"Terimakasih, Mas," ujar Guzel setelah berada di depan rumahnya.
"Tunggu!" cegah Serkan ketika sang istri hendak turun."Ada apa?" tanya Guzel sambil mengerutkan keningnya.Setengah perjalanan, mereka hanya diam. Tidak ada gerak-gerik mencurigakan dari keduanya. Namun tiba-tiba, Serkan menghentikan Guzel Ketika bersiap untuk turun. Apa ia perlu membayar jasa antar?"Apa perlu aku temani?" Serkan terlihat salah tingkah. "Maksud aku, apa kau tidak memintaku untuk mampir sebentar?"Semalam, ia meminta sekretarisnya untuk mencari informasi pribadi Guzel. Namun sampai keesokan harinya, ia belum juga mendapatkan informasi apa pun. Berhubung ia sangat penasaran dengan sosok Dilara. Jadi, ia berencana untuk mampir sebentar. Hal itu ia lakukan karena ingin tahu seperti apa sosok gadis itu, sampai-sampai pergi meninggalkannya di tengah pelaminan."Sebenarnya aku ingin, tapi kau ada rapat penting sebentar lagi," balas Guzel ragu."Tidak masalah. Aku bisa menundanya sekitar tiga puluh menit. Itu, sih, kalau kau mengizinkanku masuk," kata Serkan dengan bola mata yang bergerak ke sana kemari.Sebenarnya, ia tidak ingin bersikap seperti itu. Bahkan ia merasa bahwa saat ini bukan dirinya sendiri. Apalagi sejak pertama kali bertemu Guzel sikapnya sudah sangat-sangat dingin."Baiklah, ayo masuk," balas Guzel mengangguk.Mereka berdua lekas turun. Guzel berjalan di depan dan Serkan mengikutinya dari belakang. Pria itu mengedar pandangan meneliti area sekitar. Di sana, ia melihat pohon mangga dengan buah dan daun yang sangat lebat. Kemudian, melihat deretan pot bunga berbagai jenis dan warna."Silahkan masuk, Mas!" seru Guzel setelah membuka pintu. "Duduk dulu ya, Mas, aku mau panggil Lara sebentar.""Mmm," sahut Serkan.Sementara Guzel masuk ke dalam menuju kamar, Serkan menatap dinding ruang tamu. Di sana, terlihat beberapa bingkai foto keluarga."Ini pasti Guzel dan mendiang suaminya. Kalau ini pasti Lara," bisiknya dalam hati."Lara?!" panggil Guzel sedikit menaikkan suaranya.Sontak, Serkan menoleh dan menatap pintu kamar di mana Guzel pergi. Tidak lama kemudian, ia melihat sosok istrinya keluar dari sana dengan raut bingung."Ada apa?" tanya Serkan penasaran.Tanpa menjawab, Guzel pergi ke kamar sebelah dan memeriksanya. Lalu, ia berjalan ke arah dapur dan kamar mandi. Namun sayangnya, Dilara tetap tidak ada di sana."Sebenarnya apa yang kau cari?" tanya Serkan penasaran. Ia menyentuh bahu Guzel dan sedikit mengguncangnya."Lara, Mas. Lara tidak ada di rumah dan sepertinya dia belum pulang sejak kemarin," sahut Guzel kebingungan.Manik mata Guzel sudah berkaca-kaca dan hampir tumpah. Tatapan matanya tidak fokus memikirkan kemungkinan keberadaan putrinya."Kau tenang dulu, yah. Tarik nafas, hembuskan. Lakukan sampai tiga kali agar kau merasa lebih tenang." Guzel terlihat melakukan apa yang Serkan perintahkan, "Sudah? Kalau begitu, kita duduk dulu," imbuhnya sambil membantu istrinya duduk di sofa.Sepasang pengantin baru itu duduk di sofa. Memang Guzel sedikit lebih tenang, tetapi tidak menyurutkan rasa khawatirnya."Bagaimana ini, Mas? Lara, anakku satu-satunya menghilang." Air mata Guzel tumpah tak tertahankan."Tenang dulu. Coba kau ingat-ingat. Apa kau memiliki kerabat di dalam atau luar kota?" Serkan berusaha selembut mungkin agar Guzel tidak semakin panik."Sejak kecil aku yatim piatu, Mas," sahut Guzel sambil menatap suaminya.Guzel wanita yatim piatu yang dibesarkan di panti asuhan. Jadi, ia tidak memiliki keluarga yang bisa Dilara kunjungi.Entah mengapa, tatapan mata Guzel terlihat sangat menyedihkan. Serkan yang melihatnya pun menjadi iba. Namun, ia hanya merasa kasihan saja dan tidak lebih dari itu."Tidak apa-apa. Mendiang mantan suamimu, bagaimana? Dia punya keluarga, 