"Ada apa? Kenapa kau datang ke sini?" tanya Serkan terkejut.
Baru saja menyelesaikan rapat dan hendak kembali ke ruangannya. Tiba-tiba, ia dikejutkan dengan keberadaan Guzel di depan pintu lift, tepat di depan matanya."Aku membawakan ini sebagai ucapan terimakasihku," sahut Guzel sambil mengangkat rantang di tangan kanannya.Pandangan mata Serkan bergerak menatap rantang itu. Kemudian, ia melangkah keluar melewati istrinya."Seharusnya kau tidak perlu repot-repot. Aku melakukan itu hanya demi kemanusiaan saja," balas Serkan datar.Ucapannya terdengar seperti pria itu akan melakukan hal yang sama, jika itu terjadi pada orang lain. Padahal kenyataannya tidak seperti itu. Ia melakukan itu hanya untuk Guzel dan untuk yang pertama kalinya seumur hidup. Meskipun demikian, Guzel tidak merasa kecewa sama sekali. Mungkin karena wanita itu belum ada perasaan apa pun pada Serkan."Tidak apa-apa. Memasak adalah hobiku dan ini sama sekali tidak merepotkan." Guzel berbalik dan mengikuti Serkan masuk ke dalam ruangannya.Sampai di dalam, Guzel menyusun makanan di meja. Ada spaghetti dengan bumbu terpisah dan lasagna. Perlahan, aromanya menyebar dan tercium di indera penciuman Serkan. Sontak, cacing di perutnya langsung berteriak meminta makan."Kenapa kau masih berdiri di situ? Ayo makan siang dulu!" tanya Guzel heran."Ah, iya." Serkan lekas mendekat dan duduk di seberang meja.Sementara Guzel, ia mulai menuangkan spaghetti ke piring dan bumbu di atasnya. Kemudian, menyodorkannya pada sang suami."Aku cuma bawa jus. Kalau mau ambil air putih di sebelah mana?" tanya Guzel sambil mengangkat sebotol jus mangga."Ambil di ruangan itu," sahut Serkan sambil menunjuk ke sebuah ruangan.Guzel menoleh ke belakang dan mendapati sebuah pintu. Kemudian, ia mengangguk dan beranjak bangun. Melangkah sekitar lima langkah dan masuk ke dalam."Apa ini yang disebut ruang pribadi?" tanya Guzel pada dirinya sendiri melihat ruangan yang persis seperti kamar tidur.Setelah itu, ia mengedar pandangan mencari tempat penyimpanan air minum. Ia menemukan lemari pendingin kecil di dekat sofa. Lalu, ia bergegas mendekat dan membukanya.Di dalamnya berisi beberapa botol air mineral dan buah-buahan. Guzel hanya mengambil satu botol air mineral dan bergegas kembali."Apa kau menemukannya?" tanya Serkan melihat Guzel keluar dari ruang pribadinya."Ya," sahut Guzel sambil menunjukkan botol air mineral di tangan kirinya."Apa aku boleh menghabiskan semua makanan ini?" tanya Serkan menunjuk ke dua menu yang ada di meja.Tadi pagi, Serkan makan begitu lahap. Padahal sebelumnya, ia selalu menjaga pola makan dan selalu berhenti sebelum kenyang. Akan tetapi, pria itu terlihat mengecualikan makanan buatan Guzel. Buktinya sekarang, dua menu yang seharusnya untuk dua orang akan ia habiskan sendiri."Tentu saja. Lagi pula, dua menu ini tidak akan membuatmu terlalu kenyang," balas Guzel mempersilahkan.Spaghetti sama seperti mie pada umumnya. Meski makan cukup banyak, tidak akan bertahan lama. Baru sebentar makan bisa langsung membuat perut keroncongan lagi. Begitu juga dengan lasagna yang sama sekali tidak akan membuat perut merasa kenyang. Apalagi hanya dua potong saja.Serkan mengangguk dan mengulurkan tangannya meminta air minum. Kemudian, ia lekas menenggaknya hingga beberapa teguk. Setelah itu, ia mulai menikmati spaghetti."Pakaianmu, apa sudah kau bawa ke rumah?" tanyanya dengan mulut penuh."Belum. Aku baru merapikannya dan memasukkannya ke dalam koper. Setelah itu, aku memasak dan langsung datang ke sini," sahut Guzel menjelaskan."Jadi, kau ke sini naik taksi?"Serkan pikir, Guzel sudah pulang ke rumah dan datang ke kantor menggunakan mobil pribadi seperti yang kakeknya katakan."Iya. Sejak dulu, aku terbiasa menggunakan transportasi umum. Aku selalu diantar jemput hanya ketika