Pertanyaan yang Guzel ajukan membuat Serkan menyesali keputusannya untuk memaksa sang istri berbicara. Kalau tahu akan menimbulkan pertanyaan sesulit itu, ia akan memilih untuk diam."A-aku ...." Serkan terlihat kebingungan harus menjawab apa. Untuk sesaat, ia terdiam memikirkan jawaban apa yang masuk akal dan tidak membuat Guzel curiga, "I-itu ... anu."Itu, anu apa?" tanya Guzel mengerutkan keningnya.Bagaimana bisa pria sedingin Serkan bisa salah tingkah dan gelagapan seperti itu?"Aku mengambil selimut untuk menyelimuti tubuhmu dan kau malah menendang-nendang. Jadi aku berencana untuk menyelimutimu lagi, tapi keburu kau bangun," imbuhnya menjelaskan. Bukan menjelaskan, tetapi lebih tepatnya berbohong."Benarkah?" Guzel nampak kurang percaya."Iya, seperti itu," balas Serkan tersenyum canggung.Dalam hati, ia berharap bahwa Guzel akan mempercayai ucapannya dan berhenti mencurigainya. Serkan juga ingin malam itu cepat berlalu agar Guzel tidak menanyakan hal lainnya lagi."Baiklah. S
Serkan langsung membalikkan tubuhnya melihat Guzel sedang membersihkan diri. Beruntung, kaca itu buram dan ia tidak bisa melihat dengan jelas bagian tubuh Guzel."Kenapa, sih, Guzel hobi sekali membuatku kesal?" keluhnya sambil mengeratkan gigi. Sebenarnya bukan membuat Serkan kesal, tetapi membuat sisi liarnya menegang.Seharusnya, kalau masuk ke dalam kamar mandi, entah hanya sekedar mencuci tangan atau menggosok gigi, baiknya mengunci pintu terlebih dahulu. Jangan asal masuk saja dan membuat orang lain kesulitan. Sama seperti apa yang Serkan rasakan saat ini."Sepertinya aku harus buru-buru keluar sebelum ketahuan." Serkan mengangkat kaki kanannya hendak melangkah.Bertepatan dengan Serkan yang hendak melangkah keluar, Guzel berteriak, "Hei, yang ada di sana!"Sontak, Serkan menghentikan langkahnya dan membeku. Raut wajahnya terlihat sangat tidak enak karena terpergok. Kemudian, ia membalikkan tubuhnya secara perlahan."Yang ada di sini. Semua ikut bernyanyi," lanjut Guzel.Ternyat
"Aku bilang juga apa? Pakai baju dulu, Mas," ujar Guzel menyesal.Salahnya, tadi ia mendoakan agar handuk yang melilit di pinggang Serkan terlepas. Akan tetapi giliran sudah terlepas, ia justru menutup matanya erat. Walaupun demikian, ia sudah terlanjur melihat si perkasa. Ya, meskipun hanya sekitar satu kedipan mata."Hah?" Serkan terkejut merasa handuk menimpa kakinya. Apalagi mendengar suara Guzel yang terdengar seperti sudah melihat sesuatu. Sontak, ia lekas menunduk dan mengumpat, "Sial!"Pria itu lekas meraih handuk dan melilitkan kembali ke pinggang. Ia menatap Guzel sekilas sebelum akhirnya beranjak pergi ke ruang ganti dengan langkah terburu.Merasa Serkan sudah tidak ada di sana setelah mendengar suara pintu ditutup, perlahan Guzel membuka mata sambil membuang nafas."Astaga, Serkan, Serkan," lirih Guzel tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.Daripada ia tetap berada di sana dan bertemu Serkan dengan situasi canggung. Lebih baik ia turun ke bawah dan membantu asisten ruma
"A-ada apa?" tanya Serkan terbata. Jantungnya berdegup kencang dengan pikiran yang melayang jauh."Apa kemarin aku tidak bermimpi dan kau memang menciumku?" tanya Guzel memastikan.Melihat kejadian ini, Guzel menjadi curiga. Pasalnya, ia merasa bibirnya kebas dan terasa sangat nyata. Jadi ia pikir, Serkan memang menciumnya ketika sedang tidur. Itulah alasan mengapa ia berpura-pura pingsan."Mmm ... A-anu." Serkan menghempaskan tubuhnya kembali ke tempat tidur. Bola matanya bergerak ke sana kemari memikirkan jawaban."Jadi, memang benar dan aku tidak bermimpi?" tanya Guzel lagi.Melihat reaksi Serkan saat ini membuat Guzel yakin kalau kejadian malam kemarin bukan hanya mimpi."Ma-maaf," lirih Serkan tidak tahu harus berkata apa selain kata maaf.Bukankah Guzel pingsan tadi? Lalu, kenapa tiba-tiba wanita itu bangun di saat Serkan sedang menikmati bibirnya? Bukankah seharusnya tidak bisa merasakan apa pun? Bodohnya, ia sama sekali tidak tahu kalau Guzel hanya berpura-pura saja."Tidak pe