'kan?"Serkan pikir, Guzel memang yatim piatu. Namun, bukan berarti keluarga mantan mendiang suaminya juga tidak memiliki keluarga."Atau kalau tidak, coba tanya teman sekolahnya," imbuh pria dengan rahang tegas itu.Yah. Tidak mungkin Dilara berani kabur tanpa ada tempat tujuan. Jika bukan di tempat teman sekolahnya, mungkin ada di tempat kakek neneknya."Terimakasih, Mas, terimakasih," ujar Guzel tersenyum bahagia. Andai tidak ada Serkan di sana, mungkin ia tidak akan menemukan solusi itu.Ibu satu anak sekaligus pengantin baru itu langsung memeluk suaminya. Ia merasa sangat bersyukur dengan keberadaan pria itu di sisinya.Sementara Serkan, pria itu hanya terdiam. Manik mata dan mulutnya terbuka lebar dengan tubuh yang menegang. Ia kebingungan dengan apa yang harus dilakukan."I-iya," balas Serkan kaku. Tangannya tetap berada di tempat dengan posisi terkepal.Sekitar satu sampai dua menit, Guzel menjauhkan tubuhnya. "Aku coba hubungi Lara lagi dulu," katanya sambil menghapus air mata di wajahnya.Sejak kemarin, Dilara sulit sekali dihubungi. Tadi pagi, Guzel sibuk di dapur dan belum sempat menghubungi putrinya lagi. Barangkali saja, saat ini nomor putri semata wayangnya sudah aktif."Mmm," balas Serkan singkat.Guzel langsung meraih tasnya di meja. Membuka resleting dan melihat ponselnya menyala tanda pesan masuk. Di sana, tertulis nama putrinya yang mengirim pesan."Lara mengirim pesan, Mas," kata Guzel sambil menunjukkan ponselnya."Coba buka," balas Serkan memerintah."Iya, Mas." Guzel mengangguk dan lekas membuka pesan.Wanita itu terlihat sangat fokus. Membaca kata demi kata dengan seksama. Serkan sampai mengerutkan keningnya penasaran dan sedikit mengintip."Mas?" panggil Guzel mengangkat kepalanya."Mmm, bagaimana?" Serkan menjauhkan kepalanya secara tiba-tiba karena terkejut."Sekarang Lara sedang ada di luar kota, di rumah eyangnya." Guzel terlihat sangat bersemangat telah menemukan keberadaan putrinya, "Tapi dia belum mau pulang," imbuhnya berubah lesu.Dilara mengatakan bahwa dirinya tengah berada di kota Teratai di tempat kakek neneknya tinggal. Namun, ia tidak ingin bertemu ibunya untuk sementara waktu. Mungkin, ia takut akan dipaksa dinikahkan dengan Serkan tanpa tahu kalau kini sang ibu yang menggantikan posisinya."Tidak apa-apa. Yang penting kau sudah tahu keberadaan Lara. Jadi, kau tidak akan khawatir lagi. Nanti kalau dia sudah merasa lebih tenang, pasti dia akan kembali," ujar Serkan menenangkan."Iya, kau benar." Guzel menatap Serkan penuh syukur. Kemudian, ia kembali memeluk suaminya lebih erat dari sebelumnya. "Sekali lagi, terimakasih. Aku tidak tahu akan jadi seperti apa jadinya kalau kau tidak ada di sini."Entah apa yang membuat Guzel memeluk Serkan lagi dan lagi. Bahkan Serkan sendiri sampai kebingungan harus bagaimana membalas perlakuannya. Lihat saja! Tubuh pria itu kembali menegang. Tangannya pun terkepal kuat seolah enggan memberikan sentuhan di punggung Guzel."Katanya tidak cinta, tapi sejak tadi memelukku terus," keluh Serkan dalam hati.Seandainya ia tidak suka dipeluk, lalu kenapa tidak menjauhkan Guzel darinya dan justru hanya diam? Sepertinya pikiran berkata tidak suka, tapi hati menyukainya."Ada apa? Kenapa kau datang ke sini?" tanya Serkan terkejut. Baru saja menyelesaikan rapat dan hendak kembali ke ruangannya. Tiba-tiba, ia dikejutkan dengan keberadaan Guzel di depan pintu lift, tepat di depan matanya."Aku membawakan ini sebagai ucapan terimakasihku," sahut Guzel sambil mengangkat rantang di tangan kanannya.Pandangan mata Serkan bergerak menatap rantang itu. Kemudian, ia melangkah keluar melewati istrinya."Seharusnya kau tidak perlu repot-repot. Aku melakukan itu hanya demi kemanusiaan saja," balas Serkan datar.Ucapannya terdengar seperti pria itu akan melakukan hal yang sama, jika itu terjadi pada orang lain. Padahal kenyataannya tidak seperti itu. Ia melakukan itu hanya untuk Guzel dan untuk yang pertama kalinya seumur hidup. Meskipun demikian, Guzel tidak merasa kecewa sama sekali. Mungkin karena wanita itu belum ada perasaan apa pun pada Serkan."Tidak apa-apa. Memasak adalah hobiku dan ini sama sekali tidak merepotkan." Guzel berbalik dan mengikuti Serkan ma