mendiang papanya Lara masih ada. Setelah itu, aku selalu naik kendaraan umum kalau pergi ke mana-mana," sahut Guzel seolah sedang mencurahkan isi hatinya.Selama ini, ia tidak pernah menceritakan perihal masalah pribadinya pada orang lain, bahkan meski hal sepele sekalipun. Namun entah mengapa, ia merasa nyaman dengan Serkan."Oh begitu."Serkan hanya menatap Guzel sekilas bingung harus bagaimana menanggapi. Ia merasa tidak enak karena ucapannya membuat sang istri mengingat masa lalunya."Iya, Mas. Ya sudah selesaikan makannya dulu." Guzel mengulurkan tangannya dan menuangkan spaghetti kembali ke piring makan Serkan.Tiba-tiba, suasana berubah menjadi hening. Hanya terdengar suara dentingan garpu dan piring. Hingga beberapa menit kemudian, Serkan selesai menikmati makan siang dan Guzel pun merapikannya."Aku pulang dulu, Mas," pamit Guzel.Serkan hanya berdiri tanpa berniat untuk mengantar sampai depan pintu. Setelah melihat Guzel keluar, ia melangkah ke meja kerjanya dan mulai melanjutkan pekerjaannya.***Hari ini, pekerjaan Serkan di perusahaan sangat banyak. Jadi mengharuskannya untuk bekerja lembur sampai larut malam dan pukul sebelas baru sampai di rumah.Pria itu memutar kenop pintu secara perlahan agar tidak mengganggu waktu tidur Guzel. Kemudian, ia masuk ke dalam dan menutupnya kembali dengan perlahan agar tidak menimbulkan suara.Baru saja membalikkan tubuhnya hendak melangkah, ia dikejutkan dengan posisi tidur Guzel di sofa yang hampir terjatuh."Astaga, Guzel!" Serkan lekas berlari dan berlutut.Tatapan mata itu fokus memperhatikan setiap inchi wajah Guzel. Meskipun usianya beberapa tahun lebih tua darinya, tetapi masih terlihat muda dan cantik."Hmmmpt." Seketika, manik mata Serkan terbuka lebar sambil menahan nafas.Guzel bergerak dan tangannya bergerak ke arah tengkuk Serkan seolah sedang memeluknya. Hal itu cukup membuatnya terkejut, tetapi tidak bisa dibandingkan dengan pakaian yang istrinya kenakan saat ini. Lingerie hitam yang sangat-sangat tipis dan menerawang."Sial!" umpat Serkan dalam hati.Beberapa jam setelah sampai di kantor, Serkan langsung menerima laporan dari sekretarisnya tentang informasi pribadi Guzel. Ia memeriksanya dan mengetahui seluk-beluk tentang sang istri sejak dibawa ke panti asuhan sampai sekarang."Kalau aku belum mengetahui informasi pribadimu. Mungkin sekarang, aku sudah berpikir kalau kau sedang menggodaku," lirih Serkan menatap wajah Guzel lekat.Setelah suaminya meninggal selama lebih dari lima tahun, banyak sekali pria yang mendekati Guzel. Namun, wanita itu tidak pernah menanggapi satu pun dari mereka. Ia tetap setia dengan statusnya atau lebih tepatnya tetap setia dengan mendiang mantan suaminya."Baiklah, aku tidak boleh terus-menerus dalam posisi ini."Setelah kata-kata itu terlontar, Serkan berencana untuk membenarkan posisi Guzel. Ia mengangkat tubuh istrinya dan hendak meletakkannya kembali di sofa. Berhubung sejak tadi Guzel mengalungkan kedua tangannya leher Serkan. Jadi meskipun diletakkan kembali, Serkan tidak bisa bergerak menjauh karena tangan Guzel tidak bisa terlepas."Lepaskan tanganmu, Guzel. Sebenarnya kau tidur atau berpura-pura tidur, sih?" geram Serkan.Pria satu-satunya keturunan keluarga Aslan itu berusaha melepaskan tangan Guzel di tengkuknya. Namun alih-alih terlepas, Guzel malah bergerak dan kepala Serkan tertarik hingga bibir mereka berdua menyatu.Manik mata Serkan terbelalak sambil menahan nafas. Seumur-umur, ia belum pernah yang namanya berciuman. Bahkan sekedar berpacaran saja belum pernah. Tidakkah kalian penasaran dengan apa yang Serkan rasakan saat ini?Entah sudah berapa lama mereka berdua berada dalam posisi itu. Jarum panjang jam dinding terus bergerak memutar. Dan tiba-tiba, Guzel menggeliat melepaskan tangannya dan meringkuk."Ini tidak