Semakin malam, pergulatan mereka berdua semakin panas. Apalagi lampu yang temaram membuat keduanya semakin liar. Suasana kamar yang semula sepi, kini menjadi sedikit berisik. Suara cecapan demi cecapan saling beradu.Perlahan, suara cecapan itu berganti dengan suara lenguhan nikmat. Awal-awal memang sedikit ditahan, tetapi lama-kelamaan mereka melepas suara desahan yang membuat satu sama lain semakin bersemangat. Serkan semakin bersemangat mendengar lenguhan Guzel, begitu pula sebaliknya. Terlebih dengan cengkeraman yang Guzel layangkan di rambutnya. Hal itu menandakan bahwa sang istri benar-benar puas dan hal itu mampu membuat Serkan bangga atas kerja kerasnya."Tidurlah! Aku akan membangunkanmu nanti di sesi ke tiga," ujar Serkan mengecup kening dengan tangan yang bergerak mengusap bahu istrinya."Hah! Masih mau lagi?" tanya Guzel terkejut.Membuat anak tidak harus dilakukan sehari tiga kali seperti mengonsumsi obat. Justru yang paling bagus itu satu Minggu tiga kali, jika memang s
"Ada apa? Kenapa kau senyum-senyum sendiri?" tanya Guzel curiga.Tanpa menjawab, Serkan langsung beranjak turun dan mengangkat tubuh Guzel. Ia ingin mewujudkan fantasi liarnya yang baru saja muncul di pikirannya."Kau mau apa, Mas? Cepat turunkan aku! Sudah siang dan aku harus segera mandi," tanya Guzel bingung melihat sikap suaminya.Guzel meminta agar diturunkan, tetapi Serkan mengabaikannya. Pria itu justru melangkah cepat ke arah kamar mandi. Setelah di dalam, ia mendudukkan istrinya tepat di samping wastafel."Tunggu sebentar ya, Sayang. Aku isi air di bathtub dulu sebentar," ujar Serkan lembut dengan seulas senyuman."Tidak perlu, Mas, aku bisa melakukannya sendiri." Guzel melompat turun dan mengejar suaminya.Sontak, Serkan berbalik dan merengkuh pinggang istrinya. Lalu, menariknya hingga tubuh mereka menyatu. Dahinya diadu dan kepalanya bergerak ke samping. Dalam satu kali kedipan mata, bibirnya menyambar bibir Guzel yang sejak pertama kali membuatnya candu.Tangan kirinya ber
"Kau? Apa kalian sudah mencoba membuat cicit untuk kakek?" tanya Arash berbinar.Mendengar ucapan cucunya membuatnya sangat bersemangat. Apalagi, akhir-akhir ini kondisi kesehatannya sering sekali menurun. Jadi, ia ingin mendengar kabar baik secepatnya agar bisa dijadikan sebagai penyemangat."Sudah dong, Kek. Sejak semalam sampai sesiang ini, Serkan dan Guzel sudah berusaha keras membuat cicit untuk Kakek." Serkan menyekungkan telapak tangannya di pipi, "Sudah lima kali percobaan. Mudah-mudahan bisa cepat jadi," imbuhnya berbisik sambil mengulas senyum.Ternyata di balik sikap dingin dan mulut pedas yang selalu ditunjukkan, Serkan memiliki sifat ceplas-ceplos. Akan tetapi, ia hanya menunjukkan sisi ini pada orang-orang tertentu saja yang ia anggap keluarga atau seseorang yang ia anggap dekat."Astaga, Mas!" Guzel terkejut sampai memukul lengan suaminya, "Maaf-maaf," imbuhnya sambil beberapa kali menundukkan kepalanya."Tidak apa-apa, Guzel. Kau tidak perlu malu. Terkadang, Serkan mem
"Ma!" teriak Dilara sambil mengangkat tangannya.Sontak, Guzel menoleh dan melangkah mendekat. Begitu pula dengan Dilara yang berlari."Ya ampun, Sayang. Mama sangat merindukanmu. Bagaimana kabarmu, hum?" ujarnya sambil menarik putrinya ke dalam pelukan."Lara juga rindu, Mama. Lara baik, kok," Dilara balas memeluk ibu tidak kalah erat.Sepasang ibu dan anak itu saling menumpahkan kerinduan mereka. Satu bulan tidak bertemu rasanya seperti berbulan-bulan. Itu yang Guzel rasakan dan berlaku juga bagi Dilara meskipun ia sendiri yang dengan sengaja menghindar."Ngomong-ngomong, kenapa Mama ajak Lara bertemu di sini? Apa sekarang Mama bekerja perusahaan ini?" tanya Dilara mengedar pandangan menatap setiap sudut lobby perusahaan."Tidak, Sayang. Mama ke sini karena sengaja ingin membawakan bekal makan siang untuk Papa barumu," jelas Guzel datar.Tidak ada keraguan sedikitpun untuk mengatakan hal itu pada putrinya. Cepat atau lambat, Guzel harus mengatakannya."Apa?! Papa baru?" teriak Dilar