Manik mata Serkan terbelalak sambil menahan nafas. Seumur-umur, ia belum pernah yang namanya berciuman. Bahkan sekedar berpacaran saja belum pernah. Tidakkah kalian penasaran dengan apa yang Serkan rasakan saat ini?Entah sudah berapa lama mereka berdua berada dalam posisi itu. Jarum panjang jam dinding terus bergerak memutar. Dan tiba-tiba, Guzel menggeliat melepaskan tangannya dan meringkuk."Ini tidak enak," lirihnya dengan manik mata yang masih terpejam sempurna.Mendengar hal itu, manik mata Serkan membola karena terkejut. "Apa kau bilang?" geram pria itu.Bagaimana bisa Guzel berkata seperti itu setelah merenggut ciuman pertama Serkan? Hal itu membuat sang empu tidak terima dan marah. Lihat saja, wajah yang memerah, gigi yang saling dieratkan, dan tangan yang terkepal kuat."Sial!" umpat Serkan kesal. Ia beranjak berdiri dan menyugar rambutnya ke belakang.Andai saat ini Guzel tidak sedang tidur. Mungkin Serkan sudah membuat pembalasan telak. Entah itu dengan sebuah kecupan men
Dengan nafas yang terengah-engah, Serkan menjauhkan kepalanya. Manik mata berkabutnya menatap bibir Guzel yang membengkak. Rasanya, masih sangat kurang untuk berhenti. Rasanya ingin lagi dan lagi sampai merasa puas."Sial! Aku harus apa sekarang?" umpat Serkan kesal.Ia kebingungan harus berbuat apa sementara sisi liarnya sudah bangkit dari keabadian. Padahal seharusnya, ia menahan diri dan tidak melakukan banyak kecupan. Cukup hanya sekali kecupan dan bukannya masalah sampai ke tiga kecupan. Sekarang, ia sendiri yang terkena batunya karena tidak bisa menahan diri lagi."Sekali lagi. Yah, sekali lagi. Aku janji hanya akan melakukan satu kali lagi. Setelah ini, aku akan pergi tidur," kata Serkan setelah nafasnya teratur.Ia pikir, ia bisa tidur setelah sisi liarnya bangun. Padahal, semakin ia melakukannya lagi. Mak, sisi liarnya akan meminta lebih untuk memuaskan diri. Namun sayangnya, pria itu terlalu bodoh untuk memahami dirinya sendiri."Satu, dua, tiga." Dalam hitungan detik, ia k
Pertanyaan yang Guzel ajukan membuat Serkan menyesali keputusannya untuk memaksa sang istri berbicara. Kalau tahu akan menimbulkan pertanyaan sesulit itu, ia akan memilih untuk diam."A-aku ...." Serkan terlihat kebingungan harus menjawab apa. Untuk sesaat, ia terdiam memikirkan jawaban apa yang masuk akal dan tidak membuat Guzel curiga, "I-itu ... anu."Itu, anu apa?" tanya Guzel mengerutkan keningnya.Bagaimana bisa pria sedingin Serkan bisa salah tingkah dan gelagapan seperti itu?"Aku mengambil selimut untuk menyelimuti tubuhmu dan kau malah menendang-nendang. Jadi aku berencana untuk menyelimutimu lagi, tapi keburu kau bangun," imbuhnya menjelaskan. Bukan menjelaskan, tetapi lebih tepatnya berbohong."Benarkah?" Guzel nampak kurang percaya."Iya, seperti itu," balas Serkan tersenyum canggung.Dalam hati, ia berharap bahwa Guzel akan mempercayai ucapannya dan berhenti mencurigainya. Serkan juga ingin malam itu cepat berlalu agar Guzel tidak menanyakan hal lainnya lagi."Baiklah. S
