Seusai makan dan sedikit merecoki Shenna, Kenneth memohon untuk diantar pulang. Tentu saja mendapat penolakan dari Shenna. Namun, bukan Kenneth namanya kalau tidak memiliki cara meluluhkan Shenna. Butuh perjuangan keras agar Shenna mau mengantarnya pulang. Shenna terus bersikeras tak mau karena Kenneth terlalu berlebihan sampai minta diantar pulang. Padahal sama saja, mereka akan naik taksi online. Shenna tidak punya kendaraan pribadi. Sehari-hari pun naik taksi atau ojek online.
Akan merepotkan kalau Shenna harus mengantar Kenneth. Selain itu, juga buang-buang waktu dan uang. Sungguh, Shenna benci harus terlibat dengan putra semata wayang Marcel ini. Baru saja ia memberikan simpati, sudah dibuat kesal lagi.
"Ayo, dong. Masa tega biarin gue pulang sendiri? Gimana kalau gue diculik orang?" Kenneth memohon untuk yang kesekian kali.
"Nggak akan ada yang mau culik lo."
"Banyak, tau, yang mau nyulik gue!" bantah Kenneth cepat. Ia mendengkus kencang sambil bersedekap di depan dada. "Gue ini orang penting. Banyak musuh Daddy yang ngincer gue. Jadi, lo harus berbaik hati buat nganterin gue pulang. Seenggaknya kalau lo nggak mau mengantar gue sebagai anak dari laki-laki yang lo taksir, anterin gue sebagai orang asing yang minta pertolongan. Mau, ya? Please, please, please."
Oh, Tuhan. Shenna bisa cepat tua kalau terus berhadapan dengan Kenneth. Anak yang sedang masa peralihan memang menguras banyak emosi. Ada-ada saja permintaannya.
"Sejak kapan gue naksir Marcel?" ketus Shenna.
"Nggak usah denial gitu, dah. Semuanya keliatan jelas. Anak kecil aja tau kalau lo naksir Daddy."
"Fitnah!"
"Ya udah. Oke, fitnah. Tapi, please, anterin gue pulang," timpal Kenneth. Kembali melontarkan permohonan.
Kenneth tidak berhenti memohon sampai akhirnya Shenna lelah. Mendengar celotehan Kenneth lebih melelahkan dibanding bekerja di balik kubikel seharian. Setelah diberi makan, suara Kenneth jadi nyaring seperti biasa. Padahal tadinya lemas tak berdaya. Shenna jadi sedikit menyesal.
Shenna mengalah. Ia menuruti kemauan Kenneth dan terpaksa duduk di dalam taksi online yang akan mengantar mereka ke kediaman Marcel. Di kepala Shenna ada banyak pertanyaan yang mulai muncul. Kebanyakan tentang Marcel dan perasaannya. Apakah duda anak satu itu benar-benar serius menyukai Shenna? Atau hanya menjadikan Shenna sebagai mainan saja?
Selalu pertanyaan itu yang berputar di benak Shenna. Belakangan ini terjadi beberapa hal tak masuk akal. Salah satunya Marcel yang menunjukkan ketertarikan pada gadis seperti Shenna. Bukan merendah, tetapi masih banyak gadis yang lebih cantik dari Shenna di luar sana. Meski Shenna akui ia memang cantik. Namun, masih insecure jika disandingkan dengan jajaran wanita karir di luaran sana.
Lamunan dalam benak Shenna kemudian buyar ketika sudah sampai di depan gerbang kediaman Marcel. Dari sini terlihat sebuah rumah dengan luas kurang lebih satu hektar berdiri kokoh. Terlihat banyak pepohonan hijau di sekeliling rumah. Juga bunga yang terlihat sangat terawat. Diam-diam tumbuh rasa takjub dalam relung Shenna. Lalu dengan cepat merasa tak pantas berpikir bahwa Marcel akan rela mengejar dirinya. Rumah tempat lelaki itu tinggal saja sudah menjelaskan. Marcel bisa mendapat wanita yang lebih cantik dari Shenna kalau dia mau.
"Anterin sampai dalam, dong. Hehehe." Ucapan Kenneth barusan membuat Shenna mendengkus.
"Masuk sendiri. Udah sampai depan gini. Takut apa lagi?" kata Shenna.
"Sekalian mampir. Siapa tau Daddy udah pulang."
"Gak usah. Makasih."
"Ayo, doooong," rengek Kenneth.
"Ya udah, ya udah. Sebentar aja."
