghancurkan acara pdkt Marcel atau semacamnya. Ia hanya bosan karena di rumah tidak mempunyai teman berbicara. "Jadi, kayak yang tadi Daddy bilang, aku ini anak Daddy. Anak kandung, bukan anak pungut. Daddy hebat, kan? Sudah punya anak sebesar aku. Harusnya Daddy dapat penghargaan buat itu."
"Dan kenapa sekarang kamu ada di sini? Tomorrow is Monday, Kid. You have to go to school!" kata Marcel emosi. Kenneth tak berani membantah. Nyalinya menciut begitu mendengar nada tinggi dari Marcel.
"Jangan teriak ke anak," sela Shenna. Gadis yang semula diam bak patung itu akhirnya buka suara. Setelah berpikir sampai pusing, Shenna mulai bisa menempatkan diri. Menemukan cara paling tepat untuk membuat dirinya kembali berada di garis yang lurus. "Saya paham dengan situasi yang sekarang terjadi. Mungkin saya bereaksi berlebihan. Seharusnya saya nggak mempermasalahkan soal Anda yang sudah punya atau belum, beristri atau tidak. Toh, kita cuma pulang bareng. Nggak lebih. Maaf atas reaksi saya tadi."
Kalau dipikir lagi, memang Shenna berlebihan. Ia berharap lebih pada Marcel. Menyayangkan kalau pertemuan mereka akan merangkap sebagai pertemuan terakhir juga. Sungguh, Shenna ini realitis, tentu saja ia mendambakan sosok pasangan yang tampan seperti Marcel. Terlepas dari latar belakang lelaki tersebut.
"Bagaimana kalau saya ingin di antara kita bukan hanya sekedar orang asing yang pulang bersama dari club?" tanya Marcel tiba-tiba. Menyahuti perkataan panjang lebar Shenna tadi.
Mendadak tenggorokan Shenna terasa kering. Manik sebiru lautan itu memang dipenuhi sihir yang selalu mampu membuat Shenna terpaku. Selama beberapa detik, gadis itu tidak membuat pergerakan. Lalu berdehem sambil cepat-cepat mengalihkan pandang. Menjauhi tatapan memabukan milik Marcel.
"Harus saya jawab?" Shenna berusaha terdengar senatural mungkin. Tidak mau memperlihatkan kalau ia sedang kalang kabut menahan pesona yang terpancar dari bule dengan obsidian biru itu.
Senyum manis Marcel tersungging. Melengkapi paduan indah dalam potretnya. "Nggak juga."
"Lebih baik kita pulang. Ada anak di bawah umur yang harus segera tidur karena besok masuk sekolah."
"Kamu juga harus tidur karena besok kerja."
"Ah, iya. Terimakasih sudah mengingatkan."
"My pleasure, Young Lady."
Percakapan mereka habis di kalimat itu. Tidak ada lagi yang berniat menimpali. Bahkan Kenneth yang tadi serius mendengarkan pembicaraan dua orang dewasa tersebut, sudah jatuh tertidur. Pemuda itu memang tidak kuat begadang. Marcel tersenyum tipis ketika melihat wajah Kenneth dari pantulan kaca spion. Amarahnya untuk sang putra kini lenyap seketika.
Di perjalanan hanya ada suara Shenna yang memberi arahan ke alamat tempat tinggalnya. Marcel tidak mengajak Shenna membahas sesuatu yang lain karena ia sendiri bingung harus membahas apa. Mata lelaki itu mulai berat diserang kantuk. Lebih baik ia mengemudi saja dengan fokus. Daripada nanti terjadi kecelakaan di jalan.
"Terimakasih atas tumpangannya," kata Shenna setelah turun dari mobil mahal milik Marcel.
"Sama-sama."
"Ya?" Shenna memberikan raut bingung. Seharusnya setelah membalas perkataan Shenna tadi, Marcel segera menurunkan kaca jendela mobil dan tancap gas dari sini. Namun, lelaki tersebut malah diam saja memandangi Shenna.
"Sini. Mendekat sebentar," ucap Marcel.
Tidak ada penolakan dari Shenna kali ini. Ia mendekatkan kepalanya ke jendela mobil, hingga manik mereka bertubrukan. Menjalin sebuah tautan maya berisi mantra pemikat untuk satu sama lain.
"Good night, sleep well and have a nice dream. Saya harap kita akan bertemu lagi di lain waktu."
Perkataan sederhana itu dipadu dengan tepukan pelan pada puncak kepala Shenna. Membuat si gadis merasa seperti ada aliran listrik yang menyambar tubuhnya saat itu juga. Ia menegang untuk beberapa lama. Dampak dari tepukan Marcel pada puncak kepalanya tidak main-main. Ia mengerjap berulang kali. Kemudian buru-buru berbalik badan dan berlari. Sambil menyembunyikan degup jantung yang mulai tak normal.