Serkan langsung membalikkan tubuhnya melihat Guzel sedang membersihkan diri. Beruntung, kaca itu buram dan ia tidak bisa melihat dengan jelas bagian tubuh Guzel."Kenapa, sih, Guzel hobi sekali membuatku kesal?" keluhnya sambil mengeratkan gigi. Sebenarnya bukan membuat Serkan kesal, tetapi membuat sisi liarnya menegang.Seharusnya, kalau masuk ke dalam kamar mandi, entah hanya sekedar mencuci tangan atau menggosok gigi, baiknya mengunci pintu terlebih dahulu. Jangan asal masuk saja dan membuat orang lain kesulitan. Sama seperti apa yang Serkan rasakan saat ini."Sepertinya aku harus buru-buru keluar sebelum ketahuan." Serkan mengangkat kaki kanannya hendak melangkah.Bertepatan dengan Serkan yang hendak melangkah keluar, Guzel berteriak, "Hei, yang ada di sana!"Sontak, Serkan menghentikan langkahnya dan membeku. Raut wajahnya terlihat sangat tidak enak karena terpergok. Kemudian, ia membalikkan tubuhnya secara perlahan."Yang ada di sini. Semua ikut bernyanyi," lanjut Guzel.Ternyat
"Aku bilang juga apa? Pakai baju dulu, Mas," ujar Guzel menyesal.Salahnya, tadi ia mendoakan agar handuk yang melilit di pinggang Serkan terlepas. Akan tetapi giliran sudah terlepas, ia justru menutup matanya erat. Walaupun demikian, ia sudah terlanjur melihat si perkasa. Ya, meskipun hanya sekitar satu kedipan mata."Hah?" Serkan terkejut merasa handuk menimpa kakinya. Apalagi mendengar suara Guzel yang terdengar seperti sudah melihat sesuatu. Sontak, ia lekas menunduk dan mengumpat, "Sial!"Pria itu lekas meraih handuk dan melilitkan kembali ke pinggang. Ia menatap Guzel sekilas sebelum akhirnya beranjak pergi ke ruang ganti dengan langkah terburu.Merasa Serkan sudah tidak ada di sana setelah mendengar suara pintu ditutup, perlahan Guzel membuka mata sambil membuang nafas."Astaga, Serkan, Serkan," lirih Guzel tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.Daripada ia tetap berada di sana dan bertemu Serkan dengan situasi canggung. Lebih baik ia turun ke bawah dan membantu asisten ruma
"A-ada apa?" tanya Serkan terbata. Jantungnya berdegup kencang dengan pikiran yang melayang jauh."Apa kemarin aku tidak bermimpi dan kau memang menciumku?" tanya Guzel memastikan.Melihat kejadian ini, Guzel menjadi curiga. Pasalnya, ia merasa bibirnya kebas dan terasa sangat nyata. Jadi ia pikir, Serkan memang menciumnya ketika sedang tidur. Itulah alasan mengapa ia berpura-pura pingsan."Mmm ... A-anu." Serkan menghempaskan tubuhnya kembali ke tempat tidur. Bola matanya bergerak ke sana kemari memikirkan jawaban."Jadi, memang benar dan aku tidak bermimpi?" tanya Guzel lagi.Melihat reaksi Serkan saat ini membuat Guzel yakin kalau kejadian malam kemarin bukan hanya mimpi."Ma-maaf," lirih Serkan tidak tahu harus berkata apa selain kata maaf.Bukankah Guzel pingsan tadi? Lalu, kenapa tiba-tiba wanita itu bangun di saat Serkan sedang menikmati bibirnya? Bukankah seharusnya tidak bisa merasakan apa pun? Bodohnya, ia sama sekali tidak tahu kalau Guzel hanya berpura-pura saja."Tidak pe
Semakin malam, pergulatan mereka berdua semakin panas. Apalagi lampu yang temaram membuat keduanya semakin liar. Suasana kamar yang semula sepi, kini menjadi sedikit berisik. Suara cecapan demi cecapan saling beradu.Perlahan, suara cecapan itu berganti dengan suara lenguhan nikmat. Awal-awal memang sedikit ditahan, tetapi lama-kelamaan mereka melepas suara desahan yang membuat satu sama lain semakin bersemangat. Serkan semakin bersemangat mendengar lenguhan Guzel, begitu pula sebaliknya. Terlebih dengan cengkeraman yang Guzel layangkan di rambutnya. Hal itu menandakan bahwa sang istri benar-benar puas dan hal itu mampu membuat Serkan bangga atas kerja kerasnya."Tidurlah! Aku akan membangunkanmu nanti di sesi ke tiga," ujar Serkan mengecup kening dengan tangan yang bergerak mengusap bahu istrinya."Hah! Masih mau lagi?" tanya Guzel terkejut.Membuat anak tidak harus dilakukan sehari tiga kali seperti mengonsumsi obat. Justru yang paling bagus itu satu Minggu tiga kali, jika memang s