Shenna mengiyakan bukan murni karena permintaan Kenneth. Namun, ada sisi lain dalam diri Shenna yang penasaran setengah mati dengan apa saja yang ada dalam rumah Marcel. Kesempatan Shenna memasuki rumah bak istana ini mungkin tak akan ada lagi. Anggap saja seperti kunjungan untuk menghibur kemiskinannya.
Untuk masuk ke rumah besar itu, Shenna harus berjalan sekitar 10 meter dari gerbang. Lalu di sisi sebelah kanan rumah ada garasi besar berisi mobil dan motor gede. Sudah pasti milik Marcel. Ternyata Marcel tidak berbeda dengan orang kaya kebanyakan. Mengoleksi banyak kendaraan, tetapi hanya dijadikan pajangan di garasi. Shenna tersenyum getir. Untuk membeli satu kendaraan saja Shenna harus menekuni dua pekerjaan. Namun, di sini malah banyak kendaraan menganggur.
Meninggalkan garasi yang penuhi koleksi Marcel, Shenna dibawa masuk ke ruang tamu dengan desain interior elegan. Karpet beludru melapisi lantai yang ia jadikan pijakan. Mata Shenna juga dimanja oleh lukisan dan ornamen di ruangan tersebut. Benar-benar menghibur kemiskinan Shenna.
"Ngapain diem? Ayo ke atas!" tegur Kenneth ketika Shenna tengah asyik mengagumi interior ruang tamu.
"Kenapa ke atas?"
"Liat kamar gue, lah. Atau mau house tour sekalian? Kalau berhasil sama Daddy, kan, nanti bakal tinggal di sini juga."
"Nggak, deh. Gue bilang tadi, kan, sebentar aja," tolak Shenna. Ia juga tak mau terlihat kampungan kalau terlalu lama di sini. Shenna memang termasuk golongan menengah ke atas, tetapi rumah ini sungguh sangat kontras dengan apartemen yang ia tinggali.
Namun, ketika Shenna hendak berbalik, ia malah disambut oleh wajah panik Marcel. Lelaki itu kemudian terkejut karena mendapati kehadiran Shenna di sana. Tidak lama. Karena Marcel langsung fokus pada Kenneth. Seharian ini Kenneth tidak bisa dihubungi, padahal biasanya Kenneth selalu membuat ponsel Marcel jadi berisik karena notifikasi. Marcel jadi tidak bisa berpikir jernih. Takut terjadi sesuatu pada Kenneth.
Dengkusan kencang terlontar dari Marcel. "Kenneth," panggilnya dengan nada rendah. Mengundang keresahan pada Kenneth dalam seketika.
"Halo, Dad?" Cengiran tanpa dosa itu langsung terlukis di wajah Kenneth. Berharap ampuh untuk menenangkan Marcel. Sementara Shenna kembali dibuat bingung oleh sepasang ayah dan anak tersebut.
Apa lagi sekarang? Batin Shenna menjerit lelah.
"Halo, Dad?" Sungguh, sebenarnya Marcel hendak marah ketika melihat Kenneth dengan begitu tenang menyunggingkan senyum lebar. Padahal sejak tadi dirinya kebingungan mencari keberadaan pemuda tersebut. "Kamu dari mana saja sebenarnya?""Nggak dari mana-mana," kelit Kenneth. "Kamu tahu Daddy sudah cari-cari kamu dan hampir gila karena di setiap tempat yang Daddy datangi kamu nggak ada. Kamu ini kenapa? Nggak biasanya begini," ungkap Marcel. Ia menghela napas panjang. Kemudian menarik Kenneth ke dalam pelukan, "jangan ulangi lagi. Daddy nggak suka." "But, Daddy ...." "Hng?" "Ada Kak Shenna di sini." Marcel mendelik. Lalu buru-buru melepas pelukannya dari Kenneth. Benar saja, di sana memang ada Shenna. Namun, akibat terlalu khawatir pada Kenneth ia sampai tidak menyadari hal tersebut."Ah, maaf, Shenna. Saya terlalu cemas jadi tidak sempat menyapa kamu," ujar Marcel seraya menggaruk tengkuk. Mendadak kikuk. "No probs." Jujur saja
