"Apa kau benar-benar ingin pulang dan melihat pria itu?" tanya Serkan setelah peraduan."Iya, Mas," sahut Guzel mengangguk."Baiklah, aku akan mengantarmu sore nanti," kata Serkan santai.Entah apa yang terjadi pada Serkan. Bukankah sebelumnya pria itu menolak permintaan Guzel dengan tegas. Ia sampai marah-marah tidak jelas dan menuduh istrinya yang tidak-tidak. Mungkinkah ia memiliki rencana terselubung di balik keputusannya?"Apa kau serius?" tanya Guzel berbinar."Tentu saja. Bukankah aku rumahmu? Kau ke sana hanya untuk bertamu bukan?" Serkan balik bertanya."Ya, kau adalah rumah tempatku kembali," balas Guzel langsung memeluk suaminya erat.Mereka mencurahkan cinta satu sama lain sambil berpelukan. Menikmati waktu tanpa memikirkan apa pun yang mungkin akan terjadi nanti sore, besok, maupun seterusnya. Sepasang suami istri itu hanya ingin menunjukkan perasaan cinta yang kian membuncah."Apa kau mengantuk, hum?" tanya Guzel sambil mengusap lembut pipi suaminya.Sejak tadi, Serkan s
Serkan menurunkan senderan kursi Guzel secara perlahan. Ia masih tidak mempedulikan ucapan istrinya yang seolah keberatan bermain-main di dalam mobil, terlebih di jalan raya."Mas Serkan mau apa?" tanya Guzel sambil menyilangkan kedua tangannya di depan tubuhnya."Mau jenguk Jerome atau Callum," sahut Serkan santai."Nanti saja, Mas. Saat ini kehamilanku masih di trimester pertama. Kalau sering-sering, aku takut kenapa-napa," ujar Guzel menjelaskan.Selain takut orang lain akan memergoki mobil bergoyang, Guzel juga takut janin di perutnya merasa terganggu. Apalagi, kehamilan di trimester pertama masih sangat lemah."Benarkah? Lalu, selama ini apa?" tanya Serkan menatap Guzel lekat seolah tidak setuju dengan ucapan sang istri."Se-selama i-ini aku hilaf, Mas. Besok-besok tidak lagi, deh. Besok-besok aku akan belajar untuk menahan diri," sahut Guzel panik.Ia sadar selama satu bulan ini jauh lebih agresif. Lebih sering meminta daripada diminta. Meski setiap hari menginginkannya, tetapi
Guzel merasakan remasan kuat di bahunya. Kemudian, ia menoleh ke samping dengan sedikit mengangkat kepalanya menatap sang suami. Terlihat, Serkan tidak kalah terkejutnya dibanding Guzel. Manik matanya membulat sempurna dan memerah.Serkan tahu betul seperti apa sosok Derya meski hanya pernah melihatnya satu kali ketika menyelamatkannya. Manik mata elangnya meneliti setiap jengkal tubuh pria yang kini ada di hadapannya."Aku yakin dia bukan Derya. Aku harus mencari tahu siapa dia sebenarnya," batin Serkan penuh tekad.Memang sosok pria di depannya ini sangat mirip, bahkan bisa dibilang seperti orang yang sama. Namun, ia tidak bisa percaya begitu saja. Ia tahu dengan jelas tujuan kemunculan Derya hanya satu yaitu menghancurkan rumah tangganya dengan Guzel."Mas?" Tatapan mata Guzel seolah sedang memanggil suaminya.Tangan wanita itu bergerak memeluk pinggang suaminya berusaha untuk meyakinkan. Meski Derya ada di depan matanya, hal itu tidak akan merubah apa pun. Cintanya, hubungan perni
Mendengar ucapan Derya membuat jantung Serkan berdegup kencang. Bagaimana kalau rencana pria itu untuk memisahkannya dengan Guzel berhasil? Lalu, bagaimana dengannya? Ia tidak akan bisa hidup jika tanpa Guzel di sisinya."Cukup!" geram Guzel membentak.Ia melepaskan tangan Serkan dan bergerak ke depan di mana posisi berdiri sebelumnya. Dadanya bergerak naik-turun dengan nafas yang bergerak cepat. Manik matanya membola dan memerah."Kau bukan Mas Derya," kata Guzel dengan penekanan di setiap kata.Bukan tanpa alasan Guzel langsung menuduh kalau pria yang ada di hadapannya kini bukan Derya, suami pertamanya. Derya yang ia kenal adalah pria tulus yang selalu rela mengorbankan diri demi menyelamatkan nyawa orang lain. Bukannya menyalahkan atas apa yang telah menjadi keputusannya."Apa maksudmu berkata seperti itu, Sayang? Kenapa sejak tadi kau menyuruhku sebagai orang lain?" tanya Derya kecewa."Menyelamatkan nyawa orang adalah tugas dari seorang petugas pemadam kebakaran. Mas Derya perna