"Shen, lo keliatannya ngantuk banget. Semalam balik jam berapa ngedugem?"Ujaran dari teman sejawat Shenna itu mengembalikan kesadarannya. Ia menguap lagi, untuk kali kesekian. "Jam tiga pagi, kali. Gue nggak sempet liat jam. Tadinya mau langsung tidur, tapi ternyata nggak bisa tidur sampai pagi. Jadinya, ya udah. Untung aja gue nggak mabok. Kalau mabok pasti bakalan lebih parah.""Gue beliin kopi aja, ya. Kasian banget lo ngantuk gini. Mana kerja sampai sore," kata Felisya prihatin. Mata panda Shenna begitu kentara, ditambah raut lelah yang tak dapat disembunyikan.Shenna mengangguk saja. Sekarang mereka sedang berada di cafetaria kantor, tetapi Shenna malah memanfaatkan waktunya di sana untuk menaruh kepala di atas meja. Tadi pagi tidak sempat ngopi karena persediaan kopi di aparteme
Seminggu sudah sejak kejadian di club waktu itu. Shenna tetap menjalani rutinitas seperti biasa, meski kadang selalu ada sekelebat pikiran tentang Marcel. Namun, ia berusaha untuk mengabaikan itu semua. Menjalani keseharian seperti biasa. Seperti saat sebelum bertemu dengan Marcel. Shenna tidak mau menganggap perlakuan Marcel sebagai sesuatu yang spesial. Lebih tepatnya, ia tidak ada waktu untuk itu. Ada lebih banyak hal yang harus Shenna lakukan.Minggu pagi Shenna sengaja bangun telat. Memberi diri sendiri waktu tidur lebih lama. Karena saat hari kerja ia jarang sekali bisa mempertahankan pola tidur yang sehat. Shenna sering terjaga sampai dini hari dan tidak mendapat cukup waktu tidur. Agak menyedihkan memang, tetapi tuntutan pekerjaan yang mengharuskan.Biasanya saat weekend, Shenna akan aktif di sosial media. Membuat postingan berisi endorsement. H
Seusai makan dan sedikit merecoki Shenna, Kenneth memohon untuk diantar pulang. Tentu saja mendapat penolakan dari Shenna. Namun, bukan Kenneth namanya kalau tidak memiliki cara meluluhkan Shenna. Butuh perjuangan keras agar Shenna mau mengantarnya pulang. Shenna terus bersikeras tak mau karena Kenneth terlalu berlebihan sampai minta diantar pulang. Padahal sama saja, mereka akan naik taksi online. Shenna tidak punya kendaraan pribadi. Sehari-hari pun naik taksi atau ojek online.Akan merepotkan kalau Shenna harus mengantar Kenneth. Selain itu, juga buang-buang waktu dan uang. Sungguh, Shenna benci harus terlibat dengan putra semata wayang Marcel ini. Baru saja ia memberikan simpati, sudah dibuat kesal lagi."Ayo, dong. Masa tega biarin gue pulang sendiri? Gimana kalau gue diculik orang?" Kenneth memohon untuk yang kesekian kali."Nggak akan ada yang mau culik lo."&nb
"Halo, Dad?" Sungguh, sebenarnya Marcel hendak marah ketika melihat Kenneth dengan begitu tenang menyunggingkan senyum lebar. Padahal sejak tadi dirinya kebingungan mencari keberadaan pemuda tersebut. "Kamu dari mana saja sebenarnya?""Nggak dari mana-mana," kelit Kenneth. "Kamu tahu Daddy sudah cari-cari kamu dan hampir gila karena di setiap tempat yang Daddy datangi kamu nggak ada. Kamu ini kenapa? Nggak biasanya begini," ungkap Marcel. Ia menghela napas panjang. Kemudian menarik Kenneth ke dalam pelukan, "jangan ulangi lagi. Daddy nggak suka." "But, Daddy ...." "Hng?" "Ada Kak Shenna di sini." Marcel mendelik. Lalu buru-buru melepas pelukannya dari Kenneth. Benar saja, di sana memang ada Shenna. Namun, akibat terlalu khawatir pada Kenneth ia sampai tidak menyadari hal tersebut."Ah, maaf, Shenna. Saya terlalu cemas jadi tidak sempat menyapa kamu," ujar Marcel seraya menggaruk tengkuk. Mendadak kikuk. "No probs." Jujur saja
Semburat kemerahan di langit menandakan tak lama lagi, malam akan datang. Saat itulah Shenna baru dapat meninggalkan kantor. Hari ini cukup padat dan ia agak kewalahan. Ia ingin segera pulang ke apartemen, bercengkrama kembali dengan empuknya kasur. Namun, sudah 10 menit lebih Shenna berdiri di pinggir jalan, ojol yang ia pesan tak juga datang. Shenna mendecak. Kalau saja ia memiliki kendaraan pribadi, pasti tak perlu menunggu seperti ini. Wanita itu tentu ingin mempunyai kendaran sendiri, tetapi banyak pertimbangan yang Shenna pikirkan. Membayar pajak, service, isi ulang bahan bakar, dan lain-lain. Selain itu juga Shenna tidak terlalu bisa mengendarai motor ataupun mobil. Tin! Tin! Kepala Shenna segera berotasi. Sebuah mobil BMW berhenti tepat di hadapan wanita tersebut. Entah dari mana datangnya dan apa tujuannya berhenti di situ. Hingga seorang pria menyembulkan kepala dari balik jendela mobil. Senyum lebar terlukis sempurna di potret orang itu. "Sedang a
Gemerlap lampu disko dipadu dengan suara alunan musik yang sangat kencang, menjadi salah satu alternatif yang dipilih Shenna untuk melepas penat. Menjadi pekerja kantoran sekaligus influencer, agaknya sulit dijalani secara bersamaan bagi Shenna. Namun, ia tidak bisa melepaskan salah satu pekerjaannya. Mereka sama-sama berharga bagi Shenna. Lantas ia hanya akan mengeluh sejenak, kemudian kembali menekuni pekerjaan tersebut.Malam yang bising ini memberikan sedikit celah bagi Shenna untuk beristirahat. Jika orang lain lebih suka tempat sepi guna melepas penat, Shenna malah sebaliknya. Ia lebih suka di tempat ramai begini. Karena ia benci sepi, benci sendirian. Mengingatkan Shenna akan betapa keras dunia yang tengah ia jalani.Shenna menegak bir dalam gelas perlahan. Ia tidak berniat untuk mabuk malam ini. Besok masih ada pekerjaan yang harus diseles