"Kenapa Om Gregory ada di sini, Mom?" Shane menatap Gregory heran. "Daddy mana?"Setelah menerima kabar bahwa Gregory akan segera sampai, Dilara membawa kedua anaknya keluar. Mereka menunggu di gerbang masuk sekolah dan mendapati Gregory datang menghampiri."Iya, Mom. Daddy kami bukan Om Gregory 'kan?" tanya Shine memastikan.Ibunya bilang, ayah mereka akan segera sampai dan yang mereka temui saat ini Gregory. Jika pria itu bukan ayahnya, lalu kenapa Gregory datang ke sekolah?"Mmm ... I-itu ... a-anu ...."Dilara mendadak gelagapan. Dari nada bicara kedua anaknya seolah tidak menyukai kehadiran Gregory di sana. Entah mengapa, tiba-tiba ia merasa belum siap memperkenalkan si kembar pada ayah kandungnya."Halo, anak-anak," sapa Gregory.Ekspresi wajahnya terlihat gugup. Tangannya bergerak saling meremas. Jantungnya pun berdegup kencang tidak terkendali. Sikapnya saat ini berbanding terbalik dengan apa yang ia lakukan ketika di rumah."Halo, Om. Kenapa Om Gregory ada di sini?" Shine bal
Mendengar ejekan itu, Gregory mengepalkan tangan dengan gigi yang dieratkan. Menatap kedua putranya bergantian dan memenangkan dengan cara tersenyum. Hari ini adalah hari pertama di mana dirinya diakui sebagai ayah. Jadi, ia akan berusaha menahannya agar tidak meledak."Daddy," rengek Shine."Iya, Sayang. Kenapa?"Shine melirik ke arah kembarannya dan mendapat peringatan untuk tetap diam. Shane memelototi Shine karena mengerti apa yang akan dikatakan."Tidak, tidak jadi," sungut Shine lesu."Kenapa diam saja? Apa kau benar-benar hasil memungut di jalan?""Sial!" umpat Gregory dalam hati."Sepertinya memang hasil mungut di jalan," ujar pria itu lagi dengan tawa yang menggema.Sepertinya pria itu tidak akan puas sebelum mendapat jawaban. Ia terus menguji kesabaran Gregory tanpa melihat tempat. Sontak, Gregory pun berdiri sambil merapikan pakaian. Lalu, membalikkan badan dan menatap semua orang satu per satu."Siapa yang berbicara tadi?" tanyanya dingin."Aku. Kenapa?" Seorang pria dari
"Jadi, Lara mengenal pria brengsek ini?" Gregory menatap Dilara lekat berusaha mencari kebenaran, "Atau jangan-jangan mereka ada hubungan makanya si brengsek mengejekku?" batinnya berkecamuk.Dilara menundukkan kepala sekedar memberi hormat. "Maaf, Papa Roy. Sudah siang dan aku harus pergi bekerja," ujarnya."Aku rasa belum. Apa kau berusaha menghindar?" Si pengejek terlihat tidak suka dengan sikap Dilara.Selama si kembar belajar di sekolah itu, selama itu pula pria itu menyukai Dilara. Berusaha keras mendekati dan merebut hati Dilara. Sayangnya, wanita itu tidak bergeming atas perhatian-perhatian yang diberikan."Tidak sama sekali. Hari ini ada reservasi penting dan seluruh karyawan diharuskan untuk datang satu jam lebih awal. Jadi ... maaf," sanggah Dilara menjelaskan."Apa karena laki-laki ini kau menolak setiap aku lamar?" Papa Roy merasa belum puas dengan jawaban yang Dilara lontarkan.Mendengar ucapan Papa Roy membuat Gregory tersentak kaget. Ternyata ada pria yang berusaha mer
Gregory menatap Shane dengan terkejut. Manik mata dan mulutnya terbuka lebar. Tidak lupa dengan jantungnya yang berdegup kencang diiringi rasa takut. Bagaimana kalau Dilara benar-benar menyukai Jhon? Lalu, apa yang harus ia lakukan?"Apa benar yang kau katakan?" tanya Gregory memastikan."Shane rasa begitu. Soalnya setiap kali dekat dengan Uncle Jhon, Mommy selalu terlihat bahagia. Bahkan dulu Shane pernah berharap kalau Uncle Jhon bisa jadi daddy kami," sahut pria mungil itu menjelaskan."Iya, Shine juga," kata Shine menimpali sambil mengangguk.Jika bukan karena Jhon, mungkin mereka tidak akan diizinkan menempati sebuah meja di tengah ramainya pengunjung di setiap harinya. Meja itu seolah sudah Jhon siapkan untuk si kembar agar Dilara merasa aman dan nyaman meski wanita itu sibuk bekerja di dapur."Apa yang membuat kalian berharap pria itu menjadi ayah kalian?" tanya Gregory sambil menggertakkan gigi. Sepolos itukah kedua putranya?Tidak disangka, obrolan pertama dengan kedua putran