Beberapa hari kemudian setelah dirawat dan pulang dari rumah sakit, kondisi Guzel sudah membaik. Janin yang ada di dalam kandungannya pun masih bertahan dengan sangat kuat. Meskipun demikian, wanita itu lebih berhati-hati mengingat hampir kehilangan calon buah hatinya."Mas," panggil Guzel.Selama dalam masa pemulihan, Serkan tidak pernah meninggalkan istrinya meski hanya sebentar. Semua pekerjaan ia urus di rumah, lebih tepatnya di samping istri tercinta. Ia takut Guzel membutuhkan sesuatu dan ia tidak ada di sisinya. Apalagi pesan dokter yang mengatakan bahwa Guzel harus istirahat total, yang artinya tidak boleh melakukan aktivitas apa pun."Kenapa, Sayang?" Serkan meletakkan dokumen dan langsung memeluk istrinya."Aku sudah merasa lebih baik. Tubuhku juga sudah terasa lebih segar," sahut Guzel memiliki sebuah arti.Pria tampan tanpa cela itu mengangguk dan berkata, "Ya, lalu?""Bisakah kita pergi olahraga ke luar untuk mencari udara segar dan vitamin D?" sahut Guzel menjelaskan.Ia
Manik mata Serkan terbelalak mendengar permintaan istrinya. Bagaimana bisa Guzel memintanya agar memberi izin tinggal di rumah lama, di mana Dilara dan pria yang mengaku Derya tinggal? Apalagi sebelumnya, sang istri pernah mengalami pendarahan dan hampir kehilangan calon anak mereka."Aku tidak salah dengar 'kan, Sayang?" tanya Serkan tidak percaya. Barangkali saja pendengarannya memang salah. Jadi, ia berusaha memastikan."Tidak, Mas, aku serius. Aku ingin menjadi detektif tanpa pria itu sadari," sanggah Guzel mantap.Jika ia tinggal bersama dengan pria yang mengaku menjadi suami pertamanya yang telah meninggal lima tahun silam. Ia yakin seratus persen akan mengetahui perbedaan mereka. Entah dari sikap, kebiasaan, dan lain sebagainya."Maaf, aku tidak bisa mengizinkan," ujar Serkan lirih.Baru bertemu kurang dari lima belas menit saja ia hampir kehilangan calon anaknya. Apalagi kalau Guzel sampai tinggal di sana selama berhari-hari. Tidak. Serkan tidak bisa mengambil resiko lebih bur
"Mama." Dilara berlari keluar dan langsung memeluk ibunya, "Apa Mama sudah memutuskan untuk tinggal di sini bersama Lara dan Papa?" imbuhnya bertanya."Iya," sahut Guzel singkat. Ia membalas pelukan putrinya dengan manik mata yang menggerilya meneliti isi rumah."Ngomong-ngomong, Mama ke sini sama siapa?" tanya Dilara sambil menjauhkan tubuhnya.Manik mata gadis itu meneliti area luar rumah. Berharap bisa melihat sosok ayah tirinya dengan raut sedih. Namun sayang, pria itu justru tidak ada di sana."Papa Serkan." Guzel malas berbicara panjang lebar takut Derya jadi-jadian mendengarnya."Apa?!" teriak Dilara terkejut."Kenapa ekspresimu berlebihan begitu?" Guzel melangkah masuk ke dalam sambil menarik koper. Menoleh ke kanan dan kiri mencari sosok pria yang mengaku sebagai suami pertamanya."Dia ada di mana?" lanjutnya."Dia siapa? Apa maksud Mama, Papa?" Alih-alih menjawab, Dilara justru balik bertanya."Iya, Sayang. Memangnya siapa lagi?" sahut Guzel malas.Kakinya melangkah masuk k
"Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Derya dingin.Melihat Guzel ada di sana, harusnya pria itu bertanya atau sekedar menunjukkan rasa bahagianya. Namun, ia justru terlihat sangat cuek. Berbeda sekali dengan sikapnya waktu itu ketika pertama kali Guzel pulang."Tidak. Aku lihat, rambut, kumis, dan jenggotmu sudah terlalu panjang. Apa tidak sebaiknya kau cukur?"Sebenarnya, tidak terpikirkan oleh Guzel untuk berkata seperti itu. Ia hanya sudah tidak sabar melihat pria itu menikmati ayam kecap buatannya. Akan tetapi, sikapnya itu justru membuat pria jadi-jadian curiga."Baiklah, tapi aku ingin kau yang mencukur rambutku," kata Derya sambil tersenyum."Aku tidak bisa melakukannya, Mas. Nanti siang pergi ke tukang cukur langganan saja."Meski ia bisa sekalipun, ia tidak akan pernah melakukannya. Apalagi ada kamera tersembunyi dan alat sadap yang bisa mendengar setiap percakapannya. Ia yakin, Serkan sedang melihat dan mendengar adegan ini. Jadi, ia tidak ingin membuat sang suami marah