enak," lirihnya dengan manik mata yang masih terpejam sempurna.Mendengar hal itu, manik mata Serkan membola karena terkejut. "Apa kau bilang?" geram pria itu.Bagaimana bisa Guzel berkata seperti itu setelah merenggut ciuman pertama Serkan? Hal itu membuat sang empu tidak terima dan marah. Lihat saja, wajah yang memerah, gigi yang saling dieratkan, dan tangan yang terkepal kuat."Sial!" umpat Serkan kesal. Ia beranjak berdiri dan menyugar rambutnya ke belakang.Andai saat ini Guzel tidak sedang tidur. Mungkin Serkan sudah membuat pembalasan telak. Entah itu dengan sebuah kecupan men
Dengan nafas yang terengah-engah, Serkan menjauhkan kepalanya. Manik mata berkabutnya menatap bibir Guzel yang membengkak. Rasanya, masih sangat kurang untuk berhenti. Rasanya ingin lagi dan lagi sampai merasa puas."Sial! Aku harus apa sekarang?" umpat Serkan kesal.Ia kebingungan harus berbuat apa sementara sisi liarnya sudah bangkit dari keabadian. Padahal seharusnya, ia menahan diri dan tidak melakukan banyak kecupan. Cukup hanya sekali kecupan dan bukannya masalah sampai ke tiga kecupan. Sekarang, ia sendiri yang terkena batunya karena tidak bisa menahan diri lagi."Sekali lagi. Yah, sekali lagi. Aku janji hanya akan melakukan satu kali lagi. Setelah ini, aku akan pergi tidur," kata Serkan setelah nafasnya teratur.Ia pikir, ia bisa tidur setelah sisi liarnya bangun. Padahal, semakin ia melakukannya lagi. Mak, sisi liarnya akan meminta lebih untuk memuaskan diri. Namun sayangnya, pria itu terlalu bodoh untuk memahami dirinya sendiri."Satu, dua, tiga." Dalam hitungan detik, ia k
Pertanyaan yang Guzel ajukan membuat Serkan menyesali keputusannya untuk memaksa sang istri berbicara. Kalau tahu akan menimbulkan pertanyaan sesulit itu, ia akan memilih untuk diam."A-aku ...." Serkan terlihat kebingungan harus menjawab apa. Untuk sesaat, ia terdiam memikirkan jawaban apa yang masuk akal dan tidak membuat Guzel curiga, "I-itu ... anu."Itu, anu apa?" tanya Guzel mengerutkan keningnya.Bagaimana bisa pria sedingin Serkan bisa salah tingkah dan gelagapan seperti itu?"Aku mengambil selimut untuk menyelimuti tubuhmu dan kau malah menendang-nendang. Jadi aku berencana untuk menyelimutimu lagi, tapi keburu kau bangun," imbuhnya menjelaskan. Bukan menjelaskan, tetapi lebih tepatnya berbohong."Benarkah?" Guzel nampak kurang percaya."Iya, seperti itu," balas Serkan tersenyum canggung.Dalam hati, ia berharap bahwa Guzel akan mempercayai ucapannya dan berhenti mencurigainya. Serkan juga ingin malam itu cepat berlalu agar Guzel tidak menanyakan hal lainnya lagi."Baiklah. S
Serkan langsung membalikkan tubuhnya melihat Guzel sedang membersihkan diri. Beruntung, kaca itu buram dan ia tidak bisa melihat dengan jelas bagian tubuh Guzel."Kenapa, sih, Guzel hobi sekali membuatku kesal?" keluhnya sambil mengeratkan gigi. Sebenarnya bukan membuat Serkan kesal, tetapi membuat sisi liarnya menegang.Seharusnya, kalau masuk ke dalam kamar mandi, entah hanya sekedar mencuci tangan atau menggosok gigi, baiknya mengunci pintu terlebih dahulu. Jangan asal masuk saja dan membuat orang lain kesulitan. Sama seperti apa yang Serkan rasakan saat ini."Sepertinya aku harus buru-buru keluar sebelum ketahuan." Serkan mengangkat kaki kanannya hendak melangkah.Bertepatan dengan Serkan yang hendak melangkah keluar, Guzel berteriak, "Hei, yang ada di sana!"Sontak, Serkan menghentikan langkahnya dan membeku. Raut wajahnya terlihat sangat tidak enak karena terpergok. Kemudian, ia membalikkan tubuhnya secara perlahan."Yang ada di sini. Semua ikut bernyanyi," lanjut Guzel.Ternyat