"Tidak.""Ya."Si kembar menyahut secara bersamaan dengan nada tegas. Shine menjawab tidak dan Shane iya. Jantung Gregory berdegup kencang. Separuh merasa lega dan separuhnya lagi merasa kecewa. Meskipun demikian, ia tetap berusaha tenang. Menyunggingkan senyuman sambil membelai rambut kedua putranya."Alasannya apa? Kenapa Shine tidak dan Shane iya?" tanyanya penasaran."Kau saja dulu yang jawab," kata Shane pada kembarannya."Untuk apa Shine berharap Uncle Jhon menjadi ayah kami kalau sudah ada Daddy di sini," sahut pria mungil itu tersenyum bahagia menatap ayahnya.Dulu, ia berharap Jhon menjadi ayahnya karena memang ingin sekali memiliki seorang ayah sama seperti teman-teman di sekolah. Setidaknya ia tidak akan diolok-olok karena hanya memiliki ibu. Dan sekarang, ia sudah memiliki ayah kandung. Jadi, tidak butuh Jhon lagi untuk menjadi ayahnya."Terima kasih, Sayang " Gregory mengecup puncak kepala Shine. Lalu, beralih menatap Shane, "Kalau Shane, kenapa?" tanyanya lebih penasara
"Kalau iya, memangnya kenapa?" Jhon menanggapi pertanyaan Gregory dengan santai, "Aku hanya ingin menunjukkan padamu kalau aku jauh lebih mengenal Lara dan anak-anak. Jadi, jangan coba-coba menerobos masuk dan menghancurkan usaha kerasku beberapa tahun ini," imbuhnya menggebu.Dulu, Dilara sulit sekali didekati. Wanita itu selalu bersikap dingin dan selalu menghindar ketika Jhon berusaha mendekat. Selalu menolak ketika diajak berbicara berdua dan melibatkan karyawan lain.Setiap tiga bulan sekali, Jhon membuat acara di restoran dan Dilara selalu menolak ikut. Padahal, acara itu dibuat demi mendekatinya. Pokoknya apa pun yang Jhon lakukan tidak pernah membuahkan hasil. Sampai pada akhirnya, Dilara meminta izin pada Jhon agar si kembar diizinkan menunggunya selagi bekerja. Saat itulah, hubungan Jhon dan Dilara mulai berkembang dan menjadi dekat."Kuakui kau memang jauh lebih mengenal Lara dan anak-anak. Tapi satu hal yang harus kau tahu, darah lebih kental daripada air. Meski kami belu
"Brengsek! Siapa yang berani memukulku?" Pria berkepala pelontos menyentuh kepalanya sambil menoleh ke belakang.Pengunjung lain mulai memusatkan atensinya pada pria pelontos dan Gregory. Sementara Gregory sendiri, ia sama sekali tidak peduli dengan kemarahan pria itu. Ia melangkah maju dan bergegas berlutut mengangkat tubuh Shane agar berdiri."Mana yang sakit, Sayang?" tanya Gregory khawatir."Lutut Shane sakit, Daddy," sahutnya dengan wajah yang sudah bersimbah air mataManik mata Gregory bergerak meneliti lutut putranya dan melihat goresan dengan cairan merah. Sontak, kekesalannya meningkat pesat."Oke. Sebentar ya, Sayang," kata Gregory mengulas senyuman."Tapi, Daddy. Shane ... Shane pipis di celana dan takut Mommy akan marah," ujar Shane takut-takut.Belum sempat membalas ucapan putranya, kerah bagian belakang jasnya ditarik. Sontak, ia menoleh ke belakang dan mengangkat pandangan. Terpampang sosok garang pria kepala pelontos itu. Gregory tersenyum menyeringai untuk sesaat dan
Di sudut ruangan, Jhon menggertakkan gigi sambil mengepal tangan. Melihat betapa kompak dan serasinya Gregory dan si kembar membuatnya marah. Ia takut Dilara akan melihat semuanya di mulai dari kejadian Shane dengan pria pelontos. Ya, ia melihat semuanya dan Gregory terlihat sangat keren."Tidak boleh. Lara tidak boleh melihat kejadian ini."Jhon bergegas keluar dari ruangannya hendak menghampiri Dilara. Berharap wanita itu sedang sibuk bekerja di dapur dan tidak melihat kejadian apa pun di luar. Langkahnya terlihat sangat besar dengan raut serius."Hai, Lara," sapa Jhon setelah sampai di dapur. Wajah tampannya menunjukkan senyum terbaik.Saat ini, Dilara sedang mengayun spatula dan membolak-balik fish cake. Mendengar sapaan, ia hanya menoleh sekilas dan kembali sibuk. Meskipun demikian, bola matanya sempat digerakkan ke atas sambil berpikir. Sikap Jhon benar-benar aneh menurutnya."Ada apa Pak Jhon?" tanya Dilara."Sejak tadi kau di sini 'kan? Ah, maksud aku ... sejak kau melihat ana