Semburat kemerahan di langit menandakan tak lama lagi, malam akan datang. Saat itulah Shenna baru dapat meninggalkan kantor. Hari ini cukup padat dan ia agak kewalahan. Ia ingin segera pulang ke apartemen, bercengkrama kembali dengan empuknya kasur. Namun, sudah 10 menit lebih Shenna berdiri di pinggir jalan, ojol yang ia pesan tak juga datang. Shenna mendecak. Kalau saja ia memiliki kendaraan pribadi, pasti tak perlu menunggu seperti ini. Wanita itu tentu ingin mempunyai kendaran sendiri, tetapi banyak pertimbangan yang Shenna pikirkan. Membayar pajak, service, isi ulang bahan bakar, dan lain-lain. Selain itu juga Shenna tidak terlalu bisa mengendarai motor ataupun mobil. Tin! Tin! Kepala Shenna segera berotasi. Sebuah mobil BMW berhenti tepat di hadapan wanita tersebut. Entah dari mana datangnya dan apa tujuannya berhenti di situ. Hingga seorang pria menyembulkan kepala dari balik jendela mobil. Senyum lebar terlukis sempurna di potret orang itu. "Sedang a
Gemerlap lampu disko dipadu dengan suara alunan musik yang sangat kencang, menjadi salah satu alternatif yang dipilih Shenna untuk melepas penat. Menjadi pekerja kantoran sekaligus influencer, agaknya sulit dijalani secara bersamaan bagi Shenna. Namun, ia tidak bisa melepaskan salah satu pekerjaannya. Mereka sama-sama berharga bagi Shenna. Lantas ia hanya akan mengeluh sejenak, kemudian kembali menekuni pekerjaan tersebut.Malam yang bising ini memberikan sedikit celah bagi Shenna untuk beristirahat. Jika orang lain lebih suka tempat sepi guna melepas penat, Shenna malah sebaliknya. Ia lebih suka di tempat ramai begini. Karena ia benci sepi, benci sendirian. Mengingatkan Shenna akan betapa keras dunia yang tengah ia jalani.Shenna menegak bir dalam gelas perlahan. Ia tidak berniat untuk mabuk malam ini. Besok masih ada pekerjaan yang harus diseles
Derap langkah panjang Shenna, dengan mudah dilampaui oleh Marcel. Lelaki itu segera berdiri di hadapan Shenna. Menahan pergerakan gadis tersebut. Lantas sedikit tersentak kala melihat wajah Shenna merah padam, penuh emosi. Marcel jadi sangat tidak enak hati. Ia akan memberi pelajaran pada Kenneth nanti."Saya nggak mau berantem, ya. Kalau Anda mau cari simpanan, saya bukan orang yang tepat untuk dijadikan simpanan," tegas Shenna berapi-api."Simpanan apa? Saya cuma ngajak kamu pulang bareng, kan?""Itu cuma akal-akalan!"Entah harus bagaimana Marcel membuat Shenna mengerti. Lelaki itu mendadak sakit kepala. "Begini, Shenna .... Saya ini bukan mau cari simpanan. Saya juga mengajak kamu pulang bareng nggak ada mak
"Shen, lo keliatannya ngantuk banget. Semalam balik jam berapa ngedugem?"Ujaran dari teman sejawat Shenna itu mengembalikan kesadarannya. Ia menguap lagi, untuk kali kesekian. "Jam tiga pagi, kali. Gue nggak sempet liat jam. Tadinya mau langsung tidur, tapi ternyata nggak bisa tidur sampai pagi. Jadinya, ya udah. Untung aja gue nggak mabok. Kalau mabok pasti bakalan lebih parah.""Gue beliin kopi aja, ya. Kasian banget lo ngantuk gini. Mana kerja sampai sore," kata Felisya prihatin. Mata panda Shenna begitu kentara, ditambah raut lelah yang tak dapat disembunyikan.Shenna mengangguk saja. Sekarang mereka sedang berada di cafetaria kantor, tetapi Shenna malah memanfaatkan waktunya di sana untuk menaruh kepala di atas meja. Tadi pagi tidak sempat ngopi karena persediaan kopi di aparteme
Seminggu sudah sejak kejadian di club waktu itu. Shenna tetap menjalani rutinitas seperti biasa, meski kadang selalu ada sekelebat pikiran tentang Marcel. Namun, ia berusaha untuk mengabaikan itu semua. Menjalani keseharian seperti biasa. Seperti saat sebelum bertemu dengan Marcel. Shenna tidak mau menganggap perlakuan Marcel sebagai sesuatu yang spesial. Lebih tepatnya, ia tidak ada waktu untuk itu. Ada lebih banyak hal yang harus Shenna lakukan.Minggu pagi Shenna sengaja bangun telat. Memberi diri sendiri waktu tidur lebih lama. Karena saat hari kerja ia jarang sekali bisa mempertahankan pola tidur yang sehat. Shenna sering terjaga sampai dini hari dan tidak mendapat cukup waktu tidur. Agak menyedihkan memang, tetapi tuntutan pekerjaan yang mengharuskan.Biasanya saat weekend, Shenna akan aktif di sosial media. Membuat postingan berisi endorsement. H