"Aku bilang juga apa? Pakai baju dulu, Mas," ujar Guzel menyesal.Salahnya, tadi ia mendoakan agar handuk yang melilit di pinggang Serkan terlepas. Akan tetapi giliran sudah terlepas, ia justru menutup matanya erat. Walaupun demikian, ia sudah terlanjur melihat si perkasa. Ya, meskipun hanya sekitar satu kedipan mata."Hah?" Serkan terkejut merasa handuk menimpa kakinya. Apalagi mendengar suara Guzel yang terdengar seperti sudah melihat sesuatu. Sontak, ia lekas menunduk dan mengumpat, "Sial!"Pria itu lekas meraih handuk dan melilitkan kembali ke pinggang. Ia menatap Guzel sekilas sebelum akhirnya beranjak pergi ke ruang ganti dengan langkah terburu.Merasa Serkan sudah tidak ada di sana setelah mendengar suara pintu ditutup, perlahan Guzel membuka mata sambil membuang nafas."Astaga, Serkan, Serkan," lirih Guzel tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.Daripada ia tetap berada di sana dan bertemu Serkan dengan situasi canggung. Lebih baik ia turun ke bawah dan membantu asisten ruma
"A-ada apa?" tanya Serkan terbata. Jantungnya berdegup kencang dengan pikiran yang melayang jauh."Apa kemarin aku tidak bermimpi dan kau memang menciumku?" tanya Guzel memastikan.Melihat kejadian ini, Guzel menjadi curiga. Pasalnya, ia merasa bibirnya kebas dan terasa sangat nyata. Jadi ia pikir, Serkan memang menciumnya ketika sedang tidur. Itulah alasan mengapa ia berpura-pura pingsan."Mmm ... A-anu." Serkan menghempaskan tubuhnya kembali ke tempat tidur. Bola matanya bergerak ke sana kemari memikirkan jawaban."Jadi, memang benar dan aku tidak bermimpi?" tanya Guzel lagi.Melihat reaksi Serkan saat ini membuat Guzel yakin kalau kejadian malam kemarin bukan hanya mimpi."Ma-maaf," lirih Serkan tidak tahu harus berkata apa selain kata maaf.Bukankah Guzel pingsan tadi? Lalu, kenapa tiba-tiba wanita itu bangun di saat Serkan sedang menikmati bibirnya? Bukankah seharusnya tidak bisa merasakan apa pun? Bodohnya, ia sama sekali tidak tahu kalau Guzel hanya berpura-pura saja."Tidak pe
Semakin malam, pergulatan mereka berdua semakin panas. Apalagi lampu yang temaram membuat keduanya semakin liar. Suasana kamar yang semula sepi, kini menjadi sedikit berisik. Suara cecapan demi cecapan saling beradu.Perlahan, suara cecapan itu berganti dengan suara lenguhan nikmat. Awal-awal memang sedikit ditahan, tetapi lama-kelamaan mereka melepas suara desahan yang membuat satu sama lain semakin bersemangat. Serkan semakin bersemangat mendengar lenguhan Guzel, begitu pula sebaliknya. Terlebih dengan cengkeraman yang Guzel layangkan di rambutnya. Hal itu menandakan bahwa sang istri benar-benar puas dan hal itu mampu membuat Serkan bangga atas kerja kerasnya."Tidurlah! Aku akan membangunkanmu nanti di sesi ke tiga," ujar Serkan mengecup kening dengan tangan yang bergerak mengusap bahu istrinya."Hah! Masih mau lagi?" tanya Guzel terkejut.Membuat anak tidak harus dilakukan sehari tiga kali seperti mengonsumsi obat. Justru yang paling bagus itu satu Minggu tiga kali, jika memang s
"Ada apa? Kenapa kau senyum-senyum sendiri?" tanya Guzel curiga.Tanpa menjawab, Serkan langsung beranjak turun dan mengangkat tubuh Guzel. Ia ingin mewujudkan fantasi liarnya yang baru saja muncul di pikirannya."Kau mau apa, Mas? Cepat turunkan aku! Sudah siang dan aku harus segera mandi," tanya Guzel bingung melihat sikap suaminya.Guzel meminta agar diturunkan, tetapi Serkan mengabaikannya. Pria itu justru melangkah cepat ke arah kamar mandi. Setelah di dalam, ia mendudukkan istrinya tepat di samping wastafel."Tunggu sebentar ya, Sayang. Aku isi air di bathtub dulu sebentar," ujar Serkan lembut dengan seulas senyuman."Tidak perlu, Mas, aku bisa melakukannya sendiri." Guzel melompat turun dan mengejar suaminya.Sontak, Serkan berbalik dan merengkuh pinggang istrinya. Lalu, menariknya hingga tubuh mereka menyatu. Dahinya diadu dan kepalanya bergerak ke samping. Dalam satu kali kedipan mata, bibirnya menyambar bibir Guzel yang sejak pertama kali membuatnya candu.Tangan kirinya ber